Diajukan oleh:
Menyetujui,
Pembimbing
Hal
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………………. i
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………………………. ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………. iv
DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………………………………. v
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………………………. vi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………………………… vii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………................ 2
1.3 Tujuan dan Manfaat
Penelitian………………………………………………………………. 2
1.4 Asumsi Dasar…….……………………...………………………….. 3
1.5 Kajian Pustaka……………………………………………………….. 3
1.5.1 Konsep Tindak Pidana Perdagangan Orang … 3
1.5.2 Konsep Penyelidikan Penanganan TPPO……… 3
1.6 Metode Penelitian………………………………………………….. 4
1.6.1 Jenis Penelitian…………………………………………… 4
1.6.2 Sumber Data………………………………………………. 4
1.6.3 Cara Pengumpulan Data………………………………. 5
1.6.4 Analisis Data………………………………………………. 5
1.6.5 Tempat dan Waktu Penelitian………………………. 5
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………... 6
2.1 Tantangan Penyelidikan Kasus Perdagangan Orang di
Kabupaten Sikka …………………………………………………… 6
2.2 Pembahasan…………………………………….……………………. 7
BAB III PENUTUP ………………………………………………………………………. 8
3.1 Simpulan ………………………………………………………………. 8
3.2 Saran…………………………………………………………………….. 8
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………. 9
RIWAYAT HIDUP PENULIS…………………………………………………………………. 11
DAFTAR SINGKATAN
c. Kerangka Teoritik
Gambar 2. Peta Konsep Tantangan Penyelidikan
Kasus Perdagangan Orang di Kabupaten Sikka
BAB II
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
2.1 Tantangan Penyelidikan Kasus Perdagangan Orang di Kabupaten Sikka
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Unit Pelayanan
Perempuan dan Anak (Kanit PPA) Polres Sikka, Aipda I Nengah Redi Jaya
diketahui penyebab TPPO di Nusa Tenggara Timur (NTT) termasuk
Kabupaten Sikka yaitu 1) Masyarakat belum memiliki kesadaran terhadap
bahaya trafficking, 2) faktor kemiskinan keluarga terjerat hutang 3)
Pendidikan masyarakat yang rendah sehingga mudah terkena tipu daya/
bujukan, 4) Kasus Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang
berakibat perceraian, 5) tidak mendapat perhatian keluarga dan orang
tua, 6) lapangan pekerjaan kurang di daerah NTT, tingkat pendapatan
lebih tinggi di daerah/ negara lain, 7) faktor perkembangan teknologi
terutama media sosial.
Menurut Kanit PPA Polres Sikka tersebut korban dan pelaku TPPO
tidak hanya berasal dari kabupaten Sikka tapi juga dari daerah lain di
daratan Flores. Beberapa korban TPPO dari daerah lain berpindah
melalui Sikka karena akses dari kabupaten Sikka lebih memadai baik
jalur laut atau udara dibandingkan dengan kabupaten lain di NTT.
Kanit PPA Polres Sikka menyampaikan bahwa tidak ada
tantangan yang berarti yang dapat menghambat proses penyelidikan
dugaan terjadinya tindakan perdagangan orang di Sikka tahun 2020-
2021, namun pernah ada hambatan pada tahun 2019. Tantangan
tersebut sebagai berikut: 1) Tahap penyelidikan: setelah petugas
menggagalkan keberangkatan calon pekerja ilegal, calon pekerja
tersebut marah kepada petugas kepolisian dengan mengajukan
pertanyaan apakah pihak kepolisian bisa memberikan pekerjaan kepada
mereka. Pihak kepolisian menyampaikan bahwa semua masyarakat boleh
berangkat ke daerah lain untuk mencari pekerjaan namun semua calon
tenaga kerja harus melengkapi dokumen berkas keberangkatan secara
legal. 2) Tahap Penyidikan: ada kasus TPPO yang prosesnya telah
sampai pada tingkat penyidikan, para saksi dan korban telah dilakukan
pemeriksaan namun ketika Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tambahan
sesuai petunjuk Jaksa Penuntut Umum (JPU) banyak saksi dan korban
telah berangkat meninggalkan kabupaten Sikka dengan jalan tidak
bersamaan.
Upaya yang dilakukan kepolisian untuk mengurangi terjadinya
kasus TPPO di Kabupaten Sikka adalah dengan cara memberikan
sosialisasi kepada masyarakat Sikka tentang Undang-Undang TPPO dan
kerugian calon tenaga kerja apabila berangkat dengan cara illegal.
Masyarakat yang berkeinginan bekerja di luar NTT atau di negara lain
harus berangkat secara legal melalui agen resmi dan diketahui
pemerintah.
2.2 Pembahasan
Hasil penelitian diketahui bahwa ada tantangan yang dialami
kepolisian resort Sikka saat proses penyelidikan dan penyidikan,
tantangan tersebut menghambat penetapan pelaku sebagai tersangka
tindak pidana perdagangan orang. Faktor ekonomi dan tergiur janji-janji
dari pelaku bahwa di daerah yang akan dituju korban akan
mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi, menyebabkan korban tidak
mau melapor bahkan menyalahkan pemerintah (kepolisian) akan
kebatalan keberangkatan mereka, masyarakat (korban) tidak menyadari
tentang bahaya trafficking, saksi tidak mau memberikan keterangan di
pengadilan.
