Anda di halaman 1dari 5

Nama : May Patricia Sihombing

Kelas : XII MIPA 1

KRIYA SUNGGING
Seni Kriya Kulit Tatah Sungging adalah kelompok seni kriya kulit yang menggunakan bahan utama
( bahan baku ) kulit mentah (perkamen) dari kulit binatang dengan teknik ditatah (ukir) dan disungging
dalam mewujudkan suatu karya. Jadi walaupun dengan mnenggunakan bahan baku kulit mentah, tetapi
dalam mewujudkan karya tidak menggunakan teknik ditatah dan disungging bukanlah kriya kulit Tatah
Sungging. Tatah diartikan sebagai aktivitas memahat dan Sungging diartikan sebagai aktivitas mewarnai.
Jadi Tatah Sungging adalah proses untuk memahat dan mewarnai objek wayang tertentu. Makna yang
terkandung pada Tatah Sungging adalah agung dan berwibawa. Maksudnya adalah sebuah gagasan
tentang penciptaan karya seni yang memberi kiasan agung dan berwibawa dari penokohan atau
karakter-karakter wayang yang akan ditatah sungging.

Tatah Sungging mempunyai suatu yang istimewa bila dibandingkan dengan teknik lainnya, sedangkan
teknik yang khusus ini akan menghasilkan suatu karya kriya yang khusus pula ( Suatu yang tidak mungkin
dicapai dengan teknik lainnya). Dalam berkarya kriya kulit memerlukan ketekunan, ketelitian dan
kecermatan lebih agar menghasilkan suatu kriya kulit Tatah Sungging bernilai tinggi. Seperti yang telah
dilakukan oleh kriyawan kulit pada masa lampau, di samping penguasaan teknik namun dilandasi
kemauan yang keras dan rasa pengabdian yang murni dapat menghasilkan karya yang bermutu hingga
mencapai tataran klasik, yang sampai sekarang masih dapat dinikmati.

Berdasarkan pada sejarahnya kriya kulit tatah sungging telah lama dikenal di Indonesia, bahkan jauh
sebelum kemerdekaan bangsa Indonesia telah dikenal dalam masyarakat. Seperti yang tersirat dalam
karya sastra Harjuna Wiwaha karangan Empu Kanwa pada tahun 1019 M (Sunarto, 1989:32), tertulis
istilah walulang inukir yang berbentuk tokoh digunakan sebagai pertunjukan yang membuat
terpesonanya para penonton. Dari istilah itu dapatlah diartikan bahwa pada masa Raja Airlangga di Jawa
Timur telah mengenal teknik ukir pada walulang ( kulit binatang) yang membentuk sesuatu, bila
digunakan untuk pertunjukan membuat para penonton menjadi tertarik, bahkan ikut larut dalam
suasana pergelaran itu. Walaupun masih perlu pembuktian – pembuktian lainnya, namun berdasarkan
penjelasan tersebut dapat memberikan gambaran tentang adanya (awal) diketahui seni Tatah Sungging
pada masa lampau.

Kriya kulit Tatah Sungging di Jawa, hingga sekarang masih berkembang terutama di Jawa Tengah,
khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta ( Solo). Kedua daerah ini cukup dikenal
mempunyai tradisi wayang kulit dengan gaya sendiri-sendiri. Perbedaan sangat Nampak baik pada
bentuk termasuk tatahan dan sunggingnya juga perbedaan itu dijumpai pula pada cerita dan cara
pergelarannya. Khusunya di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat beberapa sentra, sentra adalah suatu
istilah yang dipakai oleh Departement Perindustrian Republik Indonesia untuk menyebut daerah –
daerah yang mempunyai perajin, misalnya sentra pande besi, sentra perajin mebel dan ukir kayu.. kriya
Tatah Sungging cukup terkenal di Yogyakarta. Pada sentra tersebut ratusan kriyawan yang bergelut
dalam bidang ini. Dalam upaya mengembangkan dan melatih kemandirian, bagi keluarga kriyawan sejak
kecil telah dilatih untuk berkarya dalam bidang Tatah Sungging , bahkan tidak sedikit dijumpai kriyawan
kecil (usia kanak) telah mampu membiayai sekolahnya dengan hasil karyanya yang berupa wayang kulit.

Pada mulanya kesenian ini merupakan kegemaran dari kalangan tertentu, khususnya para bangsawan
(raja) pada masa lampau; kriya kulit Tatah Sungging ini karyanya menjadi barang klangenan (klangenan
adalah suatu benda (barang) kesenian yang menjadi pilihan atau kegemaran para raja pada masa
lampau) oleh karenanya memiliki nilai ekonomi yang tinggi bagi para kriyawannya. Dengan demikian
menyebabkan terbatasnya peminat, hanya bagi bangsawan (raja) saja yang mampu memilikinya, bahkan
dalam memesan kelangenan itu agar lebih sempurna diletakkan intan berbagai ukuran dan
menggunakan prada yang terbuat dari emas murni.

