TIM PENYUSUN
Dr. Ir. Abdul Kahar, S.T., M.Si
Dr. Hairul Huda, S.T., M.T
Dr. Eko Heryadi, S. Hut., M.P.
Ir. Indah P. DS., S.T., M.T., PhD.
Dr. Retno Wulandari, S.Hut., M.P.
Ari Susandy Sanjaya, S.T., M.T.
Helda Niawanti, S.T., M.T.
Tantra Diwa Larasati, S.T., M.T
Rif’an Fathoni, S.T., M.T.
Ahmad Moh. Nur, S.T., M.T
Koordinator Praktikum :
Pembimbing Praktikum :
Asisten Praktikum :
1. Praktikan wajib hadir ±10 menit sebelum praktikum dimulai. Keterlambatan lebih dari 15
menit tanpa alasan yang jelas tidak diperkenankan mengikuti praktikum.
2. Sebelum beraktifitas di dalam laboratorium, pahami dan taati tata tertib laboratorium yang
berlaku.
3. Untuk dapat mengikuti praktikum, praktikan wajib mengenakan alat pelindung diri berupa
jas laboratorium dan sepatu tertutup yang selalu dikenakan selama praktikum berlangsung.
Jika hendak bekerja dengan bahan kimia berbahaya, praktikan wajib melengkapi diri
dengan alat pelindung diri tambahan seperti masker dan sarung tangan.
4. Praktikan wajib mengumpulkan bukti bahwa laporan telah disetujui dosen pembimbing dari
praktikum minggu sebelumnya. Jika tidak mengumpulkan maka tidak diperkenankan
mengikuti praktikum selanjutnya.
5. Jika karena suatu hal tidak dapat mengikuti praktikum, praktikan wajib menunjukkan surat
ijin, surat keterangan atau persetujuan lainnya yang sah dan masih berlaku. Praktikan wajib
mengganti praktikum yang tertinggal dengan hari yang lain.
6. Praktikan yang tidak mengikuti praktikum tanpa alasan yang jelas, dianggap mendapatkan
nilai 0 pada praktikum yang tidak diikuti tersebut.
7. Untuk menguji kesiapan praktikan melakukan praktikum, praktikan diwajibkan untuk lulus
uji responsi secara lisan maupun tertulis terlebih dahulu dengan pembimbing praktikum
yang bersangkutan.
8. Sebelum melaksanakan praktikum, praktikan wajib mengisi borang peminjaman alat
laboratorium yang telah disediakan. Setelah praktikum selesai, praktikan wajib
mengembalikan borang peminjaman alat laboratorium dengan kesesuaian alat yang
dipinjam sebelumnya. Setiap praktikan, wajib mengembalikan alat dan bahan yang
digunakan ke tempat semula.
9. Kerusakan alat, baik dilakukan perorangan maupun kelompok, harus melapor kepada
asisten atau salah satu pihak dari tim praktikum operasi teknik kimia 2 dan diwajibkan untuk
mengganti. Batas waktu penggantian alat adalah sebelum praktikum minggu selanjutnya
dilaksanakan. Apabila praktikan masih mempunyai tanggungan untuk mengganti alat yang
rusak, yang bersangkutan tidak dapat mengikuti pratikum selanjutnya.
10. Dilarang membuang limbah padat atau cair ke bak cuci. Buanglah limbah padat atau cair
pada wadah pembuangan atau pojok limbah yang telah disediakan.
11. Selama praktikum berlangsung, praktikan dilarang makan atau minum di sekitar area
praktikum. Apabila ingin melakukan dua aktifitas diatas, harus dengan persetujuan asisten
yang bersangkutan dan dilakukan pada jarak yang cukup aman dari area praktikum.
12. Apabila dihadapkan dengan kegiatan mendesak lainnya, minta izin terlebih dahulu kepada
asisten yang bersangkutan untuk meninggalkan area praktikum. Jika dalam cakupan
kelompok, hentikan sementara kegiatan praktikum dan pastikan meninggalkan alat dan
bahan dalam kondisi aman.
13. Setiap praktikan diwajibkan mengisi laporan sementara yang ditandatangani oleh asisten
yang bersangkutan setelah praktikum selesai.
14. Hal-hal yang belum tercantum dalam tata tertib ini, akan diatur oleh tim praktikum operasi
teknik kimia 2.
Samarinda, 2023
Tim Praktikum
Operasi Teknik Kimia 2
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga penyusunan Penuntun Praktikum Operasi Teknik Kimia 2 Tahun Ajaran
2022/2023 dapat terselesaikan.
Penuntun praktikum ini disusun untuk mempermudah kegiatan praktikum Operasi Teknik
Kimia 2 yang dilaksanakan oleh mahasiswa program studi teknik kimia tahun ajaran
2022/2023. Penuntun ini terdiri dari 6 judul praktikum yang masing-masing diawali dengan
pemaparan tujuan percobaan secara umum serta teori yang mendasari percobaan. Selanjutnya
terdapat metodologi percobaan yang terdiri dari pemaparan bahan dan alat yang digunakan
maupun prosedur kerja yang telah dijabarkan sejelas mungkin. Data pengamatan yang
diperoleh selama melaksanakan praktikum dapat diisikan pada laporan sementara untuk
kemudian digunakan sebagai data yang valid dalam melakukan perhitungan.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut aktif membantu
penyusunan Penuntun Praktikum Operasi Teknik Kimia 2 ini. Penyusun menyadari bahwa
dalam buku ini masih jauh dari sempurna. Dengan kerendahan dan ketulusan hati, penyusun
akan terbuka untuk menerima kritik yang membangun demi kesempurnaan penuntun ini.
Semoga Penuntun Praktikum Operasi Teknik Kimia 2 dapat bermanfaat bagi kita semua.
Samarinda, 2023
Tim Praktikum
Operasi Teknik Kimia 2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
TIM PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA 2 ii
TATA TERTIB iv
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI vii
PERCOBAAN I
KINETIKA ANALOG
Perancangan suatu reaktor kimia harus mengutamakan efisiensi kinerja reaktor, sehingga
didapatkan produk yang besar dengan biaya yang minimum. Untuk merancang reaktor
diperlukan data-data kinetis yang didapatkan dari serangkaian proses,sehingga didapatkan data
yang bisa dianalogikan dalam skala laboratorium. Untuk itu percobaan kinetika analog ini
dilakukan untuk dapat menganalogikan kinetika suatu reaksi dimana percobaannya
menggunakan alat yang lebih sederhana.
Laju reaksi kimia adalah perubahan konsentrasi pereaksi atau produk dalam suatu satuan waktu,
laju reaksi dapat dinyatakan sebagai laju berkurangnya konsentrasi suatu pereaksi atau laju
bertambahnya konsentrasi suatu produk persatuan waktu. Bilangan pangkat yang menyatakan
hubungan konsentrasi zat pereaksi dengan laju reaksi disebut orde reaksi. Adapun persamaan
laju reaksi sebegai berikut :
aA + bB pP + qQ
Persamaan laju reaksi dapat dituliskan :
LABORATORIUM REKAYASA KIMIA
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS MULAWARMAN | 1
PENUNTUN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA 2 PERCOBAAN I
TAHUN AJARAN 2021/2022 KINETIKA ANALOG
-rA=kCAn.CBm.......................................................(1.1)
Dimana :
k = tetapan laju reaksi
(-rA) = laju reaksi
[A] = konsentrasi zat A dalam mol per liter
[B] = konsentrasi zat B dalam mol per liter
m = orde reaksi terhadap zat A
n = orde reaksi terhadap zat B
3. Reaksi Seri
Reaksi seri atau reaksi konsekutif adalah reaksi yang menghasilkan suatu produk dan produk
tersebut kembali bereaksi sehingga menghasilkan produk yang lainnya. Misalnya antara
etilen oksida dan amoniak.
