Anda di halaman 1dari 5

Nova Andriyana

1906367730
UTS Wayang

Soal

Seni pertunjukan wayang atau teater boneka dikenal memiliki 2 bentuk, yaitu 2 dimensi dan 3
dimensi.
1. Jelaskan perbedaan dan persamaan dari kedua jenis karya seni tersebut. Materi
perbedaan meliputi bahan/material, lakon, wilayah, cara pembuatan. Silahkan
gunakan tabel jika diperlukan.
2. Menurut Saudara, seni pertujukan wayang dan teater boneka yang kita kenal
sekarang, baik wayang kulit maupun golek di Jawa, mendapat pengaruh dari mana?
Jelaskan asal-usul seni pertunjukan wayang dan golek tersebut. (Saudara dapat
melengkapi jawaban dengan melakukan pencarian di internet).

Jawaban
1. Seni wayang 2 dimensi: karya seni rupa yang hanya memiliki bentuk panjang dan lebar
saja.
Seni wayang 3 dimensi: karya seni rupa yang memiliki bentuk panjang,lebar,dan tinggi.
Seni wayang 2 dimensi: Terbuat dari kulit serta tidak memiliki ruang.
Seni wayang 3 dimensi: Terbuat dari kayu dan memiliki ruang.
Seni wayang 2 dimensi sebagai contoh dalam pembuatannya yaitu dengan cara
Membersihkan kulit. Pilih kulit-kulit yang berkualitas terlebih dahulu kemudian memisahkan
kelebihan daging dan lemak yang menempel pada kulit yang akan digunakan. Gunakan
bidang bersegi empat yang dibuat dari batang buluh atau kayu untuk memudahkan pemilihan
kulit.
Saat proses pengikisan bisa dibantu dengan menggunakan pisau raut atau pisau wali namun
harus lebih berhati-hati agar kulit tidak terkoyak serta memastikan kulit benar-benar bersih
dari daging dan lemak. Menjemur kulit Setelah kulit dibersihkan dengan baik, kulit dijemur
selama dua atau tiga hari hingga kering. Lamanya proses pengeringan tergantung dengan
keadaan cuaca. Sebaiknya kulit dijemur di tempat yang jauh dari rumah agar dapat
menghindari bau busuk dan tidak mengganggu sekitar area rumah. Apabila kulit sudah cukup
kering, kulit dapat dikikis dengan menggunakan pisau raut. Basuh kulit, apabila kulit sudah
dikikis lagi dan bersih dari bulu, kulit kemudian dibasuh dan dijemur kembali untuk kedua
kalinya. Kali ini kulit dijemur hingga benar-benar kering agar bisa mulai membuat patung
wayang kulit. Buat sketsa
Sebelum mulai membuat wayang, buatlah sketsa terlebih dahulu di atas kertas putih. Buatlah
karakter wayang kulit yang menarik sesuai dengan karakter wayang kulit melayu kuno
namun harus berdasarkan kreativitas dan keterampilan agar tokoh wayang yang dihasilkan
halus dan menarik. Atur pola dan motif. Pola dan motif wayang diatur sesuai dengan karakter
yang ingin
dibuat misalnya wayang Perancis memiliki panjang sekitar 71 cm dan lebar kurang dari 30
cm. Setelah jadi, sketsa selanjutnya dipotong kemudian ditempelkan ke kulit yang sudah
disiapkan sebelumnya dengan menggunakan lem. Namun lem yang digunakan haruslah yang
