Oleh :
Sinta Wulandari
NIRM : 081.20.0212.17
PROPOSAL SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Sarjana
pada Program Studi Ekonomi Syariah
Cirebon, 2020
Pembimbing
i
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Agama : Islam
No. Hp : 083167701041
Email : kaptensinta@gmail.com
PENDIDIKAN
PENGALAMAN KERJA
ii
KATA PENGANTAR
Cirebon, 2020
Sinta Wulandari
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................................i
RIWAYAT HIDUP............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................................iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.............................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................8
1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................................8
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................................8
1.5 Sistematika Penulisan.......................................................................................9
BAB II TELAAH PUSTAKA..........................................................................................10
2.1 Literasi Keuangan (Financial Literacy)..........................................................10
2.1.1 Pengertian Literasi Keuangan (Financial Literacy)...............................10
2.1.2 Tingkat Literasi Keuangan Indonesia....................................................11
2.1.3 Tingkat Literasi Keuangan Syariah Indonesia.......................................13
2.2 Inklusi Keuangan............................................................................................14
2.2.1 Pengertian Inklusi Keuangan.................................................................14
2.2.2 Manfaat Keuangan Inklusif...................................................................15
2.2.3 Tujuan Keuangan Inklusif.....................................................................16
2.2.4 Strategi Nasional Keuangan Inklusif.....................................................16
2.3 Hak Properti Masyarakat................................................................................19
2.4 Fasilitas Intermediasi dan Saluran Distribusi Keuangan.................................20
2.5 Layanan Keuangan Pada Sektor Pemerintah..................................................21
2.6 Perlindungan Konsumen................................................................................21
2.7 Telaah Penelitian Terdahulu...........................................................................23
2.8 Kerangka Berpikir..........................................................................................25
BAB III METODE PENELITIAN...................................................................................26
3.1 Desain Penelitian............................................................................................26
3.2 Jenis dan Sumber Data...................................................................................26
3.3 Teknik Pengambilan Sample...........................................................................27
3.4 Instrumen Pengumpulan Data........................................................................31
3.5 Metode Pengumpulan Data............................................................................31
3.6 Metode Analisis Data.....................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................33
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR GRAFIK
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam menuturkan bahwa setiap manusia itu sama dihadapan Allah. Oleh
karena itu umat manusia dipandang sebagai satu keluarga. Untuk
merealisasikan kekeluargaan dan kebersamaan tersebut haruslah ada
kerjasama dengan sukarela dan penuh keikhlasan (‘antaradhin-minkum’1)
serta saling tolong menolong dalam kebaikan (‘ta’awwanu ‘alal birri wa
taqwa’2). Konsep persaudaraan dalam islam tidaklah mempunyai arti jika
tidak disertai dengan keadilan ekonomi yang memungkinkan setiap orang
memperoleh hak atas sumbangannya terhadap masyarakat. Dengan komitmen
islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan, keadilan, sosial dan
ekonomi, maka ketidakadilan dalam pendapatan dan kekayaan yang
berlangsung saat ini adalah bertentangan dengan islam. (Faqih, 2005)
Islam memberikan toleransi atas ketidaksamaan pendapatan sampai
tingkat tertentu, karena setiap insan tidaklah sama sifat, kemampuan dan
kontribusinya dalam bermasyarakat. Adanya indikator tersebut dapat menjadi
sebab dari perbedaan dalam perolehan rezeki yang diterima oleh seseorang.
Akibatnya adalah lahirnya tingkatan status sosial seperti golongan kaya
( kaum aghniaa’) dan golongan miskin (kaum dhuafa’ / masakin) yang
menjadikan gap antara keduanya. Dalam Al-qur’an terdapat pedoman bagi
seseorang untuk membelanjakan hartanya, baik untuk kepentingan sendiri
maupun kepentingan umum. Petunjuk tersebut terdapat dalam surat Al-Isra’
ayat 26 : “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya,
kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”3 (Faqih, 2005).
Dari uraian tersebut, nampak jelas bahwa perekonomian dalam islam
sangat peduli terhadap kaum yang lemah bahkan anjuran mengeluarkan
sedekah kepada orang yang berhak menerimanya, karenanya dapat
1
mendekatkan diri kepada-Nya dan berakibat pada kebersihan dan kesucian
diri.
2
pelaksanaan dan tata pengelolaan wakaf itu sendiri secara intens.
Wakaf merupakan salah satu instrumen ekonomi islam yang belum
diberdayakan secara optimal di Indonesia. Sedangkan di negara lain seperti
Mesir, Saudi Arabia, Yordania, Turki, Bangladesh, Malaysia dan Amerika
Serikat, wakaf telah dikembangkan sebagai salah satu lembaga sosial ekonomi
islam yang dapat membantu berbagai kegiatan umat dan mengatasi masalah
umat seperti kemiskinan (Prihatini, et.al., 2005, h . 131 ).