Persamaan laju rekasi untuk reaksi seri sebagai berikut :
k1 k2
A R S -rA = k1CA-k2CR……………………………………………(1.4)
4. Reaksi Paralel
Reaksi paralel adalah suatu rekasi yang terdiri dari satu reaktan dan menghasilkan produk
yang terdiri dari produk utama dan produk samping. Misalnya reaksi antara etilen dan
oksigen.
Persamaan laju rekasi untuk reaksi paralel sebagai berikut :
A k1 R -rA = (k1+k2)CA……………………………………………(1.5)
k2
A S
Orde reaksi menunjukkan besar pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi. Orde reaksi hanya
dapat ditentukan secara eksperimen. Suatu reaksi dikatakan berorde nol jika laju reaksi tidak
bergantung pada konsentrasi. Maksudnya, perubahan konsentrasi zat tidak mempengaruhi laju
reaksi. Suatu reaksi dikatakan memiliki orde pertama jika laju reaksi berbanding lurus dengan
konsentrasi salah satu reaktan.
Gambar 1.7 Skema Alat untuk Reaksi Berorde Kurang dari Satu
Setelah percobaan didapat orde dan konstanta laju reaksinya, ditentukan dengan menganggap
orde reaksi tersebut adalah n. Persamaan laju reaksi dapat ditulis:
𝑑𝐶𝐴
− = 𝑘 𝑉 𝑛 ……………………………………………(1.6)
𝑑𝑡
Kemudian plot ln (-dCA / dt ) terhadap ln CA akan menghasilkan garis lurus dengan slope n.
Dari hasil tersebut orde dan konstanta laju dapat ditentukan.
Gambar 1.8 Skema Alat untuk Reaksi Berorde Lebih dari Satu
Dari semua uraian di atas terlihat bahwa orde-orde lebih kecil, sama dengan atau lebih besar
dari nol, dalam memperoleh data kinetik dapat menggunakan berbagai macam bentuk tabung
(buret dan erlemeyer). Sudut kerucut semakin besar akan memberikan bias yang lebih besar
dari orde pertama, dan sudut mendekati nol orde reaksi akan mendekati nol pula.
Dalam melakukan percobaan tersebut digunakan pipa kapiler yang tentu saja panjang dan
diameter pipa kapiler akan menentukan harga dari konstanta laju reaksi tersebut. Waktu t = 0,
diambil pada saat air mulai keluar dari pipa kapiler, kemudian dicatat perubahan volumenya
setiap waktu.
Waktu paruh didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan jumlah mol untuk berkurang dari
nilai awalnya, karena jumlah mol merupakan turunan dari konsentrasi maka:
t=t½ ketika CA=½CA..............................................................(1.9)
reaksi terbatas pada antarmuka antara reaktan.Reaksi hanya dapat terjadi di wilayah mereka
kontak, dalam kasus cair dan gas, pada permukaan cairan.
4. Konsentrasi
Konsentrasi memainkan peran yang sangat penting dalam reaksi sesuai dengan teori
tabrakan reaksi kimia, karena molekul harus bertabrakan untuk bereaksi bersama-
sama.Sebagai konsentrasi reaktan meningkat, maka frekuensi dari molekul bertabrakan
meningkat menyebabkan tabrakan ini terjadi lebih sering, meningkatkan laju reaksi.
5. Suhu
Suhu biasanya memiliki pengaruh besar pada laju reaksi kimia.Molekul pada suhu yang
lebih tinggi memiliki lebih energi panas .Walaupun frekuensi tumbukan lebih besar pada
temperatur yang lebih tinggi, memberikan kontribusi hanya sebagian yang sangat kecil untuk
peningkatan laju reaksi.
6. Katalis
Suatu katalis adalah zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa
mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Katalis memungkinkan reaksi
berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan
yang dipicunya terhadap pereaksi (Chang, 2005).
Katalis dibagi menjadi 2 yaitu, katalis positif (katalisator) yang berfungsi mempercepat
reaksi dengan jalan menurunkan energi aktivasi dan membuat orientasi molekul sesuai untuk
terjadinya tumbukan. Dan katalis negatif (Inhibitor) yang memperlambat laju reaksi
(Syindjia, 2011).
7. Tekanan
Peningkatan tekanan dalam reaksi gas akan meningkatkan jumlah tumbukan antara reaktan,
meningkatkan laju reaksi. Hal ini karena aktivitas gas berbanding lurus dengan tekanan
parsial gas.
1.3 BAHAN
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan kinetika analog, antara lain:
1. Air
2. Pewarna makanan
1.4 ALAT
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan kinetika analog, antara lain:
1. Buret 50 ml
2. Buret kinetik
3. Pipa kapiler (panjang, sedang dan pendek)
4. Pipa T
5. Stopwatch
6. Corong
7. Selang
8. Spidol
9. Erlenmeyer
10. Botol semprot
ANALISA PERHITUNGAN
A. Data Percobaan
Data percobaan pada reaksi satu arah akan ditampilkan pada Tabel A.1 sebagai berikut:
Tabel A.1 data Percobaan Reaksi Satu Arah dengan Pipa Kapiler 5 cm
B. Perhitungan
Menghitung Nilai CA dam CR pada Reaksi Satu Arah A R dengan Pipa Kapiler 5
cm
Pada t = … detik
CA1 = … mL = … mol/m3 ; CA2 = … mL = … mol/m3
LABORATORIUM REKAYASA KIMIA
FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS MULAWARMAN | 12
PENUNTUN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA 2 PERCOBAAN I
TAHUN AJARAN 2021/2022 KINETIKA ANALOG
Maka :
𝐶𝐴1 + 𝐶𝐴2
CA = = ⋯ mol/m3
2
CR = 50 - CA = … mol/m3
Maka:
Laju Reaksi satu arah A R:
rA = kCAn
rA = 0.1087 CA1.0327
Reaksi Seri A R S
1. Membuat 2 fungsi di M-file editor
Maka:
Laju Reaksi seri A R S:
rA = k1CAn-k2CRm
rA = 0.0108 CA1.1306 – 1.1306 CA0.7711
Sehingga didapat simulasi kinetika reaksi seri A R S
Gambar grafik pada seri dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
PERCOBAAN II
HEIGHT EQUIVALENT TO A THEORITICAL PLATE
(HETP)
Campuran dua cairan A dan B yang bersifat misibel, karena kebanyakan proses distilasi
dilakukan pada tekanan tetap dan bukan pada suhu tetap, maka kurva sejenis pada tekanan tetap
lebih banyak digunakan.
