KEBISINGAN INDIVIDU
Disusun oleh :
Dosen pengampu :
2023
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam bekerja, tentu ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan menyangkut
keamanan dan keselamatan kerja. Diantaranya adalah faktor fisika, biologi, kimia,
psikologi hingga ergonomi. Kali ini kita akan membahas tentang salah satu bahaya yang
bersumber dari faktor fisika, yaitu kebisingan. Pada kenyataannya, kebisingan berupa
bunyi atau suara yang ditimbulkan tanpa dikehendaki ini memang dapat mengganggu
kesehatan dan keselamatan saat bekerja.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.5 tahun 2018
tentang Keselamatan dan Kesehatan Lingkungan Kerja Nilai Ambang Batas adalah standar
faktor bahaya di Tempat Kerja sebagai kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu (time
weighted average) yang dapat diterima Tenaga Kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau
gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari
atau 40 jam seminggu (PMK RI No.5 Tahun 2018 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja Lingkungan Kerja, 2018). Paparan kebisingan di atas Nilai Ambang Batas (NAB)
yaitu 85 dBA dalam kurun waktu 8 jam dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan
keselamatan kerja salah satunya yaitu terganggunya produktivitas kerja.
Sumber kebisingan yang dihasilkan oleh mesin praktek di bengkel dapat
mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja, para tenaga kerja terpapar kebisingan
selama 8 jam per hari di lingkungan kerja bengkel sheet metal, Politeknik Perkapalan
Negeri Surabaya. Faktor kebisingan di area lingkungan kerja (bengkel sheet metal) dapat
menyebabkan munculnya potensi risiko lainnya seperti gangguan stress, percepatan denyut
nadi, peningkatan tekanan darah, kestabilan emosional, gangguan komunikasi dan
penurunan motivasi kerja (Kunto, 2008). Kebisingan berpotensi mempengaruhi
kenyamanan dan kesehatan operator yang bekerja di dalam lingkungan bengkel.
Kondisi lingkungan tempat bekerja harus mampu memberikan jaminan keamanan
dan kesehatan bagi seluruh karyawannya (Mohammadi, 2014). Tarwaka, (2008)
mengemukakan bahwa potensi munculnya bahaya atau timbulnya penyakit akibat kerja
yang dapat mempengaruhi kesehatan karyawan sering muncul dari tempat bekerja. Salah
satu gangguan terhadap kesehatan pekerja yang disebabkan oleh potensi bahaya fisik
adalah kebisingan dengan intensitas tinggi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana melakukan pengukuran individu menggunakan sound level meter?
2. Bagaimana cara menghitung dan menganalisis perhitungan kebisingan?
3. Bagaimana cara melakukan pengendalian jika tingkat kebisingan melebihi Nilai
Ambang Batas (NAB)?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui cara melakukan pengukuran individu menggunakan sound level
meter.
2. Mengetahui cara menghitung dan menganalisis perhitungan kebisingan.
3. Mengetahui cara melakukan pengendalian jika tingkat kebisingan melebihi Nilai
Ambang Batas (NAB).
2.1 KEBISINGAN
Kebisingan merupakan salah satu penyebab Penyakit Akibat Kerja (PAK) faktor
fisik berupa bunyi yang dapat menimbulkan kerusakan pada pedengaran seorang pekerja.
Dalam Permenaker No. 05 Tahun 2018, kebisingan adalah semua suara yang tidak
dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang
berada pada titik tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Alat kerja dan mesin-
mesin yang digunakan pada aktivitas kerja berpotensi menimbulkan suara bising. Hal ini
berdampak negatif terhadap para pekerja yang berada di area tersebut, yang mendengarkan
kebisingan selama jam kerja berlangsung setiap harinya. Apabila tidak diperhatikan akan
berdampak pada kesehatan para pekerja sehingga berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.KEP/51/MEN/1999 zona kebisingan
dibedakan menjadi tiga, yaitu:
Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh pajanan yang
ada di lingkungan kerja. Gangguan pendengaran merupakan salah satu penyakit akibat
kerja. Lingkungan kerja yang bising merupakan salah satu dampak dari sektor industri yang
menjadi penyebab tersering terjadinya gangguan pendengaran (Hearing Loss). Di seluruh
dunia, 16 % hearing loss pada orang dewasa disebabkan lingkungan kerja yang bising.2
Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss) adalah penurunan
pendengaran atau tuli akibat bising yang melebihi nilai ambang batas (NAB) di lingkungan
kerja. NAB menurut Kepmenaker No. per-51/ MEN/ 1999, ACGIH, 2008 dan SNI 16-
7063-2004 adalah 85 dB untuk pekerja yang sedang bekerja selama 8 jam perhari atau 40
jam perminggu. Kebisingan yang melebihi ambang batas bila tidak ada pengendalian,
dapat menyebabkan gangguan pendengaran berupa ketulian akibat bising serta keluhan
tinitus yaitu telingan terasa berdenging.
Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya NIHL ialah intesitas bising,
frekuensi, lama pajanan perhari, masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang
dapat menimbulkan ketulian. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah
pajanan energi bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat. Dalam
terjadinya NIHL biasanya bising tidak muncul sebagai faktor pajanan tunggal, tetapi dapat
juga dipengaruhi oleh pajanan lain. Beberapa faktor yang berinteraksi dengan bising
adalah:
• Faktor internal: usia, aterosklerosis, hipertensi, gangguan telinga tenga dan proses
penuaan.
• Faktor eksternal: suhu abnormal, getaran, obat atau zat ototoksik
PERMENAKER No. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) faktor fisik
dan kimia di tempat kerja, menjelaskan bahwa kebisingan NAB sebesar 85 dBA adalah batas
tingkat kebisingan tertinggi yang dapat diterima untuk pekerja untuk bekerja tanpa sakit. atau
gangguan kesehatan dengann jam kerja tidak lebih dari 8 jam per hari atau 40 jam per minggu
sehari-hari. Standar kebisingan berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.
PER.13/MEN/X/2011 adalah sebagai berikut:
8 Jam 85
4 88
2 91
1 94
30 Menit 97
15 100
7,5 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112
14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
Berikut ini adalah standar kebisingan menurut Occupational Safety and Health
Administration (OSHA).
80 25 24 - 106 - 3 45
81 20 10 - 107 - 2 59
82 16 - - 108 - 2 22
83 12 42 - 109 - 1 53
84 10 5 - 110 - 1 29
85 8 - - 111 - 1 11
86 6 21 - 112 - - 56
87 5 2 - 113 - - 45
88 4 - - 114 - - 35
89 3 10 - 115 - - 28
90 2 31 - 116 - - 22
91 2 - - 117 - - 18
92 1 35 - 118 - - 14
93 1 16 - 119 - - 11
94 1 - - 120 - - 9
95 - 47 37 121 - - 7
96 - 37 48 122 - - 6
97 - 30 - 123 - - 4
98 - 23 49 124 - - 3
99 - 18 59 125 - - 3
100 - 15 - 126 - - 2
101 - 11 54 127 - - 1
102 - 9 27 128 - - 1
103 - 7 30 129 - - 1
105 - 4 43 - - - -
DND ≤ 1 (Aman)
𝑪𝟏 𝑪𝟐 𝑪𝒏
Rumus DND = 𝑻𝟏 + 𝑻𝟐 + ⋯ + 𝑻𝒏
Sound Level Meter (SLM) adalah alat ukur dengan basis pengukuran elektronik,
berfungsi mengukur kebisingan antara 30-130 dB dalam satuan dB (A) dari frekuensi 20-
20.000 Hz (Buchla & Mc Lahlan, 1992). Sound Level Meter (SLM) sendiri memiliki
rangkaian atau komponen utama yaitu sensor microphone. Microphone adalah sejenis
transducer yang dapat menangkap sinyal suara di sekitar jangkauan sensor dan
mengubahnya menjadi energi listrik (sinyal audio) (Gunawan, 2010).
Gambar 2. Alat ukur kebisingan (Sound Level Meter)
BAB 3
METODE PRAKTIKUM
1. Aktifkan SNL, pilih respon time (pilih F atau S) dan weighting (function switch) yang
diinginkan. Untuk respon time agar dapat menangkap tinggi suara tertinggi pilih F, dan
untuk tinggi suara rata-rata pilih S. untuk weighting, pilih A untuk general sound, dan
C untuk suara dari material akustik.
4. Jika MAX yang dipilih, hasil yang tertera adalah level kebisingan maksimum.
5. Jika HOLD yang dipilih, maka hasil tertera akan ditahan agar tidak berubah. Untuk
keluar dari mode ini, tekan HOLD sekali lagi.
Mulai
Menentukan objek
Melakukan pengukuran
A
A
Analisa hasil
pengukuran tersebut
Selesai
BAB 4
b. Responden kedua
Nama Waktu Aktivitas Intensitas kebisingan Durasi
respoden pengukuran papar
1 2 3 4 x̄ /max
an
4.2 PERHITUNGAN
a. Responden 1
Bengkel Sheet Metal = 382,9 dB selama 2,5 jam
• Perhitungan DnD
𝐶1
𝐷𝑛𝐷 =
𝑇1
𝐷𝑛𝐷 = 0,3125
0,3125 ≤ 1 (aman)
o Menurut NIOSH
𝐶1
𝐷𝑛𝐷 = 𝑇1
𝐷𝑛𝐷 = 0,098
b. Responden 2
Bengkel Sheet Metal = 382,9 dB selama 2,5 jam
• Perhitungan DnD
o Menurut Permenaker 5/2018
𝐶1
𝐷𝑛𝐷 =
𝑇1
𝐷𝑛𝐷 = 0,3125
0,3125 ≤ 1 (aman)
o Menurut NIOSH
𝐶1
𝐷𝑛𝐷 = 𝑇1
𝐷𝑛𝐷 = 0,098
Berdasarkan ilmu Hygiene Industry, terdapat empat tahapan AREP yakni, Antisipasi,
Rekognisi, Evaluasi, dan Pengendalian yang digunakaan untuk menuju zero accident.
a. Tahap Antisipasi
Pada tahap antisipasi pada umumnya digunakan untuk memprediksi potensi bahaya
yang ada di tempat yang bersangkutan. Dalam melakukan pengambilan data untuk
keperluan praktikum tersebut. Kondisi cukup ramai, namun bisa juga berpotensi adanya
bahaya kebisingan tanpa diduga yang dapat membahayakan kesehatan. Hasil yang
diperoleh, yaitu diperkirakan bengkel tersebut memiliki potensi bahaya kebisingan
sedang, Karena di dalam bengkel tersebut terdapat banyak mesin untuk membubut dan
terdapat juga banyak aktivitas fisik seperti menggergaji pipa logam dan sebagainya.
Dampak bahaya yang mungkin ditimbulkan, yaitu gangguan pendengaran.
b. Tahap Rekognisi
Pada tahap rekognisi biasanya dilakukan pengenalan bahaya menggunakan metode
yang sistematis sehingga dihasilkan suatu laporan yang objektif. Ketika melakukan
pengambilan data, ditemukan adanya kebisingan berupa suara mesin saat mengikir,
suara mesin Drill, dan suara gerindra yang berbunyi. Hal tersebut menimbulkan hasil
pengukuran yang cukup tinggi. Pada tahap ini alat yang digunakan dalam pengukuran
kebisingan adalah sound level meter. Hasil yang dieproleh setelah melakukan
pengukuran menunjukan angka kebisingan berkisar mulai dari 70-85 dB.
c. Tahap Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk menilai bahaya pada pekerja dengan menggunakan standar
yang berlaku. Untuk itu, maka dilakukan perhitungan nilai kebisingan dengan
menggunakan DnD dan ditemukan bahwa hasil nilai kebisingan masih di bawah dan
tidak lebih dari 1 yang berarti kondisi tersebut masih aman.
d. Tahap Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan. Pada praktikum
yang telah dilakukan, didapatkan hasil yang tidak memerlukan pengendalian bahaya.
Hal tersebut dikarenakan nilai kebisingan masih berada atau sama dengan NAB yang
artinya aman. Maka dalam kondisi ini tidak diperlukan tahap pengendalian. Meskipun
begitu, hal ini tetap harus diperhatikan karena pada hari-hari tertentu kondisi bengkel
akan sangat padat dan ramai digunakan untuk praktikum oleh mahasiswa PPNS.
BAB 5
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu
bahwa untuk mengukur kebisingan dapat dilakukan menggunakan alat sound meter level
dengan cara mengikuti prosedur penggunaan alat dengan benar dan langkah-langkah
pengukuran yang sesuai dengan keperluan kita. Setelah mendapatkan data nilai kebisingan
dari pengukuran selama 2,5 jam yang memiliki satuan dBA, analisis dan perhitungan dapat
dilakukan dengan cara menggunakan rumus DND (Daily Noise Dose) untuk mengetahui
apakah kebisingan dari ruangan yang diukur masih dalam Nilai Ambang Batas (NAB) atau
tidak, dengan ketentuan jika nilai DND ≤ 1 maka dapat dikatakan ruangan tersebut aman
dari kebisingan. Berdasarkan perhitungan praktikum didapatkan nilai DND sebesar ≤ 1
(menggunakan acuan Permenaker No. 5 Tahun 2018) dan nilai DND sebesar ≤1
(menggunakan acuan NIOSH) yang artinya ruangan tersebut masih aman dari kebisingan.
Setelah itu, jika tingkat kebisingan melebihi NAB maka dapat dilakukan pengendalian
menggunakan hierarki pengendalian, antara lain Eliminasi, Substitusi, Rekayasa Teknik,
Pengendalian Administrasi, dan Manajemen APD. Cara mengendalikan kebisingan dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut.
Farisky, A.M. and Koesyanto, H., 2021. Hubungan Kebisingan Terhadap Produktivitas Kerja
Pada Area Produksi Di PT. Alis Jaya Ciptatama, Ceper, Klaten. Indonesian Journal of
Public Health and Nutrition, 1(3), pp.456-461.
Hendrawan, A., 2020, January. Analisa Tingkat Kebisingan Kamar Mesin Pada Kapal.
In WIJAYAKUSUMA Prosiding Seminar Nasional (Vol. 1, No. 1, pp. 10-15).
Jamaludin, J., Suriyanto, S., Adiansyah, D. and Sucahyo, I., 2014. Perancangan dan
Implementasi Sound Level Meter (SLM) dalam Skala Laboratorium Sebagai Alat Ukur
Intensitas Bunyi. Jurnal Penelitian Fisika Dan Aplikasinya (JPFA), 4(1), pp.42-46.
Kholik, H.M. and Krishna, D.A., 2012. Analisis tingkat kebisingan peralatan produksi terhadap
kinerja karyawan. Jurnal Teknik Industri, 13(2), pp.194-200.
Mayasari, D. and Khairunnisa, R., 2017. Pencegahan noise induced hearing loss pada pekerja
akibat kebisingan. Jurnal Agromedicine, 4(2), pp.354-360.
SYAH, P.B., 2016. Faktor yang Mempengaruhi Noise Induced Hearing Loss dan Tinitus pada
Pekerja Bengkel Mesin Terpapar Bising di PT DOK dan Perkapalan Surabaya (Doctoral
dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).
Rimantho, D. and Cahyadi, B., 2015. Analisis kebisingan terhadap karyawan di lingkungan
kerja pada beberapa jenis perusahaan. Jurnal Teknologi, 7(1), pp.21-27.
LAMPIRAN
A. LAPORAN SEMENTARA
B. DOKUMENTASI
Tugas Pendahuluan
0522040045
K32B
• Noise dosimeter adalah alat yang dapat mengukur intensitas kebisingan yang
diterima pekerja selama masa kerjanya yang berpindah-pindah.
3. Apa langkah yang harus dilakukan jika ruang kerja terdapat sumber bunyi bising dan tidak
dapat dimatikan/dihentikan ?
• Eliminasi yaitu dengan cara menghilangkan bahan atau proses kerja yang berbahaya
• Substitusi dengan cara mengganti bahan atau proses dengan yang lebih aman,
isolasi dengan cara memisahkan pekerja dengan sumber bahaya
• Engineering dengan cara membuat atau merekayasa mesin yang membahayakan
pekerja seperti pemberian pelindung pada mesin
• Administratif dengan cara job rotation
• Pemberian alat pelindung diri untuk pekerja.
ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN PERALATAN PRODUKSI
TERHADAP KINERJA KARYAWAN
Laman: mujayinkholik@yahoo.co.id
ABSTRAK
Penggunaan mesin dan alat kerja yang mendukung proses produksi berpotensi menimbulkan suara kebisingan.
Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu atau membahayakan kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh tingkat kebisingan terhadap kinerja karyawan. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara ob������������������������������������������������������������������������������������������
servasi langsung dan kuesioner kepada pekerja di beberapa titik sampling. Pengolahan data
menggunakan uji t test untuk mengetahui tingkat kebisingan dan analisis regresi linier sederhana untuk mengetahui
pengaruh tingkat kebisingan terhadap kinerja karyawan. Dari pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan
uji t maka dapat ditarik kesimpulan bahwa level kebisingan di area kerja Power Plant II menunjukkan perbedaan yang
signifikan dengan Nilai Ambang Batas (NAB) yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu sebesar 98,599 dB. Sedangkan
NAB yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk area kerja (Industri) adalah sebesar 85 dB. Hasil analisis regresi
menunjukkan ����������������������������������������������������������������������������������������������������������
diperoleh t hitung sebesar 10,227 lebih besar dibandingkan t tabel sebesar 2,013. Nilai signifikansi juga
sebesar 0 lebih kecil dibandingkan a sebesar 0,05����������������������������������������������������������������������
. Hasil ini menunjukkan bahwa kebisingan di area kerja Power Plant II
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
ABSTRACT
Machines and tools was used to support the production process have the potential effect to cause noise. Noise is
the unwanted sound that interfere and endanger health. This research aimed to analyze the effect of noise level on the
performance of the employees. Data collection was done by doing direct observation and questionnaires to workers in some
sampling points. Processing data using the t test to determine noise level and simple linear regression to determine the
effect of noise level on employee performance. Conclusion from data processing it was known that the noise level in the work
area Power Plant II showed significant differences with the Threshold Limit Value (TLV) set by the government namely
98.599dB (A), while TLV set by the government for the work area (Industry) is approximately 85 dB (A). Results of simple
linear regression analysis indicate that the value of t test was 10.227, this value was greater than t table namely 2.013. Value
of significant level is 0.000 less than a 0.05. These results indicate that the noise in the work area Power Plant II had a
significant impact on employee performance.