Dahulu, wakaf hanya identik dengan benda tidak bergerak. Namun,
seiring berkembangnya zaman wakaf tidak hanya dalam bentuk benda tidak
bergerak saja seperti tanah, bangunan, pohon untuk diambil manfaat kayu dan
buahnya, sumur yang diambil manfaat airnya, melainkan benda bergerak atau
cash waqf (wakaf tunai) contohnya wakaf uang. Sebagai salah satu instrumen
wakaf produktif, wakaf uang merupakan hal yang baru di Indonesia dimana
harta wakaf yang diserahkan kepada pengelola (nadzir) tidak langsung
diberikan kepada mauquf ‘alaih melainkan harta wakaf tersebut harus
diinvestasikan atau dikelola secara produktif kemudian hasil nya diberikan
kepada mauquf ‘alaih.
Namun wakaf yang selama ini dipahami oleh umat hanyalah wakaf tanah
milik yang diatur Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik. Peluang untuk wakaf uang ada setelah Majelis
Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa tentang bolehnya wakaf uang tahun
2002. Peluang yang lebih besar muncul akhir-akhir ini dengan disahkannya
rancangan Undang-undang Wakaf menjadi Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004 Tentang Wakaf. Ironinya, masyarakat belum sepenuhnya memahami dan
belum memiliki kesadaran untuk melakukan cash waqf dikarenakan
kurangnya literasi dan edukasi tentang wakaf padahal jika melihat potensi
wakaf di Indonesia dengan jumlah penduduk yang mayoritas muslim
sangatlah besar tetapi melihat dari indikator tersebut menjadikannya wakaf
tunai di Indonesia masih belum optimal.
3
Grafik 1.1 Skor Indeks Literasi Wakaf Berdasarkan Provinsi 2020
4
Sumber : BWI, Laporan Hasil Survei Indeks Literasi Wakaf (2020)
5
Sumber : BWI, Laporan Hasil Survei Indeks Literasi Wakaf (2020)
6
Sumber : BWI, Laporan Hasil Survei Indeks Literasi Wakaf (2020)
7
Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) yakni sukuk wakaf seri SW-001 senilai Rp
100 miliar dengan tenor 5 tahun dan imbal hasil 8,00 persen. Karena CWLS
merupakan surat utang syariah atau sukuk yang berbasis wakaf tunai,
pemerintah dapat memfasilitasi para pewakaf uang baik yang bersifat
temporer maupun permanen agar dapat menempatkan wakaf uangnya pada
instrumen investasi yang aman dan produktif.
Dalam skema CWLS, dana wakaf tunai yang dikumpulkan BWI selaku
pengelola (nadzir) melalui lembaga yang bekerja sama sebagai Lembaga
Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKSPWU) akan diinvestasikan
pada sukuk negara. Imbalan bagi hasil dari sukuk tersebut akan digunakan
untuk membiayai pembangunan yang memiliki dampak bagi masyarakat
secara luas. Namun, wakaf tunai yang diinvestasikan dalam sukuk negara
haruslah memiliki peruntukkan yang jelas agar masyarakat tertarik untuk
menempatkan dana nya pada instrumen tersebut.
BAB II
10
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Wakaf
2.1.1 Definisi Wakaf
Wakaf adalah salah satu instrumen ekonomi dan sosial. Wakaf termasuk
kedalam salah satu bagian dari sedekah, yang memiliki arti memberikan harta
dengan tujuan untuk kepentingan umat. Harta wakaf tidak boleh dijual, bersifat
kekal, tidak boleh diwariskan, dihibahkan, serta tidak boleh berkurang baik
berupa fisik maupun nilai nya. (Musaddad, 2008)
Wakaf berasal dari kata kerja bahasa arab “ وقفwaqafa” yang berarti
“menahan” atau “berhenti” atau “diam di tempat”. Sedangkan kata “waqafa
yaqifu waqfan” sama artinya dengan “habasa yahbisu tahbisan” yang artinya
mewakafkan.1 Yang dimaksud dengan “menahan” karena wakaf ditahan dari
kerusakan, penjualan, dan semua tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan wakaf.