Proses distilasi menghasilkan produk fase uap yang embunannya mengandung komponen yang
lebih menguap dibanding dengan komponen yang sukar menguap. Sedang hasil sisanya berupa
cairan yang relatif mengandung komponen lebih sukar menguap dibanding dengan komponen
yang lebih mudah menguap. Untuk cairan-cairan yang membentuk campuran azeotrop dengan
cairan lain dimana komposisi fase uap sama dengan komposisi fase cair, maka proses
pemisahan distilasi pada kondisi ini tidak dapat dilaksanakan. Contoh campuran ethanol air
pada 95,6% berat ethanol pada titik didih 78,15 oC. Operasi distilasi skara laboratorium atau
skala kecil dengan menggunakan kolom plat (piringan) sukar dikerjakan, untuk itu digunakan
kolom bahan isian.
Pengisian bahan isian dapat secara teratur maupun tidak teratur. Untuk mendapatkan efisiensi
yang tinggi, maka ada beberapa bentuk bahan isian, mulai dari yang sederhana sampai bentuk
yang komplek, tetapi umumnya memerlukan ciri-ciri mempunyai bulk density yang rendah,
sukar bereaksi dengan bahan kimia, mudah basah, void volume besar, luas permukaan per
satuan volume besar, tahan korosi.
Dalam industri, kriteria kolom bahan isian, lazim dianalisis dengan HETP yaitu tinggi susunan
bahan isian atau kolom bahan isian yang menghasilkan perubahan komposisi sama seperti yang
dihasilkan oleh sebuah plat teoritis. Sehingga tinggi kolom (packed tower) dapat dinyatakan
dengan jumlah pelat teoritis yang diperlukan. Untuk menentukan jumlah plat teoritis dapat
ditentukan dengan menggunakan metoda :
1. Grafis yaitu : Mc. Cabe Theile & Ponchon Savarit (baca pustaka)
2. Analitis yaitu Fenske Underwood
2.3. BAHAN
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan Heigt Equivalent to a Theoritical Plate
(HETP), antara lain:
1. Etanol 95%
2. Aquadest
2.4. ALAT
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan Heigt Equivalent to a Theoritical Plate
(HETP), antara lain:
1. Satu set perlengkapan Heigt Equivalent to a Theoritical Plate (HETP)
a. Labu leher tiga 1 buah
b. Heat mantle 1 buah
c. Statif dan klem 1 buah
d. Kondensor 1 buah
e. Mantel vakum 1 buah
f. Kolom distilasi 1 buah
g. Refluks 1 buah
h. Pompa 1 buah
i. Pengambil sampel 1 buah
j. Termometer 2 buah
2. Gelas ukur 250 mL 2 buah
3. Gelas kimia 250 mL 1 buah
4. Gelas Kimia 500 mL 1 buah
5. Gelas Kimia 100 mL 3 buah
6. Piknometer 25 mL 1 buah
7. Termometer 1 buah
8. Batang Pengaduk 1 buah
9. Neraca Analitik 1 buah
1. Mengukur etanol sebanyak 200 mL menggunakan gelas ukur 250 mL, kemudian masukkan
ke dalam gelas kimia 250 mL dan ditutup rapat.
2. Mengukur aquadest sebanyak 200 mL menggunakan gelas ukur 250 mL, kemudian
masukkan ke dalam gelas kimia 500 mL.
3. Menimbang piknometer kosong menggunakan neraca analitik.
4. Menimbang piknometer berisi aquadest menggunakan neraca analitik.
5. Mencampurkan etanol yang telah diukur dengan aquadest ke dalam gelas kimia 500 mL.
1. Memasukkan umpan campuran aquadest dan etanol ke dalam labu leher tiga.
2. Memasang termometer pada labu leher tiga dan pada refluks.
3. Memasang sambungan selang pada pompa untuk mengalirkan air pendingin kondensor.
4. Menyambungkan pompa dan kondensor menggunakan selang.
5. Menyalakan pompa dan pastikan sambungan terpasang dengan baik tanpa ada kebocoran.
6. Memasang kondensor pada rangkaian alat HETP dan dijepit menggunakan klem.
7. Menyalakan heat mantle pada suhu tertentu secara perlahan.
8. Mengamati suhu pada residu dan distilat hingga diperoleh suhu konstan.
9. Menampung distilat menggunakan gelas kimia 100 mL dengan membuka kran refluks,
kemudian didinginkan dan tunggu hingga suhu distilat mencapai suhu ruangan. Ukur
densitas distilat dengan menimbang piknometer yang berisi distilat.
10. Menampung residu menggunakan gelas kimia 100 mL dengan mengambil menggunakan
pengambil sampel, kemudian didinginkan dan tunggu hingga suhu residu mencapai suhu
ruangan. Ukur densitas residu dengan menimbang piknometer yang berisi residu.
11. Mematikan heat mantle dan sambungan listik lainnya setelah percobaan selesai dilakukan.
Keterangan :
a : Heat Mantle
b : Labu Leher Tiga
c : Pengambil Sampel
d : Termometer
e : Mantel Vakum
f : Kolom Distilasi
g : Termometer
h : Statif dan Klem
i : Kondensor
j : Refluks
PERHITUNGAN
Data Percobaan
Volume Etanol : mL
Volume Aquadest : mL
o
Suhu Aquadest : C
Massa Piknometer Kosong : gram
Massa Piknometer + Aquadest : gram
Massa Piknometer + Umpan : gram
Massa Piknometer + Distilat : gram
Massa Distilat : gram
o
Suhu Distilat : C
Massa Piknometer + Residu : gram
Massa Residu : gram
o
Suhu Residu : C
Tinggi Packing : cm / meter
Jenis Packing :
𝜌aq = T = ..oC = … K
𝜌aq = …... kg/m3 (tabel 2-12, Perry)
= ….... g/cm3
𝑚𝑎𝑞
Volume =𝜌
𝑎𝑞
… . . 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑔𝑟
……. 3
𝑐𝑚
= …... cm3
Perhitungan % Umpan
Mumpan = (massa pikno + umpan) – (massa pikn kosong)
𝑚𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛
𝜌umpan = 𝑉
𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜
…… 𝑔𝑟𝑎𝑚
=
…….𝑐𝑚3
= ...... gram/cm3
𝑥−𝑥1 𝑦−𝑦1
a = =
𝑥2 −𝑥1 𝑦2 −𝑦1
= .... gram/cm3
𝑥−𝑥1 𝑦−𝑦1
b = =
𝑥2 −𝑥1 𝑦2 −𝑦1
= …. gram/cm3
𝑥−𝑥1 𝑦−𝑦1
% umpan =
𝑥2 −𝑥1 𝑦2 −𝑦1
= .....%
Menghitung Fraksi Mol Umpan
% 𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛
𝐵𝑀 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
𝑋𝑓 = % 𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 1−% 𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛
(𝐵𝑀 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙)+(𝐵𝑀 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡)
…… %
……
= …… ..− …..
…...
+( … )
= …...
Perhitungan % Residu
Mresidu = (massa pikno + residu) – (massa pikno kosong)
= ......gram – ......gram
= ....... gram
𝑚
𝜌umpan = 𝑉𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢
𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜
…… 𝑔𝑟𝑎𝑚
=
…….𝑐𝑚3
= ....... gram/cm3
𝑥−𝑥1 𝑦−𝑦1
a = =
𝑥2 −𝑥1 𝑦2 −𝑦1
…−⋯…. …−⋯
= =
……… …−⋯
= …... gram/cm3
𝑥−𝑥1 𝑦−𝑦1
B = =
𝑥2 −𝑥1 𝑦2 −𝑦1
…−⋯… …−⋯
= =
……−⋯… …−⋯
= ….... gram/cm3
𝑥−𝑥1 𝑦−𝑦1
% umpan =
𝑥2 −𝑥1 𝑦2 −𝑦1
…−⋯ …….− ⋯…..