Key words: noise, machine and work tool, simple linear regression, employee performance
194
dibina dan dikembangkan untuk meningkatkan data kebisingan pada tiap lantai di area kerja Power
produktifitasnya. Karyawan yang sehat berdampak Plant II Pertamina RU V Balikpapan. Wawancara
pada proses produksi di����������������������
perusahaan. Karyawan dilakukan kepada pekerja Pertamina di bagian
yang sehat akan mendukung proses produksi dapat Utilities (Power Plant II) guna mendapatkan data-data
berjalan dan berkembang lancar, berkesinambungan, yang diperlukan seperti jumlah ���������������������������
karyawan, Peraturan
tidak terganggu oleh kejadian kecelakaan. Karyawan HSE (Health, Safety, Enviromental) di lingkungan
yang sehat adalah faktor penentu yang vital Pertamina RU V dan informasi lokasi yang
untuk pertumbuhan perusahaan. Dharma�������� (2003) berpotensi bising. Sedangkan kuisioner diberikan
mengemukakan bahwa rangsangan suara yang kepada�������������������������������������������
pekerja Pertamina yang berhubungan dengan
berlebihan atau tidak dikehendaki (bising), yang peralatan produksi untuk mengetahui apakah ada
dijumpai diperusahaan akan mempengaruhi fungsi pengaruh kebisingan terhadap kinerja pekerja.
pendengaran. Berbagai faktor seperti intensitas, Data yang digunakan pada penelitian ini meliputi
frekuensi, jenis atau irama bising, lama pemajanan data tingkat kebisingan, yang didapatkan dengan
serta antar waktu istirahat dalam dua periode melakukan pengukuran tingkat kebisingan dengan
pemajanan sangat menentukan dalam proses bantuan alat Sound Level Meter ‘NICETY’ SL811
terjadinya ketulian atau kurang pendengaran akibat dengan jarak pengukuran 0,5 - 1 meter dari titik
bising. Demikian juga faktor kepekaan tiap pekerja sampling pengukuran. Titik sampling ini dipilih
seperti misalnya umur, pemajanan kebisingan karena memiliki potensi kebisingan yang cukup
sebelumnya, kondisi kesehatan, penyakit telinga tinggi, dimana banyak mesin – mesin yang beroperasi
yang pernah diderita, perlu pula dipertimbangkan 24 jam tanpa henti. Adapun mesin tersebut seperti
dalam menentukan gangguan pendengaran akibat Turbine Generator, Boiler Feed Water, Air Cooler
bising. Turbine Generator, Condensate Pump Turbine
Alat kerja dan mesin-mesin yang digunakan pada Generator, hingga Deaerator. Selanjutnya dilakukan
aktivitas kerja berpotensi menimbulkan suara bising. pengumpulan data��������������������������������
melalui kuesioner yang disebar
Hal ini berdampak negatif terhadap para pekerja pada 50 orang karyawan guna mengetahui seberapa
yang berada di area tersebut, yang mendengarkan besar pengaruh kebisingan terhadap kinerja
kebisingan selama jam kerja berlangsung setiap karyawan yang berada di area kerja Power Plant II.
harinya. Apabila tidak diperhatikan akan berdampak Uji t digunakan untuk menguji apakah level
pada kesehatan para pekerja sehingga berpengaruh kebisingan di area kerja Power Plant II Pertamina
terhadap kinerja karyawan. Mangkunegara (2000) RU V Balikpapan sudah sesuai standar yang
menyatakan kinerja adalah hasil kerja secara ditetapkan yaitu sebesar 85 dB (A). ������������� Ambang batas
kualitas dan kuantitas oleh seorang pegawai dalam keamanan yang direkomendasikan oleh Occupational
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung Safety and Health Admistration (OSHA) dan
jawab yang diberikan kepadanya. Kualitas yang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan mengacu
dimaksud adalah kehalusan, kebersihan dan pada Keputusan Menteri Karyawan No. KEP-51/
ketelitian dari segi hasil pekerjaan. Sedangkan MEN/1999, tentang baku mutu tingkat kebisingan,
kuantitas diukur dari jumlah pekerjaan yang yaitu intensitas bising rata-rata tidak lebih dari 85
diselesaikan karyawan. Selain itu kinerja juga dB (A) selama 8 jam per hari atau 40 jam per minggu.
dapat diartikan sebagai suatu hasil dari usaha Rumus uji t yang digunakan adalah sebagai berikut
seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan Rumus (Sugiyono,2007):
uji t yang digunakan adalah
dan perbuatan dalam situasi tertentu. Sehingga
kinerja tersebut merupakan hasil keterkaitan xP
t .................................................................................
(1)
antara usaha, kemampuan dan deskripsi pekerjaan. s
Kinerja karyawan akan menurun apabila terganggu n
kesehatannya dan merasa tidak aman dalam
bekerja. Keterangan:
: rata-rata x
METODE m : nilai yang dihipotesiskan
Penelitian dilakukan pada area kerja Power s : simpangan baku
Plant II PT PERTAMINA (Persero) Refinery Unit V n : jumlah anggota sampel
Balikpapan. Metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data dilakukan dengan 3 cara yaitu Apabila diperoleh t hitung lebih besar t tabel
dengan Studi
����������������
Lapangan (observasi), wawancara dan maka H0 ditolak. Sebaliknya, apabila t hitung lebih
kuisioner. Observasi dilakukan guna mendapatkan kecil sama dengan t tabel maka H0 diterima. Bila
196 Jurnal Teknik Industri, Vol. 13, No. 2, Agustus 2012: 194–200
sampai dihadapkan pada tingkat suara setinggi Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 4 dapat
itu. Intensitas suara 90�������������������������
-������������������������
95 dB (A) dapat merusak disimpulkan bahwa semua item pada variabel kinerja
pendengaran. Tingkat kebisingan yang dialami karyawan (Y) valid, karena hubungan antar skor tiap
secara terus menerus oleh karyawan di area kerja item dengan skor total mempunyai r hitung yang lebih
Power Plant II dapat mengganggu kesehatan, besar dibandingkan r tabel atau nilai signifikan lebih
kenyamanan, serta dapat menimbulkan ketulian kecil dibandingkan a sebesar 0,05. Sedangkan nilai
bagi para karyawan. alpha cronbach yang didapatkan sebesar 0,9245 lebih
Data hasil kuesioner karyawan kemudian besar dari 0,6 sehingga variabel kinerja karyawan
dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas masing�- (Y) dapat dikatakan reliabel.
masing variabel penelitian. Pengujian ini dilakukan Berdasarkan data������������������������
melalui kuesioner yang
sebagai langkah awal untuk mengetahui apakah disebar pada 50 orang karyawan guna mengetahui
data kuesioner yang sudah didapatkan tersebut seberapa besar pengaruh kebisingan terhadap
bisa diproses untuk pengolahan data selanjutnya. kinerja karyawan yang berada di area kerja Power
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Plant II. Dari hasil kuesioner didapatkan hasil
software SPSS dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel bahwa terdapat gangguan pada indikator psikologis,
3 dan Tabel 4. indikator komunikasi dan indikator fisikologis akibat
kebisingan. Pada indikator
�������������������������������
gangguan psikologis,
Tabel 3. Rekapitulasi Uji Validitas dan Reliabilitas mayoritas responden menyatakan sangat setuju
Variabel Kebisingan (X) bahwa kebisingan yang ditimbulkan alat kerja
dan mesin di wilayah kerja membuat responden
Koefisien
Hubungan Korelasi r tabel Sig. Keterangan menjadi orang yang mudah kaget, membuat kurang
(r hitung) konsentrasi, membuat mudah lelah dan membuat
X1 – X 0,663 0,279 0,000 Valid cepat marah. Pada indikator gangguan komunikasi,
X2 – X 0,583 0,279 0,000 Valid mayoritas responden menyatakan sangat setuju
X3 – X 0,815 0,279 0,000 Valid bahwa kebisingan yang ditimbulkan alat kerja dan
X4 – X 0,661 0,279 0,000 Valid mesin di wilayah kerja membuat responden sering
X5 – X 0,599 0,279 0,000 Valid berteriak di area kerja bila berkomunikasi, dan sering
X6 – X 0,676 0,279 0,000 Valid
terjadi salah komunikasi. Pada indikator gangguan
X7 – X 0,676 0,279 0,000 Valid
fisikologis, mayoritas responden menyatakan
X8 – X 0,508 0,279 0,000 Valid
X9 – X 0,524 0,279 0,000 Valid
setuju dan sangat setuju bahwa kebisingan yang
X10 – X 0,574 0,279 0,000 Valid ditimbulkan alat kerja dan mesin di wilayah kerja
Nilai alpha cronbach = 0,8290 Reliabel membuat pendengaran responden kurang jelas,
mudah pusing/sakit kepala, sering mual, dan sering
Berdasarkan hasil pengujian yang disajikan pada sesak nafas. Hal ini didukung oleh penelitian Fiedihal
Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa semua item pada (2007) yang menyatakan bahwa kebisingan dapat
variabel kebisingan (X) valid, karena hubungan antar mempengaruhi faktor psikologis, komunikasi dan
skor tiap item dengan skor total mempunyai r hitung fisikologis.
yang lebih besar dibandingkan r tabel atau signifikan Kinerja karyawan dilihat dari beberapa indikator
lebih kecil dibandingkan� a ������������������������
sebesar 0,05. Sedangkan yaitu indikator kuantitas, kualitas dan waktu.
nilai alpha cronbach yang didapatkan sebesar 0,8290 Pada indikator kuantitas, mayoritas responden
lebih besar dari 0,6 sehingga variabel kebisingan (X) menyatakan cukup setuju bahwa responden mampu
dapat dikatakan reliabel. menyelesaikan pekerjaan sesuai target, dan tidak
setuju bahwa responden mampu menyelesaikan
Tabel 4. Rekapitulasi Uji Validitas dan Reliabilitas pekerjaan dengan hasil yang konsisten sesuai
Variabel ��������������������
Kinerja Karyawan (Y) standar. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja
karyawan di area kerja Power Plant II dalam segi
Koefisien
kuantitas masih kurang baik. Hal in disebabkan
Hubungan Korelasi r tabel Sig. Keterangan
(r hitung) karena pengaruh kebisingan yang setiap hari mereka
Y1 – Y 0.857 0.279 0.000 Valid alami mengganggu konsentrasi karyawan dalam
Y2 – Y 0.912 0.279 0.000 Valid menyelesaikan pekerjaan, sehingga pekerjaan yang
Y3 – Y 0.892 0.279 0.000 Valid dihasilkan tidak sesuai target dan tidak konsisten.
Y4 – Y 0.788 0.279 0.000 Valid Pada indikator kualitas, mayoritas responden
Y5 – Y 0.849 0.279 0.000 Valid menyatakan cukup setuju bahwa kualitas kerja
Y6 – Y 0.883 0.279 0.000 Valid yang dihasilkan sudah sesuai dengan standar
Nilai alpha cronbach = 0.9245 Reliabel kualitas yang ditetapkan perusahaan, dan responden
Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Data Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Uji Analisis Regresi Linier
Sederhana
Kolmogorof Smirnov sig. Keterangan
0,740 0,644 Normal Koefisien t t
Variabel Sig. Keterangan
Regresi hitung tabel
Konstanta 47,156
Pengujian multikolinieritas bertujuan untuk
X -0,679 5,391 2,013 0,000 Tolak Ho
menguji apakah model regresi ditemukan adanya
R 0,614
korelasi antar variabel bebas. Hasil pengujian R Square 0,377
multikolinieritas pada masing-masing variabel bebas F hitung 29,059
disajikan pada Tabel
��������������������������������
6.������������������������
Berdasarkan hasil pada F tabel (1,48; 0.05) 4,04
Tabel 6 dapat
�����������������������������������������
diketahui bahwa nilai VIF variabel Sig. 0,000
bebas lebih kecil dibandingkan 10, sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas antar Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa
variabel bebas dalam model regresi. koefisien korelasi (R) sebesar 0,614 menunjukkan
bahwa hubungan antara variabel kebisingan (X)
Tabel 6. Hasil Uji Multikolinieritas terhadap variabel kinerja karyawan (Y) kuat.
Variabel Bebas VIF Keterangan Besarnya sumbangan variabel kebisingan (X)
X 1,000 non multikolinieritas terhadap variabel kinerja karyawan (Y) dapat dilihat
dari R Square sebesar 0,377 atau 37,7%. Angka
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah tersebut menunjukkan bahwa kebisingan (X) yang
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance digunakan dalam persamaan regresi ini memberikan
dari residual satu pengamatan ke pengamatan kontribusi terhadap variabel kinerja karyawan
yang lain. Hasil pengujian heteroskedastisitas (Y) sebesar 37,7%. Sedangkan sisanya yaitu 62,3%
198 Jurnal Teknik Industri, Vol. 13, No. 2, Agustus 2012: 194–200
merupakan kontribusi dari variabel lain yang tidak Faktor kebisingan di lingkungan kerja berpengaruh
masuk dalam penelitian ini. terhadap kinerja kar yawan. Dalam usaha
Melalui hasil pengolahan data kebisingan dan mendapatkan kinerja karyawan yang tinggi, maka
kinerja karyawan dengan menggunakan analisis faktor kebisingan harus diperhatikan, agar sesuai
regresi linier sederhana dihasilkan persamaan dengan batasan kemampuan pendengaran. Hidayah
regresi linier. Persamaan regresi linier sederhana dkk������������������������������������������
. (2007) dalam penelitiannya mengemukakan
pengaruh kebisingan terhadap kinerja karyawan pada bahwa kebisingan mempengaruhi produktivitas
output SPSS dapat dilihat melalui Unstandardized operator. Dengan semakin tinggi tingkat kebisingan
Coefficients B dan persamaan yang dihasilkan adalah maka akan menurunkan tingkat produktivitas.
sebagai berikut:
Y = 47,156 – 0,679 X SIMPULAN
Dari pengolahan data yang telah dilakukan
Intercept yang didapatkan sebesar 47,156
dengan menggunakan uji t maka dapat ditarik
dan bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa
kesimpulan bahwa level kebisingan di area kerja
apabila tidak ada kebisingan di area Power Plant II
Power Plant II menunjukkan perbedaan yang
PT. PERTAMINA (Persero) Refinery Unit V, maka
signifikan dengan Nilai Ambang Batas (NAB) yang
kinerja karyawan sebesar 47�������������������
,156���������������
. Nilai 47,156
telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu sebesar
menunjukkan bahwa rata-rata kinerja karyawan
98,599 dB (A). Sedangkan NAB yang telah ditetapkan
sudah baik apabila tidak ada gangguan kebisingan
oleh pemerintah untuk area kerja (Industri) adalah
yang ada di area kerja mereka.
sebesar 85 dB (A). Hasil analisis regresi linier
Koefisien regresi variabel kebisingan (X) sebesar
sederhana menunjukkan bahwa kebisingan di
- 0,679, yang berarti bahwa variabel kebisingan (X)
area kerja Power Plant II berpengaruh signifikan
memberikan pengaruh negatif terhadap kinerja
terhadap kinerja karyawan. Hal ini ditunjukkan
karyawan (Y). Hal itu juga menunjukkan bahwa
dari���������������������������������������������������
hasil pengujian analisis regresi linier sederhana
setiap peningkatan kebisingan, maka kinerja
melalui uji t, diperoleh t hitung sebesar 10,227 lebih
karyawan di area Power Plant PT. PERTAMINA
besar dibandingkan t tabel sebesar 2,013 atau angka
(Persero) Refinery Unit V akan menurun sebesar
sig. sebesar 0 lebih kecil dibandingkan a sebesar
0,679. Angka ini menunjukkan bahwa adanya
0,05���������������������������������������������
. Kebisingan pada area kerja juga memberikan
kebisingan yang mengganggu di area Power
beberapa efek Hasil ini mendukung beberapa
Plant PT. PERTAMINA (Persero) Refinery Unit
penelitian terdahulu mengenai pengaruh tingkat
V mempengaruhi penurunan kinerja karyawan.
kebisingan terhadap kinerja karyawan.
Sebaliknya apabila kebisingan yang terjadi dapat
diturunkan maka kinerja karyawan akan cenderung
DAFTAR PUSTAKA
mengalami peningkatan.
Berdasarkan hasil pengujian analisis regresi linier , 2003. Manajemen Personalia. Edisi Ketiga,
Dharma, A.��������
sederhana melalui uji t, diperoleh t hitung sebesar Penerbit Erlangga. Jakarta.
Feidihal, 2007. Tingkat Kebisingan dan Pengaruhnya
10,227 lebih besar dibandingkan t tabel sebesar 2,013
terhadap Mahasiswa di Bengkel Teknik Mesin
atau angka sig. sebesar 0 lebih kecil dibandingkan
Politeknik Negeri Padang. Jurnal Teknik Mesin,
a sebesar 0,05 sehingga H0 ditolak. Dengan
4 (1), ISSN 1829-8958.
demikian dapat disimpulkan bahwa kebisingan (X) Ghozali, I., 2002. Aplikasi Analisis Multivariate dengan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan Program SPSS. Penerbit Universitas Diponegoro.
(Y).����������������������������������������������
Hal
���������������������������������������������
ini menunjukkan bahwa apabila kebisingan Semarang.
di area kerja Power Plant II meningkat, maka kinerja 2006. Pengaruh Kebisingan terhadap
Hanifa, T.Y.U.��������
, ������
karyawan akan menurun. Begitupun sebaliknya Kelelahan pada Tenaga Kerja Industri Pengolahan
apabila kebisingan di area kerja Power Plant II Kayu Brumbung Perum Perhutani Semarang.
menurun, maka kinerja karyawan akan meningkat. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Hanifah (2006) dalam penelitiannya mengemukakan Hidayah, N.Y., Latifah D., �����������������������������
dan Ratih W., 2011. Analisis
ada hubungan yang signifikan antara kebisingan Pengaruh Faktor Kebisingan dan Tingkat Kesulitan
dengan kelelahan dan pengaruh yang signifikan Kerja terhadap Produktivitas Line Assembling
antara kebisingan terhadap kelelahan karyawan. PT. X http://image.tsubaku.multiply.multiplycontent.
Kebisingan yang dialami oleh para karyawan com/. Diakses 16 Oktober 2011.
Imansyah, B.S dan Achmad R.D.��������2006. Bising Ancam
,�������
memberikan dampak pada kinerja karyawan yang
Pendengaran. Pikiran Rakyat. Bandung.
cenderung menurun karena terganggu dengan
Kementerian Tenaga Kerja������
, 1999. Keputusan Menteri
tingkat kebisingan yang sudah melampaui standard
Tenaga Kerja Nomor Kep-51/MEN/1999 tentang
rata-rata yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Batas Kebisingan Maksimum dalam Area Kerja.
200 Jurnal Teknik Industri, Vol. 13, No. 2, Agustus 2012: 194–200
Jurnal Saintara Vol.5 No.1 September 2020
Abstrak
Salah satu penyebab kecelakaan dan penyakit akibat kerja adalah kebisingan Kebisingan dengan
intensitas tinggi yang tidak disadari menyebabkan dampak yang serius bagi tenaga kerja. Upaya
kesehatan dan keselamatan kerja harus diupayakan agar meminimalisasi dampak dan sebisa
mungkin tidak menimbulkan kecelakaan dan penyaki akibat kerja. Penerlitian ini bertujuan untuk
memetakan kebisingan di ruang bengkel AMN. Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian survey
dengan pendekatan crosesctional saund level untuk mengukur kebisingan. Pengukuran dilakukan
pada semua ruangan atau tempat yang memungkinkan sebagai tempat kegiatan. Hasil pengkuran
menujukan masih di bawah ambang batas yang diijinkan baik berdasarkan Standar ILO maupun Pemerintah.
Abstract
One of the causes of occupational accidents and diseases is noise. High intensity noise that is not
realized causes a serious impact on the workforce. Efforts for health and work safety must be made
in order to minimize the impact and as much as possible do not cause accidents and illness due to
work. This research aims to map the noise in the AMN workshop room . Type of Research This type
of research is a type of survey research with a cross sectional Saund level approach to measure
noise. Measurements are made in all rooms or places that are possible as places of activity. The
measurement results show that it is still below the allowable threshold based on both the ILO
Standards and the Government.