Seseorang akan ditetapkan sebagai pelaku tindak pidana
perdagangan orang jika terbukti memenuhi unsur-unsur UU No 21
tahun 2007 yaitu seseorang yang merekrut, mengangkut
menampung, mengirim, memindahkan, atau merima orang lain
mengancam dengan kekerasan, melakukan kekerasan, melakukan
penculikan, menyekap, memalsukan, menipu, menyalahgunakan
kekuasaannya menjerat utang, membayar atau memanfaatkan,
sehingga mendapat izin dari warga negara yang dapat
mengekang atau mengendalikan warga negara tersebut, didalam
negeri ataupun antar negara, dengan maksud eksploitasi atau
menyebabkan seseorang tereksploitasi (Counter Trafficking and
Labour Migration Unit, 2019).
Pelaku akan dimasukkan kedalam kurungan paling cepat
selama tiga tahun dan paling lama kurungan sampai 15 tahun
dengan denda uang seratus dua puluh juta sampai enam ratus
juta. Pelaku yang dimaksudkan sesuai undang-undang tersebut
antara lain Agen resmi atau tidak resmi yang membayar calo
untuk merekrut masarakat untuk bekerja, calo yang bekerjasama
dengan tokoh tokoh di suatu daerah untuk merekrut pekerja dan
mendapat upah dari tiap pekerja yang direkrutnya, Majikan yang
melakukan pemaksaan/ kekerasan kepada pekerja dirumahnya,
orang yang mengelola rumah bordil dan memaksa perempuan
dibawah umur untuk melayani pelanggan, dan Apparat Sipil
Negara yang bekerja sama dalam pemalsuan dokumen yang
dibutuhkan oleh korban (Daud & Sopoyono, 2019)
Studi lapangan ini mendukung hasil penelitian (Utami,
2019) yang menjelaskan bahwa ekonomi masyarakat NTT yang
lemah merupakan akar masalah korban tergiur bekerja di daerah
atau negara lain, bahkan ada orang tua korban yang setuju serta
mengantar anak dibawah umur untuk ikut bekerja. Pengurusan
dokumen yang akan berangkat bekerja secara legal sulit dan lama
sehingga masyarakat NTT memilih berangkat dengan illegal.
Studi lapangan ini juga mendukung hasil penelitian
(Febriyanto, 2010) yang menyimpulkan bahwa problematika
kepolisian dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan adalah
pelaku tidak dapat ditetapkan sebagai tersangka TPPO karena
berkas belum lengkap dan belum memenuhi semua unsur-unsur
pidana sesuai undang-undang nomor 21 tahun 2007.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Tantangan penyelidikan kasus perdagangan orang di wilayah hukum
kepolisian resort Sikka yaitu korban tidak mau melapor, dan saksi
tidak mau memberikan keterangan di pengadilan.
3.2 Saran
Kepolisian bersinergi dengan pemerintah dan Lembaga sosial, terus
berupaya dalam mengefektifkan pencegahan perdagangan orang
salah satunya sosialisasi kepada masyarakat menggunakan media
penyuluhan yang sesuai dengan modus-modus pelaku TPPO
dilapangan. Negara terus meningkatkan ekonomi masyarakat di desa
terutama NTT karena faktor ekonomi merupakan akar masalah
masyarakat tergiur bekerja di daerah atau negara lain. Pemerintah
harus mempermudah pengurusan dokumen masyarakat yang akan
berangkat bekerja secara legal, karena yang menjadi alasan
masyarakat NTT memilih berangkat dengan illegal adalah mengurus
perorangan secara illegal lebih cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Counter Trafficking and Labour Migration Unit. (2019). Petunjuk Teknis Pendataan
Dan Pelaporan Data Tindak Pidana Perdagangan Orang. International
Organization for Migration Indonesia.
Daud, B. S., & Sopoyono, E. (2019). Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku
Perdagangan Manusia Di Indonesia (Application of Criminal Sanctions Against
Human Trafficking in Indonesia). Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, 1(3),
352–365.
Febriyanto, P. D. D. (2010). Problematika dalam pelaksanaan kendala penyidikan
dan penuntutan terhadap tindak pidana perdagangan orang (human
trafficking) di Surakarta [Universitas Sebelas Maret Surakarta].
https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/12811/Problematika-dalam-
pelaksanaan-kendala-penyidikan-dan-penuntutan-terhadap-tindak-pidana-
perdagangan-orang-human-trafficking-di-Surakarta
Handayani, I. (2021). Kasus Perdagangan Orang di Indonesia Makin
Mengkhawatirkan. Investor.id. https://investor.id/national/243803/kasus-
perdagangan-orang-di-indonesia-makin-mengkhawatirkan
Harahap, M. Y. (2000). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (kedua).
Sinar Grafika.
Jebadu, A. (2020). Perdagangan Manusia Sebagai Kejahatan Global dan Gerakan
Internasional untuk Menghentikannya.
JPNN. (2022). Desak Penyelesaian Kasus TPPO Anak di Sikka.
https://www.jpnn.com/news/desak-penyelesaian-kasus-tppo-anak-di-sikka-
aktivis-ham-mengadu-ke-bareskrim-dan-komisi-iii-dpr
KPAI. (2021). Anak Jadi Korban Prostitusi. databoks.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/06/03/kpai-217-anak-jadi-
korban-prostitusi-hingga-april-2021