Anda di halaman 1dari 148

LAPORAN PRAKTIKUM HYGIENE INDUSTRI

KEBISINGAN INDIVIDU

Disusun oleh :

Nama Lidya Ayu Novita


NRP 0522040045
Kelas K322B
Tanggal 7 Maret 2023

Dosen pengampu :

1. Aulia Nadia Rachmat, S.ST., M.T


2. Haidar Natsir Amrullah, S.ST., M.T.

TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

2023
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam bekerja, tentu ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan menyangkut
keamanan dan keselamatan kerja. Diantaranya adalah faktor fisika, biologi, kimia,
psikologi hingga ergonomi. Kali ini kita akan membahas tentang salah satu bahaya yang
bersumber dari faktor fisika, yaitu kebisingan. Pada kenyataannya, kebisingan berupa
bunyi atau suara yang ditimbulkan tanpa dikehendaki ini memang dapat mengganggu
kesehatan dan keselamatan saat bekerja.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.5 tahun 2018
tentang Keselamatan dan Kesehatan Lingkungan Kerja Nilai Ambang Batas adalah standar
faktor bahaya di Tempat Kerja sebagai kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu (time
weighted average) yang dapat diterima Tenaga Kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau
gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari
atau 40 jam seminggu (PMK RI No.5 Tahun 2018 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja Lingkungan Kerja, 2018). Paparan kebisingan di atas Nilai Ambang Batas (NAB)
yaitu 85 dBA dalam kurun waktu 8 jam dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan
keselamatan kerja salah satunya yaitu terganggunya produktivitas kerja.
Sumber kebisingan yang dihasilkan oleh mesin praktek di bengkel dapat
mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja, para tenaga kerja terpapar kebisingan
selama 8 jam per hari di lingkungan kerja bengkel sheet metal, Politeknik Perkapalan
Negeri Surabaya. Faktor kebisingan di area lingkungan kerja (bengkel sheet metal) dapat
menyebabkan munculnya potensi risiko lainnya seperti gangguan stress, percepatan denyut
nadi, peningkatan tekanan darah, kestabilan emosional, gangguan komunikasi dan
penurunan motivasi kerja (Kunto, 2008). Kebisingan berpotensi mempengaruhi
kenyamanan dan kesehatan operator yang bekerja di dalam lingkungan bengkel.
Kondisi lingkungan tempat bekerja harus mampu memberikan jaminan keamanan
dan kesehatan bagi seluruh karyawannya (Mohammadi, 2014). Tarwaka, (2008)
mengemukakan bahwa potensi munculnya bahaya atau timbulnya penyakit akibat kerja
yang dapat mempengaruhi kesehatan karyawan sering muncul dari tempat bekerja. Salah
satu gangguan terhadap kesehatan pekerja yang disebabkan oleh potensi bahaya fisik
adalah kebisingan dengan intensitas tinggi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana melakukan pengukuran individu menggunakan sound level meter?
2. Bagaimana cara menghitung dan menganalisis perhitungan kebisingan?
3. Bagaimana cara melakukan pengendalian jika tingkat kebisingan melebihi Nilai
Ambang Batas (NAB)?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui cara melakukan pengukuran individu menggunakan sound level
meter.
2. Mengetahui cara menghitung dan menganalisis perhitungan kebisingan.
3. Mengetahui cara melakukan pengendalian jika tingkat kebisingan melebihi Nilai
Ambang Batas (NAB).

1.4 RUANG LINGKUP


Praktikum kebisingan individu dilakukan pada bengkel sheet metal yang terletak
pada Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Jawa Timur. Pelaksanaan praktikum dimulai
pada hari Selasa , 7 Maret 2023 pukul 12.20 – 17.40 WIB menggunakan Sound Level Meter.
Kondisi bengkel sangat ramai dan bising. Terdapat banyak mesin dan peralatan yang
menjadi sumber kebisingan seperti, mesin drill, mesin bending, grinda, mesin cutting, dll.
Bersama kelompok 3 melakukan pengukuran yang terdiri dari 6 orang:
1. Fadilah Rizky Damayanti (0522040037)
2. Kirana Dayinta Santosa (0522040043)
3. Lidya Ayu Novita (0522040045)
4. Luthfiyah Nurul Khoirunnisa (0522040046)
5. Muhammad Fikri Fakhruddin (0522040051)
6. Naufal Labiib Yuanar F (0522040054)
7. Robitulhaq (0522040061)
BAB 2
DASAR TEORI