1
Jurnal Saintara Vol.5 No.1 September 2020
[3][4]. Pengaruh utama kebisingan kepada Nilai Ambang Batas Kebisingan dan Standar
kesehatan adalah kerusakan kepada indera Kebisingan
pendengar, yang menyebabkan tuli progresif, Nilai batas ambang kebisingan adalah 85 dB
dan akibat demikian telah diketahui dan diterima yang dianggap aman untuk sebagaian besar
umum untuk berabad-abad lamanya. Dengan tenega kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40
kemampuan kesehatan kerja (hiperkes), akibat jam/minggu. Nilai ambang batas untuk
buruk kebisingan kepada alat pendengaran boleh kebisingan ditempat kerja adalah intensitas
dikatakan dapat dicegah asalkan program tertinggi dan merupakan rata-rata yang masih
konservasi pendengaran (hearing conservation dapat diterima tenega kerja tanpa mengakibatkan
program) dilaksanakan sebaik-baiknya hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu
teus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau
Materi dan Metode 40 jam seminggunya. Berikut ini tabel waktu
Kebisingan (noise) telah menjadi aspek yang maksimum untuk bekerja.
berpengaruh di lingkungan kerja dan komunitas
Tabel 1. Waktu Maksimum Bekerja
kehidupan yang sering kita sebut sebagai polusi
suara dan sering kali dapat menjadi bahaya bagi Tingkat Kebisingan Pemaparan
No
kesehatan[5] Menurut Keputusan Menteri (dBA) Harian
Negara Lingkungan Hidup No. KEP
48/MENLH/11/1996 definisi bising adalah bunyi 1. 85 8 Jam
yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan 2. 88 4 Jam
dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat 3. 91 2 Jam
menimbulkan gangguan kesehatan dan 4. 94 1 Jam
kenyamanan lingkungan. 5. 97 30 menit
Bising adalah bunyi yang ditimbulkan oleh 6. 100 15 menit
gelombang suara dengan intensitas dan frekuensi
yang tidak menentu Jenis kebisinganberdasarkan Setelah pengukuran kebisingan dilakukan,
mekanismepenyebaran dan perambatan energi maka perlu dianalisis apakah kebisingan tersebut
bunyi adalah: dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar
atau kriteria kebisingan yang ditetapkan oleh
1. Struktur-Borne Noise, yaitu kebisingan yang
berbagai pihak berdasarkan Peraturan Menteri
dihasilkan oleh perambatan getaran struktur
Kesehatan Republik Indonesia No.718/ Men/
komponen dari suatusystem struktur atau
Kes/ Per/ XI/ 1987, tentang kebisingan yang
bagian yang bergetar tersebutakan
berhubungan dengan kesehatan.
meradiasikan atau merambatkan nergi akustik
dalam bentuk gelombang longitudinal. Tabel 2. Pembagian Zona Bising Oleh Menteri
Sumber energy tersebut diperoleh dari adanya Kesehatan
kerusakan atau tidak seimbangnya bagian Tingkat Kebisingan (dBA)
serta gerakan bolak-balik dari suatu system. No Zona Maksimum yang Maksimum yang
2. Liquid-Borne Noise, yaitu kebisingan yang dianjurkan diperbolehkan
ditimbulkan oleh adanya perambatan 1 A 35 45
Fluktuasi tekanan fluida, sehingga terjad 2 B 45 55
getaran kolom fluida, pusaran fluida, bunyi 3 C 50 60
aliran dan kavitasi. 4 D 60 70
3. Air-borne Noise, yaitu kebisingan yang
merambat melalui fluktuasi tekanan yang Zona A diperuntukan bagi tempat penelitian,
timbul di udara Perambatan kebisingan rumah sakit, tempat perawatan kesehatan dsb,
melalui dua media seperti ini akan saling Zona B diperuntukan perumahan, tempat
berkaitan. Dimana jika terjadi suatu suatu pendidikan, rekreasi, dan sejenisnya, Zona C
perambatan bunyi yang bersumber dari diperuntukan untuk perkantoran, pertokoan,
struktur, maka getaran struktur akan dapat perdagangan, pasar, dan sejenisnya serta Zona D
menggetarkanudara disekelilingnya. Pada industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis,
saat yang sama udara yang bergetar tersebut dan sejenisnya.
akan menggetarkan struktur kembali[6]
2
Jurnal Saintara Vol.5 No.1 September 2020
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian Tabel 3. Rata rata hasil pengukuran kebisingan
survey dengan pendekatan crosesctional. Lokasi pada setiap tempat di bengkel
Penelitian dilaksanakan di Bengkel AMN, alat No Uraian Kebi- Standar Standar
yang dipergunakan dalam penelitian adalah singan ILO kesehatan
sound level meter sebuah alat pengkiran (dB) maks
kebisingan yang telah dikalibrasi. Pengukuran 1 Ruang 52 85 60
dilakukan pada semua ruangan atau tempat yang Crane
ada bengkel yang memungkinkan sebagai 2 Ruang 110 85 jam 60
tempat kegiatan. Setiap tempat dilakukan Boiler kerja
pengukuruan kebisingan sebanyak sepuluh kali mnyesu-
dan dirata-rata. aikan
3 Gate 55 85 60
Hasil dan Pembahasan 4 Raung 50 85 60
Denah bengkel AMN diperlihatkan pada Mesin
Gambar 1. Bubut
5 Ruang 50 85 60
LT.2 LT.2
Mesin
LT.2
R.KELAS R.GAMBAR R.KELAS bantu
R.STAF
6 Ruang 52 85 60
L.LISTRIK L.FISIKA
GAMBAR alat
CORRIDOR 7 Lab 50 85 60
PONTON
Gambar
TOILET
STORE
8 Lab 55 65 60
ROOM MAIN Listrik
DIESEL
ENGINE 9 Lab 50 85 60
ROOM Fisika
GARAGE
CAR 10 Ruang 50 85 60
AUX
Staf
TOOLS MACHINERY 11 Ruang 110 110 jam 100
ROOM
ROOM mesin kerja bekerja
utama menyes 15 menit
CORRIDOR uikan
3
Jurnal Saintara Vol.5 No.1 September 2020
4
Jurnal Saintara Vol.5 No.1 September 2020
5
[Literatur Review]
ABSTRAK
Gangguan pendengaran akibat bising (Noise Induced Hearing Loss/NIHL) adalah penurunan pendengaran atau tuli akibat
bising yang melebihi nilai ambang batas dengar (NAB) dilingkungan kerja. Dampak dari gangguan ini adalah kurangnya
konsentrasi, kelelahan, sakit kepala, gangguan tidur, hingga berdampak kepada kehilangan pekerjaan. Oleh karena itu
sangatlah penting bagi pelaku industri maupun pekerja memahami tentang NIHL sehingga dapat melakukan upaya
pencegahan dan rehabilitasi untuk mengatasi permasalahan ini. Faktor resiko yang berpengaruh pada derajat parahnya
ketulian ialah intesitas bising, frekuensi, lama pajanan perhari, masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang
dapat menimbulkan ketulian berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising yang diterima
akan sebanding dengan kerusakan yang didapat. Secara umum NIHL memang tidak dapat disembuhkan namun dapat
dicegah dan dilakukan rehabilitasi. Pencegahan dapat dilaksanakan dengan cara penerapan hearing conservation program
(HCP) yaitu dengan prosedur pengukuran kebisingan, pengendalian kebisingan, pengukuran audiometri berkala,
perlindungan pendengaran, pendidikan pekerja, pencatatan dan evaluasi. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari
hearing conservation program adalah sebagai pedoman untuk mendiagnosis hearing loss, pencegahan terhadap dampak
perburukan akan terpapar kebisingan.
Kata kunci: faktor resiko, hearing conservation program, noise Induced hearing loss, pencegahan
Keywords: hearing conservation program, noise induced hearing loss, prevention, risk factors
Korespondensi: Rifda khairunnisa| Jalan Abdul Kadir III no. 23 Rajabasa| 082176114278 | Khairunnisa_rifda@yahoo.com
beberapa karyawan sebesar 5-10 dB.3 Pencegahan hearing loss adalah sebuah
Penelitian serupa juga dilakukan pada kegiatan ataupun proses untuk menahan atau
Manufacturing Plant Pertamina dan dua menghindari agar hearing loss tidak dialami.
pabrik es di Jakarta mendapatkan hasil Dari hasil penelitian di Amerika didapatkan
terdapat gangguan pendengaran pada 123 bahwa terdapat perubahan perilaku dan
orang (50% karyawan) disertai peningkatan angka kejadian hearing loss yang menurun
ambang dengar sementara 5-10 dB pada secara signifikan setelah dilakukan
karyawan yang telah bekerja terus menerus pencegahan kepada karyawan pada salah satu
selama 5-10 tahun.4 perusahaan besi. Dari hasil penelitian tersebut
Bising industri sudah lama merupakan dijelaskan bahwa peran pencegahan sangatlah
masalah yang sampai sekarang belum bisa penting terhadap angka kejadian hearing loss.
ditanggulangi secara baik sehingga dapat Oleh karena itu sangatlah penting bagi pihak
menjadi ancaman serius bagi pendengaran industri maupun pekerja memahami tentang
para pekerja, karena dapat menyebabkan NIHL sehingga dapat melakukan pencegahan
kehilangan pendengaran yang sifatnya untuk mengatasi permasalahan ini.5
permanen. Sedangkan bagi pihak industri,
bising dapat menyebabkan kerugian ekonomi Isi
karena biaya ganti rugi. Oleh karena itu untuk Gangguan pendengaran akibat bising,
mencegahnya diperlukan pengawasan atau gangguan pendengaran akibat kerja
terhadap pabrik dan pemeriksaan terhadap (occupational deafness/noise induced hearing
pendengaran para pekerja secara berkala.4 loss) adalah hilangnya sebagian atau seluruh
Secara umum bising adalah bunyi yang pendengaran seseorang yang bersifat
tidak diinginkan. Bising yang intensitasnya 85 permanen, mengenai satu atau kedua telinga
desibel (dB) atau lebih dapat menyebabkan yang disebabkan oleh bising terus menerus di
kerusakan reseptor pendengaran corti pada lingkungan tempat kerja. Dalam lingkungan
telinga dalam. Ganguan pendengaran akibat industri, semakin tinggi intensitas kebisingan
kebisingan atau yang lebih dikenal dengan dan semakin lama waktu pemaparan
noise induced hearing loss (NIHL) memiliki kebisingan yang dialami oleh para pekerja,
gejala secara unilateral maupun bilateral, semakin berat gangguan pendengaran yang
biasanya mempengharui frekuensi yang lebih ditimbulkan pada para pekerja tersebut.6
tinggi (3kHz, 4kHz atau 6kHz) dan kemudian
menyebar ke frekuensi yang lebih rendah Faktor risiko noise induced hearing loss
(0,5kHz, 1kHz atau 2kHz). Dampak dari Faktor risiko yang berpengaruh pada
gangguan ini adalah kurangnya konsentrasi derajat parahnya NIHL ialah intesitas bising,
karena kurang seimbangnya sistem frekuensi, lama pajanan perhari, masa kerja,
pendengaran antara kedua telinga dan kepekaan individu, umur dan faktor lain yang
kesulitan untuk mengolah sumber suara, dapat menimbulkan ketulian. Berdasarkan hal
kelelahan karena ketidakmapuan untuk tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah
memahami sumber suara secara jelas, sakit pajanan energi bising yang diterima akan
kepala juga hal yang sering dialami pada sebanding dengan kerusakan yang didapat.4
hearing loss karena saraf yang mengatur Dalam terjadinya NIHL biasanya bising
fungsi pendengaran tidak berfungsi dengan tidak muncul sebagai faktor pajanan tunggal,
baik dan pengolahan sumber suara yang tidak tetapi dapat juga dipengaruhi oleh pajanan
baik, gangguan tidur dapat dialami akibat dari lain. Beberapa faktor yang berinteraksi
sistem memori untuk berusaha memahami dengan bising adalah:3,4
sumber suara, hingga berdampak kepada Faktor internal: usia, aterosklerosis,
kehilangan pekerjaan karena hipertensi, gangguan telinga tenga dan
ketidakmampuan menyesuaikan dengan proses penuaan.
standarisasi pekerjaan.1,3,5 Faktor eksternal: suhu abnormal, getaran,
Secara umum noise induced hearing loss obat atau zat ototoksik.
memang tidak dapat disembuhkan tapi dapat Beberapa jenis pekerjaan yang
dilakukan pencegahan dan tahap rehabilitasi.3 berhubungan dengan bising antara lain:
bising yang diterima akan sebanding dengan 8. Kirchner DB. Occupational noise induced
kerusakan yang didapat. Secara klinis pajanan hearing loss. AMJIM [internet]. 2012
bising pada organ pendengaran dapat [diakses tanggal 11 september 2017].
menimbulkan reaksi adaptasi, peningkatan Tersedia dari:
ambang dengar sementara (temporary http://www.americanjournalinternational
threshold shift) dan peningkatan ambang medicineocupationalandenvirotment.acc/b
dengar menetap ( permanent threshold shift). b1/33e/html.
Penurunan pendengaran akibat bising 9. Alberti PW. Occupational hearing loss.
bersifat permanen/irreversible tidak dapat dalam: Snow JB, editor. Ballenger’s manual
disembuhkan sehingga tidak dapat diobati of otorhinolaryngology head and neck
dengan terapi medikamentosa. Yang dapat surgery. Edisi ke-7. London: BC Decker;
dilakukan adalah mencegah perburukan 2003.
penurunan pendengaran dengan hearing 10. Nelson D, Nelson R, Concha-Barrientos M,
conservation program (HCP) yaitu dengan cara Fingerhu M. The global burden of
pengukuran kebisingan (monitoring), occupational noise-induced hearing loss.
mengurangi faktor resiko kebisingan, AMJIM. 2005;1(1):1-15.
pengukuran audiometri secara berkala, 11. Dobie R. Idiopathic sudden sensorineural
pengendalian kebisingan, pendidikan pekerja, hearing loss. Dalam: Snow JB, editor.
dan pencatatan untuk menghindari terjadinya Ballenger’s manual of otorhinolaryngology
NIHL. Data penelitian menunjukkan bahwa head and neck surgery. Edisi ke-7. London :
ada penurunan signifikan pada angka kejadian BC Decker; 2003.
NIHL yang diintervensi dengan perilaku 12. Schwaber M. Trauma to the middle ear,
pencegahan. inner ear, and temporal bone. Dalam:
Snow JB, editor. Ballenger’s manual of
Daftar Pustaka otorhinolaryngology head and neck
1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. surgery. Edisi ke-7. London: BC Decker;
Pedoman tatalaksana kesehatan kerja 2003.
penyakit THT akibat kerja. Jakarta: 13. Altmann J. Acoustic weapons a prospective
Kemenkes RI; 2011. assessment. Science and Global Security.
2. Mathur N. Noise induced hearing loss 2001;9(1):165-234.
treatment & management in canada. NJC. 14. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI no.
2012;12(2):2-16. KEP-51/ Men/1999 tentang nilai ambang
3. Komnas Penanggulangan Gangguan batas faktor fisika di tempat kerja. 1999.
Pendengaran dan Ketulian. Gangguan 15. Ologe F, Olajide T, Nwawolo C, Oyejola B.
pendengaran. Jakarta: Komnas Deterioration of noiseinduced hearing loss
Penanggulangan Gangguan Pendengaran among bottling factory workers. J JOLO.
dan Ketulian; 2013. 2008;8(1):6-9.
4. Nandi SS, Dhatrak SV. Occupational noise 16. Hall dan Lewis. Diagnostic audiology,
induced hearing loss in india. IJOM hearing aids and habilitation options.
[internet]. 2008 [diakses tanggal 10 Dalam: Snow JB, editor. Ballenger’s manual
september 2017]. Tersedia dari: of otorhinolaryngology head and neck
http://www.indian journal ocupational surgery. Edisi ke-7. London: BC Decker;
medicine.acc.im/aff/ic.html. 2003.
5. Enriquez. Basic Otolaryngology. J 17. Joem. Noise induced hearing loss. J hearing
Department of Otorhinolaryngology. american. 2003;45(1):19-21.
1993;2(1):23-5. 18. Johns M, Martin WH. Dangerous decibels
6. American Hearing Research Foundation. educator resource guide. Oregon Health
Noise Induced Hearing Loss. New york: and Science University [internet]. 2015
American Hearing Research Foundation; [diakses tanggal 12 november 2017].
2012. Tersedia dari: http://
7. Adams G, Boies L, Higler P. Boies buku ajar www.journalearprevention.com.
penyakit THT. Jakarta: EGC; 1997.
BAB I
PENDAHULUAN
kesehatan dapat timbul akibat lingkungan fisik yang buruk. Menurut Manuaba
(1992) dalam (Cahyadi, 2011) lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan
oleh manusia untuk dapat beraktivitas secara optimal dan produktif. Aspek-aspek
Kebisingan atau noise pollution sering diartikan sebagai suara atau bunyi
yang tidak diinginkan (unwanted sound) atau suara yang salah pada waktu yang
termasuk tekanan darah tinggi, kinerja menurun, kesulitan tidur, mudah marah
telinga bagian dalam (Nelson et al., 2005). Dampak kebisingan pada pendengaran
1
SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 2
(GPAB) atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL) yang merupakan ketulian
permanen kumulatif. Selain itu, NIHL selalu merupakan tuli sensori yang
tekanan darah, peningkatan denyut nadi, peningkatan refleks otot, dan gangguan
tidur. Selain itu, efek psikologis dari kebisingan yaitu mudah marah, stress,
Sebesar 16% ketulian yang terjadi pada orang dewasa merupakan ketulian
akibat kerja sehingga banyak negara di dunia telah menetapkan NIHL sebagai
salah satu penyakit akibat kerja yang perlu ditangani. WHO memperkirakan pada
tahun 2000 terdapat 250 juta penduduk dunia menderita gangguan pendengaran
4612 pekerja terpajan bising, 372 diantaranya (8%) mengalami NIHL (Tahir et
al., 2014). Selain itu, prevalensi NIHL pada negara Indonesia, Sri Lanka dan
mencapai 4,6% di tahun 2007 (Lumonang et al., 2015) namun telah mengalami
penurunan di tahun 2013 yaitu menjadi 2,6% secara nasional dalam hasil riset
kesehatan dasar (Kemenkes RI, 2013). Angka kejadian ketulian akibat bising
pengaruh antara intensitas kebisingan dengan ambang dengar yaitu sebesar 65%
dari responden mengalami gangguan ringan pada telinga kanan dan kiri
(Waskito, 2008).
bising dan biasanya ketulian akibat bising akan diikuti dengan tinitus yaitu telinga
terasa berdenging. Tinitus dapat terjadi dengan derajat yang ringan, tetapi juga
dapat terjadi pada derajat yang berat sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Penelitian yang dilakukan oleh Ipop Sakti P tahun 2006 pada tenaga kerja di unit
Power Plant Pusdiklat Migas Cepu, menunjukkan prevalensi keluhan tinitus pada
pekerja yang terpapar bising melebihi 85 dBA adalah sebesar 89,5% dan pekerja
yang terpapar bising berisiko 28,3 kali mengalami keluhan tinitus daripada
pekerja yang tidak terpapar bising (Purintyas, 2006). Selain itu, 50% dari 90%
orang yang terpapar bising secara kronis, mengalami keluhan tinitus yang
2011). Studi lainnya menunjukkan bahwa tinitus paling sering terjadi akibat
adanya pajanan bising dengan angka kejadian 37,8% (Gananca et al., 2011).
Penelitian pada pekerja industri tepung juga menunjukkan angka kejadian tinitus
yang cukup tinggi yaitu sebesar 38,1% dan disebabkan oleh paparan bising
dapat bersumber dari mesin yang digunakan di bengkel PT Dok dan Perkapalan
pekerja tidak menggunakan APT (Alat Pelindung Telinga) maka dapat berpotensi
menimbulkan Noise Induced Hearing Loss (NIHL) dan tinitus pada pekerja
tersebut. selain itu, terdapat pula faktor lain yang mempengaruhi Noise Induced
Hearing Loss (NIHL) dan tinitus yaitu hobi yang berkaitan dengan bising dan
masa kerja. Hal ini menjadi dasar dalam melakukan penelitian terkait kebisingan
empat galangan kapal milik BUMN. Kegiatan aktif PT. Dok dan Perkapalan
1. Ship building.
2. Ship repair.
3. Ship conversion.
4. Offshore construction.
hasil observasi dan wawancara informal kepada pihak PT Dok dan Perkapalan
subjektif adalah bengkel mesin. Selain itu, saat melakukan kegiatan yang
(APT). Bising yang ada bersumber dari mesin yang digunakan di bengkel namun
saat dilakukan observasi, mesin yang sedang dinyalakan hanya blower, bubut dan
Perkapalan Surabaya oleh Umi Machtum pada tahun 2010 dan hanya dilakukan di
bengkel lambung selatan dengan hasil rata-rata yaitu sebesar 90,3 dBA (Machtum,
(NAB) yang ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405 Tahun 2002
sebesar 85 dBA dalam waktu 8 jam/hari. Kebisingan yang melebihi ambang batas
ketulian akibat bising serta keluhan tinitus yaitu telinga terasa berdenging.
mempengaruhi NIHL dan tinitus beserta derajat keparahannya pada pekerja yang
(GPAB) atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL) dan tinitus yang memiliki
Hearing Loss (NIHL) dan tinitus pada pekerja bengkel mesin yang terpapar bising
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ‘Faktor apa saja yang
berpengaruh terhadap Noise Induced Hearing Loss (NIHL) dan tinitus pada
mempengaruhi Noise Induced Hearing Loss (NIHL) dan tinitus pada pekerja
Surabaya;
Perkapalan Surabaya;
1. Bagi peneliti
Dok dan Perkapalan Surabaya serta faktor yang berpengaruh terhadap Noise
Induced Hearing Loss (NIHL) dan tinitus yang dialami pekerja terpapar
bising.