=
…−⋯ …….− ⋯…
= ….... %
% umpan = …....
…….%
…….
= …….. …−⋯……
…
+( … )
=…...
Perhitungan % Destilat
Mdistilat = (massa pikno + distilat) – (massa pikno kosong)
= ….... gram – …..... gram
= …..... gram
𝑚
𝜌distilat = 𝑉𝑑𝑖𝑠𝑡𝑖𝑙𝑎𝑡
𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜
…….𝑔𝑟𝑎𝑚
=
……..𝑐𝑚3
= …...... gram/cm3
𝑥−𝑥1 𝑦−𝑦1
a = =
𝑥2 −𝑥1 𝑦2 −𝑦1
…−⋯…… ….− ⋯.
= =
…….− ⋯… ….− ⋯
= ….. gram/cm3
𝑥−𝑥1 𝑦−𝑦1
b = =
𝑥2 −𝑥1 𝑦2 −𝑦1
..− ⋯…. …−⋯
= =
…….− ⋯… ….
= …..... gram/cm3
𝑥−𝑥1 𝑦−𝑦1
% distilat =
𝑥2 −𝑥1 𝑦2 −𝑦1
…−⋯. …..− ⋯….
=
…−⋯ …−⋯……
=…... %
% distilat = …...
…..%
…….
= ……. …− …..
…..
+( … )
= …...
Perhitungan Volalitas
Perhitungan αD
T = .. oC = ….. oF
Dari tabel
𝑃 …
αD = 𝑃𝐴𝐷 = … = …..
𝐵𝐷
Perhitungan Nilai αW
𝑃
αW = 𝑃𝐴𝑊
𝐵𝑊
…
=
….
= …...
Perhitungan Np Plat
Perhitungan Np Plat Teoritis
𝑋𝐷(1−𝑋𝑊)
𝑙𝑜𝑔𝑙𝑜𝑔
(1−𝑋𝐷)𝑋𝑊
Np = 𝑙𝑜𝑔𝑙𝑜𝑔 𝛼𝑎𝑣𝑟
𝑙𝑜𝑔…….(…−⋯….)
(…−⋯…..)……
= 𝑙𝑜𝑔𝑙𝑜𝑔 ……
= …....
= ….
Perhitungan HETP
HETP Teoritis
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑖𝑠𝑖𝑎𝑛
HETP =
𝑁𝑝
…..𝑐𝑚
=
…
=…....
PERCOBAAN III
EKSTRAKSI CAIR-CAIR
Bila kecepatan distribusi ini tetap, maka dikatakan terjadi kesetimbangan distribusi.
Perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam fase cair tersebut menjadi tetap harganya dan
disebut koefisien distribusi (K). Koefisien distribusi (K) dengan fase organik dan fase air dapat
dihitung sebagai berikut:
Umpan dari proses ekstraksi cair-cair ini merupakan larutan yang mengandung komponen yang
akan dipisahkan (solute) dan disebut feed solvent. Sedangkan fase cair yang kedua dimana tidak
akan melarutkan feed solvent dan akan mengekstrak solute dari feed solvent disebut extraction
solvent. Fase extraction solvent yang meninggalkan tempat kontak disebut extract, sedang fase
feed solvent yang meninggalkan tempat kontak disebut raffinate.
Ekstraksi ciar-cair dapat dilakukan baik dengan cross current maupun countercurrent. Di
industri akan lebih ekonomis bila menggunakan counter current.
E3 F
Stage 1
S1 Stage 1 E1
E2 R1
R1
Stage 2
S2 Stage 2 E2
R2 E1 R2
Stage 3
S3 Stage 3 E3
R3 R3
S
Pada Cross current, setiap stage diasumsikan dalam kesetimbangan, sehingga dua fase yang
meninggalkan stage berada dalam kesetimbangan. Ada 4 asumsi yang digunakan untuk analisa
kesetimbangan yaitu:
1. Sistem isothermal
2. Sistem isobar
3. Panas pencampuran diabaikan
4. Dua fase immiscible (feed / diluent dan solvent)
Persamaan operasi diperoleh dengan menggunakan neraca massa dari satu stage, missal stage
ke-i:
F x Xi + Si x Yi in = F x Xi + Si x Yi
𝐹 𝐹
Yi = - x Xi + ( 𝑥 𝑋𝑖−1 + 𝑌𝑖 𝑖𝑛 )
𝑆𝑖 𝑆𝑖
XN XN-1 Xi Xi-1 X2 X1 F, X0
N j 2 1
YN Yi Y2 Y1
Setiap stage akan mempunyai persamaan operasi yang berbeda, jika perbandingan umpan dan
solvent setiap stage berbeda. Pada diagram McCabe Thiele Y vs X, persamaan ini merupakan
garis lurus dengan slope –F/Si dan intersep (F/Si x Xi + Yi in). Perpotongan garis operasi dengan
garis kesetimbangan pada (Xi, Yi).
Y (X1, Y1)
kg solute/kg solvent
(X2, Y2)
(X3, Y3)
kg solute/kg diluent X
3.3. BAHAN
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ekstraksi cair - cair antara lain:
1. Asam asetat (CH3COOH) 0,1 N
2. Larutan NaOH 0,1 N
3. Asam oksalat (H2C2O4) 0,1 N
4. N-heksana
5. Indikator PP
6. Aquadest
3.4. ALAT
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ekstraksi cair - cair, antara lain:
1. Corong pisah 500 mL
2. Labu ukur 250 mL
3. Erlenmeyer 250 mL
4. Gelas ukur 100 mL
5. Picnometer 25 mL
6. Bulb
7. Buret
8. Statif dan klem
9. Gelas Kimia 250 mL
10. Pipet tetes
11. Botol semprot
12. Termometer
13. Stopwatch
14. Neraca analitik
PERHITUNGAN
Data Percobaan
Membuat larutan NaOH
Massa NaOH yang diambil : gram
Volume larutan : mL
Berat Molekul : gram/mol
Normalitas : N
Menentukan densitas
o
T aquadest : C
Massa pikno kosong : gram
Massa pikno + aquadest : gram
Massa pikno + asam asetat : gram
Massa pikno + n-heksana : gram
Tabel 3.2 Data Titrasi 5 mL CH3COOH 0,1 N dengan Larutan NaOH 0,1 N
Volume Normalitas Volume NaOH yang diperlukan (mL)
CH3COOH (mL) NaOH (N) I II III Rata-rata
5
3. Normalitas H2C2O4
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐻2 𝐶2 𝑂4 𝑥 𝑒𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛
N = 𝑉 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑥 𝐵𝑀 𝐻 𝐶 𝑂 2 2 4
….. 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 ….. 𝑔𝑟𝑒𝑘/𝑚𝑜𝑙
= ….. 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑥 ….. 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑚𝑜𝑙
= ….. N
= ….. gram/mL
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡,1
𝜌 ,1 = 𝑣𝑜𝑙,𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
( ….. − ….. ) 𝑔𝑟𝑎𝑚
= …… 𝑚𝑙
= ….. gram/mL
Raffinate stage 2
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻
N CH3COOH, 2 = 𝑉 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻
….. 𝑚𝑙 𝑥 ….. 𝑁
=
….. 𝑚𝑙
= ….. N
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡,2
𝜌, 2 = 𝑣𝑜𝑙,𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
( ….. − ….. ) 𝑔𝑟𝑎𝑚
= …… 𝑚𝑙
= ….. gram/mL
Raffinate stage 3
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻
N CH3COOH, 3 =
𝑉 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻
….. 𝑚𝑙 𝑥 ….. 𝑁
= ….. 𝑚𝑙
= ….. N
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡,3
𝜌 ,3 = 𝑣𝑜𝑙,𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
( ….. − ….. ) 𝑔𝑟𝑎𝑚
= ……. 𝑚𝑙
= ….. gram/mL
Raffinate stage 4
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻
N CH3COOH, 4 = 𝑉 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻
….. 𝑚𝑙 𝑥 ….. 𝑁
=
….. 𝑚𝑙
= ….. N
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡,4
𝜌 ,4 = 𝑣𝑜𝑙,𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
( ….. − ….. ) 𝑔𝑟𝑎𝑚
= …… 𝑚𝑙
=….. gram/mL
9. Menghitung rasio berat asam asetat dalam fase rafinat bebas solut
Raffinat 1
𝑁 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻,1 𝑥 𝑉 𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡,1 𝑥 𝐵𝑀 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻
Massa CH3COOH,1 = 𝑛 𝐶𝐻 𝐶𝑂𝑂𝐻 3
𝑔𝑟𝑒𝑘 𝑔𝑟𝑎𝑚
….. 𝑥 ….. 𝐿 𝑥 …..
