Disusun guna memenuhi nilai ujian tengah semester mata kuliah Pembiayaan Pendidikan
Dosen Pengampu :
Dr. Nina Oktarina, S.Pd.,M.Pd.
Disusun Oleh :
Kelompok 4
Anggota :
1. Laras Aliffiana Sari (7101418053)
2. Muhammad Rizky Pradana (7101418186)
3. Aan Ranju Pramuja (7101418209)
4. Linda Maryani (7101418332)
5. Efatul Yeni O (7101418338)
6. Imalailla Christina Muliana (7101418345)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas Berkat dan RahmatNya
kami dapat menyusun makalah yang berjudul “Permasalahan Transparansi Pengelolaan Keuangan
Sekolah Pada SMA/SMK (studi kasus: dana BOS SMA/SMK)” untuk memenuhi ujian tengah
semester mata kuliah Pembiayaan Pendidikan.
Dalam penyusunan makalah ini, tentunya tidak terlepas dari bantuan serta bimbingan dari
berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu dalam kesempatan ini
kami mengucapkan terima kasih kepada “Dr. Nina Oktarina, S.Pd., M.Pd.” selaku dosen mata
kuliah Pembiayaan Pendidikan yang telah membimbing kami dalam penulisan makalah ini.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini, masih banyak kekurangan, baik dari segi
bahasa maupun isi. Sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan dan untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata kami berharap agar makalah tentang Permasalahan Transparansi Pengelolaan
Keuangan Sekolah Pada SMA/SMK (studi kasus: dana BOS SMA/SMK) ini dapat bermanfaat,
serta kami mengucapkan terima kasih kepada pembaca yang mempergunakan makalah ini sebagai
referensi.
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
digunakan untuk keperluan apa saja dari dana BOS menjadi penting, sehingga sekolah tidak perlu
khawatir dan takut, terhadap apa yang akan dilakukannya memang telah sesuai dengan petunjuk
teknis.
Penggunaan dana BOS di sekolah harus didasarkan pada kesepakatan dan keputusan bersama
antara Tim Manajemen BOSekolah, Dewan Guru dan Komite Sekolah. Tahun 2020 ini pengelolaan
dana BOS di sekolah harus dilakukan secara transparan, akuntabel dan melibatkan partisipasi
publik.Pemerintah mengganti skema penyaluran dana BOS yang tadinya harus melalui daerah, kini
langsung dari pemerintah pusat kepada rekening sekolah.
Selama ini, banyak pihak menilai pengelolaan dana BOS di sekolah tidak dilakukan secara
transparan dan tanpa melibatkan partisipasi publik. Jadi, hanya diurusi oleh segelintir orang. Maka
di sinilah celah terbuka untuk korupsi.Perlu ada transparansi yakni keterbukaan atas semua tindakan
dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Transparan di bidang pendidikan berarti adanya
keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan.
Di lembaga pendidikan, bidang manajemen keuangan lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan
sumber keuangan dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus jelas
sehingga bisa memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahuinya.
Transparansi dana BOS sangat diperlukan dalam meningkatkan dukungan orang tua,
masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh program pendidikan di sekolah.
Transparansi ditujukkan untuk membangun kepercayaan dan keyakinan kepada sekolah bahwa
sekolah adalah organisasi pelayanan pendidikan yang bersih dan berwibawa, bersih dalam arti tidak
KKN dan berwibawa dalam arti profesional.
Transparansi bertujuan untuk menciptakan kepercayaan timbal balik antara sekolah dan publik
melalui informasi yang memadai dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang
akurat. Oleh karena itu transparansi pada SMA/SMK khususnya untuk dana BOS harus ada dan
jelas bagaimana penyalurannya.
2
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian transparansi, asas, tujuan dan manfaat dari tranparansi.
1.3.2 Untuk mengetahui pengertian dari dana BOS, dasar hukum, tujuan, prinsip, dan ketentuan
perpajakan dana BOS.
1.3.3 Untuk mengetahui pemantauan pelaksanaan dan pengawasan serta penggunaan program
BOS di SMA.