Selain itu dikatakan menahan juga karena manfaat atau hasilnya ditahan dan
dilarang bagi siapapun selain dari orang-orang yang berhak atas wakaf tersebut.2
Menurut Abu Bakar Jabir al Jazairy wakaf adalah menahan benda (asal)
sehingga tidak bisa diwariskan, dijual dan dihibahkan serta memanfaatkan
hasilnya bagi yang berhak menerimanya.3
Mayoritas ahli fiqh (pendukung mazhab Hanafi, Syafii dan Hambali)
merumuskan pengertiannya menurut syara’ ialah sebagai berikut :4
11
mengakibatkan perbedaan pula pada hukum yang ditimbulkan. Definisi
wakaf menurut para ahli fiqh adalah sebagai berikut :
Menurut UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Pasal 1 ayat (1) dan PP
No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 tentang
wakaf Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif
untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syari’ah. Perbedaan definisi dua produk ketetapan dengan UU No. 41 Tahun
2004 ini adalah masa berlaku objek wakaf dapat berlaku selamanya (muabbad),
akan tetapi dapat juga berlangsung sementara (muaqqat), sehingga wakaf bersifat
ghair lazim atau tidak berpindah kepemilikan menjadi milik umum. Sedangkan
menurut PP dan KHI bersifat pemanen (muabbad).8 Adapun ciri khas dari aset
wakaf adalah sebagai berikut:
13
1. Benda yang kekal zat nya (tahan lama wujudnya), tidak lekas musnah
setelah dimanfaatkan baik fisiknya maupun nilainya
2. Harta wakaf didedikasikan untuk kepentingan umum dan sosial
( infrastruktur, ibadah, pendidikan dan kesehatan).
3. Tidak dapat di asingkan kepada orang lain, baik dengan jalan jual beli,
hibah maupun dengan diwariskan.
4. Harta wakaf terlepas dari kepemilikan orang-orang yang berwakaf.
5. Harta wakaf digunakan untuk keperluan kebajikan sesuai dengan ajaran
islam, serta lahirnya UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf .
2.1.2 Dasar Hukum Wakaf
Dalam Al-Qur’an, kata wakaf hanya secara implisit dijelaskan, namun
beberapa ayat yang memerintahkan manusia melakukan kebajikan untuk
kemaslahatan umat dipandang oleh para ulama sebagai landasan wakaf.
1. Al- Qur’an
Beberapa ayat yang telah mengilhami dan dapat digunakan
sebagai pedoman atau dasar seseorang untuk melakukan ibadah wakaf,
dan menjadikannya sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Oleh
karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para
ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman
ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Di antara
ayat-ayat tersebut antara lain:
1) QS. Al- Baqarah Ayat 267
15
dengan kelipatan yang berganda dan tidak terputus. Sehingga dapat dipahami,
bahwa perintah wakaf secara luas memang terdapat di dalam al-quran namun
perintah secara implisit menggambarkan hakikat dan ruh wakaf.9
2. Al- Hadits
Berbeda dengan ketentuan yang berada dalam Al-Qur’an, di dalam hadits
terdapat riwayat-riwayat yang dinyatakan secara eksplisit yang berkaitan
dengan wakaf. Baik aturan wakaf maupun praktik wakaf yang dicontohkan
pada zaman Nabi Muhammad SAW dan para sahabat yang dapat kita ambil
ibrah nya.
Adapun hadits yang menjadi pedoman dan landasan wakaf adalah sebagai
berikut:
“Dari Abu Hurairah r.a berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda: Apabila
seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali dari 3
perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholih yang
mendoakan orang tuanya. (HR. Muslim no. 1631)
Sebagai penjelasan hadits di atas pada lafadz "shadaqah jaariyah" menjadi
bermacam-macam cara orang untuk melakukan shadaqah, termasuk di dalamnya
dengan cara menyisihkan harta untuk diwakafkan di jalan Allah dengan
menyedekahkan manfaatnya dan yang mewakafkan harta nya akan merasakan
manfaat nya sampai di akhirat kelak selama manfaat harta nya tetap digunakan
sesuai dengan aturan yang di tetapkan. Memang sedikit sekali ayat Al-Qur’an dan
As-Sunnah yang menyebutkan secara tegas kalimat wakaf tersebut. Namun,
secara praktik telah ada pada zaman Rasulullah dan para sahabatnya serta telah
mengalami perubahan baik dari sisi tata cara serta pengelolaannya.
16
Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukut serta syarat nya.
Rukun wakaf ada 4, yaitu:
1. Wakif (pihak yang mewakafkan harta );
2. Mauquf bih (barang atau harta yang diwakafkan );
3. Mauquf ‘alaih (pihak yang diberi wakaf/ peruntukkan wakaf);
4. Shighat (pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak untuk
mewakafkan sebagian harta benda nya).10
Dalam bukunya, Junaya S. Praja dan Mukhlisin Muzarie yang berjudul
Pranata Ekonomi Islam Wakaf, bahwa rukun wakaf itu ada 5, yaitu: Pewakaf
(waqif), harta yang diwakafkan (mauquf bih), penerima wakaf (mauquf ‘alaih),
pernyataan atau ikrar wakaf (shighat), dan pengelola (nadzir, qayim, mutawali)
baik berupa lembaga atau perorangan yang bertanggung jawab untuk mengelola
dan mengembangkan serta menyalurkan hasil-hasil wakaf sesuai dengan
peruntukkannya.11
Sedangkan dalam Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
yaitu Pasal 6 menyatakan bahwa :
Wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a. Wakif;
b. Nadzir;
c. Harta benda wakaf;
d. Ikrar wakaf;
e. Peruntukan harta benda wakaf;
f. Jangka waktu wakaf.