𝐿 𝑚𝑜𝑙
= 𝑔𝑟𝑒𝑘
…..
𝑚𝑜𝑙
= ….. gram
Raffinat 2
𝑁 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻,2 𝑥 𝑉,𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡,2 𝑥 𝐵𝑀 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻
Massa CH3COOH, 2 = 𝑛 𝐶𝐻 𝐶𝑂𝑂𝐻 3
𝑔𝑟𝑒𝑘
….. 𝑥….. 𝐿 𝑥 ….. 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑚𝑜𝑙
𝑚𝑜𝑙
= ….. 𝑔𝑟𝑒𝑘/𝑚𝑜𝑙
= ….. gram
= ….. gram
Raffinat 3
𝑁 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻,3 𝑥 𝑉,𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡,3 𝑥 𝐵𝑀 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻
Massa CH3COOH,3 = 𝑛 𝐶𝐻 𝐶𝑂𝑂𝐻 3
….. 𝑥….. 𝐿 𝑥….. 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑚𝑜𝑙
= ….. 𝑔𝑟𝑒𝑘/𝑚𝑜𝑙
= ….. gram
Raffinat 4
𝑁 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻,3 𝑥 𝑉,𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡,4 𝑥 𝐵𝑀 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻
Massa CH3COOH,3 = 𝑛 𝐶𝐻 𝐶𝑂𝑂𝐻 3
𝑔𝑟𝑒𝑘
….. 𝑥….. 𝐿 𝑥…..𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑚𝑜𝑙
𝐿
= ….. 𝑔𝑟𝑒𝑘/𝑚𝑜𝑙
= ….. gram
= …..
b. Stage 2
V n-heksana, 2 = ….. mL
𝜌 𝑛 − ℎ𝑒𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎, 2 = ….. gram/mL
𝑚 𝑛 − ℎ𝑒𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎, 2 = V, n-heksana,2 x 𝜌 𝑛 − ℎ𝑒𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎,2
= ….. mL x ….. gram/mL
= ….. gram
𝐹 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑟𝑎𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡,1
− ,2 =
𝑆 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑛−ℎ𝑒𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎,2
….. 𝑔𝑟𝑎𝑚
= ….. 𝑔𝑟𝑎𝑚
= …..
𝐹
,2 = -…..
𝑆
c. Stage 3
V n-heksana,3 = ….. mL
𝜌 𝑛 − ℎ𝑒𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎,3 = ….. gram/mL
𝑚 𝑛 − ℎ𝑒𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎,3 = V n-heksana,3 x 𝜌 𝑛 − ℎ𝑒𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎,3
= ….. mL x ….. gram/mL
= ….. gram
𝐹 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑟𝑎𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡,2
− 𝑆 ,3 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑛−ℎ𝑒𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎,3
….. 𝑔𝑟𝑎𝑚
= ….. 𝑔𝑟𝑎𝑚
= …..
𝐹
,3 = -…..
𝑆
d. Stage 4
V n-heksana,4 = ….. mL
𝜌 𝑛 − ℎ𝑒𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎,4 = ….. gram/mL
𝑚 𝑛 − ℎ𝑒𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎,4 = V n-heksana,4 x 𝜌 𝑛 − ℎ𝑒𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎,4
= ….. mL x ….. gram/mL
= ….. gram
𝐹 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑟𝑎𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡 ,3
− 𝑆 ,3 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑛−ℎ𝑒𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎,4
….. 𝑔𝑟𝑎𝑚
= ….. 𝑔𝑟𝑎𝑚
= …..
𝐹
,3 = -…..
𝑆
Stage II
F
,2
Y2 = S ( X1 – X2 )
= ….. x (….. – …..)
= …..
Stage III
F
,3
Y3 = S ( X2 – X3)
= ….. x (….. – …..)
= …..
Stage IV
F
,3
Y4 = S ( X3 – X4)
= ..... x (….. – …..)
= …..
Y = Ax dengan a = slope = Kd
Y = …..X
Maka nilai a = Kd = …..
b. Stage 2
𝐹
𝑆
,2 = …..
𝑠
,2 = …..
𝐹
𝑋1
𝑙𝑜𝑔 ( )
𝑋2
𝑁2 = 𝑆
𝑙𝑜𝑔𝑙𝑜𝑔 (𝐾𝑑 +1)
𝐹
…..
𝑁2 =
…..
𝑁2 = …..
c. Stage 3
𝐹
,3 = …..
𝑆
𝑠
,3 = …..
𝐹
𝑋2
𝑙𝑜𝑔 ( )
𝑋3
𝑁3 = 𝑆
𝑙𝑜𝑔𝑙𝑜𝑔 (𝐾𝑑 +1)
𝐹
…..
𝑁3 = …..
𝑁3 = …..
d. Stage 4
𝐹
,3 = …..
𝑆
𝑠
,3 = …..
𝐹
𝑋2
𝑙𝑜𝑔 ( )
𝑋3
𝑁3 = 𝑆
𝑙𝑜𝑔𝑙𝑜𝑔 (𝐾𝑑 +1)
𝐹
…..
𝑁3 = …..
𝑁3 = …..
𝑁𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑁1 + 𝑁2 + 𝑁3 + N4
= …..