larut dalam air atau terbuat dari pati.Pahat kulit, Kulit yang telah ditempelkan dengan kertas
kemudian dipahat mengikuti pola yang telah dibuat. Setelah selesai memahat, lepaskan kertas
secara perlahan dari kulit atau bisa juga dengan dicuci. Beberapa pembuat wayang juga
menggunakan air dan berus tembaga halus dengan cara digosok untuk membersihkan kertas
yang masih menempel pada kulit. Keringkan kulit yang sudah bersih. Kulit yang sudah bersih
dari kertas kemudian dibiarkan hingga mengering. Setelah itu kulit akan diperkuat dengan
menggunakan bambu. Bambu akan didirikan dan diikat tegak di bagian tengah patung
wayang namun harus menggunakan bambu yang berbentuk bulat pipih. Bambu ini dianggap
sebagai tulang dari patung wayang agar dapat berdiri kokoh. Tulang bambu ini nantinya akan
dibagi menjadi dua mulai dari ujung hingga sekitar 30,5 cm dari pangkal kemudian wayang
kulit dijepit di antara celah yang sudah dibuat kemudian pada jarak sekitar 5 cm akan diikat
dengan benang agar kuat. Bambu menjadi pilihan yang tepat sebagai tulang wayang kulit
namun ada juga yang menggunakan kayu atau tanduk kerbau. Hanya saja tanduk kerbau dan
kayu sulit didapatkan sehingga bambu menjadi alternatif pembuatan. Bambu juga lebih
ringan dan juga tahan lama sehingga menjadi pilihan yang tepat sebagai tulang wayang kulit.
Sedangkan dalam pembuatan wayang 3 dimensi sebagai contoh adalah wayang golek adalah
Langkah pertama yaitu, mengukir bentuk wajah. Detail wajah, mulai dari lekukan hidung,
mata, hingga hiasan dibuat sedemikian halus. Proses pewarnaannya pun menggunakan
beberapa kuas. Untuk beberapa detail seperti riasan kelopak mata perlu kuas yang kecil agar
hasilnya sempurna. Langkah kedua adalah membuat bagian tubuh. Wayang golek memiliki
bentuk tubuh yang terpisah dengan tangan. Pada bagian atas, kanan, kiri dan bawah tubuh
diberi lubang untuk menyatukan kepala dan lengan menggunakan tali. Setelah beberapa
bagian selesai dibuat, sampeurit (kayu penyangga kepala) dipasang, agar kepala wayang bisa
digerakan. Kemudian tuding ( kayu pemegang dalang) dipasang di kedua tangan wayang.
oiya satu lagi yang menjadi bagian penting dari wayang golek adalah pakaian tradisional
sesuai dengan tokoh aslinya. Untuk atasan, terbuat dari kain bludru dengan hiasan monte
berwarna emas atau perak. Lalu bawahannya, memakai kain batik.
Wayang 2 dimensi sebagai contoh adalah wayang kulit berkembang pesat di daerah Jawa
Tengah serta Jawa Timur.
Wayang 3 dimensi sebagai contoh adalah wayang golek berkembang di daerah Jawa Barat.
Wayang 2 dimensi dan 3 dimensi sama-sama menceritakan tentang cerita Ramayana dan
mahabaratha, namun secara umum, dalang wayang golek lebih banyak memasukkan unsur
komedi ke dalam cerita dibandingkan dengan dalang wayang kulit yang lebih banyak
memainkan adegan perang.