1.3.4 Untuk mengetahui permasalahan pengelolaan dana BOS dan solusinya.
1.3.5 Untuk mengetahui contoh kasus terkait dengan dana BOS dan penyelesaiannya.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Selain itu dalam peraturan daerah kabupaten Lebak Nomor 6 tahun 2004 tentang transparansi
dan partisipasi dalam penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan pembangunan di kabupaten
Lebak, BAB II asas dan tujuan transparansi dan partisipasi, Bagian Kesatu Asas Pasal 2,
menyatakan asas transparansi meliputi:
a. Setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh publik dengan cepat, tepat
waktu, biaya ringan, dan dengan carasederhana.
b. Informasi publik yang dikecualikan bersifat ketat danterbatas.
c. Informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam huruf (b) adalah informasi yang
apabila dibuka akan menimbulkan kerugian terhadap kepentinganpublik.
Sedangkan dalam peraturan daerah kabupaten Garut nomor 17 tahun 2008 tentang transparansi
dan partisipasi publik, menyatakan bahwa pemanfaatan transparansi dan partisipasi publik
dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, itikad baik, dan kebebasan
yang berdasarkan prinsip-prinsip demokratis serta tidak bertentangan dengan hak-hak jabatan
publik dan hak perseorangan.
Dari ketiga peraturan daerah di atas mengenai asas-asas transparansi, maka dapat disimpulkan
bahwa asas-asas transparansi meliputi keterbukaan akan informasi yang disampaikan kepada
publik, pemanfaatan informasi yang diberikan kepada publik, dan hasil yang disampaikan secara
tepatwaktu.
5
bertanggung jawab serta tanggung gugat terhadap pilihan keputusan dan kegiatan yang
dilaksanakan. Warren Bennis mengemukakan bahwa tujuan transparansi, yaitu menciptakan
keterbukaan kepada masyarakat dalam setiap program atau kegiatan yang dilaksanakan, mengakses
informasi, meningkatkan kepercayaan dan kerja sama antara pengelolaan dan pemangku
kepentingan. Mardiasmo dalam Simsom Werinom mengemukakan, bahwa tujuan transparansi
dalam menyusun anggaran terdapat 5 kriteria, yaitu:
a. Tersedianya pengumuman kebijakan anggaran.
b. Tersedianya dokumen anggaran dan mudah diakses.
c. Tersedianya laporan pertanggungjawaban yang tepat waktu.
d. Terakomodasinya usulan/suara rakyat.
e. Tersedianya sistem pemberian informasi kepada publik.
Dari adanya uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan transparansi dapat
meminimalisir penyimpangan-penyimpangan penggunaan dana, mencegah ketidakpercayaan
publik, dan tercapainya tujuan.
Dari pendapat para ahli mengenai manfaat transparansi, maka dapat disimpulkan bahwa
manfaat dari adanya transparansi merupakan suatu penerapan kebijakan yang dapat diawasi dan
mencegah terjadinya tindak kecurangan.
6
2.2 Pengertian, Dasar Hukum, Tujuan, Prinsip, dan Ketentuan Perpajakan Dana BOS
2.2.1 Pengertian dana BOS
Berikut ini beberapa pengertian dasar dari Program BOS SMA:
1. BOS SMA adalah program pemerintah untuk mendukung pelaksanaan program
Pendidikan Menengah Univesal yang terjangkau dan bermutu.
2. BOS SMA adalah program pemerintah berupa pemberian dana langsung kepada SMA
negeri dan swasta untuk membantu memenuhi Biaya Operasional Non-Personalia Sekolah.
3. Sebagai wujud keberpihakan terhadap siswa miskin atas pemberian dana BOS, sekolah
diwajibkan untuk memberikan kompensasi membebaskan (fee waive) dan/atau membantu
(discount fee) siswa miskin dari kewajiban membayar iuran sekolah dan biaya-biaya untuk
kegiatan ekstrakurikuler. Bagi sekolah yang berada di kabupaten/kota/propinsi yang telah
menerapkan pendidikan gratis, sekolah tidak diwajibkan memberikan pembebasan (fee
waive) dan/atau membantu (discount fee) siswa miskin.