PERCOBAAN IV
KESETIMBANGAN TIGA FASA
Berdasarkan hukum fasa Gibbs, jumlah terkecil variabel bebas yang diperlukan untuk
menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada kesetimbangan diungkapkan sebagai :
F = C–P+2
dimana,
C = jumlah komponen
P = jumlah fasa
Dalam ungkapan diatas, kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekaanan dan komposisi
sistem. Jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap
dapat dinyatakan sebagai :
F = 3–P
Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa, maka F = 2, berarti untuk menyatakan keadaan
sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan bila
dalam sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan, maka F = 1, berarti hanya satu
komponen yang harus ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah
tertentu berdasarkan diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh karena sistem tiga kompoen
pada suhu dan tekanan tetap mempunyai jumlah derajat kebebasan paling banyak dua, maka
diagram fasa sistem ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga
samasisi yang disebut diagram terner.
Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga kompoen tergantung pada daya saling larut antar zat
cair tersebut dan suhu percobaan. Andaikan ada tiga zat cair A, B dan C. A dan B saling larut
sebagian. Penambahan zat C kedalam campuran A dan B akan memperbesar atau
memperkecil daya saling larut A dan B.
Pada percobaan ini hanya akan ditinjau sistem yang memperbesar daya saling larut A dan B.
Dalam hal ini A dan C serta B dan C saling larut sempurna. Kelarutan cairan C dalam
berbagai komposisi campuran A dan B pada suhu tetap dapat digambarkan pada suatu
diagram terner. Prinsip menggambarkan komposisi dalam diagram terner dapat dilihat pada
gambar (1) dan (2) di bawah ini.
A B
Y
Titik A, B dan C menyatakan kompoenen murni. Titik-titik pada sisi AB, BC dan AC
menyatakan fraksi dari dua komponen, sedangkan titik didalam segitiga menyatakan fraksi dari
tiga komponen. Titik P menyatakan suatu campuran dengan fraksi dari A, B dan C masing-
masing sebanyak x, y dan z.
2
5 75
50 50
75 25
A B
25 50 75
Titik X menyatakan suatu campuran dengan fraksi A = 25%, B = 25%, dan C = 50%. Titik-
titik pada garis BP dan BQ menyatakan campuran dengan perbandingan dengan jumlah A
dan C yang tetap, tetapi dengan jumlah B yang berubah. Hal yang sama berlaku bagi garis-
garis yang ditarik dari salah satu sudut segitiga kesisi yang ada dihadapannya. Daerah
didalam lengkungan merupakan daerah dua fasa. Salah satu cara untuk menentukan garis
binoidal atau kurva kelarutan ini ialah dengan cara menambah zat B ke dalam berbagai
komposisi campuran A dan C. Titik-titik pada lengkungan menggambarkan komposisi
sistem pada saat terjadi perubahan dari jernih menjadi keruh. Kekeruhan timbul karena
larutan tiga komponen yang homogen pecah menjadi dua larutan konjugat terner.
4.3 ALAT
1. Erlenmeyer 100 ml
2. Gelas kimia 50 ml
3. Piknometer 10 ml
4. Buret 50 ml
5. Pipet ukur 10 ml
6. Bulb
7. Corong kaca
8. Neraca analitik
9. Statif dan klem
4.4 BAHAN
4.5 PROSEDUR
Labu 1 2 3 4 5 6 7 8 9
ml A 2 4 6 8 10 12 14 16 18
ml C 18 16 14 12 10 8 6 4 2
b. Dititrasi tiap campuran dalam labu 1 s/d 9 dengan zat B (Aquadest) sampai tepat timbul
kekeruhan, dan catat jumlah volume zat B yang digunakan. Lakukan titrasi dengan
perlahan-lahan
b. Diulangi percobaan dengan menggunakan zat C sebagai titran
Analisa perhitungan
2 : 18
4 : 16
6 : 14
8 : 12
10 : 10
12 : 8
14 : 6
16 : 4
18 : 2
2 : 18
4 : 16
6 : 14
8 : 12
10 : 10
12 : 8
14 : 6
16 : 4
18 : 2
Perhitungan
Erlenmeyer 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Perbandingan 2:18 4:16 6:14 8:12 10:10 12:8 14:6 16:4 18:2
nA (mol)
nB (mol)
nC (mol)
nA+nB+nC
(mol)
Xa (%)
Xb (%)
Xc (%)
B. Perhitungan Mol
𝑽
mol = 𝑀𝑟 𝑥 𝝆 = . . . . . . . . 𝑚𝑜𝑙
……
4 : 16 = = . . . . . . . . 𝑚𝑜𝑙
……
……
6 : 14 = = . . . . . . . . 𝑚𝑜𝑙
……
……
8 : 12 = = . . . . . . . . 𝑚𝑜𝑙
……
……
10:10 = = . . . . . . . . 𝑚𝑜𝑙
……
……
12 : 8 = = . . . . . . . . 𝑚𝑜𝑙
……
……
14 : 6 = = . . . . . . . . 𝑚𝑜𝑙
……
……
16 : 4 = = . . . . . . . . 𝑚𝑜𝑙
……
……
18 : 2 = = . . . . . . . . 𝑚𝑜𝑙
……
4. Mol Total
2 : 18 = . . . . . . ..+ ........ + ........ = ........ mol
4 : 16 = . . . . . . ..+ ........ + ........ = ........ mol
6 : 14 = . . . . . . ..+ ........ + ........ = ........ mol
8 : 12 = . . . . . . ..+ ........ + ........ = ........ mol
10:10 = . . . . . . ..+ ........ + ........ = ........ mol
12 : 8 = . . . . . . ..+ ........ + ........ = ........ mol
14 : 6 = . . . . . . ..+ ........ + ........ = ........ mol
16 : 4 = . . . . . . ..+ ........ + ........ = ........ mol
18 : 2 = . . . . . . ..+ ........ + ........ = ........ mol
𝑛𝐶
8 : 12 = 𝑛𝐴+𝑛𝐵+𝑛𝐶 𝑥 100% = … … . . 𝑚𝑜𝑙
𝑛𝐶
10:10 = 𝑛𝐴+𝑛𝐵+𝑛𝐶 𝑥 100% = … … . . 𝑚𝑜𝑙
𝑛𝑐
12 : 8 = 𝑛𝐴+𝑛𝐵+𝑛𝐶 𝑥 100% = … … . . 𝑚𝑜𝑙
𝑛𝐶
14 : 6 = 𝑛𝐴+𝑛𝐵+𝑛𝐶 𝑥 100% = … … . . 𝑚𝑜𝑙
𝑛𝐶
16 : 4 = 𝑛𝐴+𝑛𝐵+𝑛𝐶 𝑥 100% = … … . . 𝑚𝑜𝑙
𝑛𝐶
18 : 2 = 𝑥 100% = … … . . 𝑚𝑜𝑙
𝑛𝐴+𝑛𝐵+𝑛𝐶
PERCOBAAN V
PERPINDAHAN PANAS
Di industri, perpindahan panas antara dua fluida biasanya dilakukan dalam alat penukar panas.
Beberapa tipe alat penukar panas antara lain :
1. Double-pipe exchanger
2. Shell and tube exchanger
3. Plate and frame exchanger
4. Air cooled
5. Direct contact
Shell-and-tube heat exchanger merupakan alat penukar kalor yang paling sering digunakan
dalam industri karena mampu beroperasi pada temperature dan tekanan tinggi. Shell-and-tube
heat exchanger terdiri atas tiga komponen utama, yaitu shell, tube, dan baffle. Shell dan tube
berfungsi sebagai tempat mengalir fluida panas dan fluida dingin, sementara buffle berfugsi
untuk meningkat kn perpindahan panas antar fluida dengan menghambat aliran dalam shell.