2.Ada beberapa pendapat terkait asal-usul serta pengaruh wayang yaitu


Pendapat pertama menyatakan bahwa asal usul wayang adalah Pulau Jawa (Indonesia) yang
diyakini oleh JLA Brandes, GAJ Hazeu, J Kats, Anker Rentse, dan beberapa peneliti lainnya.
Pendapat kedua menyatakan bahwa wayang berasal dari India yang diyakini oleh penelitian R
Pichel, Poensen, Goslings, dan Rassers.
Pendapat ketiga menyatakan bahwa asal usul wayang berasal dari percampuran budaya Jawa
dan India yang didukung oleh penelitian J.Krom dan WH Rassers.
Sejarah wayang golek
Menurut MA Salmun (1986) pada tahun 1583, Sunan Kudus membuat wayang yang terbuat
dari kayu. Maksudnya adalah agar bisa ditonton pada siang hari. Hasil ciptaan inilah yang
dikemudian hari berkembang secara luas di Jawa Barat. Daerah yang pertama-tama
membawakan wayang Golek adalah Cirebon dengan bahasa yang digunakan saat itu masih
berbahasa Jawa Wayang Golek yang digunakan pada masa Panembahan Ratu di Cirebon
adalah Wayang Golek Papak/cepak, yang berciri khas bentuk kepala yang papak atau datar.
Pada masa Pangeran Girilaya (1650-1662) Wayang Golek Papak mulai berkembang.
Kisahnya kemudian dilengkapi dengan babad dan Sejarah Tanah Jawa, khususnya mengenai
penyebaran Agama Islam. Setelah Jalan Raya Pos selesai dibangun oleh Gubernur Jenderal
William Daendels (1808-1811), kesenian wayang golek semakin menyebar ke beberapa
daerah di Jawa Barat. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Sunda, dan saat itu sudah
banyak dalang bermunculan dan masyarakat yang menggemari kesenian wayang ini.
Kesenian wayang golek mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, saat
itu di Jawa Barat sudah banyak bermunculan dalang-dalang dan padepokan wayang golek di
berbagai daerah. Setelah kedatangan Jepang (1942), kesenian wayang mulai dibatasi karena
pemerintah Jepang membuat larangan untuk tidak berpesta melewati pukul 24:00, sedangkan
pertunjukan wayang golek biasanya memakan waktu yang cukup panjang. Pada masa ini,
orang-orang dipersulit untuk menyaksikan maupun menyelenggarakan pagelaran wayang
golek semalam suntuk. Banyak masyarakat kemudian mengajukan permintaan pada
pemerintah Jepang agar kesenian wayang golek ini bisa disiarkan melalui radio. Gayung
bersambut, jawatan radio Jepang menyetujui permintaan tersebut. Dalang pertama yang
menyatakan diri siap untuk mengisi acara wayang golek di radio adalah R.U. Partasuwanda.
Namun masa siaran wayang golek ini pun dibatasi hanya 3 jam saja sehingga R.U
Partasuwanda mencoba membuat wayang golek yang bisa dipentaskan tak lebih dari 3 jam.
Dengan diilhami pertunjukan sandiwara, ia kemudian menciptakan wayang golek model baru
yang dikenal dengan wayang golek modern. Setelah kemerdekaan, kesenian wayang golek di
Jawa Barat terus berkibar. Sampai tahun 1980-an, dalang yang cukup terkenal saat itu adalah
dalang R.H Tjetjep Supriyadi dan dalang dari generasi penerus R.U Partasuwanda.
Perkembangan wayang golek mulai tumbuh dengan lebih pesat setelah hadirnya dalang (alm)
H.Ade Kosasih Sunarya dan H.Asep Sunandar Sunarya.