2. Bagi masyarakat
3. Bagi universitas
Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi baru bagi universitas mengenai
Tinnitus pada Tenaga Kerja (Studi di Unit Power Plant Pusdiklat Migas
Cepu)’ oleh Ipop Sakti Purintyas tahun 2006 dengan tujuan umum untuk
Dok dan Perkapalan Surabaya)’ oleh Umi Machtum tahun 2010 dengan
pada Pekerja yang Terpapar Bising di PT PJB U.P Gresik Studi Area PLTU 3
dan 4’ oleh Rafika Adila tahun 2012 dengan tujuan umum untuk menganalisa
Dengar pada Tenaga Kerja di Gudang 4 dan 5 PT Bangun Sarana Jaya’ oleh
lintas serta beberapa faktor lain (faktor individu, faktor perilaku dan faktor
variabel Noise Induced Hearing Loss (NIHL), kejadian dan derajat tinitus serta
pada tempat yaitu di Bengkel Mesin PT Dok dan Perkapalan Surabaya dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4. Email : wecare@dok-sby.co.id
5. Website : www.dok-sby.co.id
10
SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 11
Soerabaia. Pendirian perusahaan ini dilaksanakan di depan notaris J.P Smith pada
masa pendudukan Jepang tahun 1942 – 1945 dan berganti nama menjadi Harima
Zozen. Sejak tahun 1945, perusahaan ini menjadi milik pemerintah Indonesia.
Pada tahun 1945 – 1947, perusahaan ini kembali ke tangan Belanda dan
diubah kembali ke nama awalnya. Tahun 1958 terjadi konfrontasi antara Belanda
dibawah pengelolaan BPU Maritim dan resmi menjadi perusahaan negara dengan
Sumber Bhaita sehingga berganti nama menjadi PT Dok dan Perkapalan Surabaya
Presiden RI No. 10 Tahun 1984, PT Dok dan Perkapalan Surabaya yang semula
1. Menyediakan jasa pemeliharaan dan perbaikan kapal serta alat apung lainnya
2. Tumbuh dan berkembang untuk mampu membangun kapal dan alat apung
3. Menerapkan budaya kerja tepat biaya, tepat mutu dan tepat waktu untuk
kepuasan pelanggan;
4. Memiliki SDM yang kompeten dan handal dalam memberikan solusi terbaik
Direktur Utama
Direktur Direktur
Direktur Produksi Keuangan dan
Pemasaran
Administrasi
Departemen Departemen
Departemen SDM
Logistik Produksi
Pimpro
(fungsional)
perbaikan mesin kapal. Letak bengkel kapal bersebelahan dengan bengkel mesin.
Fasilitas yang ada di bengkel mesin adalah mesin bubut dengan berbagai ukuran,
mesin colter, mesin freis, scrap, propeller serta fasilitas penunjang lainnya.
1. Fasilitas pengedokan
3. Bengkel
a. Bengkel Sarfas
b. Bengkel Mesin
c. Bengkel Listrik
d. Bengkel Outfitting
Selain itu, terdapat pula floating dock, crane and tug, serta fasilitas penunjang
2.2 Kebisingan
tentang Baku Tingkat Kebisingan, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan
dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, kebisingan adalah semua
suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat- alat proses produksi dan
atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan
pendengaran.
yang merusak kesehatan dan merupakan salah satu “penyakit lingkungan” yang
penting saat ini (Slamet, 2006). Sumbernya dapat berhubungan dengan kemajuan
Kebisingan dapat berasal dari berbagai sumber (Joseph, 2009), antara lain:
1. Jalan raya
Sumber kebisingan dari jalan raya merupakan sumber yang paling banyak
dirasakan masyarakat. Dari semua sumber kebisingan, sumber dari jalan raya
adalah yang paling tinggi prevalensinya dan mungkin dapat menjadi sumber
Dampak tersebut tergantung pada banyak faktor misalnya lokasi jalan, desain
2. Penerbangan
perkembangan teknologi yang semakin maju dan lalu lintas udara banyak
3. Kereta api
Kebisingan yang terjadi pada jalur kereta api hampir sama seperti kebisingan
di jalan raya namun dengan intensitas yang lebih tinggi. Intensitas kebisingan
kereta serta keadaan jalur kereta api tersebut. Kebisingan yang timbul berasal
dari mesin kereta, adanya gesekan antara roda kereta api dengan rel kereta
4. Industri
menjadi:
a. Pembuatan produk;
b. Perakitan produk;
c. Pembangkit listrik;
f. Suara mesin;
i. Kendaraan bermotor;
2006).
5. Konstruksi
dapat menjadi sumber polusi suara. Kebisingan tersebut berasal dari peralatan
yang digunakan serta tidak hanya berdampak pada pekerja tetapi juga pada
6. Produk konsumen
7. Sumber lain
militer, sirine, dan suara yang ditimbulkan dari orang itu sendiri.
menjadi:
kesehatan dan keselamatan tenaga kerja karena bila ada teriakan atau isyarat
(Moeljosoedarmo, 2008).
1. Bising kontinu (broad band noise), yaitu suara bising yang berlangsung terus
2. Bising terputus-putus, yaitu bising yang dihasilkan beberapa kali dengan jeda
waktu, intensitasnya mungkin sama atau dapat juga berbeda seperti bunyi
3. Bising impulsif, yaitu bising dengan satu atau beberapa puncak intensitas
yang sangat tinggi misalnya dihasilkan oleh suara ledakan yang sangat keras.
1. Steady state and narrow band noise, yaitu kebisingan yang terus menerus
dengan spektrum suara yang sempit seperti suara mesin dan kipas angin.
2. Nonsteady state and narrow band noise, yaitu kebisingan yang tidak terus
menerus dengan spektrum suara yang sempit seperti suara mesin gergaji dan
katup uap.
Standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa
untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu atau disebut Nilai
Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, Nilai Ambang Batas
30 Menit 97
15 100
7,5 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112
juga diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405 Tahun 2002 tentang
menjadi:
b. Kelelahan;
c. Perubahan penampilan;
d. Gangguan komunikasi.
1. Pengaruh fisiologis
yang terputus-putus atau yang datang secara tiba-tiba (mendadak) dan tidak
tekanan darah, peningkatan denyut nadi, gangguan tidur, pucat dan gangguan
yaitu pada:
a. Internal body system yaitu sistem fisiologis yang penting untuk kehidupan
endokrin.
2. Pengaruh psikologis
3. Gangguan komunikasi
Gangguan jenis ini disebabkan oleh masking effect dari kebisingan dan
ingin disampaikan.
4. Gangguan pendengaran
ketulian permanen.
1. Ketulian sementara
Ketulian sementara akan timbul bila terpapar bising dengan intensitas tinggi
dalam waktu yang tidak lama, dengan waktu istirahat yang cukup, daya
2. Ketulian menetap
Ketulian menetap atau disebut NIHL terjadi karena paparan intensitas bising
yang tinggi dalam jangka waktu yang lama. Proses pemulihan TTS yang tidak
b. Tahan kedua: keluhan telinga berbunyi namun tidak selalu muncul terus
tahunan
karena mulai tidak dapat mendengar beberapa bunyi terutama bila ada
suara lain.
NIHL terjadi secara permanen dan disebabkan karena kerusakan sel rambut
pada koklea. Paparan bising dapat berdampak pada kedua telinga, dan
biasanya terjadi ketulian pada frekuensi 3000, 4000 ataupun 6000 Hz (WCB,
tinggi seperti ledakan bom. Bagian yang rusak adalah membran timpani,
tulang pendengaran dan koklea. Tuli terjadi secara akut, tinitus cepat sembuh
Alat pengukur tingkat kebisingan yang utama adalah Sound Level Meter
(SLM). Alat ini berfungsi untuk mengukur kebisingan dengan kisaran 30 - 130
dan display meter. SLM memiliki 4 skala yaitu A, B, C dan D. A weighting atau
biasa ditulis dengan dBA digunakan untuk pengukuran yang paling sesuai dengan
7231:2009 adalah:
6. Posisikan mikrofon alat ukur setinggi posisi telinga manusia yang ada di
tegak lurus dengan sumber bunyi, 70° - 80° dari sumber bunyi)
8. Pilih tingkat tekanan bunyi (SPL) atau tingkat tekanan bunyi sinambung
Noise Level) adalah nilai tingkat kebisingan dari kebisingan yang fluktuatif
9. Bila alat tidak memiliki fasilitas Leq maka dapat dihitung dengan rumus:
1 𝐿1 𝐿2 𝐿𝑛
𝐿𝑒𝑞 = 10 log { [𝑡1 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑙𝑜𝑔 ( ) + 𝑡2 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑙𝑜𝑔 ( ) + ⋯ + 𝑡𝑛 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑙𝑜𝑔 ( )]}
𝑇 10 10 10
Keterangan:
1. Cara Sederhana
Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi dB (A)
2. Cara Langsung
pengukuran LTM5, yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan
pendengaran pada salah satu maupun kedua telinga. Noise Induced Hearing Loss
adalah ketulian yang ditimbulkan akibat pajanan bising yang merupakan tuli
adalah Noise Induced Hearing Loss (NIHL). Secara umum, terdapat tiga jenis
antara lain:
1. Tuli konduktif
Ketulian ini terjadi saat suara tidak terkonduksi secara efisien melalui salurah
telinga luar ke gendang telinga dan osikel di telinga tengah. Tuli konduktif
biasanya disebabkan oleh penyakit atau infeksi pada telinga dan dapat
2. Tuli sensorineural
Ketulian ini terjadi saat koklea mengalami kerusakan atau pada syaraf dengar
intensitas bising yang tinggi dan tidak dapat disembuhkan (tuli permanen).
Ketulian akibat usia atau presbyacusis dan Noise Induced Hearing Loss
3. Tuli campuran
Sumber: http://www.audiologyspecialists.com/
Keterangan:
1. Telinga Luar
berupa lempeng tulang rawan yang elastis dan tipis ditutupi kulit, memiliki
otot intrinsik dan ekstrinsik serta dipersarafi oleh nervus facialis. Seluruh
permukaan diliputi kulit tipis dan ditemukan rambut kelenjar sebasea dan
kelenjar keringat
2. Telinga tengah
Telinga tengah adalah ruang berisi udara yang dilapisi membran mukosa, di
membran timpani ke telinga dalam. Tulang tersebut adalah maleus, incus dan
stapes.
bulat dengan garis tengah sekitar 1 cm dan sangat peka terhadap nyeri
3. Telinga dalam
c. Duktus semisirkularis
d. Duktus koklearis
e. Organ korti: terdiri atas sel penyokong yang berjalan sepanjang koklea
bergetar. Getaran tersebut diteruskan ke inkus dan stapes melalui maleus yang
koklea dan rangsangan mencapai ujung saraf dalam organ korti selanjutnya
ambang pendengaran melalui penghantar udara pada frekuensi 500, 1000, 2000,
4000 dan 8000 Hz. Persyaratanya yaitu tempat harus sunyi atau menggunakan
Sound Proof Chamber serta alat harus dikalibrasi terlebih dahulu (Siswanto,
2. Tes dimulai pada frekuensi 1000 Hz karena paling sensitif bagi telinga
manusia
Sumber: https://auditoryneuroscience.com
berbentuk ‘V’ atau ‘U’ pada frekuensi 4000 Hz. Hal ini disebabkan adanya
pada frekuensi 8000 Hz. Audiogram akan menunjukkan pola yang berbeda pada
1. Intensitas bising
2. Usia
pekerja,
Sumber: http://www.ablehearing.com.au/
3. Masa kerja
Telinga (APT) adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi alat
yaitu Earplug (sumbat telinga) baik yang sekali pakai maupun dapat dipakai
5. Hobi
neomycin. Penggunaan obat dalam jangka waktu lama (> 3 bulan) akan
2.4 Tinitus
Tinitus adalah suara tidak normal yang dirasakan dalam satu atau kedua
telinga atau di kepala. Tinnitus mungkin intermiten, atau mungkin muncul sebagai
suara konstan atau terus menerus. Hal ini dapat dialami dengan bunyi dering,
mendesis, bersiul, berdengung, atau suara klik dan dapat bervariasi. Hasil
penelitian menunjukkan prevalensi pada orang dewasa yang berada dalam kisaran
10% sampai 15%, dengan prevalensi yang lebih tinggi pada usia dewasa.
Biasanya, tinitus dapat disertai dengan gangguan tidur dan sensitif pada suara
sehingga belum bisa dipastikan bila seseorang mengalami ketulian maka pasti
kebisingan dapat terjadi selama beberapa jam setelah terpapar bising, bahkan
sampai beberapa hari. Tinitus terjadi ketika syaraf otak yang berhubungan dengan
standar yang sudah valid, salah satunya yaitu THI (Tinnitus Handicap Inventory)
yang terdiri dari 25 pertanyaan mengenai gangguan yang dirasakan akibat tinitus
2. Skor 18 – 36: Mild, mudah tertutupi dengan suara di lingkungan, tidak terlalu
4. Skor 58 – 76: Severe, hampir selalu terdengar, bila tidak, karena tertutupi
BAB III
Efek Auditory:
1. Noise Induced Hearing
Tingkat Kebisingan Loss (NIHL)
Mesin di bengkel mesin
2. Tinitus
PT Dok dan Perkapalan
Surabaya Efek non Auditory:
(86,94 dBA, 88,82 dBA,
1. Gangguan Psikologis
90,01 dBA)
2. Gangguan Fisiologis
3. Gangguan Komunikasi
Karakteristik Responden:
1. Usia
2. Konsumsi Obat
Ototoksik
Diteliti
Tidak Diteliti
35
SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 36
menimbulkan efek auditory berupa ketulian sensorineural atau disebut juga NIHL
(Noise Induced Hearing Loss) serta dapat disertai keluhan tinitus. Selain itu, dapat
karakteristik dari individu yaitu usia, masa kerja, kebiasaan pemakaian APT,
konsumsi obat ototoksik serta hobi yang berhubungan dengan bising misalnya
1. Noise Induced Hearing Loss (NIHL) dipengaruhi oleh intensitas bising, masa
kerja, kebiasaan penggunaan APT dan hobi yang berkaitan dengan bising.
BAB IV
METODE PENELITIAN
Hearing Loss (NIHL) dan tinitus yang dialami pekerja terpapar bising. Dari
pengambilan data paparan dan outcome dilakukan sekali dalam waktu yang
bersamaan.
Perkapalan Surabaya.
a. Berusia 15 - 64 tahun.
37
SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 38
yaitu:
2
z1-∝/2 P(1-P)N
n= 2
d2 (N-1)+z1-∝/2 P(1-P)
Keterangan:
n = Besar sampel
N = Besar populasi
2
z1-∝/2 = pada tabel Z
April 2016. Kegiatan dimulai dari tahap persiapan hingga penyusunan skripsi
Bulan
No Kegiatan
Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni
1 Persiapan
- Studi Pendahuluan
- Pembuatan Proposal
2 Seminar Proposal
3 Ethical Clearance
4 Pelaksanaan penelitian
5 Penyusunan Skripsi
6 Sidang skripsi
Tabel 4.2 Variabel, Definisi Operasional, Cara Pengukuran, Kriteria dan Skala
Data
Lanjutan
Tabel 4.2 Variabel, Definisi Operasional, Cara Pengukuran, Kriteria dan Skala
Data
1. Data primer
Data primer atau data yang diambil dengan turun lapangan secara langsung
a. Kebisingan
alat Extech Digital Sound Level Meter Model 407730 dengan cara
b. Karakteristik responden
c. Pemeriksaan pendengaran
intensitas 5 – 120 dB. Selain itu, dilakukan dua pemeriksaan pada telinga
kanan dan kiri secara bergantian untuk tipe pemeriksaan air conduction
Keluhan dan derajat keparahan tinitus yang dialami pekerja yang diukur
tersebut. Selain itu, hasil penelitian akan dijelaskan pada responden setelah
penelitian berakhir
2. Data sekunder
Data sekunder yang dipakai dalam penelitian ini adalah data profil
1. Analisis Univariat
keparahan tinitus.
2. Analisis Bivariat
3. Analisis Multivariat
Induced Hearing Loss (NIHL) dan tinitus dengan menggunakan uji regresi
Populasi
55 Pekerja
Kriteria
Inklusi
Sub Populasi
40 Pekerja
Simple random
sampling
Sampel
37 Pekerja
Pengambilan Data
1. Pemeriksaan pendengaran
2. Wawancara
Analisis Data
BAB V
HASIL PENELITIAN
8 jam kerja. Titik pengukuran di bengkel mesin yaitu sebanyak 3 titik, yang
dan mesin bubut besar, kegiatan pengupasan cat mesin, serta lalu lalang
crane.
Titik 3 : Bagian depan bengkel, terdapat aktivitas kontak fit, pengelasan, dan lalu
lalang crane.
44
SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 45
Lanjutan
tabel 5.2, didapatkan bahwa mayoritas pekerja bekerja pada lokasi yang menjadi
titik 2 pengukuran yaitu sebanyak 19 pekerja atau 51,4%. Selain itu, sebanyak 11
pekerja atau 29,7% bekerja di titik 1 dan 7 pekerja atau 18,9% bekerja di titik 3.
5.2.2 Usia
karakteristik responden berdasarkan usia yang dapat dilihat pada tabel 5.2.
Mayoritas responden yang bekerja di bengkel mesin PT DPS berusia lebih dari 40
distribusi karakteristik responden berdasarkan masa kerja yang dapat dilihat pada
bengkel mesin adalah selama > 10 Tahun atau sebesar 64,9% dan sisanya bekerja
selama ≤ 10 Tahun. Usia pekerja yang memiliki masa kerja > 10 tahun
dilihat pada tabel 5.2. Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak
ototoksik.
dapat dilihat pada tabel 5.2. Hasil menunjukkan bahwa kebanyakan responden
5.2.6 Hobi
45,9% atau 17 responden di bengkel mesin memiliki hobi yang berkaitan dengan
bising dan sisanya, 54,1% tidak memiliki hobi yang berkaitan dengan bising.
Tabel 5.3 Distribusi Noise Induced Hearing Loss pada Pekerja Bengkel Mesin
PT DPS Bulan April 2016
Bengkel Mesin
NIHL
n %
NIHL 8 21,6
Tidak NIHL
29 78,4
(Normal dan Tuli Lainnya)
Total 37 100
Hearing Loss (NIHL) di bengkel mesin adalah 21,6% atau sebanyak 8 dari 37
5.3.2 Tinitus
Bengkel Mesin
Tinitus
n %
Ya 20 54,1
Tidak 17 45,9
Total 37 100
responden yang mengalami tinitus dapat dijelaskan pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.5 Derajat Keparahan Tinitus yang Dialami Pekerja Bengkel Mesin
PT DPS Bulan April 2016
No Derajat Keparahan n %
1 Slight 11 55
2 Mild 6 30
3 Moderate 3 15
4 Severe 0 0
5 Catastrophic 0 0
Total 20 100
mengalami keluhan tinitus, mayoritas mengalami slight tinnitus atau sebesar 55%.
Selain itu, 6 pekerja mengalalami mild tinnitus atau sebesar 30% dan 3 lainnya
digunakan selanjutnya. Hasil pengujian distribusi data dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
tidak normal atau p<0,05 sehingga untuk uji beda menggunakan uji chi square
yang bersyarat tidak boleh ada satu sel yang nilainya > 20% dan nilai harapan < 5.
Seluruh uji bivariat tidak memenuhi syarat tersebut namun merupakan tabel 2 × 2
sehingga hasil yang dibaca adalah signifikansi fisher exact dan yang bukan tabel 2
Perbedaan NIHL pada pekerja yang bekerja di titik 1, 2 dan 3 dapat dilihat
Tabel 5.7 Distribusi Noise Induced Hearing Loss (NIHL) Berdasarkan Intensitas
Bising pada Pekerja Bengkel Mesin PT DPS Bulan April 2016
bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan terhadap kejadian NIHL pada
Perbedaan tinitus pada pekerja yang bekerja di titik 1, 2 dan 3 dapat dilihat
Tinitus
Intensitas
Ya Tidak Total Nilai p
Bising
n % n % N %
Titik 1 3 27,3 8 72,7 11 100
(86,94 dBA)
Titik 2 11 57,9 8 42,1 19 100
(88,82 dBA) 0,047*
Titik 3 6 85,7 1 14,3 7 100
(90,01 dBA)
N 20 54 17 46 37 100
*) signifikan p<0,05
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tinitus pada pekerja dengan
Perbedaan NIHL pada masa kerja < 10 Tahun dan ≥ 10 tahun dapat dilihat
bahwa ada perbedaan kejadian NIHL pada masa kerja < 10 Tahun dan ≥ 10 tahun
Perbedaan tinitus antara masa kerja < 10 tahun dengan ≥ 10 Tahun dapat
Tabel 5.10 Distribusi Tinitus Berdasarkan Masa Kerja pada Pekerja Bengkel
Mesin PT DPS Bulan April 2016
Tinitus
Masa Kerja Ya Tidak Total Nilai p
n % n % N %
< 10 Tahun 13 54,2 11 45,8 24 100
≥ 10 Tahun 7 53,8 6 46,2 13 100 1,000
N 20 54,1 17 45,9 37 100
bahwa tidak ada perbedaan tinitus pada masa kerja < 10 tahun dan ≥ 10 tahun.