4. BOS SMA digunakan untuk membantu memenuhi biaya operasional non-personalia
sekolah termasuk didalamnya pengadaan buku Kurikulum 2013.
5. Besaran dana BOS yang diterima sekolah dihitung berdasarkan jumlah siswa masing-
masing sekolah dan satuan biaya (unit cost) bantuan.
7
2.2.3. Tujuan Dana BOS
1. Membantu penyediaan pendanaan biaya operasi non personil sekolah, akan tetapi masih ada
beberapa pembiayaan personil yang masih dapat dibayarkan dari dana BOS,
2. Meningkatkan angka partisipasi kasar,
3. Mengurangi angka putus sekolah,
4. Mewujudkan keberpihakan Pemerintah Pusat (affimative action) bagi peserta didik yang
orangtua/walinya tidak mampu dengan membebaskan (fee waive) dan/atau membantu
(discount fee) tagihan biaya sekolah dan biaya lainnya di SMA/SMALB/SMK sekolah,
5. Memberikan kesempatan yang setara (equal opportunity) bagi peserta didik yang
orangtua/walinya tidak mampu untuk mendapatkan layanan pendidikan yang terjangkau dan
bermutu; dan/atau
6. Meningkatkan kualitas proses pembelajaran di sekolah.
8
g. Saling percaya
Pemberian dana berlandaskan pada rasa saling percaya (mutual trust) antara pemberi dan
penerima dana. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjaga kepercayaan tersebut dengan
memegang amanah dan komitmen yang ditujukan semata-mata hanya untuk membangun
pendidikan yang lebih baik. (Ismi, 2017).
Tidak perlu memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% (Peraturan Menteri Keuangan nomor
Memungut dan menyetor PPN sebesar 10% untuk nilai pembelian lebih dari Rp
1.000.000,- (satu juta rupiah) atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena
Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah. Namun untuk nilai pembelian
ditambah PPN-nya jumlahnya tidak melebihi Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan bukan
merupakan pembayaran yang dipecah-pecah, PPN yang terutang dipungut dan disetor oleh
Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum
(Undang-undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 1983 terakhir dengan Undang-undang
nomor 42 tahun 2009 tentang Perubahan ketiga atas Undang Undang nomor 8 tahun 1983
tentang PPN barang dan jasa dan PPnBM serta KMK/563/2003 tentang penunjukkan
bendaharawan pemerintah untuk memnungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM
beserta tata cara pemungutan, penyetoran dan pelaporannya). Pemungut PPN dalam hal ini
bendaharawan pemerintah tidak perlu memungut PPN atas pembelian barang dan atau jasa
yang dilakukan oleh bukan Pengusaha Kena Pajak (PKP)(Keputusan Direktur Jenderal
Pajak nomor KEP-382/PJ/2002 tentang pedoman pelaksanaan pemungutan, penyetoran
9
dan pelaporan PPN dan PPNBm bagi pemungut PPN dan Pengusaha Kena Pajak
Rekanan).
b. Bagi bendaharawan/pengelola dana BOS pada satuan pendidikan bukan negeri adalah tidak
termasuk bendaharawan pemerintah sehingga tidak termasuk sebagai pihak yang ditunjuk
sebagai pemungut PPh Pasal 22 dan atau PPN. Dengan demikian kewajiban perpajakan bagi
bendaharawan/pengelola dana BOS pada satuan pendidikanbukan negeri yang terkait atas
penggunaan dana BOS untuk belanja barang sebagaimana tersebut diatas adalah :
Tidak mempunyai kewajiban memungut PPh Pasal 22, karena tidak termasuk sebagai
pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22.
Membayar PPN yang dipungut oleh pihak penjual (Pengusaha Kena Pajak).