Selanjutnya, syarat-syarat yang harus dipenuhi dari rukun wakaf tersebut yang
telah disebutkan adalah:
17
hanya mengharap ridho Allah.
Abdul Halim dalam buku Hukum Perwakafan di Indonesia
mengatakan ada beberapa syarat bagi waqif, yaitu:
a. Wakif harus orang yang merdeka;
b. Baligh;
c. Berakal;
d. Cerdas;
2. Mauquf bih (harta benda wakaf)
Mauquf bih dipandang sah apabila merupakan harta bernilai, tahan
lama dipergunakan, dan hak milik wakif murni. Adapun benda yang
diwakafkan dipandang sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1. Benda harus memiliki nilai guna;
2. Benda tetap ataupun benda bergerak;
3. Benda yang diwakafkan harus diketahui ketika terjadinya akad wakaf;
4. Benda yang diwakafkan benar-benar telah menjadi milik tetap (al-milk
at-tamm) pihak wakif ketika terjadinya akad wakaf.
18
5. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Benda bergerak adalah harta yang tidak bisa habis karena dikonsumsi,
meliputi:
1. Uang;
2. Logam mulia;
3. Surat berharga;
4. Kendaraan;
5. Hak atas kekayaan intelektual;
6. Hak sewa;
7. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku seperti mushaf, buku an kitab.
3. Mauquf ‘alaih (penerima wakaf)
Yang dimaksud dengan mauquf ‘alaih adalah tujuan wakaf
(peruntukkan wakaf). Mauquf ‘alaih tidak boleh bertentangan dengan
nilai-nilai ibadah, hal ini sesuai degan sifat amalan wakaf sebagai salah
satu bagian dari ibadah. Dalam hal ini wakif tidak menetapkan
peruntukkan harta benda wakaf, maka nadzir dapat menetapkan
peruntukkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf. Ini
artinya, wakaf harus dimanfaatkan dalam batasan batasan yang sesuai dan
diperbolehkan sesuai dengan syari’at islam. Karena pada dasarnya, wakaf
merupakan amalan yang dapat mendekatkan diri manusia kepada sang
pencipta. Maka dari itu, mauquf ‘alaih (peruntukkan wakaf) haruslah
pihak kebajikan.
Dalam Pasal 22 Undang-undang No, 41 Tahun 2004, disebutkan:
Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya
dapat diperuntukkan bagi:
a. Sarana dan kegiatan ibadah;
b. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
c. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa;
19
d. Kemajuan dan kesejahteraan umum lannya yang tidak bertentangan
dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.
4. Shighat (lafadz)/ ikrar wakaf
Shighat (lafadz) atau pernyataan wakaf dapat dikemukakan melalui
tulisan, lisan atau suatu isyarat yang dapat diketahui dan dipahami
maksudnya. Pernyataan dengan tulisan atau lisan dapat digunakan untuk
menyatakan wakaf oleh siapa saja, sedangkan cara isyarat hanya bagi
orang yang tidak dapat menggunaan cara tulisan atau lisan. Tentu
pernyataan dengan isyarat tersebut harus sampai benar-benar dipahami
pihak penerima wakaf agar dapat menghindari persengketaan di kemudian
hari.
Adapun lafadz shighat wakaf ada dua macam, yaitu:
a. Lafadz yang jelas (sharih)
Lafal wakaf bisa dikatakan jelas apabila lafal atau pengucapan itu
populer dan sering digunakan dalam transaksi wakaf. Ada tiga jenis
lafal yang termasuk dalam kelompok lafadz wakaf yang jelas yaitu: al
waqf (wakaf) , al- habs (menahan), dan al-tasbil (berderma). Bila lafal
ini dipakai dalam ijab wakaf, maka sah wakaf tersebut sah sebab lafal
tersebut tiak mengandung suatu pengertian lain kecuali kepada wakaf.
b. Lafadz kiasan (kinayah)
Jika lafal ini dipakai, harus disertai niat wakaf. Sebab lafadz
“tashaddaqtu” bisa berarti shadaqah wajib seperti zakat dan shadaqah
sunnah. Lafadz “harramtu” bisa berarti dzihar, tapi bisa juga berarti
wakaf. Kemudian lafadz “abbadtu” juga bisa berarti semua
pengeluaran harta benda untuk selamanya. Sehingga semua lafadz
kiasan yang dipakai untuk mewakafkan sesuatu harus disertai dengan
niat wakaf secara tegas.