Tinitus
Penggunaan APT Ya Tidak Total Nilai p
n % n % N %
Selalu 1 16,7 5 83,3 6 100
Kadang 9 50 9 50 18 100
0,044*
Tidak Pernah 10 76,9 3 23,1 13 100
N 20 54,1 17 45,9 37 100
*) signifikan p<0,05
disimpulkan bahwa ada perbedaan kejadian keluhan tinitus pada kelompok yang
5.4.5 Hobi
bising dan yang tidak, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.13 Distribusi Noise Induced Hearing Loss (NIHL) Berdasarkan Hobi
pada Pekerja Bengkel Mesin PT DPS Bulan April 2016
disimpulkan bahwa ada perbedaan kejadian NIHL pada kelompok yang memiliki
bising dan yang tidak, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.14 Distribusi Tinitus Berdasarkan Hobi pada Pekerja Bengkel Mesin
PT DPS Bulan April 2016
Tinitus
Hobi Ya Tidak Total Nilai p
n % n % N %
Ya 16 94,1 1 5,9 17 100
Tidak 4 20 16 80 20 100 0,000**
N 20 54,1 17 45,9 37 100
**) sangat signifikan
Berdasarkan uji statistik fisher exact, didapatkan nilai p 0,000 < 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kejadian keluhan tinitus pada
kelompok yang memiliki hobi berkaitan dengan bising dan yang tidak.
kebiasaan penggunaan APT dan hobi dengan NIHL dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
hobi yang berkaitan dengan bising sedangkan masa kerja tidak masuk ke dalam
Berdasarkan hasil uji statistik regresi logistik berganda, bila p>0,05 maka
tidak terdapat pengaruh antara variabel independen dengan NIHL sedangkan bila
p< 0,05 maka ada pengaruh antara variabel independen dengan NIHL.
Nilai p untuk hobi adalah 0,048 yang berarti p<0,05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara hobi terhadap NIHL dan
nilai exp (B) adalah 13,87 yang berarti pekerja yang memiliki hobi yang berkaitan
dengan bising, 13,87 kali lebih berisiko untuk mengalami NIHL dengan tingkat
kepercayaan 95%.
Nilai p untuk tidak pernah menggunakan APT adalah 0,010 yang berarti
p<0,01 yang berarti ada pengaruh yang sangat signifikan antara penggunaan APT
terhadap NIHL. Nilai exp (B) untuk penggunaan APT adalah 0,036 yang berarti
orang yang tidak pernah menggunakan APT berisiko 0,036 kali mengalami NIHL
5.5.2 Tinitus
Tabel 5.17 Analisis Bivariat Faktor yang Mempengaruhi Tinitus pada Pekerja
Bengkel Mesin PT DPS Bulan April 2016
No Variabel Nilai p
1 Intensitas Bising 0,047*
2 Hobi 0,000**
3 Masa Kerja 1,000
4 Kebiasaan Penggunaan APT 0,044*
*) Signifikan p<0,05;
**) sangat signifikan p<0,01
hobi dan kebiasaan penggunaan APT. Hasil analisis multivariat dapat dilihat pada
Tabel 5.18 Analisis Multivariat Faktor yang Mempengaruhi Tinitus pada Pekerja
Bengkel Mesin PT DPS Bulan April 2016
dengan bising. Nilai p untuk hobi adalah 0,000 yang berarti p<0,01 sehingga
terhadap tinitus. Nilai Exp (B) adalah 90,67 yang berarti pekerja yang memiliki
memiliki resiko 90,67 kali untuk mengalami keluhan tinitus dibandingkan yang
BAB VI
PEMBAHASAN
Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di
Tempat Kerja, Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan untuk waktu pemaparan 8
mesin PT Dok dan Perkapalan Surabaya menunjukkan batas yang melebihi NAB,
yaitu 88,59 dBA selama 8 jam. Intensitas kebisingan yang melebihi NAB di
terutama berkaitan dengan mesin. Suara mesin memang menjadi salah satu
Pada titik pengukuran 1, terdapat mesin yang menyala selama 8 jam kerja
yaitu mesin blower. Selain itu, mesin freis dan colter dinyalakan beberapa saat
untuk digunakan. Aktivitas pemotongan besi juga dilakukan beberapa kali di titik
ini, serta pengelupasan cat yang menimbulkan bising yang tinggi saat besi diketuk
dengan palu.
dari pemotongan besi dan pengelupasan cat sedangkan mesin bubut tidak
menimbulkan bising saat digunakan. Selain itu, beberapa kali suara crane
58
SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 59
menimbulkan bising disini ialah kontak fit, yaitu pemasangan baling-baling kapal
untuk menyesuaikan ukurannya. Suara yang ditimbulkan dalam aktivitas ini dapat
mencapai > 100 dBA ditambah suara crane yang berfungsi mengangkat dan
antara lain:
3. Survey kebisingan jarang dan bahkan tidak pernah dilakukan secara rutin
4. Pada tiap unit kerja/antar mesin, tidak ada barier atau pembatas namun
5. Alat Pelindung Diri berupa earmuff dan earplug sudah disediakan namun
6.2 Prevalensi Noise Induced Hearing Loss (NIHL) pada Pekerja Bengkel
pekerja baik pada telinga kanan maupun kiri. Pekerja diperdengarkan suara
telinga untuk jenis BC (Bone Conduction). Audiogram yang turun pada frekuensi
Hearing Loss (NIHL) dan bila tetap menurun tanpa perbaikan maka merupakan
Prevalensi ketulian akibat bising atau Noise Induced Heaing Loss (NIHL)
pada pekerja bengkel mesin di PT Dok dan Perkapalan Surabaya cukup tinggi bila
adalah sebesar 8% (Tahir et al., 2014). Penelitian oleh heru waskito pada pekerja
bekerja di titik 1 dengan intensitas bising 86,94 dBA, titik 2 dengan intensitas
bising 88,82 dBA dan titik 3 dengan intensitas kebisingan 90,01 dBA selama
8jam. Mayoritas pekerja yang mengalami NIHL bekerja pada titik 3 dengan
sebelumnya. NIHL terjadi karena paparan intensitas bising yang tinggi dalam
jangka waktu yang lama dan bersifat permanen. Sebuah penelitian pada pekerja
kejadian NIHL (Chang et al., 2009). Penelitian lain pada operator mesin kapal feri
juga menunjukkan adanya perbedaan tuli akibat bising antara pekerja yang
terpapar bising < 85 dBA dan > 85 dBA (Jumali et al., 2013). Selain itu, hasil
yang signifikan antara kebisingan dan NIHL juga ditunjukkan dalam penelitian
pada pekerja metalurgi yang terpapar bising 83 dBA sampai 102 dBA (Guerra et
al., 2005).
Surabaya menunjukkan adanya perbedaan kejadian NIHL pada masa kerja > 10
tahun dan ≤ 10 tahun. Pekerja yang terpajan bising melebihi NAB dalam masa
kerja > 10 tahun lebih berisiko mengalami NIHL. Tingkat kejadian NIHL pada
pekerja bengkel mesin dengan masa kerja > 10 tahun adalah 100% karena
didapatkan hasil bahwa seluruh pekerja yang mengalami NIHL di bengkel mesin
pekerja yang mengalami NIHL atau 41,17% pekerja telah bekerja selama 11 - 20
tahun (Jamal et al., 2016). Masa kerja berkaitan dengan waktu paparan bising
yang diterima pekerja. Studi lain menyebutkan bahwa selama lebih dari 10 tahun
(Evenson et al., 2012). Penelitian di Indonesia salah satunya pada pekerja home
kerja dengan kejadian NIHL. Sebanyak 16 dari 18 atau 88,8% responden yang
memiliki masa kerja > 10 tahun mengalami NIHL (Permaningtyas et al., 2011).
Selain itu, penelitian yang dilakukan pada operator mesin kapal ferry
menunjukkan 17 dari 23 atau 74% pekerja yang mengalami NIHL memiliki masa
dari paparan kebisingan (NIOSH, 1998). Alat Pelindung Telinga (APT) baik
APT dan NIHL. Pekerja yang tidak pernah menggunakan APT lebih berisiko
APT dan mayoritas APT yang digunakan berupa earplug. Selain itu, kebiasaan
serupa yaitu 78,4% pekerja yang terkadang menggunakan APT mengalami NIHL
(Jamal et al., 2016). Kebiasaan penggunaan APT dan kejadian NIHL juga
lambung selatan PT Dok dan Perkapalan Surabaya dengan tingkat bising 90,3 dB
(Machtum, 2010).
karena paparan bising di bengkel mesin adalah 88,59 dBA selama 8jam sehingga
akan mereduksi paparan bising tersebut menjadi kurang lebih 73,59 dBA.
Efektifitas penggunaan APT akan maksimal bila dipakai dengan benar dan
6.3.4 Hobi
ini dilakukan terus menerus, maka dapat menyebabkan ketulian secara permanen.
dengan bising terhadap NIHL di bengkel mesin PT Dok dan Perkapalan Surabaya.
Hobi yang berkaitan dengan bising di bengkel mesin adalah mendengarkan musik
hubungan dengan terjadinya ketulian yaitu sebesar 36,06% (Manisha et al., 2015)
Perkapalan Surabaya
Pada pekerja yang terpapar bising, tinitus dapat muncul langsung maupun
beberapa waktu setelah terpapar bising dan dapat terjadi selama berhari-hari
atau sebesar 54,1%. Prevalensi tinitus lebih tinggi dari prevalensi NIHL karena
tinitus dapat menjadi tahap awal seseorang mengalami NIHL maupun menjadi
gejala dari NIHL. Pekerja dengan audiogram yang masih normal dapat pula
mengalami tinitus dan hal ini dapat menunjukkan adanya tahap awal terjadinya
permanen atau NIHL. Tinitus terjadi karena syaraf pendengaran mulai rusak dan
prevalensi tinitus sebesar 15% (Masterson et al., 2016). Menurut WHO, 50% dari
pekerja terpajan bising secara kronis, mengaami keluhan tinitus. Penelitian oleh
disebabkan oleh pajanan bising (Gananca et al., 2011). Penelitian lain pada
keluhan tinitus pada pekerja bengkel mesin PT Dok dan Perkapalan Surabaya
tinitus tersebut mengganggu aktivitas pekerja (Newman et al., 1996). Setelah THI
diisi dan dilakukan skoring, penentuan derajat keparahan dapat ditentukan sesuai
yang telah dikembangkan penelitian oleh McCombe tahun 2001 (McCombe et al.,
2001). Kuesioner ini juga telah diadopsi ke dalam bahasa indonesia dan divalidasi
oleh Jenny E. Bashiruddin dan Tim, yang hasilnya kuesioner ini dapat digunakan
et al., 2015).
tinitus, 11 diantaranya atau 55% mengalami Slight Tinnitus, yang berarti hanya
terjadi saat tertentu atau terdengar disaat sunyi. Tinitus tidak mengganggu tidur
maupun aktivitas sehari-hari. Mild Tinnitus dialami oleh 6 pekerja atau 30% yang
berarti tinitus akan mudah tertutupi dengan suara lingkungan meskipun lebih
lainnya atau 15% mengalami Moderate Tinnitus. Tinitus masih dapat terdengar
bekerja di titik 1 dengan intensitas bising 86,94 dBA, titik 2 dengan intensitas
bising 88,82 dBA dan titik 3 dengan intensitas kebisingan 90,01 dBA selama
8jam. Mayoritas pekerja yang mengalami tinitus, terpapar bising 88,82 dBA
selama 8 jam.
beberapa jam setelah terpapar bising. Penelitian pada remaja dengan paparan
bising hingga 110 dBA menunjukkan adanya pengaruh intensitas bising dengan
keluhan tinitus (Rahadian et al., 2010). Studi lainnya pada pekerja yang terpapar
Tinitus yang terjadi akibat bising dapat terjadi langsung maupun kronis
berpengaruh terhadap tinitus karena keluhan tinitus sendiri dapat terjadi pada
pekerja yang memiliki masa kerja ≤ 10 tahun bahkan secara langsung pada
pekerja yang terpapar bising. Penelitian pada pekerja pusdiklat migas Cepu juga
menunjukkan tidak adanya pengaruh antara masa kerja dengan keluhan tinitus
(Purintyas, 2010). Studi lain menunjukkan tidak adanya pengaruh antara lamanya
paparan dengan tinitus pada pekerja terpapar bising (Dejonckere et al., 2009)
6.5.3 Hobi
karena hobi tersebut juga menimbulkan adanya paparan bising kepada pekerja.
Paparan bising yang ditimbulkan dari earphone lebih tinggi bila dibandingkan
saat musik didengarkan tanpa earphone karena sumber bising menjadi lebih dekat
(Rahadian, 2010). Tinitus juga merupakan tahap awal terjadinya NIHL (NIDCD,
2010). Hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh hobi terhadap keluhan tinitus
pada pekerja bengkel mesin PT Dok dan Perkapalan Surabaya dan merupakan
faktor yang paling berpengaruh terhadap keluhan tinitus. Sebuah penelitian pada
Kebiasaan penggunaan APT yang baik dan benar dapat mereduksi paparan
bising yang diterima oleh pekerja sehingga dapat mencegah terjadinya ketulian
dan tinitus. Penelitian oleh Ipop Sakti Purintyas pada pekerja pusdiklat migas
perbedaan kejadian tinitus pada pekerja yang selalu menggunakan APT dan
terkadang maupun tidak pernah menggunakan APT. Pekerja bengkel mesin yang
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
1. Prevalensi Noise Induced Hearing Loss (NIHL) pada pekerja bengkel mesin
penggunaan Alat Pelindung Telinga (APT) dan hobi yang berkaitan dengan
bising. Pekerja yang tidak menggunakan APT berisiko 0,036 kali mengalami
NIHL dan yang memiliki hobi berkaitan dengan bising berisiko 13,87 kali
mengalami NIHL.
Surabaya termasuk tinggi (54%) bila dibandingkan penelitian lain yang serupa
dan dipengaruhi oleh hobi yang berkaitan dengan bising. Pekerja yang
memiliki hobi yang berkaitan dengan bising berisiko 90,67 kali mengalami
tinitus.
7.2 Saran
1. Bagi PT Dok dan Perkapalan Surabaya, survey kebisingan secara rutin perlu
69
SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 70
DAFTAR PUSTAKA
Ameilia, N., Sari, C., dan Nugrahini., H., 2016. Rekapitulasi Hasil Pengukuran
Kebisingan di PT Dok dan Perkapalan Surabaya. Laporan. Politeknik
Kesehatan Surabaya
Atmaca, E., Peker, I. and Altin, A., 2005. Industrial Noise and Its Effect on
Humans. Polish Journal of Environmental Studies, 14(6), pp. 721 - 726.
Bashiruddin, J E., Alviandi, W., Reinaldo, A., Safitri, E D., Pitoyo, Y., and
Ranakusuma, R W., 2015. Validity and Reliability of The Indonesian
Version of Tinnitus Handycap Inventory. Medical Journal of Indonesia,
24(1), pp. 36 - 42.
Dejonckere, P. H., Coryn, C. and Lebacq, J., 2009. Experience with a Medicolegal
Decision-Making System for Occupational Hearing Loss–Related
Tinnitus. International Tinnitus Journal, 15(2), pp. 185 - 192.
Duthey, B., 2013. Background Paper 6.12 Hearing Loss. Geneva: WHO
71
SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 72
Evenson, E., Dobie, R A., Rabinowitz, P., Crawford, J., Kopke, R., Kirchner, D
B., and Hudson, T W., 2012. Occupational Noise-Induced Hearing Loss.
Journal of Occupational and Environmental Medicine, 54(1), pp. 106 -
108.
Fioretti, A. B., Fusetti, M. and Eibenstein, A., 2013. Assosiation between Sleep
Disorder, Hyperacusis and Tinnitus: Evaluation with Tinnitus
Questionnaires. Noise and Health, 15(63), pp. 91 - 95.
Gananca, M M., Caovilla, H H., Gazzola, J M., Gananca, C F., and Gananca, F F.,
2011. Betahistine in The Treatment of Tinnitus in Patients with
Vestibular Disorder. Journal of Otorhinolaryngol, 77(4), pp. 499 - 503.
HSA, 2007. Guidelines on Hearing Checks and Audiometry Under The Safety ,
Health and Welfare at Work. Dublin: Health and Safety Authority.
Ibrahim, I. B., Aremu, A. S., Ajao, K. R. and Ojelabi, A. T., 2014. Evaluation of
Noise Pollution and Effects on Workers during Wheat Processing.
Journal of Applied Science and Environmental Manage, 18(4), pp. 599 -
601.
Jamal, A., Putus, T., Savolainen, H., Liesivouri, J., and Tanoli, Q., 2016. Noise
Induced Hearing Loss and Its Determinants in Workers of an Automobile
Manufacturing Unit in Karachi, Pakistan. Madridge Journal of
Otorhinolar, 1(1), pp. 1 - 10.
Jumali., Andriani, S., Subhi, M., Suprijanto, D., Handayani, W D A., Chodir.,
Noviarmi, F S I., dan Indahwati, L., 2013. Prevalensi dan Faktor Risiko
Tuli Akibat Bising pada Operator Mesin Kapal Ferri. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional, 7(12), pp. 545 - 550.
Joseph, B., 2009. Enviromental Studies. 2nd penyunt. New Delhi: Tata McGraw-
Hill Publishing Company Limited.
Kim, M. G., Hong, S. M., Shim, H. J., Kim, Y. D., Cha, C. I., and Yeo, S. G.,
2009. Hearing Threshold of Korean Adolescents Associated with the Use
of Personal Music Players. YMJ, 50(6), pp. 771 - 776.
Lumonang, N. P., Moningka, M. dan Danes, V. R., 2015. Hubungan Bising dan
Fungsi Pendengaran pada Teknisi Mesin Kapal yang Bersandar di
Pelabuhan Bitung. e-Biomedik, 3(3), pp. 728 - 732.
Lwanga, S.K., and Lemeshow, S., 1991. Sample Size Determination in Health
Studies: A Practical Manual. Geneva: WHO
Machtum, U., 2010. Hubungan Antara Masa Kerja dengan Ambang Dengar
Pekerja yang Terpapar Bising (Studi di Bengkel Lambung Selatan PT
Dok dan Perkapalan Surabaya). skripsi. Universitas Airlangga
Manisha, N., Mohammed, N. A., Somayaji, G., Kallikkadan, H., and Mubeena,
2015. Effects of Personal Music Players and Mobiles with Ear Phones on
Hearing in Students. Journal of Dental and Medical Sciences, 14(2), pp.
31 - 35.
McCombe, A., Baguley, D., Coles, R., McKenna, L., Windley-Taylor, P., and
McKinney, C., 2001. Guidelines for The Grading of Tinnitus Severity.
Clinical Otolaryngol, Volume 26, pp. 388 - 393.
Nelson, I. D., Nelson, R. Y., Concha-barrientos, M. and Fingerhut, M., 2005. The
Global Burden of Occupational Noise-Induced Hearing Loss. American
Journal of Industrial Medicine, Volume 48, pp. 446-458.
Schnupp, J., Nelken, E. dan King, A., t.thn. Clinical Audiogram and Hearing
Level. https://auditoryneuroscience.com/acoustics/clinical_audiograms
[17 Januari 2016].
Tahir, N., Aljunid, S. M., Hashim, J. H. and Begum, J., 2014. Burden of Noise
Induced Hearing Loss among Manufacturing Industrial Workers in
Malaysia. Iranian Journal of Public Health, 43(3), pp. 148 - 153.
Wandadi, M., Rashedi, V. & Heidari, A., 2014. The Prevalence of Using Personal
Music Player and Listening Habits in Iranian Medical Students. Journal
of Rehabilitation Sciences and Research, I(2), pp. 30 - 32.