2. Kewajiban perpajakan yang terkait dengan penggunaan dana BOS untuk
pembelian/penggandaan buku teks pelajaran dan/atau mengganti buku teks yang sudah rusak.
a. Bagi bendaharawan/pengelola dana BOS pada satuan pendidikan negeri atas penggunaan
dana BOS untuk pembelian/penggandaan buku teks pelajaran dan/atau mengganti buku teks
yang sudah rusak adalah :
Atas pembelian buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama,
Atas pembelian buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama,
PPN yang terutang dibebaskan. iii. Memungut dan menyetor PPN sebesar 10% untuk nilai
pembelian lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) atas penyerahan Barang Kena Pajak
berupa buku-buku yang bukan buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran
agama. Namun untuk nilai pembelian ditambah PPN-nya jumlahnya tidak melebihi Rp
1.000.000,- (satu juta rupiah) dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah-pecah, PPN
yang terutang dipungut dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah.
Tidak mempunyai kewajiban memungut PPh Pasal 22, karena tidak termasuk sebagai
10
Atas pembelian buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama,
Membayar PPN yang dipungut oleh pihak penjual (Pengusaha Kena Pajak) atas pembelian
buku yang bukan buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama.
3. Kewajiban perpajakan yang terkait dengan pemberian honor pada kegiatan penerimaan peserta
didik baru, kesiswaan, pengembangan profesi guru, penyusunan laporan BOS dan kegiatan
pembelajaran pada SMP Terbuka. Semua bendaharawan/penanggung jawab dana BOS baik
pada satuan pendidikan negeri maupun satuan pendidikan bukan negeri :
a. Bagi guru/pegawai non PNS sebagai peserta kegiatan, harus dipotong PPh Pasal 21 dengan
menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh sebesar 5% dari jumlah bruto honor.
b. Bagi guru/pegawai PNS diatur sebagai berikut :
Golongan IV dengan tarif 15% (lima belas persen) dari penghasilan bruto.
4. Kewajiban perpajakan yang terkait dengan penggunaan dana BOS dalam rangka membayar
honorarium guru dan tenaga kependidikan honorer satuan pendidikan yang tidak dibiayai dari
Pemerintah Pusat dan atau Daerah yang dibayarkan bulanan diatur sebagai berikut :
a. Penghasilan rutin setiap bulan untuk guru tidak tetap (GTT), Tenaga Kependidikan Honorer,
Pegawai Tidak Tetap (PTT), untuk jumlah sebulan sampai dengan Rp 3.000.000,- (tiga
jutarupiah) tidak terhutang PPh Pasal 21.
b. Untuk jumlah lebih dari itu, PPh Pasal 21 dihitung dengan menyetahunkan penghasilan
sebulan.
5. Kewajiban perpajakan yang terkait dengan penggunaan dana BOS, baik pada satuan maupun
satuan pendidikan swasta, untuk membayar honor kepada tenaga kerja lepas orang pribadi yang
melaksanakan kegiatan perawatan atau pemeliharaan satuan pendidikan harus memotong PPh
Pasal 21 dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima tidak melebihi Rp 150.000,- (seratus
lima puluh ribu rupiah) dan jumlah seluruh upah yang diterima dalam bulan takwim yang
bersangkutan belum melebihi Rp 1.320.000,- (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah), maka
tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong;
b. Jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima tidak melebihi Rp 150.000,- (seratus
lima puluh ribu rupiah), namun jumlah seluruh upah yang diterima dalam bulan takwim yang
11
bersangkutan telah melebihi Rp 1.320.000,- (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah), maka
pada saat jumlah seluruh upah telah melebihi Rp 1.320.000,- (satu juta tiga ratus dua puluh ribu
rupiah) harus dipotong PPh Pasal 21 sebesar 5% atas jumlah bruto upah setelah dikurangi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang sebenarnya;
c. Jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima lebih dari Rp 150.000,- (seratus lima
puluh ribu rupiah) dan jumlah seluruh upah yang diterima dalam bulan takwim yang
bersangkutan belum melebihi Rp 1.320.000,- (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah), maka
harus dipotong PPh Pasal 21 sebesar 5% dari jumlah upah harian atau rata-rata upah harian di
atas Rp 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah);
d. Jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima lebih dari Rp 150.000,- (seratus lima
puluh ribu rupiah) dan jumlah seluruh upah yang diterima dalam bulan takwim yang
bersangkutan telah melebihi Rp 1.320.000,- (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah), maka
pada saat jumlah seluruh upah telah melebihi Rp 1.320.000,- (satu juta tiga ratus dua puluh ribu
rupiah), harus dihitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong dengan menerapkan
tarif 5% atas jumlah bruto upah setelah dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang
sebenarnya.