Sejarah wayang kulit


Dilansir jadiBerita dari berbagai sumber, ditinjau dari sejarah yang ada, asal usul wayang
dianggap telah hadir semenjak 1500 tahun sebelum Masehi. Wayang lahir dari para cendikia
nenek moyang suku Jawa di masa silam. Pada masa itu, wayang diperkirakan hanya terbuat
dari rerumputan yang diikat sehingga bentuknya masih sangat sederhana. Wayang dimainkan
dalam ritual pemujaan roh nenek moyang dan dalam upacara-upacara adat Jawa.
Pada periode selanjutnya, penggunaan bahan-bahan lain seperti kulit binatang buruan atau
kulit kayu mulai dikenal dalam pembuatan wayang. Adapun wayang kulit tertua yang pernah
ditemukan diperkirakan berasal dari abad ke-2 Masehi.
Wayang sendiri berasal dari sebuah kalimat yang berbunyi Ma Hyang artinya berjalan
menuju yang maha tinggi (disini bisa diartikan sebagai roh, Tuhan, ataupun Dewa). Akan
tetapi ada sebagian orang yang berpengertian bahwa kata wayang berasal dari bahasa Jawa
yang berarti bayangan, atau yang dalam bahasa Indonesia baku adalah bayang. Hipotesa
bahwa wayang berasal dari kata-kata bayang ini didapat dari bukti bahwa para penonton
dapat menyaksikan pertunjukkan wayang dengan hanya melihat bayangan yang digerakkan
oleh para dalang yang merangkap tugasnya sebagai narator.
Sementara dalang merupakan sebuah singkatan dari kata-kata ngudhal piwulang, dimana
ngudhal berarti menyebar luaskan atau membuka dan piwulang berarti pendidikan atau ilmu.
Hal ini menegaskan posisi dalang sebagai orang yang memiliki ilmu lebih dan
membagikannya kepada para penonton pertunjukkan wayang.
Catatan sejarah pertama tentang adanya pertunjukkan wayang mengacu pada sebuah prasasti
yang bisa dilacak berasal dari tahun 930, yang menyebutkan adanya sosok Galigi mawayang.
Saat itulah sampai sekarang, beberapa fitur teater boneka tradisional tetap ada. Galigi sendiri
merupakan seorang penampil yang sering dimintai untuk menggelar pertunjukkan ketika ada
acara atau upacara penting. Pada saat itu, ia biasanya membawakan sebuah cerita tentang
Bima, seorang ksatria dari kisah Mahabharata.
Penampilan yang dibawakan oleh Galigi tercatat dalam kakawin Arjunawiwaha yang dibuat
oleh Mpu Kanwa pada tahun 1035 yang mendiskripsikannya sebagai seorang yang cepat, dan
hanya berjarak satu wayang dari Jagatkarana. Kata jagatkarana merupakan sebuah ungkapan
untuk membandingkan kehidupan nyata kita dengan dunia perwayangan, dimana Jagatkarana
yang berarti penggerak dunia atau dalang terbesar hanyalah berjarak satu layar dari kita.
Perkembangan wayang terus terjadi. Cerita-cerita yang dimainkan pun kian berkembang.
Dalam pewayangan Jawa, yang terkenal adalah kisah Punakawan, yang terdiri dari Semar,
Petruk, Gareng dan Bagong. Adapun masuknya agama Hindu di Indonesia pun telah
menambah khasanah kisah-kisah yang dimainkan dalam pertunjukan wayang. Kisah
Mahabrata dan Ramayana merupakan 2 contoh kisah yang menjadi favorit pada zaman Hindu
Budha di masa itu. Kedua epik ini dinilai lebih menarik dan memiliki kesinambungan cerita
yang unik sehingga pada abad ke-10 hingga 15 Masehi, kedua kisah inilah justru yang
menjadi cerita utama dalam setiap pertunjukan wayang.
Kesukaan masyarakat Jawa pada seni pertunjukan wayang pada masa tersebut juga
berpengaruh terhadap proses penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Sunan Kalijaga
misalnya, ketika beliau berdakwah, beliau akan menggelar pertunjukan wayang dan
memainkannya untuk mengundang banyak orang datang. Dalam pertunjukan itu, beliau
menyisipkan pesan moril dan dakwah islam secara perlahan agar masyarakat yang mayoritas
masih memeluk Hindu dan Budha itu tertarik untuk mengetahui Islam lebih dalam.
Dari perkembangannya, pertunjukan wayang juga mulai diiringi dengan segala perlengkapan
alat musik tradisional gamelan dan para sinden. Kedua pelengkap ini dihadirkan Sunan
Kalijaga untuk menambah semarak pertunjukan wayang sehingga lebih menarik untuk
ditonton. Pertunjukan wayang ini kemudian berkembang menjadi beberapa jenis, salah
satunya adalah wayang kulit.

Anda mungkin juga menyukai