Bila diperhatikan dalam bidang kriya kulit ini mempunyai tiga fungsi yang terkait erat dengan program
pembangunan Negara (Himpunan Perajin Indonesia, 1985:3), yaitu:

1. Pertama, fungsi sosial berarti menyangkut kemasyarakatan , dengan kriya kulit dapat
memperluas lapangan kerja. Semakin berkembangnya bidang ini akan semakin banyak tenaga
yang diperlukan, dengan semakin banyaknya tenaga yang tidak nganggur berarti pula dapat
meningkatkan pendapatan secara merata.
2. Kedua, mempunyai fungsi ekonomi, kriya kulit ini memanfaatkan sumber alam dan dapat
menjadi salah satu komoditi untuk meningkatkan pendapatan Negara dan devisa.
3. Ketiga, kriya kulit memiliki fungsi budaya, yang didalamnya menyangkut hal-hal peningkatan
ketrampilan yang akan mencerdaskan rakyat serta mengembangkan dan melestarikan seni
budaya bangsa.

Alat Beberapa peralatan yang lazim digunakan para pengrajin tatah sungging:

1. Tatah Jenis tatahan dalam seni kriya ini adalah tatah tembus dengan prinsip selang-seling seperti
teknik anyaman. Rangkaian tatahan membentuk komposisi indah dan harmonis. Ada beberapa
jenis tatah yang digunakan, di antaranya:
 Tatah penguku, bentuknya menyerupai jari-jari manusia, untuk membuat motif setengah
lingkaran.
 Tatah pemilah, bentuknya seperti tatah biasa. Ujungnya rata dan lurus, berfungsi
membentuk motif garis.
 Tatah bubukan, berbentuk lengkung setengah lingkaran pada ujungnya. Berfungsi untuk
membuat motif bubukan.
 Tatah corekan, berbentuk runcing seperti jarum jahit, untuk membuat garis atau guratan di
permukaan kulit.
 Tatah delingan, bentuknya seperti tatah pemilah tapi ujungnya miring. Fungsinya untuk
merapikan tatahan.
2. Pandhuk dan gandhen Pandhuk adalah kayu landasan yang terbuat dari kayu sawo, dipakai saat
menatah. Gandhen adalah alat pemukul tatah, bentuknya seperti martil. Terdapat beberapa
variasi ukuran. Biasanya terbuat dari kayu sonokeling atau sonokembang.
3. Tindhih Terbuat dari besi, kuningan, perunggu, atau logam berat lainnya yang berfungsi
memberi beban agar kulit menempel pada pandhuk saat proses menatah.
4. Kuas dan pen kodok Digunakan dalam proses sungging, mulai dari pewarnaan dasar kulit,
menggambar sketsa motif, hingga pewarnaan. Ada beberapa kuas yang dikenal, di antaranya:
kuas dasaran, kuas prada, tlacapan, sawutan, dan kuas cawen.

Pewarnaan Dalam seni sungging, dikenal lima warna dasar; putih, kuning, biru, merah dan hitam;
ditambah warna emas. Dalam produksi tradisional, warna-warna tersebut diperoleh dari bahan alam
atau kreasi manual, yaitu:

a. Abu tulan untuk memperoleh warna putih.


b. Atal watu untuk memperoleh warna kuning.
c. Nila werdi untuk menghasilkan warna biru.
d. Gincu dan endapan air raksa untuk memperoleh warna merah.
e. Langes atau jelaga untuk menghasilkan warna hitam.
f. Prada emas untuk menghasilkan warna kuning emas.

Warna-warna tersebut direkatkan dengan ancur lempeng atau ancur kripik, terbuat dari sejenis yiyit
ikan laut.

Proses Pengerjaan Untuk menghasilkan produk tatah sungging, pengrajin harus melewati tahap-
tahap, sebagai berikut.

1. Ndasari, adalah proses memberi warna dasar secara tipis dan merata pada kulit. Biasanya
warna kuning. Berfungsi menutup pori-pori kulit agar permukaannya rata, sekaligus menjadi
pondasi pewarnaan berikutnya.
2. Nyorek, yaitu proses membuat sketsa. Dalam proses ini, pengrajin membuat sketsa bentuk
dasar, konstruksi, dan penempatan bidang hiasan.
3. Anggebing, yaitu proses menatah tepi sketsa sehingga diperoleh bentuk dasar.
4. Anggempur, yaitu proses memperhalus tatahan dasar dan membuat kombinasi yang indah
dalam terawangan cahaya.
5. Ambedhah, yaitu proses menatah bagian muka tokoh dalam tatah sungging wayang kulit. Proses
ini sangat penting karena berpengaruh pada karakter wayang yang dihasilkan.
6. Pewarnaan, yaitu proses memberi warna pada hasil tatahan. Ada beberapa jenis proses yang
dikenal, sesuai dengan warna yang dioleskan, yakni: proses anyemeng, amrada, amepesi,
anjambon, anjene, ngijem nem, ambiru, anjingga, dan anyepuhi.
7. Isen-isen, yakni proses memberi variasi isian pada bidang yang sudah disungging.
8. Angendus, adalah proses melapisi produk tatah sungging dengan bahan yang membuat lebih
kuat, mengilap, dan tahan lama.
CONTOH KRIYA SUNGGING
Contoh karya seni kriya sungging adalah wayang kulit

Anda mungkin juga menyukai