2.3 Pemantauan Pelaksanaan dan Pengawasan serta Penggunaan Program BOS di SMA
2.3.1. Pemantauan pelaksanaan program dana BOS
Dalam Petunjuk Teknis Tahun 2013, Pengertian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMA
adalah program pemerintah untuk mendukung pelaksanaan program Pendidikan Menengah
Univesal yang terjangkau dan bermutu. BOS SMA juga merupakan program pemerintah berupa
pemberian dana langsung kepada SMA negeri dan swasta untuk membantu memenuhi Biaya
Operasional Non- Personalia Sekolah. Sebagai wujud keberpihakan terhadap siswa miskin atas
pemberian dana BOS, sekolah diwajibkan untuk memberikan kompensasi membebaskan (fee
waive) dan/atau membantu (discount fee) siswa miskin dari kewajiban membayar iuran sekolah dan
biaya-biaya untuk kegiatan ekstrakurikuler.
Bagi sekolah yang berada di kabupaten/kota/provinsi yang telah menerapkan pendidikan
gratis, sekolah tidak diwajibkan memberikan pembebasan (fee waive) dan/atau membantu (discount
fee) siswa miskin. BOS SMA digunakan untuk membantu memenuhi biaya operasional
nonpersonalia sekolah termasuk didalamnya pengadaan buku Kurikulum 2013. Adapun Besaran
dana BOS yang diterima sekolah dihitung berdasarkan jumlah siswa masingmasing sekolah dan
satuan biaya (unit cost) bantuan. Secara umum program BOS SMA bertujuan untuk mewujudkan
12
layanan pendidikan yang terjangkau dan bermutu bagi semua lapisan masyarakat dalam rangka
mendukung program Pendidikan Menengah Universal (PMU). Sedangkan secara khusus bertujuan:
1. Membantu biaya operasional non personalia sekolah, termasuk pengadaan buku Kurikulum
2013.
4. Mewujudkan keberpihakan pemerintah (affirmative action) bagi siswa miskin SMA dengan
membebaskan (fee waive) dan/atau membantu (discount fee) tagihan biaya sekolah bagi siswa
miskin.
5. Memberikan kesempatan yang setara (equal opportunity) bagi siswa miskin SMA untuk
mendapatkan layanan pendidikan yang terjangkau dan bermutu.
Untuk Sasaran program adalah SMA Negeri dan Swasta di seluruh Indonesia. Besar bantuan
per sekolah diperhitungkan berdasarkan jumlah siswa, dengan rincian sebagai berikut:
12. Website, CCTV, software pembelajaran: membangun website sekolah dengan domain “sch.id”
pengadaan CCTV untuk pengawasan pelaksanaan ujian nasional, dan software multimedia
pembelajaran.
14
1. Disimpan dengan maksud dibungakan.
2. Dipinjamkan kepada pihak lain.
3. Membeli software atau perangkat lunak untuk pelaporan keuangan BOS SMA/SMK atau
software sejenis.
4. Membiayai kegiatan yang tidak menjadi prioritas sekolah dan memerlukan biaya besar,
misalnya studi banding, tur studi (karya wisata) dan sejenisnya.
5. Membayar iuran kegiatan yang diselenggarakan oleh UPTD kecamatan/ kabupaten/ kota
/provinsi/ pusat, atau pihak lainnya, kecuali untuk menanggung biaya siswa/guru yang ikut serta
dalam kegiatan tersebut.
6. Membayar bonus dan transportasi rutin untuk guru.
7. Membiayai akomodasi kegiatan seperti sewa hotel, sewa ruang sidang, dan lainnya.
8. Membeli pakaian/seragam/sepatu bagi guru/siswa untuk kepentingan pribadi (bukan inventaris
sekolah).