20
5. Nadzir (pengelola wakaf)
Nadzir wakaf adalah orang yang memegang amanat untuk
memelihara dan menyelenggarakan harta wakaf sesuai dengan tujuan
perwakafan. Mengurus atau mengawasi harta wakaf pada dasarnya
menjadi hak wakif, tetapi boleh juga wakif menyerahkan hak pengawasan
wakafnya kepada orang lain, baik perseorangan maupun organisasi.
Beberapa syarat yang harus dipenuhinya untuk menjadi Nadzir yaitu
terdapat pada pasal 219 KHI:
1) Nadzir sebagaimana dimaksud dalam pasal 215 ayat (4) terdiri dari
perorangan yang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Warga Negara Indonesia,
b. Beragama Islam,
c. Dewasa,
d. Sehat jasmani dan rohani,
e. Tidak berada di bawah pengampuan,
f. Bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang
diwakafkannya.
2.1.4 Macam-macam Wakaf
Bila ditinjau dari segi peruntukkan kepada siapa wakaf itu, maka
wakaf dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Wakaf Sosial, wakaf diberikan untuk kebaikan masyarakat (khairi) yang
apabila wakaf tersebut tujuan wakafnya untuk kesejahteraan umum, serta
kepentingan umum tidak dikhususkan untuk orang-orang tertentu, seperti
mewakafkan tanah untuk mendirikan masjid, mewakafkan sebidang kebun
yang hasilnya dapat dimanfaatkan untuk membina suatu lembaga
pendidikan agama dan sebagainya. Wakaf khairi inilah yang benar-benar
sejalan dengan amalan wakaf yang amat digembirakan dalam ajaran Islam,
yang dinyatakan pahalanya akan terus mengalir hingga wakif meninggal
dunia, selama harta masih dapat diambil manfaatnya.
2. Wakaf Ahli, wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seseorang
21
atau lebih, baik masih ada ikatan keluarga ataupun tidak. Wakaf seperti ini
juga dapat dikatakan sebagai wakaf dzurri. Apabila ada seseorang
mewakafkan sebidang tanah kepada anak atau cucunya, maka wakafnya
sah dan yang berhak mengambil manfaatnya adalah mereka yang ditunjuk
dalam pernyataan wakaf. Wakaf ahli/ dzurri kadang pula disebut wakaf
‘alal aulad, yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan dan jaminan
sosial dalam lingkungan keluarga (famili), lingkungan sendiri.
3. Wakaf Gabungan (musytarak), wakaf yang diperuntukkan kepada umum
dan keluarga yang dilakukan secara bersamaan.
2.2 Konsep dan Dasar Hukum Wakaf Uang
22
Pada dasarnya, wakaf uang itu produktif. Dalam arti harus menghasilkan
karena wakaf dapat memenuhi tujuannya jika telah menghasilkan dimana
hasilnya dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya (mauquf ‘alaih). Tentu
wakaf uang ini adalah wakaf produktif artinya mendatangkan aspek ekonomi
dan kesejahteraan masyarakat. Namun, di Indonesia banyak pemahaman
masyarakat yang mengasumsikan wakaf adalah lahan yang tidak produktif
bahkan mati yang tidak perlu biaya dari masyarakat seperti pemakaman,
masjid dan lain-lain.
23
Wakaf Indonesia (BWI) yang akan berfungsi sebagai sentral nadzir wakaf.
Setelah melalui proses panjang, pada penghujung tahun 2006 terbitlah
Peraturan Pemerintah No. 42/2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Wakaf. Setelah itu, pada Juli 2007 keluar Keputusan Presiden Republik
Indonesia nomor 75/M tahun 2007 yang memutuskan dan mengangkat
keanggotaan BWI periode 2007-2010.
1. Wakaf Uang (cash waqf /waqf al-nuqud) adalah wakaf yang dilakukan
seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk
uang.
4. Wakaf Uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang
diperbolehkan secara syar’i;
5. Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual,
dihibahkan dan/atau diwariskan.
Adapun mekanisme wakaf uang adalah sebagai berikut: wakif (pihak yang
mewakafkan) menyerahkan uangnya untuk diwakafkan kepada nadzir
(pengelola wakaf) melalui Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf
Uang (LKS-PWU). Kemudian nadzir memberikan sebagian dana tersebut
kepada mauquf ‘alaih (penerima wakaf) untuk di investasikan kepada
kegiatan atau sektor riil. Beberapa bentuk investasi uang secara langsung,
yaitu:
1. Simpanan Mudharabah pada Perbankan Syari’ah;
2. Investasi wakaf uang pada sektor riil/ bisnis. Misalnya : Supermarket,
Pasar Rakyat, Koperasi UMKM, BMT, dll;
24
3. Pembelian saham yang bertujuan untuk memelihara aset pokok dan
mendapatkan keuntungan. Adapun keuntungannya di alokasikan sesuai
tujuan wakaf, misalnya: membangun masjid, digunakan untuk biaya
operasional rumah sakit, rumah yatim piatu, pemberian beasiswa bagi
siswa yang kurang mampu.