Muslih Nasution
Dosen Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik UISU
muslih.nasution@ft.uisu.ac.id
Abstrak
Bising merupakan media pengganggu dalam lingkungan kerja, sehingga perlu penanganan yang lebih baik agar
tidak mengganggu aktifitas kehidupan sehari-hari, kemampuan setiap orang dalam menerima suara bising tidak
sama, apa lagi diterima dalam waktu yang lama dan frequensi yang tinggi dalam seharian dapat menimbulkan
rasa tidak nyaman, bahkan menimbulkan rasa pekak yang berkepanjangan, dan dapat mengganggu kesehatan,
sehingga perlu penanganan serius untuk membuat lingkungan kerja jadi nyaman dalam seharian dengan
I. Pendahuluan
1. Mesin
Suasana di dalam kantor dan pabrik tidak Kebisingan yang ditimbulkan oleh aktifitas
mungkin terlepas dari hingar bingar percakapan. mesin-mesin industri maupun pabrik.
mulai dari suara dering telepon sampai dengan 2. Vibrasi
langkah kaki orang-orang yang hilir-mudik bisa Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran
membuat Anda merasa tidak nyaman sehingga Anda yang ditimbulkan akibat gesekan, benturan atau
kehilangan konsentrasi saat bekerja. Kinerja dan ketidak seimbangan gerakan bagian mesin.
performa anda di kantor akan menurun dan sudah Terjadi pada roda gigi, roda gila, batang torsi,
pasti akan mempengaruhi percaya diri dalam bekerja piston, fan, bearing, dan lain-lain.
tersebut. Lingkungan kerja yang terlampau berisik 3. Pergerakan udara, gas dan cairan
bisa mengakibatkan situasi yang kontra-produktif, Kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan
tidak sehat, dan menjengkelkan. udara, gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja
Bunyi yang berlangsung secata terus menerus industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas,
yayitu merupakan perubahan tekanan udara yang outlet pipa, gas buang, jet, flare boom, dan lain-
diterima oleh telinga disekitar kita yang merupakan lain.
gelombang longitudinal yang merambat melalui
media perantara 2.2 Zona Kebisingan
Sedangkan suara yang merupakan sinyal-sinyal Daerah dibagi sesuai dengan titik kebisingan
yang dapat diukur dalam Hertz(Hz). Manusia dapat yang diizinkan
mendengar sekitar 20 s/d 20 kHz. Suara dibawah Zona A : Intensitas 35 – 45 dB. Zona yang
20Hz disebut infrasonik dan suara melebihi 20kHz diperuntukkan bagi tempat penelitian,
disebut ultrasonik. RS, tempat perawatan kesehatan/sosial
Bising adalah suara yang sangat mengganggu dan & sejenisnya.
tidak dikendaki oleh siapapun yang disebabkan oleh Zona B : Intensitas 45 – 55 dB. Zona yang
sumber suara yang bergetar yang akan membuat diperuntukkan bagi perumahan, tempat
molekul-molekul udara disekitar sekitarnya akan pendidikan dan rekreasi.
turut bergetar. Suara yang melebihi ambang batas Zona C : Intensitas 50 – 60 dB. Zona yang
akan mengganggu aktifitas manusia yang sedang diperuntukkan bagi perkantoran,
bekerja di lingkungan kita berada. Perdagangan dan pasar.
Zona D : Intensitas 60 – 70 dB. Zona yang
II. Pembahasan diperuntukkan bagi industri, pabrik,
stasiun KA, terminal bis dan sejenisnya.
2.1 Sumber bising
Sumber kebisingan diperoleh dari industri- Zona Kebisingan menurut IATA (International
industri oleh aktifitas mesin mesin yang beroperasi Air Transportation Association)
Sumber bising ialah sumber bunyi yang kehadirannya Zona A: intensitas > 150 dB → daerah berbahaya dan
dianggap mengganggu pendengaran baik dari sumber harus dihindari
bergerak maupun tidak bergerak. Umumnya sumber Zona B: intensitas 135-150 dB → individu yang
kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, terpapar perlu memakai pelindung telinga
perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga, (earmuff dan earplug)
alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga. Di Zona C: 115-135 dB → perlu memakai earmuff
Industri, sumber kebisingan dapat di klasifikasikan Zona D: 100-115 dB → perlu memakai earplug
menjadi 3 macam, yaitu:
2. Untuk kesehatan dianjurkan bekerja pada batas [5] Keputusan Menteri Lingkungan Hidung
ambang kebisingan artinya pada 85 dB dalam Nomor : KEP-48/MENLH/11/1996 tentang
waktu 8 jam perhari Baku Tingkat Kebisingan.
[6] Machfoeds, ircham, 2003, Pengelolaan
Daftar Pustaka Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
Yogyakarta: fitramaya
[1] Darsono, Valentinus, 1995, Pengantar Ilmu [7] Mulia, Ricki, 2005, Kesehatan
Lingkungan. Yogyakarta: Penerbitan Lingkungan.Yogyakarta: Grahara Ilmu.
Universitas Atma Jaya. [8] Nasri, 1997, Teknik Pengukuran dan
[2] Joko, S. (Penerjemah), 1995, Deteksi Dini Pemantauan Kebisingan di Tempat Kerja.
Penyakit Akibat Kerja. WHO. [9] Sastrowinoto, 1985, Penanggulangan Dampak
[3] Kadir, sunarto, 2010, Dasar-dasar Kesehatan Pencemaran Udara Dan Bising Dari Sarana
Lingkungan. Gorontalo: Universitas negeri Transportasi, Jakarta
Gorontalo. [10] UNILA. Tanpa Tahun. Kebisingan.
[4] Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: http://digilib.unila.ac.id/868/7/ BAB%20II.
KEP-51/men/1999 tentang Nilai Ambang pdf (diakses pada tanggal 30 Des. 15)
Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.
*Email: mariagasparina393@gmail.com
*Penulis korespondensi: Jln Tajem, Gang Panji 2, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta
Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)
http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570
PENDAHULUAN
Teknologi mengalami kemajuan yang pesat pada bidang industri, mesin yang digunakan
untuk membantu kelancaran proses produksi semakin meningkat. Teknologi yang maju digunakan
untuk mempermudah pekerjaan manusia dengan maksimal untuk memberikan hasil yang terbaik
menggunakan sedikit waktu, serta dapat menghemat tenaga. Semakin banyak mesin atau alat yang
digunakan untuk produksi, pasti ada faktor yang membahayakan yang tidak teratasi secara baik.
Bahayanya yaitu seperti stres yang diakibatkan oleh kerja, faktor ini muncul jika tuntutan
lingkungan kerja melampaui kemampuan pekerja untuk mengatasi atau mengontrol (1).
Menurut Komisi Kesehatan Mental Kanada (Mental Health Commission Of Canada) pada
tahun 2016 mencatat setidaknya terdapat 1 dari 5 orang kanada yang mengalami masalah kesehatan
psikologis pada tahun tertentu, serta di dapatkan pula 47% pekerja dikanada yang menganggap
bahwa pekerjaan mereka merupakan bagian yang paling menyebabkan stres dalam kehidupan
sehari-hari. Di Indonesia sendiri stres kerja juga menjadi masalah dengan angka yang cukup tinggi.
Meskipun belum ada data yang resmi, tetapi sudah dilakukan beberapa penelitian terkait dengan stres kerja.
Seperti di Penelitian Kamso, 2011 bahwa di Jakarta pada eksekutif muda kejadian stres mencapai25% (2).
Salah satu sumber penyebab stres kerja yaitu dari pekerjaan itu sendiri, tetapi dapat juga disebabkan adanya
stres fisik, emosional, dan mental. Banyak stres yang berhubungan dengan kerja dan sangat jarang ditemukan
hanya terdapat satu faktor penyebab stres akibat kerja Stres fisik di tempat kerja, contohnya seperti
kebisingan (1)
Menurut WHO di semua wilayah di dunia Tingkat kebisingan kerja masih menjadi masalah
yang tinggi. Seperti di Amerika Serikat (AS), lebih dari 30 juta pekerja terpapar kebisingan
berbahaya. Selanjutnya di Jerman, 4 sampai 5 juta orang (12−15% dari angkatan kerja) terpapar
pada tingkat kebisingan yang berbahaya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Pabrik Produksi
Makanan Hewan Surabaya, melibatkan 34 responden yang di jadikan sampel penelitian,
mendapatkan hasil yaitu dari 34 pekerja, 15% dinyatakan mengalami tingkat stres kerja rendah,
59% dinyatakan mengalami tingkat stres sedang, dan 26% dinyatakan mengalami tingkat stres kerja
tinggi. faktor-faktor penyebab stres yang ditimbulkan dari faktor kebisingan dan iklim kerja panas
(3).
Pabrik Cambrik GKBI Medari merupakan salah satu perusahaan tekstil di Yogyakarta yang
produksi bermacam-macam jenis tekstil yang khusus berfokus pada pembuatan bermacam-macam
jenis kain. Salah satu contohnya kain batik dimana proses memproduksinya menjadi 2 bagian yaitu
bagian weaving dan bagian finishing. Berdasarkan hasil studi pendahuluan dibagian weaving di PC
GKBI Medari dari 5 pekerja yang di berikan kuesioner tentang stres kerja terdapat 3 pekerja
mengalami stres kerja sangat berat, 1 pekerja mengalami stres kerja berat dan 1 pekerja mengalami
stres kerja ringan. orang pekerja, peneliti mendapatkan informasi bahwa 3 dari 5 pekerja
mangatakan bahwa mereka cukup terganggu dan tidak merasa nyaman saat bekerja akibat adanya
Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)
http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570
paparan kebisingan. Pekerja juga mengatakan bahwa akibat dari paparan kebisingan yang sering
terjadi mengakibatkan sulit berkomunikasi antar pekerja dan merasa jenuh dalam bekerja.
METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kuantitatif dengan rancangan analitik
melalui pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah pekerja di bagian Weaving
berjumlah 529 orang pekerja di PC GKBI Medari, Sleman Yogyakarta dengan jumlah sampel 81
orang. Sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik Random Sampling. Analisis dalam
penelitian ini adalah uji korelasi Kendall Tau.
Data primer dapat diketahui bahwa berdasarkan hasil skor kuesioner dari responden yaitu
bagian weaving di PC GKBI Medari Yogyakarta menunjukan bahwa terdapat 15 orang mengalami
stres kerja ringan atau 18.5%, terdapat 64 orang pekerja yang mengalami stres kerja sedang atau
79.0% dan dan terdapat 2 pekerja yang mengalami stres kerja berat atau 2.5%.
Sedangkan data skunder pada penelitian ini diperoleh dari instansi terkait data data jumlah
pekerja dari setiap unit, dibagian Weaving dari PC GKBI Medari Sleman Yogyakarta. Untuk data
sekunder Paparan kebisingan dibagi menjadi dua kategori yaitu Dibawah jika < 85 dBA dan Diatas
jika > 85 dBA, angka ini diambil dari standar nilai ambang batas menurut PERMENAKER nomor
5 tahun 2018 sebesar 85 dBA. Mendapatkan hasil bahwa pengukuran NAB bagian weaving di PC
GKBI menunjukan bahwa sebanyak 17 atau 21.0% pekerja yang terpapar suara bising Dibawah
NAB sedangkan sebanyak 64 atau 79.0% pekerja yang terpapar suara bising Diatas NAB. Dari
hasil yang didapat menunjukan yakni paling banyak pekerja yang bekerja pada bagian dengan
tingkat paparan kebisingan Diatas NAB.
Didapatkan hasil analisis data dengan perhitungan uji Kandall Tau mengenai hubungan
paparan kebisingan terhadap stres kerja diperoleh nilai significancy atau nilai p value sebesar 0.038
(p value < 0.05 ). Yang menunjukan bahwa ada hubungan paparan kebisingan terhadap stres kerja.
Nilai 𝜏 (Correlation Coefficient) sebesar 0.229, nilai ini diartikan ke eratan hubungan paparan
Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)
http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570
kebisingan terhadap stres kerja pada pekerja bagian weaving di Pc GKBI Medari Yogyakarta adalah
sangat lemah.
HASIL
Karakteristik responden berdasarkan umur, shift kerja, masa bekerja, pendidikan dan
upah/gaji.
Pengukuran paparan kebisingan bagian weaving dilakukan pada 7 titik lokasi yaitu ruang
air jet loom (AJL), GF AJL, GF Shuttle, prep AJL, prep shuttle, shuttle 2, shuttle 3 di PC GKBI
Merdari. Berdasarkan ketentuan nilai ambang batas (NAB) kebisingan menurut permenaker No 5
tahun 2018 adalah 85 dBA untuk pemaparan 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Hasil pengukuran
dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Paparan Kebisingan Pada Titik Pengambilan Sampel di PC GKBI
Lokasi Pengukuran Jumlah Pekerja dBA Keterangan
AJL 15 96,72 Diatas NAB
GF AJL 3 96,72 Diatas NAB
GF Shuttle 8 71,74 Dibawah NAB
Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)
http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570
Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan hasil pengukuran paparan kebisingan yang dilakukan di
tujuh titik lokasi bagian weaving di PC GKBI Medari Yogyakarta menunjukan bahwa terdapat 4
lokasi yaitu bagian AJL, GF AJL, shuttle 2 dan shuttle 3 yang hasil pengukuran paparan kebisingan
melebihi nilai ambang batas (85 dBA) dengan jumlah pekerja terbanyak pada bagian shuttle 2
sebanyak 32 orang dengan tinggi paparan kebisingan 101,87 dBA yaitu diatas standar NAB.
Tabel 4.3 Hasil Data Responden yang dengan suara bising berdasarkan jumlah pekerja di PC GKBI
Kategori NAB Jumlah (n) Frekuensi (%)
Dibawah NAB 17 21.0
Diatas NAB 64 79.0
Total 81 100.0
Sumber : Data Skunder
Paparan kebisingan dibagi menjadi dua kategori yaitu Dibawah jika < 85 dBA dan Diatas jika
> 85 dBA, angka ini diambil dari standar nilai ambang batas menurut PERMENAKER nomor 5
tahun 2018 sebesar 85 dBA. Berdasarkan tabel 4.7 mendapatkan hasil bahwa pengukuran NAB
bagian weaving di PC GKBI menunjukan bahwa sebanyak 17 atau 21.0% pekerja yang terpapar
suara bising Dibawah NAB sedangkan sebanyak 64 atau 79.0% pekerja yang terpapar suara bising
Diatas NAB. Dari hasil yang didapat menunjukan yakni paling banyak pekerja yang bekerja pada
bagian dengan tingkat paparan kebisingan Diatas NAB.
Pengukuran stres kerja pada pekerja bagian weaving di PC GKBI Medari Yogyakarta dengan
cara memberikan kuesioner kepada para pekerja untuk di isi, dengan 20 pernyataan kepada 81
responden. Berikut merupakan gambaran mengenai distribusi frekuesi stres kerja bagian weaving di
PC GKBI Yogyakarta Dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut :
Tabel 4.4 Hasil pengukuran Tingkat stres pekerja di PC GKBI
Tingkat stres Jumlah (n) Frekuensi (%)
Stres Kerja Ringan
Stres Kerja Sedang 15 18.5
Stres Kerja Berat 64 79.0
2 2.5
Total 81 100.0
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa berdasarkan hasil skor kuesioner dari responden
yaitu bagian weaving di PC GKBI Medari Yogyakarta menunjukan bahwa terdapat 15 orang
mengalami stres kerja ringan atau 18.5%, terdapat 64 orang pekerja yang mengalami stres kerja
sedang atau 79.0% dan dan terdapat 2 pekerja yang mengalami stres kerja berat atau 2.5%.
Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)
http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570
Analisis bivariat dalam penelitian ini yaitu analisis yang digunakan untuk mengetahui
hubungan paparan kebisingan terhadap stres kerja pada pekerja bagian weaving di PC GKBI Medari,
Sleman, Yogyakarta.
Tabel. 4.5 Hubungan paparan kebisingan terhadap stres kerja pada pekerja bagian weaving di
PC GKBI Medari Sleman Yogyakarta
Stres Kerja
Ringan Sedang Berat Total
Kebisingan f % f f f τ Sig
% % %
Dibawah 6 11 0 0 17
NAB 7.4 13.6 21.0 0.229 0.038
Diatas 9 53 2 64
NAB 11.1 65.4 2.5 79.0
Total 15 64 2 81
18.5 79.0 2.5 100.0
Berdasarkan tabel 4.5 diatas menunjukan bahwa pekerja yang bekerja pada lokasi dengan
paparan kebisingan di bawah NAB dan mengalami stres kerja sedang sebanyak 11 orang dengan
persentase 13.6%, sedangkan pekerja yang berada pada lokasi dengan paparan kebisingan dibawah
NAB dan mengalami stres kerja berat sebanyak 0% orang dengan persentase 0%. Pekerja yang
berada pada lokasi dengan paparan kebisingan diatas NAB dan mengalami stres kerja sedang
sebanyak 53 orang dengan persentase 65.4%, sedangkan pekerja yang berada pada lokasi dengan
paparan kebisingan diatas NAB dan mengalami stres kerja berat sebanyak 2 orang dengan
persentase 2.5%.
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa hasil perhitungan dengan uji Kandall Tau
mengenai hubungan paparan kebisingan terhadap stres kerja diperoleh nilai significancy atau nilai
p value sebesar 0.038 (p value < 0.05 ). Yang menunjukan bahwa ada hubungan paparan kebisingan
terhadap stres kerja. Nilai 𝜏 (Correlation Coefficient) sebesar 0.229, nilai ini diartikan ke eratan
hubungan paparan kebisingan terhadap stres kerja pada pekerja bagian weaving di Pc GKBI Medari
Yogyakarta adalah sangat lemah.
PEMBAHASAN
Umur pekerja yang siap bekerja berada pada usia (15-60 tahun) mempunyai nilai positif yang
memenuhi kriteria produktivitas tenaga kerja. (4) Pada penelitian ini didapatkan hasil yang
menunjukan karekteristik responden bagian weaving di PC GKBI Medari Yogyakarta berdasarkan
umur yaitu sebagian besar pekerja berumur 46-55 tahun yaitu sebanyak 37 orang atau 45.7%..
Berdasarkan penelitian yang di lakukan Di Industri Penggilingan Padi Lampung, usia adalah salah
satu faktor yang bisa berpengaruh pada tingkat stres pada individu. Namun, penelitian mengenai
Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)
http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570
pengaruh umur terhadap tingkat stres kerja masih belum memiliki kejelasan serta hasil pun berbeda
beda. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara usia dengan stres kerja
dengan p value 0,003 (tabel 3), dan OR 19,125. Artinya usia 36-45 tahun lebih berisiko stres akibat
kerja sebesar 19,125 kali dibanding usia 25-35 tahun. (5)
Menurut penelitian yang dilakukan di Bagian Operator Di SPBU Baratan Jember, shift kerja
merupakan suatu sistem yang diterapkan perusahaan untuk meningkatkan produktifitas secara
maksimal dan kontinyu selama 24 jam. Shift kerja di Indonesia rata-rata menggunakan sistem 3 shift
yang terbagi atas kerja pagi, sore, dan malam dengan masing-masing 8 jam kerja. Akan tetapi
dibeberapa perusahaan ada yang hanya menerapkan 2 sistem shift kerja meliputi kerja pagi dan sore.
(6)
Dalam penelitian ini karakteristik responden berdasarkan Shift kerja pekerja bagian weaving
di PC GKBI Medari dengan persentase sebesar 91.4% atau (74 pekerja ) melakukan shift pagi dan
hanya 8.6% atau (7 pekerja) yang melakukan shift siang. Adapun penelitian yang dilakuakan Di
Bagian Produksi Gilingan PT. Riau Crumb Rubber Factory Pekanbaru, Ada hubungan yang
signifikan antara kebisingan dengan stres kerja pada karyawan bagian produksi gilingan. Semakin
tinggi tingkat kebisingan maka stres kerja semakin tinggi. (7)
Menurut penelitian yang di lakukan di PT Angkasa Pura I Bandar Udara Internasional Sam
Ratulangi Manado, menyatakan kalau adanya hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada
pekerja kantor di Bandara Domini Osok Sorong. Masa kerja ada hubungannya dengan stres kerja
merupakan masalah yang sangat penting untuk diperhatikan. (8)
Pada penelitian ini karakteristik responden menurut lama bekerja yaitu sebagian besar pekerja
bagian weaving di PC GKBI Medari yang memiliki waktu kerja selama >10 tahun sebanyak 53
orang dan 1-5 tahun sebanyak 22 orang. Berbeda dengan penelitian yang di lakukan pada pekerja
PT. Semen Tonasa, terdapat sebagian besar responden memiliki masa kerja ˃5 tahun yakni sebanyak
76 pekerja (92,7%), dengan masa kerja paling pendek adalah 2 tahun sedangkan masa kerja paling
lama adalah 37 tahun. Masa kerja yang lebih lama memiliki kaitan dengan pengalaman serta
pemahaman yang baik karena sudah cukup beradaptasi antara responden atau pekerja dengan
pekerjaannya. Hasil penelitian ini menunjukkan masa kerja tidak mempengaruhi stres. Dengan kata
lain, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan stres. (9) akan tetapi menurut
penelitian (10) bahwa ada hubungan masa kerja dengan gangguan pendengaran pekerja di
perusahaan.
Tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap kualitas, yang terendah dapat mengakibatkan
beban kerja menjadi bertambah, dan menimbulkan stres. (11) Pada penelitian ini karakteristik
berdasarkan pendidikan sebagian besar pekerja bagian weaving di PC GKBI Medari Yogyakarta
mempunyai pendidikan SMA/SMK adalah sebanyak 55 orang / 69.79%, sedangkan untuk
pendidikan dengan persentase terendah adalah SD dan S2 sebanyak (1.2%).
Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)
http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570
Adapun penelitian yang dilakukan terhadap 40 responden pada pekerja di bagian tenun
Agung Saputra Tex Piyungan, Bantul, Yogyakarta menunjukkan hasil yaitu angka kejadian
tingkat stres kerja pada pekerja di bagian tenun termasuk dalam kategori stres sedang. Keadaan
tersebut dapat dikatakan ada keterkaitan dengan tingkat pendidikan responden yang ada,
pendidikan responden paling banyak adalah pendidikan SMP sejumlah 24 atau 60,0% pekerja
dan tingkat pendidikan responden yang sedikit yaitu SMA sejumlah 7 atau 17,5% pekerja dan SD
yaitu sebanyak 9 atau 22,5% pekerja. Tingkat pendidikan merupakan sebagian kecil faktor yang
memberikan respon stres pada saat bekerja. (12)
Sedangkan menurut penelitian Di Industri Penggilingan Padi, pendidikan juga memiliki
pandangan sebagai salah satu hal yang bisa mempengaruhi stres kerja. Akan tetapi, pada penelitian
ini tidak dapat dibuktikan. Terlihat, mayoritas pekerja berpendidikan rendah (82,9%). Hasil analisa
bivariat pada Tabel 3 mendapatkan p-value=0,088. Ini dikarenakan tingkat pendidikan pekerja di
pabrik penggilingan padi rata-rata sama maka dari itu setiap pekerja memiliki pengetahuan,
keterampilan serta tanggung jawab yang sama untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. (5)
Upah/gaji merupakan hak pekerja dan diterima yang dinyatakan dengan bentuk uang sebagai
imbalan atau balasan yang diberikan oleh Pemberi Kerja kepada Pekerja yang ditetapkan serta
dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, dalam peraturan perundang-undangan,
termasuk tunjangan untuk Pekerja dan keluarganya karena suatu pekerjaan / jasa yang telah
dilakukan. (13) Dalam penelitian ini upah/gaji yang diterima pekerja bagian weaving di PC
GKBI Medari Yogyakarta yaitu sebagian besar pekerja mendapat upah >1,4 juta, sebanyak 75 orang
atau 92.6%, yakni pekerja/ staf di bagian produksi.
Adapun penelitian yang dilakukan pada Industri Tenun Melayu Siak, di ketahui hasil bahwa
upah/gaji pekrja dalam 1 tahun oleh pengusaha lebih kecil dari< 20.000.000 berjumlah 5 orang
pengusaha dengan persentase 23,81%, untuk kisaran 20.000.000-40.000.000 berjumlah 12 orang
pengusaha dengan persentase 57,14%, dan untuk upah lebih besar dari > 40.000.000 berjumlah 4
orang pengusaha dengan persentase 19,05%. Upah/gaji pekerja yang diberikan oleh pengusaha
berdasar jumlah hasil per- helai kain Tenun Melayu Siak yang di selesaikan oleh pekerja. (14)
Bising merupakan berbagai macam suara yang tidak diinginkan serta dapat merusak
kesehatan yang penyebabnya dari kegiatan manusia ataupun aktifitas-aktifitas alam, serta bunyi
yang memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan maupun kesejahtraan individu paupun kelompok
masyarakat. (15)
Berdasarkan hasil data sekunder penelitian diketahui bahwa paparan kebisingan bagian
weaving di PC GKBI yaitu pada bagian ruang AJL (96,72 dBA), GF AJL (96,72 dBA), GF shuttle
(71,74 dBA), prep AJL (80,01 dBA), prep shuttle (80,01 dBA), shuttle 2 (101,87 dBA), shuttle 3
(100,36 dBA) yang pekerjanya bekerja atau beroperasi pada lokasi tersebut. Pekerja yang bekerja
pada lokasi dengan paparan kebisingan dibawah NAB sebanyak 17 atau 21.0% pekerja, sedangkan
pekerja yang bekerjapada lokasi dengan paparan kebisingan diatas NAB sebanyak 64 atau 79.0%
Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)
http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570
pekerja. Dari hasil yang didapat menunjukan yakni paling banyak pekerja yang bekerja pada bagian
dengan tingkat paparan kebisingan Diatas NAB.
Batas tingkat paparan kebisingan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu untuk lingkungan dengan lama
waktu pajanan 24 jam yang biasa kita kenal dengan Baku Mutu Lingkungan dan untuk tempa kerja
dengan waktu pajanan 8 jam kerja / Nilai Ambang Batas (NAB). Ketentun Nilai Ambang Batas
Kebisingan (NAB) Menurut Peraturan Mentri Ketenagakerjaan Republik indonesia Nomor 5 tahun
2018, Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja untuk nilai ambang batas
kebisingan. (16)
Menurut penelitian yang dilakukan Di Area Produksi Pt. X, diketahui bahwa responden yang
bekerja dengan melebihi nilai ambang batas sebanyak 20 responden (52,6%), sedangkan responden
yang bekerja dibawah nilai ambang batas sebanyak 18 orang (17,4%). (17)
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Di Pabrik Produksi makanan hewan Surabaya di
dapatkan hasil noise mapping memiliki tiga area dengan memiliki intensitas kebisingan melebihi
nilai ambang batas yaitu area cookerretort (86,8 dB), filling saos-seaming (86,5 dB), dan genset
(89,8 dB). Mengingat pabrik ini baru didirikan kurang dari tiga (3) tahun lalu, serta mesinnya
memiliki umur yang sama, oleh karena itu cara pengendalian secara eliminasi dan subtitusi tidak
bisa dilakukan. Maka upaya pengendalian yang dapat dilakukan yaitu engineering controls
merupakan pemeliharaaan mesin secara berkala dan juga dipasang enclosure pada mesin genset dan
cooker-retort, untuk mesin seamer tidak bisa dipasang enclosure dikarena bisa menghambat ruang
gerak operator yang melakukan proses setting pada mesin. Dikarenakan, jarak mesin tidak
memungkinkan untuk penambahan lebar dimensi komponen peredam enclosure. (18)
Stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stres kerja yang menyebabkan reaksi individu
berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stres
kerja. Pada penelitian ini untuk mengetahui stres kerja pada responden peneliti menggunakan tiga
indikator psikologis, fisiologis, prilaku yang tertuang dalam 20 pernyataan dalam kuesioner. (19)
Hasil penelitian yang dilakukan pada 81 responden di PC GKBI Medari di peroleh hasil skor
kuesioner dari responden yakni bagian weaving di PC GKBI Medari Yogyakarta menunjukan
bahwa terdapat 15 orang mengalami stres kerja ringan / 18.5%, terdapat 64 orang pekerja yang
mengalami stres kerja sedang / 79.0% dan dan terdapat 2 pekerja yang mengalami stres kerja berat
/ 2.5%.
Adapun peneliti yang mengatakan, dilingkup ketenagakerjaan stres kerja adalah masalah
kesehatan tenaga kerja, berpotensi meni,bulkan resiko kecelakaan kerja yang akan menimbulkan
banyak kerugian materi, dan mampu menurunkan produktifitas kerja keseluruhan. Individu menilai
situasi menimbulkan stres/tidak, sangat tergantung pada kepekaan individu dari mencakup beberapa
variabel antara lain: usia, masa kerja, komunikasi ditempat kerja, kepribadian dan semangat kerja.
(20)
Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)
http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570
Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)
10
http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570
Shuttle 2 dan bagian shuttle 3 terpapar kebisingan diatas 85 dBA selama 8 jam per hari yang berarti
telah melebihi NAB kebisingan yang ditentukan pemerintah. Kebisingan berpengaruh terhadap
kesehatan pekerja. Beberapa pekerja yang rentan terhadap paparan kebisingan berdampak pada
gangguan kesehatan baik fisik maupun psikologis pekerja, sebagai contoh yaitu stres kerja.
Dikatakan bahwa suara bising jika tidak sesuai dengan standart yang berlaku bisa
mengakibatkan masalah yang harus bisa ditangani oleh semua kompenen yang bekerja di lingkup
perusahaan, jika perusahaan tidak bisa menjaga serta membuat area lingkungan kerja aman maka
dapat berakibat buruk terhadap perusahaan khususnya terhadap pekerja, pekerja yang selalu berada
di area lingkungan kerja akan menjadi korban/obyek pertama yang mendapatkan akibat dari
kurangnya perhatian terhadap. Dari sebab itu kebisingan akan menimbulkan kejadian seperti bahaya
kecelakaan kerja dan stres kerja.
Hasil penelitian Di Perusahan PT. Bintang Asahi Textile Industri, hasil di hubungan tingkat
kebisingan terhadap stres kerja menunjukkan nilai signifikansi 0,002< 0,05 sehinggan H0: ditolak
dapat diartikan kebisingan (X1) secara individu berpengaruh secara signifikan terhadap stres kerja.
(21)
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelian yang menunjukan bahwa 61 responden bagian
Workshop PT. Bintang Intipersada Shipyard, akibat faktor lingkungan yang kurang nyaman yakni
suara mesin yang memiliki kebising melebihi Nilai Ambang Batas ternyata ada hubungan kuat
dengan stres pada pekerja yang bekerja di bagian workshop terutama pada titik tiga, empat, lima,
dan enam, dibuktikan dengan 29 responden yang mengalami stres kerja berat. Di mana responden
yang bekerja kurang dari Nilai Ambang Batas (≤NAB) dan stres kerja berat berjumlah 2 (3,2%)
pekerja sedangkan responden yang bekerja lebih dari Nilai Ambang Batas (>NAB) dan stres kerja
berat berjumlah 27 (44,2%) pekerja. Serta berdasarkan uji Spearman antara variabel bebas yaaitu
diperoleh kebisingan dengan variabel terikat tingkat stres kerja diperoleh p value sebesar 0,000 dan
besarnya koefisien korelasi (r) yaitu 0,667 dapat dinyatakan bahwa ada hubungan yang kuat antara
kebisingan dengan stres kerja pada pekerja workshop PT. Bintang Intipersada Shipyard. (22)
Adapun penelitian yang dilakukan dengan judul, Hubungan Kebisingan Dengan Stres Kerja
Pada Perkerja Bagian Produksi Di Pt Mitra Bumi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
dari 23 pekerja yang mengalami kebisingan dalam bekerja, terdapat 4 pekerja (22,2%) yang tidak
stres dalam bekerja. Sedangkan dari 20 pekerja yang mengalami tidak kebisingan dalam bekerja,
terdapat 6 pekerja (24%) yang stress dalam bekerja Berdasarkan uji chi square diperoleh nilai p
value = 0,001 (p < 0,05), dengan derajat kemaknaan (α = 0,05). Ini berarti ada hubungan kebisingan
dengan stres kerja. (20)
Sedangkan penelitian yang dilakukan di area Produksi PT. Pabrik Es Siantar, mendapatkan
ada hasil uji chi-square antara kebisingan dengan stres kerja di dapat p value = 0.0001 (p value <
0.05) sehingga Ho ditolak artinya ada hubungan antara kebisingan dengan stres kerja pada pekerja
di area produksi PT. Pabrik Es Siantar tahun 2021. Penyebabnya yaiutu suara bising yang dikluarkan
Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)
11
http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570
oleh alat atau mesin produksi yang terus di dengarkan oleh pekerja selama 8 jam untuk setiap hari
dan tidak menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) yaitu ear muff maupun ear plug. (23)
Menurut penelitian (24) tidak ada hubungan antara stres kerja dengan pencahayaan, ada
hubungan antara stres kerja dengan suhu tempat kerja dan tidak ada hubungan antara stres kerja
dengan getaran ditempat kerja. Hal ini disebabkan karena pekerja sudah terbiasa melakukan
pekerjaan itu setiap hari.
Berbeda dengan penelitian yang di lakukan pada pekerja unit produksi Paving Block di UD.
Rizki Assila Ulfa Lubuk Pakam kabupaten Deli Serdang, di dapatkan hasil uji chi-square
menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara kebisingan dengan stres kerja dengan nilai
p sebesar 0,031 (p<0,05). (25)
Maka perusahaan / industri-industri harus bisa melakukan identifikasi/ deteksi dini, gangguan
kesehatan yang di sebabkan suara paparan kebisingan yaitu dengan melakukan sosialisasi
peningkatan pengetahuan mengenai stres kerja, sehingga karyawan lebih mengerti dan mengetahui
tentang bahaya kebisingan dan bisa secara mandiri melakukan tindakan prefentif guna mencegah
terjadinya gangguan kesehatan akibat bahaya itu sendiri.
KESIMPULAN
Tingkat stres kerja akibat paparan kebisingan bagian weaving di Pc GKBI Medari Yogyakarta
yaitu terdapat 15 orang mengalami stres kerja ringan atau 18.5%, terdapat 64 orang pekerja yang
mengalami stres kerja sedang atau 79.0% dan dan terdapat 2 pekerja yang mengalami stres kerja
berat atau 2.5%. Hasil ini menunjukan paparan kebisingan yang melebihi ambang batas di
lingkungan kerja dapat menimbulkan stres kerja pada kategori stres kerja sedang. Kesimpulannya
ada hubungan paparan kebisingan terhadap stres pada pekeja bagian weaving.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiawan W, Ulfa EA, Andarani P. Analisis hubungan kebisingan mesin dengan stres kerja.
J Presipitasi. 2016;Vol. 13 No:1–7.
2. Rachman SBP. Faktor Determinan Terhadap Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Produksi Di
PT Indogravure Tahun 2017. Vol. 53, Occupational Medicine. Universitas Islam Negeri Syaif
Hidayatullah Jakarta; 2017.
3. Leli.Hesty Indriyanti P dan K. Hubungan paparan kebisingan terhadap pengingkatan tekanan
darah pada pekerja. Kedokt dan Kesehat. 2019;15.
4. Ukkas I. Faktor yang menempengaruhi produktifitas tenaga kerja Industri kecil Kota Palopo.
J Islam Educ Manag. 2017;2(2):200.
5. Safitri D, Utama K, Insani S. Pengaruh kebisingan terhadap stres kerja pada tenaga kerja di
Industri Penggilingan Padi. J Kesehat Lingkung Ruwa Jurai. 2021;15(50):77–84.
6. Ekaningtyas SW. Pengaruh sistem shift kerja terhadap stres kerja karyawan bagian operator
di SPBU Baratan Jember. Universitas Jember; 2016.
7. Juliyati R, Saam Z, Nopriadi. Hubungan shift kerja dan kebisingan dengan stres kerja pada
Karyawan Bagian Produksi Gilingan PT . Riau Crumb Rubber Factory Pekanbaru.
2014;1:88–96.
Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)
12
http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570
8. Aulia L, Kawatu PAT, Langi FLFG, Fakultas. Hubungan antara Beban Kerja dan Masa Kerja
dengan Stres Kerja pada Security Check Point di PT Angkasa Pura I Bandar Udara
Internasional Sam Ratulangi Manado. Med Scope J. 2019;1(1):16–20.
9. Abdullah RPI, Pramono SD, Ihsani IP. Hubungan Kebisingan dan Masa Kerja terhadap Jenis
Ketulian dan Stress pada Pekerja PT . Semen Tonasa. UMI Med J. 2020;5(1):69–80.
10. Arianto ME. Gangguan Fungsi Pendengaran Pada Pekerja Di Bagian Komponen Logam Pt.
Mega Andalan Kalasan (Mak) Kabupaten Sleman. J Formil (Forum Ilmiah) Kesmas …
[Internet]. 2017;2. Available from:
http://formilkesmas.respati.ac.id/index.php/formil/article/view/65
11. Desima R. Tingkat Stres Kerja Perawat Dengan Prilaku Caring Perawat. J Keperawatan.
2013;4:43–55.
12. Budiyanto T, Pratiw EY. Hubungan Kebisingan dan Masa Kerja terhadap terjadinya Stres
Kerja pada Pekerja di Bagian Tenun Agung Saputra Tex Piyungan Bantul Yogyakarta.
Kesehat Masy. 2010;4:126–35.
13. Indonesia PPR. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Jaminan Kesehatan. 2013.
14. Fadhli SM, Harahap A, Syapsan. Prospek Industri Kain Tenun Melayu Siak Di kabupaten
Siak Sri Indrapura. Jom FEKON. 2015;2:1–15.
15. Sucipto CD. Keselamatan dan Kesehatan kerja. Yogyakarta: Gosyen Publishing; 2014. 16 p.
16. PERMENAKER. Peraturan Menteri Ketenaga Kerjaan Republik Indonesi Nomor 5 Tahun
2018 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja. 2018.
17. Amar DM, Lusiana D, Nuryanto MK. Hubungan Kebisingan Dengan Kejadian Hearing Loss
dan Stres Kerja Di Area Produksi PT . X. J Kesehat. 2019;V(1):1–12.
18. Wiediartini, Dermawan D. Pengaruh kebisingan dan iklim kerja terhadap stres kerja di pabrik
produksi makanan hewan. J Res andTechnology. 2019;5(1):30–40.
19. Apladika, Denny HM, Wahyuni I. Hubungan Paparan Kebisingan Terhadap Stres Kerja Pada
Porter Ground Handling Di Kokapura Ahmad Yani Semarang. J Kesehat Masy. 2016;4:630–
6.
20. Yusmardiansyah, Zhara G. Hubungan kebisingan dengan stres kerja pada perkerja bagian
produksi Di PT Mitra Bumi. J Kesehat Masy. 2019;3:23–30.
21. Aziz MT. Analisis Tingkat Kebisingan, Masa Kerja, Shift Kerja Trehadap Stres Kerja Pada
Karyawan Di PT. Bintang Asahi Textile Industri Kab. Sragen. 2018.
22. Saputra AI, Diza M. Hubungan Intensitas Kebisingan Dengan Tingkat Stres Kerja Pada
Pekerja Area Workshop PT. Bintang Intipersada Shipyard Batam. Zo Kedokt. 2019;9(3):65–
74.
23. Barus YM. Hubungan Kebisingan Terhadap Stres Kerja Di Area Produksi PT. Pabrik Es
Siantar Tahun 2021. 2021.
24. HZ H, Ulfah M. Analisis Faktor Lingkungan Fisik Terhadap Risiko Stress Analysis of
Psysical Environmental Factor Against the Risk of. J Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati.
2018;3(2):111–6.
25. Parinduri AI, Ginting LRB, Irmayani, Prabaja RE. Hubungan Lama Kerja Dan Kebisingan
Dengan Stres Kerja Pada Pekerja Unit Produksi Paving Block Di Ud. Rizki Assila Ulfa
Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. J Kesmas Dan Gizi. 2020;3(1):91–7.
Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)
13
http://formilkesmas.respati.ac.id
IJPHN 1 (3) (2021) 456-461
Hubungan Kebisingan Terhadap Produktivitas Kerja Pada Area Produksi Di PT. Alis
Jaya Ciptatama, Ceper, Klaten
Abstract
Background: The source of noise generated by the production process machine in the work environ-
ment can affect occupational safety and health, workers are exposed to noise for 8 hours per day in the
work environment of PT. Alis Jaya Ciptatama, Ceper, Klaten. Some workers do not use ear protection
equipment, and some use cotton as earplugs when working. Based on data from WHO, almost 14% of
the total workforce in industrialized countries is exposed to noise exceeding 90 dBA in the workplace
and there are 250 million people in the world with moderate and severe hearing loss in 2001, and in-
creased in 2004 to more than 275 million. people with hearing loss. As many as 360 million people in
the world are deaf, half of them (180 million) are in Southeast Asia. The purpose of this study was to
determine differences in the level of work productivity due to noise intensity on workers in the sawmill,
sanding and finishing sections at PT. Alis Jaya Ciptatama, Ceper, Klaten.