9. Digunakan untuk rehabilitasi sedang dan berat.
10. Membangun gedung/ruangan baru.
11. Membeli Lembar Kerja Siswa (LKJ) dan membeli bahan/peralatan yang tidak mendukung
proses pembelajaran.
12. Menanamkan saham.
Mulai pertengahan 2010, kemendiknas mulai menggunakan mekanisme baru penyaluran dana
BOS. Dana BOS tidak lagi langsung ditransfer dari bendahara negara ke rekening sekolah, tetapi
ditransfer ke kas APBD selanjutnya ke rekening sekolah.
Kemendiknas beralasan, mekanisme baru ini bertujuan untuk memberikan kewenangan lebih
besar kepada pemerintah daerah dalam penyaluran dana BOS. Dengan cara ini, diharapkan
pengelolaan menjadi lebih tepat waktu, tepat jumlah, dan tak ada penyelewengan. Harus diakui,
masalah utama dana BOS terletak pada lambatnya penyaluran dan pengelolaan di tingkat sekolah
yang tidak transparan. Selama ini, keterlambatan transfer terjadi karena berbagai faktor, seperti
keterlambatan transfer oleh pemerintah pusat dan lamanya keluar surat pengantar pencairan dana
oleh tim manajer BOS daerah. Akibatnya, kepala sekolah harus mencari berbagai sumber pinjaman
untuk mengatasi keterlambatan itu. Bahkan, ada yang meminjam kepada rentenir dengan bunga
tinggi. Untuk menutupi biaya ini, kepsek memanipulasi surat pertanggungjawaban yang wajib
15
disampaikan setiap triwulan kepada tim manajemen BOS daerah. Ini mudah karena kuitansi kosong
dan stempel toko mudah didapat.
Kepsek memiliki berbagai kuitansi kosong dan stempel dari beragam toko. Kepsek dan
bendahara sekolah dapat menyesuaikan bukti pembayaran sesuai dengan panduan dana BOS,
seakan- akan tidak melanggar prosedur. Tidaklah mengherankan apabila praktik curang dengan
mudah terungkap oleh lembaga pemeriksa, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan. Ibarat berburu di kebun binatang, BPK dengan mudah
membidik dan menangkap buruan. BPK dengan mudah menemukan penyelewengan dana BOS di
sekolah. BPK Perwakilan Jakarta, misalnya, menemukan indikasi penyelewengan pengelolaan dana
sekolah, terutama dana BOS tahun 2007-2009, sebesar Rp 5,7 miliar di tujuh sekolah di DKI
Jakarta. Sekolah-sekolah tersebut terbukti memanipulasi surat perintah jalan (SPJ) dengan kuitansi
fiktif dan kecurangan lain dalam SPJ.
Contoh manipulasi antara lain kuitansi percetakan soal ujian sekolah di bengkel AC mobil oleh
SDN 012 RSBI Rawamangun. SPJ dana BOS sekolah ini ternyata menggunakan meterai yang
belum berlaku. Bahkan lebih parah lagi, BPK tidak menemukan adanya SPJ dana BOS 2008 karena
hilang tak tentu rimbanya.
Berdasarkan audit BPK atas pengelolaan dana BOS tahun anggaran 2007 dan semester I 2008
pada 3.237 sekolah sampel di 33 provinsi, ditemukan nilai penyimpangan dana BOS lebih kurang
Rp 28 miliar. Penyimpangan terjadi pada 2.054 atau 63,5 persen dari total sampel sekolah itu. Rata-
rata penyimpangan setiap sekolah mencapai Rp 13,6 juta. Penyimpangan dana BOS yang terungkap
antara lain dalam bentuk pemberian bantuan transportasi ke luar negeri, biaya sumbangan PGRI,
dan insentif guru PNS. Periode 2004-2009, kejaksaan dan kepolisian seluruh Indonesia juga
berhasil menindak 33 kasus korupsi terkait dengan dana operasional sekolah, termasuk dana BOS.