Seluruh program pengelolaan yang dilakukan adalah usaha-usaha
produktif yang tidak boleh habis atau berkurang sedikitpun, sehingga
bentuk-bentuk usaha itu nantinya akan terus berkembang dan bervariasi
serta bermanfaat bagi masyarakat luas dengan menerapkan prinsip
"substansi dari harta wakaf tidak boleh habis dikonsumsi, namun profit
dari uang wakaf itulah yang dapat digunakan oleh beneficiary".
Tabel 2.1
25
Potensi Wakaf Uang di Indonesia
Gambar 2.1
Skema Pengelolaan Wakaf Uang
2.3 Sukuk
Konsep keuangan berbasis syariah saat ini sedang tumbuh secara
dinamis. Asetnya saat ini diperkirakan menyentuh angka antara 1,3
triliun dollar AS sebagaimana dilansir oleh lembaga pemeringkat
“Standard and Poor’s Rating Services”. Bahkan prospek nya ditahun
yang akan datang di asumsikan mencapai 2 triliun dollar AS. Hal ini
menunjukkan bahwa market share dari lembaga keuangan syariah saat
ini mencapai 3% , dan diprediksikan akan tumbuh lebih besar lagi
dimasa yang akan datang.14
Salah satu instrumen keuangan syariah yang telah banyak
diterbitkan baik korporasi maupun negara adalah sukuk. Pada beberapa
negara, sukuk telah menjadi instrumen pembiayaan anggaran negara
yang penting. Terhitung pada tahun 2007 aset sukuk internasional
mencapai 70 miliar dollar AS. Namun, di beberapa negara seperti
Malaysia, Bahrain, Brunei Darussalam, Uni Emirat Arab, Qatar,
Pakistan, termasuk Indonesia sudah menjadi regular issuer dari
sukuk.15
27
Secara terminologi shakk adalah sebuah kertas atau catatan yang
dari padanya terdapat perintah dari seseorang untuk pembayaran uang
dengan jumlah tertentu pada orang lain yang tertera pada kertas
tersebut. AAOIFI mendefinisikan sukuk sebagai sertifikat bernilai sama
yang merupakan bukti kepemilikan yang dibagikan atas suatu aset, hak
manfaat dan jasa-jasa atau kepemilikan atas proyek atau kegiatan
investasi tertentu.
Menilik kepada Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 32/DSN-
MUI/IX/2002 Sukuk atau obligasi syariah adalah surat berharga jangka
panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada
pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar
pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi
hasil/margin/fee, serta pembayaran kembali dana obligasi tersebut pada
saat jatuh tempo.
Menurut Undang-undang Surat Berharga Nasional Syariah (SBSN)
sukuk adalah surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip
syarah, sebagai bukti atas bagian penyertaan tehadap asset SBSN, baik
dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Pihak yang menerbitkan
sukuk negara adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan
ketentuan undang-undang untuk menerbitkan sukuk. Aset nya adalah
barang milik negara yang memiliki nilai ekonomis yang dijadikan
sebagai dasar penerbitan sukuk
Sukuk sebagai bentuk pendanaan (financing) sekaligus investasi
(investment) memungkinkan beberapa bentuk struktur akad yang dapat
ditawarkan untuk menghindari riba. Dalam menerapkan akad pada
transaksi keuangan modern terdapat empat prinsip dalam perikatan
secara syariah yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Tidak semua akad bersifat mengikat kedua belah pihak (aqad lazim)
tetapi ada saja kontrak yang hanya mengikat satu belah pihak saja
(aqad jaiz).
28
2. Harus mempertimbangkan tanggung jawab dalam pelaksanaan akad
sebagai salah satu syarat untuk memegang kepercayaan secara
penuh.
3. Adanya larangan dalam mempertukarkan kewajiban (dayn) melalui
transaksi penjualan sehingga menimbulkan kewajiban baru.
4. Akad yang berbeda menurut tingkat kewajiban yang masih bersifat
janji dengan tingkat kewajiban yang berupa sumpah (Frank E.