Selain itu shell-and-tube heat exchanger memiliki karakteristik konstruksi yang kuat serta
memiliki pemeliharaan yang mudah.
∆Tm = 𝐹 (∆TIn)cf
Keterangan:
Ta : Temperatur masuk sisi shell (ºC)
Tb : Temperatur keluar sisi shell (ºC)
ta : Temperatur masuk sisi tube (ºC)
tb : Temperatur keluar sisi tube (ºC)
N : Jumlah laluan shell
Untuk R ≠1, maka:
1
1 − 𝑅𝑃 𝑁
∝=( )
1−𝑃
1−∝
𝑆 =
∝ −𝑅
1−𝑆
√𝑅 2 + 1 𝑥 𝐼𝑛 (1 − 𝑅𝑆)
𝐹=
2 − 𝑆(𝑅 + 1 − √𝑅 2 + 1)
(𝑅 − 1) 𝐼𝑛 [ ]
2 − 𝑆(𝑅 + 1 + √𝑅 2 + 1)
Kesetimbangan Energi
Besar energy yang dipindah kan melalui proses perpindahan panas secara umum dapat
dijabarkan melalui persamaan berikut.
𝑄𝐶 = 𝑚𝐶 𝐶𝑃 (𝑇𝐶𝑂 − 𝑇𝐶1 )
𝑄ℎ = 𝑚ℎ 𝐶𝑃 (𝑇ℎ𝑂 − 𝑇ℎ𝑖 )
𝑄𝐶 + 𝑄ℎ
𝑄 =
2
Keterangan :
𝑄𝐶 : Besar perpindahan panas aliran fluida dingin (Watt)
𝑄ℎ : Besar perpindahan panas aliran fluida panas (Watt)
𝑄 : Besar perpindahan panas rata-rata (Watt)
𝑇𝐶1 : Temperatur masuk fluida dingin (ºC)
𝑇𝐶0 : Temperatur keluar fluida dingin (ºC)
𝑇ℎ1 : Temperatur masuk fluida panas (ºC)
𝑇ℎ0 : Temperatur keluar fluida panas (ºC)
𝑚𝑐 : Laju massa fluida dingin (kg/s)
𝑚ℎ : Laju massa fluida panas (kg/s)
𝑄𝐶
ℎ0 =
𝐴0 ∆𝑇𝑚
𝑄ℎ
ℎ𝑖 =
𝐴1 ∆𝑇𝑚
Keterangan:
𝐴1 : Luas area perpindahan panas sisi dalam tube (m2)
𝐴0 : Luas area perpindahan panas sisi luar tube (m2)
ℎ1 : Koefisien perpindahan panas sisi tube (w/m2.K)
ℎ0 : Koefisien perpindahan panas sisi shell (w/m2.K)
∆𝑇𝑚 : Perbedaan temperature rata-rata (ºC)
5.3. ALAT
a. Shell and Tube Heat Exchanger 1 buah
b. Termometer 2 buah
c. Piknometer 25 mL 2 buah
d. Pompa 1 buah
e. Gelas kimia 250 mL 2 buah
f. Neraca Analitik 1 buah
g. Bak Penampung Fluida 2 buah
h. Heater dan Thermocouple 1 buah
5.4. BAHAN
a. Air Revers Osmosis (RO)
5.5. PROSEDUR
a. Menghubungkan kabel power modul dengan stop kontak.
b. Menyalakan system dengan menekan switch pada panel.
c. Menyalakan heater dengan menekan tombol pada panel untuk memanaskan fluida panas
hingga temperature 75 ºC.
d. Setelah temperature fluida dingin dan fluida panas sesuai, kemudian pompa dinyalakan
dengan menekan tombol push button dengan panel.
e. Fluida panaskan masuk ke sisi tube, dan fluida dingin masuk kesisi shell.
f. Pengaturan debit fluida dilakukan dengan memutar valve sedemikian rupa sehingga
didapatkan debit fluida sesuai kebutuhan. Debit fluida dapat diamati pada flow meter yang
terhubung pada pipa aliran sebelum masuk ke unit heat exchanger.
g. Tunggu selama 3-5 menit agar berlangsung perpindahan panas antar fluida, kemudian catat
temperature masuk dan keluar dari sisi shelli dan sisi tube.
h. Setelah pengambilan data temperature dan debit shell selesai, mati kan tombol heater dan
pompa panel untuk melakukan pengujian dengan variasi debit yang berbeda.
i. Lakukan drain air pada heat exchanger dengan membuka kran yang terdapat pada bagian
bawah unit. Setelah semua fluida terkuras dari heat exchanger dilakukan pengujian ulang
dengan mengulangi langkah ke-3.
PERHITUNGAN
Tabel 1. Data Hasil Pengamatan
Fluida Dingin Fluida Panas
1. Perhitungan ∆Tm
a. Menghitung nilai R
(Tc,i−Tc,o)
R = (Th,o−Th,i)
b. Menghitung nilai P
(Th,o−Th,i)
P = (Tc,i−Th,i)
c. Menghitung nilai α
1
1−𝑅𝑃 𝑁
𝛼= ( 1−𝑃 )
d. Menghitung nilai S
1− 𝛼
S = 𝛼−𝑅
e. Menghitung nilai F
1−𝑆
√𝑅 2 + 1x LN (1 − 𝑅𝑆)
𝐹=
2 − 𝑆(𝑅 + 1 − √𝑅 2 + 1)
(𝑅 − 1)LN [ ]
2 − 𝑆(𝑅 + 1 + √𝑅 2 + 1)
3. Perhitungan Q (watt)
a. Menghitung nilai mc
𝑉 𝑥 𝑝𝑐
mc = 60
b. Menghitung nilai mh
𝑉 𝑥 𝑝ℎ
mh = 60
c. Menghitung Q cold
Qc = mc x Cp x (Tco – Tci)
d. Menghitung Q hot
Qh = mh x Cp x (Tho – Thi)
e. Menghitung nilai Q
𝑄𝑐+𝑄ℎ
Q = 2
d. Menghitung hi
𝑄𝑐
hi = 𝐴𝑖 𝑥 ∆𝑇𝑚
c. Menghitung Nilai Uc
ℎ𝑖 𝑥 ℎ𝑜
Uc = (ℎ𝑖+ℎ𝑜)
f. Menghitung Nilai U
𝐷𝑜 −1
𝐷𝑜 1 𝐷𝑜 𝐿𝑁 ( ) 𝑅𝑑𝑖 𝐷𝑜
𝐷𝑖
U = (ℎ𝑖 𝐷𝑖 + + + + 𝑅𝑑𝑜)
ℎ𝑜 2𝑘 𝐷𝑖
6. Perhitungan Efektifitas
a. Menghitung Tmin
Tmin = Thi – Tci
PERCOBAAN VI
POLIMERISASI UREA FORMALDEHID
Reaksi urea formaldehid merupakan suatu reaksi polimerisasi kondensasi. Menurut prinsipnya
pembentukan produk urea formaldehid adalah dengan tahap-tahap sebagai berikut:
1. Tahap intermediate
Merupakan suatu tahap untuk mendapatkan resin yang masih berupa larutan dan larut dalam
air atau pelarut lainnya.