Kerugian negara dari kasus ini lebih kurang Rp 12,8 miliar. Selain itu, sebanyak 33 saksi yang
terdiri dari kepsek, kepala dinas pendidikan, dan pegawai dinas pendidikan telah ditetapkan sebagai
tersangka. Perubahan mekanisme penyaluran dana BOS sesuai dengan mekanisme APBD secara
tidak langsung mengundang keterlibatan birokrasi dan politisi lokal dalam penyaluran dana BOS.
Konsekuensinya, sekolah menanggung biaya politik dan birokrasi.
Sekolah harus rela membayar sejumlah uang muka ataupun pemotongan dana sebagai syarat
pencairan dana BOS. Kepsek dan guru juga harus loyal pada kepentingan politisi lokal ketika
musim pilkada. Dengan demikian, praktik korupsi dana BOS akan semakin marak karena aktor
yang terlibat dalam penyaluran semakin banyak. Penyebab timbulnya masalah-masalah dalam
program BOS yaitu:
1. Pengalokasian dana tidak didasarkan pada kebutuhan sekolah tapi pada ketersediaan
anggaran. Hendaknya pengalokasian dana didasarkan pada kebutuhan sekolah, agar tidak terjadi
16
saling tumpang tindih antara kebutuhan dengan anggaran yang disediakan. Adakalanya sekolah
yang kebutuhannya sedikit, dan ada sekolah yang kebutuhannya banyak. Jika anggaran semua
sekolah sama, di sekolah yang kebutuhannya sedikit akan memancing timbulnya korupsi karena
anggaran yang berlebih, sedangkan di sekolah yang kebutuhannya banyak akan tetap mengalami
kekurangan karena kebutuhannya tidak terpenuhi.
2. Alokasi dana BOS ‘dipukul rata’ untuk semua sekolah di semua daerah, pada tiap sekolah
memiliki kebutuhan dan masalah berbeda.
3. Korupsi dana pada tingkat pusat (Kemendiknas) terutama berkaitan dengan dana safe
guarding.
4. Dinas pendidikan meminta sodokan atau memaksa sekolah untuk membuat pengadaan
barang kepada perusahaan tertentu yang sudah ditunjuk dinas.
5. Kepala sekolah menggunakan dana BOS untuk kepentingan pribadi melalui penggelapan,
mark up, atau mark down.
6. Uang yang dikeluarkan oleh orang tua murid cenderung bertembah mahal walaupun sudah
ada dana BOS.
Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Jelas terlihat bahwa didalam implementasinya, fungsi
pengawasan sangat kurang. Tidak ada partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam proses
implementasi anggaran di semua tingkat penyelenggara, Kemendiknas, dinas pendidikan, maupun
sekolah. Pada tingkat pusat, proses penganggaran pun turut dimonopoli oleh Kemendiknas,
akibatnya kepentingan Kemendiknas lah yang lebih terpenuhi, bukan mendahulukan yang perlu.
Penyebab yang lain misalnya pada tingkat penyelenggara (Sekolah dan perguruan tinggi), tidak
ada aturan mengenai mekanisme penyusunan anggaran, warga dan stakeholder tidak memiliki akses
untuk mendapat informasi mengenai anggaran sehingga mereka tidak bisa melakukan pengawasan.
Lembaga pengawasan internal seperti Itjen, Bawasda, Bawasko, pun tidak mampu menjalankan
fungsi. Serta pada tingkat sekolah, semua kebijakan baik akademis maupun finansial direncanakan
dan dikelola kepala sekolah, dan komite sekolah dibajak oleh kepala sekolah sehingga menjadi
kepanjangan tangan kepala sekolah.
Kami berpendapat, cara penyelewengan dana BOS yang paling bisa terjadi adalah melalui
setoran awal kepada dinas sebelum dana BOS dicairkan atau didalam sekolah itu sendiri berhubung
sekolah tidak melakukan kewajiban mengumumkan APBS (Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah)
pada papan pengumuman sekolah. Selain itu, penyusunan APBS terutama pengelolaan dana
bersumber dari BOS kurang melibatkan partisipasi orang tua murid. Akhirnya, kebocoran dana
BOS di tingkat sekolah tidak dapat dihindari. Serta dokumen SPJ (Surat Pertanggungjawaban) dana
17
BOS yang kurang atau bahkan tidak dapat diakses oleh publik apabila ada kebutuhan informasi atau
kejanggalan dalam pengelolaan dana BOS.