Vogel dan Samuel L Hayes:1998)
29
Dengan bertambahnya instrumen Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN) di samping surat Utang Negara (SUN), diharapkan kemampuan
pemerintah dalam pengelolaan anggaran negara terutama dari sisi
pembiayaan akan semakin meningkat. Penggunaan instrumen ini adalah
bagian dari momentum semakin berkembangnya pasar keuangan
syariah, baik di dalam maupun di luar negeri, sehingga pemerintah
Indonesia perlu memanfaatkannya dengan sebaik mungkin. Hal ini
sejalan pula dengan semakin terbatasnya daya dukung APBN untuk
menggerakkan pembangunan sektor ekonomi secara berkesinambungan
sebagaimana belum optimalnya pemanfaatan instrumen pembiayaan
lainnya sehingga diperlukan adanya diversifikasi instrumen
pembiayaan. Terkait dengan definisi SBSN sendiri, Pasal 1 angka 1 UU
No. 19 tahun 2008 tentang SBSN menyatakan bahwa SBSN atau dapat
disebut sukuk negara adalah: Surat berharga negara yang diterbitkan
berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan
terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
30
Sukuk Negara syari’ah terdiri dari empat instrumen, yaitu:
a. SBSN seri Islamic Fixed Rate (IFR), adalah seri SBSN yang diterbitkan
dengan nominal pembelian yang cukup besar. Seri ini telah diterbitkan
sejak tahun 2008, dengan cara bookbuilding dan dengan cara lelang
sejak tahun 2009. IFR bersifat tradable (dapat diperdagangkan) dengan
b. SBSN seri Sukuk Ritel (SR), adalah seri SBSN yang diterbitkan
Pemerintah dengan cara bookbuilding di pasar perdana dalam negeri
yang ditujukan bagi investor individu atau orang perseeorangan Warga
Negara Indonesia. seri ini mulai diterbitkan pada tahun 2009, bersifat
tradable dengan imbal hasil tetap.
c. SBSN seri Sukuk Negara Indonesia (SNI), adalah seri SBSN yang
diterbitkan Pemerintah dalam denominasi valuta asing (US Dollar)
dengan cara bookbuilding. Seri ini mulai diterbitkan pada tahun 2009,
bersifat tradable dengan imbal hasil tetap.
d. SBSN seri Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI), adalah SBSN yang
diterbitkan berdasarkan penempatan Dana Haji dan Dana Abadi Umat
dalam SBSN oleh Departemen Agama dengan caraprivate placement.
Penerbitan ini merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman (MoU)
antara Menteri Keuangan danMenteri Agama pada bulan April 2009.
Penerbitan SDHI menggunakan akad Ijarah al-Khadamat dan bersifat non-
tradable (tidak bisa diperdagangkan).
31
Dalam penerbitan SBSN, keberadaan barang milik negara berfungsi
sebagai underlying aset. Karena itu agar barang milik negara dapat
digunakan sebagai aset SBSN, maka paling tidak harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
33
Gambar 2.2
Efisiensi Frontier Model CCR
(Charnes, Cooper, dan Rhodes dalam Aam Slamet Rusydian, 2013:21)
34
Gambar 2.3
Efisiensi Frontier Model BCC
(Banker, Cooper, dan Rhodes dalam Aam Slamet Rusydian, 2013:21)
35
2.5 Telaah Penelitian Terdahulu
Berikut ini merupakan beberapa penelitian terdahulu yang mendasari
peneliti untuk melakukan serta menjadi rujukan dalam penelitian ini:
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
Nama
Metode Perbedaan
No Penulis Judul Penelitian Hasil Penelitian
Penelitian Penelitian
(Tahun)
1 Nurlaili CASH WAQF Kualitatif Dari penelitian tersebut, Perbedaan
peneliti memaparkan
Adkhi LINKED Deskriptif variabel
model pembiayaan CWLS
Rizfa SUKUK terhadap pemulihan Penelitian
bencana alam gempa yang
Faiza SEBAGAI
terjadi di Jogja dan Jawa
(2019) PEMBIAYAAN Tengah dan telah
dipaparkan juga bahwa
PEMULIHAN
potensi CWLS sebagai
BENCANA pembiayaan pemulihan
bencana alam bisa menjadi
ALAM DI
alternatif yang tepat. Dana
36
INDONESIA wakaf yang terkumpul
melalui CWLS ini bisa
bermanfaat melalui dua
jalur. Pertama adalah
wakaf yang digunakan
untuk pembiayaan
pembangunan infrastruktur
pasca bencana melalui
sukuk wakaf. Kedua
adalah dana hasil
pemanfaatan wakaf yang
ditempatkan pada
instrumen sukuk yang bisa
disalurkan kepada mauquf
‘alaih.