2. Tahap persiapan
Pada tahap ini resin merupakan produk dari tahap intermediate yang dicampurkan dengan
bahan lain . Penambahan bahan akan menentukan produk akhir dari polimer.
3. Tahap curing
Proses terakhir oleh pengaruh katalis, panas, dan tekanan tinggi, resin diubah sifatnya
menjadi thermosetting resin. Pada tahap curing, kondensasi tetap berlangsung terus dimana
polimer membentuk rangkaian tiga dimensi yang sangat kompleks dan menjadi
thermosetting resin.
6.3. BAHAN
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan polimerisasi urea formaldehid, antara
lain:
1. Urea (CO(NH2)2)
2. Formaldehid (CH2O)
3. Natrium Sulfit (Na2SO3) 2 N
4. Katalis Amonia (NH3) 2 N
5. Buffer Natrium Karbonat (Na2CO3) 5% massa katalis
6. Etanol 95%
7. Indikator PP
8. Asam Sulfat (H2SO4) 0,5 N
9. Aquadest
6.4. ALAT
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan polimerisasi urea formaldehid, antara lain:
1. Satu set perlengkapan polimerisasi
a. Labu leher empat 1 buah
b. Heat mantle 1 buah
c. Motor berpengaduk atau mixer 1 buah
d. Statif dan klem 2 buah
e. Kondensor 1 buah
f. Pompa 1 buah
g. Pengambil sampel 1 buah
h. Termometer 1 buah
2. Gelas ukur 500 mL 1 buah
3. Buret asam 50 mL 1 buah
PERHITUNGAN
Data Percobaan
Volume Formaldehid : mL
F/U :
Massa Urea : gram
Massa Total Campuran : gram
Jenis Katalis :
Massa Katalis : gram / mL
Jenis Buffer :
Massa Buffer : gram
Berat Piknometer Kosong : gram
Berat Piknometer + Aquadest : gram
Waktu Refluks : detik / menit / jam
Konsentrasi Asam Sulfat : N
A
= … g/cm3
...gram − ...gram
= ...cm3
= … g/cm3
𝑀.𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟+𝑟𝑒𝑠𝑖𝑛 − 𝑀.𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
b. Resin 8, ρ = 𝑉 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
...gram − ...gram
= ...cm3
= … g/cm3
CH2O = … g/100 mL
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐶𝐻2 𝑂 𝐵𝑀 𝐹𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑑𝑒ℎ𝑖𝑑 (𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐻2 𝑆𝑂4 −𝑉 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)𝑥 𝑁 𝐻2 𝑆𝑂4 𝑥 100
b. Sampel, 1 = =
100 𝑚𝐿 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
CH2O = … g/100 mL
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐶𝐻2 𝑂 𝐵𝑀 𝐹𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑑𝑒ℎ𝑖𝑑 (𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐻2 𝑆𝑂4 −𝑉 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)𝑥 𝑁 𝐻2 𝑆𝑂4 𝑥 100
c. Sampel, 2 = =
100 𝑚𝐿 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
CH2O = … g/100 mL
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐶𝐻2 𝑂 𝐵𝑀 𝐹𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑑𝑒ℎ𝑖𝑑 (𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐻2 𝑆𝑂4 −𝑉 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)𝑥 𝑁 𝐻2 𝑆𝑂4 𝑥 100
d. Sampel, 3 = =
100 𝑚𝐿 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
CH2O = … g/100 mL
CH2O = … g/100 mL
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐶𝐻2 𝑂 𝐵𝑀 𝐹𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑑𝑒ℎ𝑖𝑑 (𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐻2 𝑆𝑂4 −𝑉 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)𝑥 𝑁 𝐻2 𝑆𝑂4 𝑥 100
f. Sampel, 5 = =
100 𝑚𝐿 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
CH2O = … g/100 mL
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐶𝐻2 𝑂 𝐵𝑀 𝐹𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑑𝑒ℎ𝑖𝑑 (𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐻2 𝑆𝑂4 −𝑉 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)𝑥 𝑁 𝐻2 𝑆𝑂4 𝑥 100
h. Sampel, 7 = =
100 𝑚𝐿 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
CH2O = … g/100 mL
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐶𝐻2 𝑂 𝐵𝑀 𝐹𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑑𝑒ℎ𝑖𝑑 (𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐻2 𝑆𝑂4 −𝑉 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)𝑥 𝑁 𝐻2 𝑆𝑂4 𝑥 100
i. Sampel, 7 = =
100 𝑚𝐿 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
...
ln = k ...
...
k = …/ menit
b. Sampel 1
𝐶𝑎0
𝑙𝑛 = 𝑘𝑥𝑡
𝐶𝑎
...
ln = k ...
...
k = …/ menit
c. Sampel 2
𝐶𝑎0
𝑙𝑛 = 𝑘𝑥𝑡
𝐶𝑎
...
ln = k ...
...
k = …/ menit
d. Sampel 3
𝐶𝑎0
𝑙𝑛 = 𝑘𝑥𝑡
𝐶𝑎
...
ln = k ...
...
k = …/ menit
e. Sampel 4
𝐶𝑎0
𝑙𝑛 = 𝑘𝑥𝑡
𝐶𝑎
...
ln = k ...
...
k = …/ menit
f. Sampel 5
𝐶𝑎0
𝑙𝑛 = 𝑘𝑥𝑡
𝐶𝑎
...
ln = k ...
...
k = …/ menit
g. Sampel 6
𝐶𝑎0
𝑙𝑛 = 𝑘𝑥𝑡
𝐶𝑎
...
ln = k ...
...
k = …/ menit
h. Sampel 7
𝐶𝑎0
𝑙𝑛 = 𝑘𝑥𝑡
𝐶𝑎
...
ln = k ...
...
k = …/ menit
i. Sampel 8
𝐶𝑎0
𝑙𝑛 = 𝑘𝑥𝑡
𝐶𝑎
...
ln = k ...
...
k = …/ menit
1 1
− = k ...
... ...
k = … / menit
b. Sampel 1
1 1
− 𝐶𝑎0 = 𝑘 𝑥 𝑡
𝐶𝑎
1 1
− = k ...
... ...
k = … / menit
c. Sampel 2
1 1
− = 𝑘𝑥𝑡
𝐶𝑎 𝐶𝑎0
1 1
− = k ...
... ...
k = … / menit
d. Sampel 3
1 1
− 𝐶𝑎0 = 𝑘 𝑥 𝑡
𝐶𝑎
1 1
− = k ...
... ...
k = … / menit
e. Sampel 4
1 1
− 𝐶𝑎0 = 𝑘 𝑥 𝑡
𝐶𝑎
1 1
− = k ...
... ...
k = … / menit
f. Sampel 5
1 1
− 𝐶𝑎0 = 𝑘 𝑥 𝑡
𝐶𝑎
1 1
− = k ...
... ...
k = … / menit
g. Sampel 6
1 1
− 𝐶𝑎0 = 𝑘 𝑥 𝑡
𝐶𝑎
1 1
− = k ...
... ...
k = … / menit
h. Sampel 7
1 1
− 𝐶𝑎0 = 𝑘 𝑥 𝑡
𝐶𝑎
1 1
− = k ...
... ...
k = … / menit
i. Sampel 8
1 1
− 𝐶𝑎0 = 𝑘 𝑥 𝑡
𝐶𝑎
1 1
− = k ...
... ...
k = … / menit