20
mekanisme yang yang ada, tidak akan timbul masalah dan tidak akan timbul kerugian
negara," sebut Bambang.
Bambang melanjutkan, pihaknya masih melakukan pengembangan terkait penyelewengan
dana BOS tersebut.
Sebelumnya diberitakan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor menetapkan kontraktor
berinisial JRR sebagai tersangka pada kasus dugaan tindak pidana korupsi sebesar Rp
17,189 M.
JRR diduga telah melakukan penyelewengan dana BOS dalam bentuk pengadaan dan
penggandaan kertas ujian untuk SD se-Kota Bogor.
2. Ada pengawasan dari DPRD, karena meskipun dana bersumber dari pemerintah pusat,
mekanisme penganggaran tetap melalui APBD.
3. Adanya peningkatan peran orang tua siswa (anggota Komite Sekolah) untuk terlibat
mengawasi dana BOS.
4. Perlu adanya intervensi KPK dengan mengambil alih semua kasus BOS
5. Perlu adanya penghargaan bagi sekolah yang mengelola BOS dengan baik dan hukuman
bagi kepala sekolah yang menyelewengkan dana BOS. Di Sulses, hukuman kepada
kepala sekolah yang menyelewengkan dana BOS dilakukan dengan menurunkan
pangkat/golongan kepsek. Perlu adanya penegakan hukum secara tegas sehingga
menimbulkan efek jera bagi para kepala sekolah yang menyelewengkan dana BOS.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dana BOS SMA adalah program pemerintah berupa pemberian dana langsung kepada SMA
negeri dan swasta untuk membantu memenuhi Biaya Operasional Non-Personalia Sekolah. Sebagai
wujud keberpihakan terhadap siswa miskin atas pemberian dana BOS, sekolah diwajibkan untuk
memberikan kompensasi membebaskan (fee waive) dan/atau membantu (discount fee) siswa miskin
dari kewajiban membayar iuran sekolah dan biaya-biaya untuk kegiatan ekstrakurikuler.
Tujuan dari dana BOS ini sendiri adalah untuk membantu penyediaan pendanaan biaya
operasi non personil sekolah, akan tetapi masih ada beberapa pembiayaan personil yang masih
dapat dibayarkan dari dana BOS, Memberikan kesempatan yang setara (equal opportunity) bagi
peserta didik yang orangtua/walinya tidak mampu untuk mendapatkan layanan pendidikan yang
terjangkau dan bermutu dan Meningkatkan kualitas proses pembelajaran di sekolah.
Permendikbud No. 1 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah.
Petunjuk Teknis BOS 2018 didalam Lampirannya BAB IX memberikan penjelasan tentang
Pengawasan dan Sanksi BOS. Dimana Pengawasan program BOS terdiri dari pengawasan melekat,
pengawasan fungsional, dan pengawasan masyarakat
3.2 Saran
Penyalahgunaan pengelolan dana BOS banyak di temukan di beberapa daerah, kasus yang
paling sering adalah penggelembungan jumlah siswa, penyalahgunaan dana, dan bahkan data
pelaporan fiktif sering menghiasi surat kabar tentang penyelewengan dana bos. Hal ini bisa juga di
picu oleh system yang berjalan, lemahnya pengawasan dan partisipasi public yang kurang, sehingga
menyebabkan tujuan dari adanya subsidi BOS sendiri menjadi kurang dan cenderung berkurang
kebermanfaatannya.
Untuk itu di perlukan tindakan preventif dari setiap lembaga dan elemen dari bangsa ini,
untuk kemajuan dan pengefektifan dana BOS. Diantaranya solusi yang kami tawarkan adalah
kembali mengkaji kebijakan yang sudah ditetepkan, karena satu kebijakan tidak mungkin langsung
cocok pada tataran implementasi.
22
DAFTAR PUSTAKA
23