Methods: This research includes quantitative research methods. With this type of observational re-
search, cross sectional approach. The population of this study is the sawmill, sanding and finishing
workers totaling 79 people. The sample used is 31 people. The instruments used are questionnaires,
documentation and sound level meters. Data collection techniques with documentation, filling out
questionnaires and measuring noise. Data analysis used univariate and bivariate tests (using Chi
Square test).
Results: The results of the Chi Square test show that the p value = 0.576 > 0.05, it can be concluded
that there is no relationship between noise intensity and work productivity. As for the value of the
Contingency Coefficient of 0.100, it means a very low relationship between noise intensity and the level
of work productivity of workers.
Conclusion: there is no relationship between noise intensity and work productivity.
Correspondence Address:
456 pISSN 2798-4265
Universitas Negeri Semarang, Indonesia. eISSN 2776-9968
Email : ardinimei14@students.unnes.ac.id
Ardini Mei Farisky, Herry Koesyanto / Hubungan Kebisingan Terhadap / IJPHN (1) (3) (2021)
457
Ardini Mei Farisky, Herry Koesyanto / Hubungan Kebisingan Terhadap / IJPHN (1) (3) (2021)
458
Ardini Mei Farisky, Herry Koesyanto / Hubungan Kebisingan Terhadap / IJPHN (1) (3) (2021)
Pada tabel 1 dapat diketahui bahwa orang (54,8%), sedangkan yang diterima oleh
intensitas kebisingan yang diterima oleh pekerja di lingkungan tidak bising yaitu 14
pekerja di lingkungan bising yaitu sebanyak 17 orang (45,2%).
Pada tabel 2,3,4 hasil pengisian kuesioner, diketahui bahwa terdapat 8 responden (57,1%)
maka diperoleh data tentang produktivitas kerja memiliki kategori produktivitas tinggi dan
responden bagian sawmill diketahui bahwa 6 responden (42,9%) memiliki kategori
terdapat 4 responden (44,4%) memiliki kategori produktivitas rendah.
produktivitas tinggi dan 5 responden (55,6%) Untuk mengetahui hubungan intensitas
memiliki kategori produktivitas rendah. Bagian kebisingan terhadap tingkat produktivitas kerja
sanding diketahui bahwa terdapat 4 responden pada bagian sawmill, sanding dan finishing
(50%) memiliki kategori produktivitas tinggi dilakukan uji statistik Chi Square dengan hasil
dan 4 responden (50%) memiliki kategori sebagai berikut:
produktivitas rendah. Serta bagian finishing
Tabel 5 Hasil Uji Korelasi Chi Square Intensitas Kebisingan Terhadap Produktivitas Kerja Pada
Pekerja Bagian Sawmill, Sanding dan Finishing
No Intensitas Kebisingan Tingkat Produktivitas Total p CC
Kerja
Tinggi Rendah
F % F % F %
1. Bising 8 47,1 9 52,9 17 100 0,576 0,100
2. Tidak Bising 8 57,1 6 42,9 14 100
459
Ardini Mei Farisky, Herry Koesyanto / Hubungan Kebisingan Terhadap / IJPHN (1) (3) (2021)
Hasil uji Chi Square bahwa nilai p value belum dilakukan seperti pengaturan waktu
= 0,576 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa durasi terpapar, pengawasan penggunaan
tidak ada hubungan intensitas kebisingan Alat Pelindung Diri (APD) (Zuhra, 2019).
terhadap tingkat produktivitas kerja pada proses PT. Alis Jaya Ciptatama, Ceper, Klaten sudah
produksi bagian sawmill, sanding dan finishing menyediakan Alat Pelindung Diri (APD), akan
di PT. Alis Jaya Ciptatama, Ceper, Klaten atau tetapi masih banyak pekerja yang tidak disiplin
Ho diterima dan Ha ditolak. Sedangkan untuk untuk menggunakan ear plug atau ear muff
nilai Contingency Coefficient sebesar 0,100 selama mereka bekerja, hanya beberapa pekerja
artinya hubungan sangat rendah intensitas yang menggunakan tutup telinga seperti kapas
kebisingan dengan tingkat produktivitas kerja saat mereka bekerja. Sehingga hal ini dapat
pada pekerja bagian sawmill, sanding dan memungkinkan pekerja untuk mengalami
finishing di PT. Alis Jaya Ciptatama, Ceper, gangguan kebisingan saat mereka bekerja.
Klaten.. Para pekerja sendiri menyadari bahwa dampak
Kebisingan merupakan suatu bunyi yang dari paparan kebisingan dapat menyebabkan
tidak dikehendaki oleh manusia yang berada di gangguan kesehatan dan keselamatan kerja,
sekitarnya serta dapat menimbulkan gangguan akan tetapi para pekerja masih kurang sadar
kesehatan pada manusia yang terpapar. untuk menggunakan Alat Pelindung Diri
Intensitas kebisingan yang melebihi NAB (APD) karena adanya ketidaknyamanan
yaitu >85 dBA dapat menyebabkan gangguan apabila digunakan dan cenderung dianggap
pendengaran, gangguan kenyamanan, menganggu saat mereka melakukan pekerjaan.
gangguan tidur, stress, dan gangguan lainnya. Produktivitas kerja merupakan
Bunyi atau suara yang dihasilkan dari suatu perbandingan hasil output dan input. Input
sumber yang dapat didengar oleh manusia dapat diartikan tenaga kerja serta output
sebagai rangsangan sel syaraf dalam telinga dapat diukur dalam fisik bentuk dan nilai.
oleh gelombang longitudinal getaran yang Pada bagian sawmill dengan rincian 4 orang
dihasilkan dari sumber bunyi. Gelombang memiliki produktivitas tinggi dan 5 orang
longitudinal dapat merambat melalui media memiliki produktivitas rendah, bagian sanding
udara atau dapat juga penghantar yang lain, jika dengan rincian 4 orang memiliki produktivitas
bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki tinggi dan 4 orang memiliki produktivitas
atau tidak diinginkan oleh manusia maka rendah, sedangkan pada bagan finishing 8
bunyi atau suara tersebut dapat dikatakan orang memiliki produktivitas tinggi dan 6 orang
sebagai kebisingan. Pencegahan kebisingan memiliki produktivitas rendah. Berdasarkan
sangat diperlukan untuk mengurangi risiko hasil uji statistik chi square menunjukkan
yang dapat terjadi kepada pekerja. Menurut bahwa tidak terdapat hubungan intensitas
Suma’mur dalam Pradana (2013) pencegahan kebisingan terhadap produktivitas kerja dengan
kebisingan dapat dilakukan mulai dari p value sebesar 0,576. Artinya tidak terdapat
perencanaan mesin dan memasang alat yang hubungan intensitas kebisingan terhadap
dapat meredam kebisingan yang dihasilkan tingkat produktivitas kerja. Pada penelitian
mesin produksi. Pencegahan kebisingan ini kemungkinan yang dapat menyebabkan
sangat diperlukan untuk mengurangi risiko adanya hubungan yang tidak signifikan
yang dapat terjadi kepada pekerja. Menurut antara produktivitas kerja dengan intensitas
Suma’mur dalam Pradana (2013) pencegahan kebisingan yaitu adanya tingkat perpindahan
kebisingan dapat dilakukan mulai dari pekerja yang tinggi dan masa kerja pekerja
perencanaan mesin dan memasang alat yang yang sebagian besar masih di bawah 10 tahun.
dapat meredam kebisingan yang dihasilkan
mesin produksi. PT. Alis Jaya Ciptatama belum Kesimpulan
melakukan upaya pengendalian secara teknik. Berdasarkan hasil penelitian tentang
Pengendalian teknik dapat berupa memberi “Hubungan Kebisingan Terhadap Produktivitas
pembatas dan sekat antara mesin produksi Kerja Pada Area Produksi di PT. Alis Jaya
dan pekerja. Pengendalian administatif PT. Ciptatama, Ceper, Klaten”, dapat disimpulkan
Alis Jaya Ciptatama, Ceper, Klaten juga bahwa tidak ada hubungan intensitas
460
Ardini Mei Farisky, Herry Koesyanto / Hubungan Kebisingan Terhadap / IJPHN (1) (3) (2021)
461
Volume 7 No.1
Januari 2015
ISSN : 2085 – 1669
e-ISSN : 2460 – 0288
Website : jurnal.ftumj.ac.id/index.php/jurtek
Email : jurnalteknologi@ftumj.ac.id
U N I V E R S I T A S M U H A M M A D I Y A H J A K A R T A
ABSTRAK
Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan di lingkungan pekerjaan telah menjadi perhatian
para peneliti. Pemerintah memberikan aturan secara jelas mengenai ambang batas mengenai kebisingan di
lingkungan kerja dalam kaitannya dengan pencegahan penyakit akibat kerja. Makalah ini menganalisa paparan
kebisingan kerja dan penggunaan alat pelindung diri kebisingan pada beberapa industri yang berbeda di
Jakarta. Kuesioner digunakan untuk menggali informasi pada responden yang dianggap berpotensi terpapar
oleh kebisingan di lingkungan kerjanya. Responden dipilih secara acak yaitu 400 orang pekerja pada 3
lingkungan industri yang berbeda seperti permesinan, industri daur ulang biji plastik, dan industri konveksi.
Studi menunjukkan bahwa industri permesinan memiliki tingkat kebisingan yang lebih tinggi, yaitu sekitar 97
dB, sedangkan industry pengolahan biji plastik sekitar 92 dB dan industry konveksi sekitar 65 dB. Proporsi
terbesar penggunaan APD adalah wanita yaitu sekitar 75% sementara laki-laki hanya sekitar 65%. Sedangkan
berdasarkan usia, diperoleh informasi bahwa usia responden 21-35 tahun merupakan pengguna APD terbesar
yaitu sekitar 67.8% dan usia di atas 46 tahun menggunakan APD sekitar 37.2%. Para stakeholder mempunyai
peranan yang cukup penting dalam upaya mereduksi potensi risiko yang dapat muncul dari paparan tingkat
kebisingan pada lingkungan pekerjaan serta senantiasa memperhatikan faktor-faktor kesehatan dan
keselamatan kerja (K3) karyawan.
ABSTRACT
Hearing loss caused by noise in the work environment has become a concern to the researchers. Government
gives clear rules on thresholds regarding noise in the workplace in relation to the prevention of occupational
diseases. This paper analyzes occupational noise exposure and the use of personal protective equipment noise
in several different industries in Jakarta. The questionnaire used to gather information on the respondents were
considered potentially exposed to noise in the work environment. Respondents are randomly selected 400 people
working on 3 different industrial environments such as machinery, industrial recycled plastic pellets, and
industrial convection. Studies show that the machinery industry has a higher noise level, which is about 97 dB,
while the plastic resin processing industry around 92 dB and 65 dB convection industry. The largest proportion
of women is the use of PPE is about 75% while the male is only about 65%. Meanwhile, based on age, obtained
information that the respondents aged 21-35 years is the largest user of PPE which is about 67.8% and above
46 years of age to use PPE approximately 37.2%. The stakeholders have an important role in the effort to
reduce the potential risks that can arise from exposure to noise levels in the work environment and to always
pay attention to the factors of health and safety (K3) employees.
22
Dino Rimantho dan Bambang Cahyadi : Analisis kebisingan terhadap karyawan di lingkungan kerja pada beberapa jenis perusahaan
Jurnal Teknologi 7 (1) pp 21 - 27 © 2015
umumnya dinamakan gelombang suara. Lebih Sumber bising ialah sumber bunyi yang
lanjut, Kepmenaker No. 51 Tahun 1999 kehadirannya dianggap mengganggu
memberikan pengertian mengenai kebisingan pendengaran baik dari sumber bergerak
sebagai seluruh jenis suara atau bunyi yang maupun tidak bergerak. Umumnya sumber
tidak diharapkan yang bersumber baik dari kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri,
suatu proses alat-alat produksi maupun perdagangan, pembangunan, alat pembangkit
peralatan kerja pada tingkat tertentu yang tenaga, alat pengangkut dan kegiatan rumah
dapat mendorong terjadinya gangguan tangga. Di industri, sumber kebisingan dapat
pendengaran. diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu
Intensitas kebisingan atau arus energi mesin, vibrasi, pergerakan udara, gas dan
persatuan luas secara umum dinyatakan dalam cairan
satuan logaritmis yang disebut dengan decibel Dalam peraturan menteri tenaga kerja dan
(dB) dengan memperbandingkan dengan transmigrasi no. Per 01/MEN/1981 (Pungky
kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu W, 2002), yang dimaksud dengan penyakit
kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1.000 akibat kerja adalah setiap penyakit yang
Hz yang tepat didengar oleh telinga normal disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan
(Suma’mur, 1996). kerja. Definisi lain dari penyakit akibat kerja
adalah hubungan dengan faktor penyebab
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan spesifik di tempat kerja, sepenuhnya
kesehatan pada manusia yang terpapar dan dipastikan dan faktor tersebut dapat
dapat dikelompokan secara bertingkat sebagai diidentifiksi, diukur dan selanjutnya dapat
berikut: dikendalikan (WHO, 1985 dalam A.M.
a. Gangguan Fisiologis Sugeng Budiono, 2001). Penyakit akibat kerja
Seseorang yang terpapar bising dapat atau lebih dikenal sebagai man made diseases
menggangu, lebih-lebih yang terputus-putus dapat timbul setelah seorang karyawan yang
atau yang datangnya tiba-tiba dan tak terduga. tadinya terbukti sehat memulai pekerjaannya.
Gangguan dapat terjadi seperti, peningkatan Langkah-langkah kearah pencegahan penyakit
tekanan darah, peningkatan denyut nadi, basa akibat kerja terdiri dari kesadaran manajemen
metabolisme, kontraksi pembuluh darah kecil, untuk mencegah penyakit akibat kerja dan
dapat menyebabkan pucat dan gangguan pengaturan tata cara pencegahan (Bennet
sensoris, serta dapat menurunkan kinerja otot. silalahi dan rumondang silalahi (1995).
b. Gangguan Psikologis Manajemen harus sadar bahwa peningkatan
Seseorang yang terpapar bising dapat teganggu produktivitas kerja sangat erat kaitannya
kejiwaanya, berupa stres, sulit berkonsentrasi dengan efisiensi dan prestasi kerja. Kedua hal
dan lain-lain, dengan akibat mempengaruhi tersebut tidak terlepas dari tenaga kerja yang
kesehatan organ tubuh yang lain. sehat, selamat dan sejahtera. Jadi, peningkatan
c. Gangguan komunikasi kesejahteraan dan keselamatan kerja harus
Yaitu gangguan pembicaraan akibat dilengkapi oleh lingkungan yang sehat.
kebisingan sehingga lawan bicara tidak
mendengar dengan jelas. Untuk rnengatasi METODOLOGI PENELITIAN
pembicaraan perlu lebih diperkeras bahkan Terdapat tiga jenis industri yang berbeda
berteriak. menjadi tujuan dari penelitian ini, yaitu
d. Gangguan keseimbangan bengkel permesinan, industri daur ulang biji
Kebisingan yang terlalu tinggi dapat plastik, dan industri konveksi di kota Jakarta.
mengakibatkan gangguan keseimbangan yang Alasan pemilihan ketiga lingkungan industri
berupa kesan seakan-akan berjalan di ruang yang berbeda ini dapat sebagai bahan
angkasa. perbandingan antara ketiganya dalam
e. Ketulian kerangka penelitian kesehatan dan
Diantara sekian banyak gangguan yang keselamatan kerja karyawan. Responden
ditimbulkan oleh kebisingan, maka gangguan dipilih secara acak, dimana terdapat sekitar
yang paling serius adalah ketulian. Ketulian 400 orang yang terdiri dari 325 orang pria dan
akibat bising ada tiga macam yaitu, tuli 75 orang wanita yang menjadi target
sementara, tuli menetap, trauma akustik penelitian. Kuesioner digunakan untuk
menganalisis hubungan penggunaan alat
23
Jurnal Teknologi Volume 7 No. 1 Januari 2015 ISSN : 2085 – 1669
Website : jurnal.ftumj.ac.id/index.php/jurtek e-ISSN : 2460 – 0288
24
Dino Rimantho dan Bambang Cahyadi : Analisis kebisingan terhadap karyawan di lingkungan kerja pada beberapa jenis perusahaan
Jurnal Teknologi 7 (1) pp 21 - 27 © 2015
25
Jurnal Teknologi Volume 7 No. 1 Januari 2015 ISSN : 2085 – 1669
Website : jurnal.ftumj.ac.id/index.php/jurtek e-ISSN : 2460 – 0288
26
Dino Rimantho dan Bambang Cahyadi : Analisis kebisingan terhadap karyawan di lingkungan kerja pada beberapa jenis perusahaan
Jurnal Teknologi 7 (1) pp 21 - 27 © 2015
KESIMPULAN
Para stakeholder mempunyai peranan yang Mohammadi G., Occupational Noise Pollution
cukup penting dalam upaya mereduksi potensi and Hearing protection in selected industries,
risiko yang dapat muncul dari paparan tingkat Iranian Journal of Health, Safety and
kebisingan pada lingkungan pekerjaan serta Environment, 2014, Vol. 1, No. 1, pp. 30-35
senantiasa memperhatikan faktor-faktor
kesehatan dan keselamatan kerja (K3) Mohammadi G. Hearing conservation
karyawan. programs in selected metal fabrication
Industries, Applied Acoustics 2008;69: 287-
DAFTAR PUSTAKA 292.
Alton B, Ernest J. Relationship Between Loss
And Noise Exposure Levels In A Large Morata TC., Fiorini AC, Fischer FM, Krieg
Industrial Population: A Review Of An EF, Gozzoli L, Colacioppo S. Factors
Overlooked Study. J Acoust Soc Am, affecting the use of hearing protectors in a
88(S1):S73 (A). 42 P.C. Eleftheriou /Applied population of printing workers. Noise &
Acoustics 2002;63: 35–42. Health 2001; 4 (13): 25-32.
A.M. Sugeng Budiono, 2001. Tuli Akibat Pratini, S. Analisa Tingkat Kebisingan untuk
Kebisingan. Jakarta: Rineka Cipta Singgih Penentuan Alat Pelindung Telinga Yang Tepat
Santosa. pada Grinding Section PA-Pabrik III PT.
Petrokimia Gresik (Persero). TF – ITS. 2008.
Bennet N.B. Silalahi dan Rumondang B. Skripsi
Silalahi, 1995. Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Pustaka Pungky. W, 2002. Himpunan Peraturan
Binawan Pressindo. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:
Sekretariat ASEAN-OSHNET dan Direktorat
EPA, Information On Levels And PNKK.
Environmental Noise Requisite To Protect
Public Health And Welfare With And Suma’mur P.K., 1996. Keselamatan Kerja dan
Adequate Margin Of Safety, Environmental Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV. Gunung
Protection Agency, Washington (DC) March Agung.
1974.
Tarwaka, 2008. Keselamatan dan Kesehatan
Ganong W.F, 1992. Fisiologi Kedokteran. Kerja manajemen dan Implementasi K3 di
Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. Tempat Kerja. Surakarta: PT Harapan Press.
Jansen G. The effects of noise on human WHO. Situation Review and Update on
beings. VGB (German), (1992); 72(1):60-4. Deafness. Hearing Loss and Intervention
Programme . Regional Office for South-East
Kunto, I. Mengatasi Kebisingan di Asia. 2007. New Delhi SEA Volume 61,
Lingkungan Kerja. Badan Penerbit Universitas Nomor 2
Diponegoro Semarang. 2008. Semarang.
Williams W. Purdy S C, Story L, Nakhla M ,
Melamed S, Rabinowitz S, Feiner M, Boon G. (2007).towards more effective
Weisberg E, Ribak J. Usefulness of the methods for changing perceptions of noise in
protection motivation theory in explaining the workplace. Safety Science 2007; 45:.431-
hearing protection device use among male 447.
industrial workers. Health Psychology 1996;
15: 209–215.
27