37
3. Ummi ANALISIS Kuantitatif Dari penelitian ini Perbedaan
Matul EFISIENSI Deskriptif memaparkan presentase objek
Ula LEMBAGA efisiensi lembaga penelitian
PENGELOLA pengelola wakaf tunai di dan
WAKAF TUNAI Indonesia melalui berfokus
DI INDONESIA pengoptimalan output untuk
MELALUI yang terdiri dari variabel melakukan
METODE DEA dana tersalurkan dan hasil perbandinga
pengalihan aset serta n tingkat
presentase efisiensi efisiensi
penggunaan input yang lembaga
terdiri dari variabel dana pengelola
terhimpun dan biaya wakaf tunai
operasional dengan hasil di
model CCR menemukan Indonesia.
tiga lembaga pengelola
wakaf tunai di Indonesia
pada rentang tahun tertentu
sudah berada pada tingkat
efisiensi 100%, yakni
BMM pada tahun 2009
dan 2010, PKPU pada
tahun 2011 dan 2013, TWI
pada tahun 2011.
Sukuk Negara
Wakaf Tunai
di investasikan (SBSN)
38
Beberapa LKSPWU Efisiensi
diantaranya: BNI Syariah, Pengelolaan
Bank Muamalat Indonesia CWLS
Dengan menggunakan
Frontier Approach Data Hasil Analisis
Envelopment Analysis
39
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian Kuantitatif
Deskriptif yaitu penelitian yang memberikan deskripsi tentang suatu
permasalahan terhadap situasi yang kompleks melalui pengolahan data
menggunakan teknik analisis untuk mengukur efisiensi pengelolaan wakaf
pada Cash Waqf Linked Sukuk . Penelitian ini juga bagian dari metode
deskriptif yang hendak mendalami suatu kasus tertentu secara mendalam
dengan melibatkan pengumpulan beberapa sumber informasi. Untuk
mencapai tujuan penelitian, penulis mengumpulkan informasi melalui
studi literatur, wawancara, dan kajian terhadap pengelolaan wakaf pada
Cash Waqf Linked Sukuk yang kemudian dianalisis dan diolah menjadi
satu hasil yang berupa presentase efisiensi pengelolaan Cash Waqf Linked
Sukuk terhadap sektor riil, pendidikan, kesehatan, sosial dan keagamaan
yang diukur melalui teknik Data Envelopment Analysis.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
Penelitian ini melibatkan beberapa yaitu: variabel pengumpulan dana,
penyaluran dana Cash Waqf Linked Sukuk terhadap beberapa sektor riil,
pendidikan, kesehatan, sosial dan keagamaan terhadap efisiensi
pengelolaan dana Cash Waqf Linked Sukuk secara menyeluruh dan
realisasi yang optimal terhadap beberapa sektor riil.
3.3 Instrumen Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kuantitatif
dan mayoritas menggunakan data sekunder, menggunakan dokumentasi
beberapa teori dan kajian literatur yang dilakukan secara berkala.
Mengumpulkan dan memilah data yang relevan dan sesuai dengan
kebutuhan penelitian. Kemudian setelah dipilah dokumen apa saja yang
40
dianggap penting, peneliti melakukan olah data sesuai dengan prosedur
penelitian dan menganalisis nya dengan melihat hasil olah data penelitian.
3.4 Prosedur Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data
diantaranya adalah:
1. Teknik interview/wawancara, yaitu peneliti mengajukan beberapa
pertanyaan kepada praktisi atau akademisi Islam serta lembaga-
lembaga yang terkait dalam bidang wakaf, seperti: BWI, BI, Bank
Muamalat Indonesia dan BNI Syariah sebagai Lembaga Keuangan
Syariah Penerima Wakaf Uang (LKSPWU)
41
d) Input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda.
2. Kekurangan DEA:
a) Bersifat simple spesifik.
b) Merupakan extreme point technique, kesalahan pengukuran bisa
berakibat fatal.
c) Hanya mengukur produktifitas relatif dari DMU bukan produktifitas
absolut.
d) Uji hipotesis secara statistik DEA sulit dilakukan.
e) Menggunakan perumusan linier programming terpisah untuk tiap DMU
42
DAFTAR PUSTAKA
Kesa, Deni Danial (2019). Realisasi Literasi Keuangan Masyarakat dan Kearifan
Lokal : Studi Kasus Inklusi Keuangan di Desa Teluk Jambe, Karawang,
Jawa Barat. Vol.1, No.2, 2019.
Eriyanto. (2012). Teknik Sampling Analisis Opini Publik. LKIS Pelangi Aksara.
Yogyakarta.
43
44
Kuncoro, Mudrajad. (2013). Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi (edisi 4).
Erlangga. Jakarta.
http://www.statistikian.com/2018/02/pengertian-simple-random-sampling.html
[diakses pada tanggal 9 Januari 2020, 22.23 WIB]
Syahrum & Salim. (2012). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Cita Pustaka Media.
Bandung.
Syah & Eka (2017). Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam : Optimalisasi Laku Pandai
Berbasis Masjid Guna Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah
Berkelanjutan. Vol.3, No.2, Juli-Desember 2017.
45
Zikmund, W. G., (2000). Bussiness Research Method (6th ed). Forth Wourth.
Harcout Inc.