2.1 KEBISINGAN

Kebisingan merupakan salah satu penyebab Penyakit Akibat Kerja (PAK) faktor
fisik berupa bunyi yang dapat menimbulkan kerusakan pada pedengaran seorang pekerja.
Dalam Permenaker No. 05 Tahun 2018, kebisingan adalah semua suara yang tidak
dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang
berada pada titik tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Alat kerja dan mesin-
mesin yang digunakan pada aktivitas kerja berpotensi menimbulkan suara bising. Hal ini
berdampak negatif terhadap para pekerja yang berada di area tersebut, yang mendengarkan
kebisingan selama jam kerja berlangsung setiap harinya. Apabila tidak diperhatikan akan
berdampak pada kesehatan para pekerja sehingga berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.KEP/51/MEN/1999 zona kebisingan
dibedakan menjadi tiga, yaitu:

a. Zona aman tanpa pelindung : < 85 dBA

b. Zona dengan pelindung ear plug : 85 - 95 dBA

c. Zona dengan pelindung ear muff : > 95 Dba

Jenis-jenis kebisingan berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi:

a. Kebisingan kontinue dengan spektrum frekuensi luas, contoh: mesin

b. Kebisingan kontinue dengan spektrum frekuensi sempit, contoh: gergaji sirkuler

c. Kebisingan intermitten (putus2), contoh: lalu lintas

d. Kebisingan impaktif, contoh: ledakan

e. Kebisingan impulsif berulang, contoh: mesin tempa

2.2 NOISE INDUCED HEARING LOSS

Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh pajanan yang
ada di lingkungan kerja. Gangguan pendengaran merupakan salah satu penyakit akibat
kerja. Lingkungan kerja yang bising merupakan salah satu dampak dari sektor industri yang
menjadi penyebab tersering terjadinya gangguan pendengaran (Hearing Loss). Di seluruh
dunia, 16 % hearing loss pada orang dewasa disebabkan lingkungan kerja yang bising.2
Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss) adalah penurunan
pendengaran atau tuli akibat bising yang melebihi nilai ambang batas (NAB) di lingkungan
kerja. NAB menurut Kepmenaker No. per-51/ MEN/ 1999, ACGIH, 2008 dan SNI 16-
7063-2004 adalah 85 dB untuk pekerja yang sedang bekerja selama 8 jam perhari atau 40
jam perminggu. Kebisingan yang melebihi ambang batas bila tidak ada pengendalian,
dapat menyebabkan gangguan pendengaran berupa ketulian akibat bising serta keluhan
tinitus yaitu telingan terasa berdenging.
Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya NIHL ialah intesitas bising,
frekuensi, lama pajanan perhari, masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang
dapat menimbulkan ketulian. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah
pajanan energi bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat. Dalam
terjadinya NIHL biasanya bising tidak muncul sebagai faktor pajanan tunggal, tetapi dapat
juga dipengaruhi oleh pajanan lain. Beberapa faktor yang berinteraksi dengan bising
adalah:
• Faktor internal: usia, aterosklerosis, hipertensi, gangguan telinga tenga dan proses
penuaan.
• Faktor eksternal: suhu abnormal, getaran, obat atau zat ototoksik

Gangguan Kesehatan meliputi :

a. Kerusakan indera pendengaran yang menyebabkan ketulian progresif.

b. Gangguan pendengaran dapat menyertai perubahan sistem vaskuler dan syaraf


Pencegahan agar tidak terdampak oleh kebisingan yang dapat mengakibatkan penyakit
akibat kerja adalah sebagai berikut :
a. Pengurangan kebisingan pada sumber dengan menempatkan peredam pada sumber
kebisingan
b. Penempatan penghalang pada jalan tranmisi
c. Pengaturan jam kerja d. Penggunaan APD

2.3 NILAI AMBANG BATAS


Nilai Ambang Batas Kebisingan (NAB) menurut Kepmenaker No. per-51/
MEN/ 1999, ACGIH, 2008 dan SNI 16-7063-2004 adalah 85dB untuk pekerja yang sedang
bekerja selama 8 jam perhari atau 40 jam perminggu. Nilai ambang batas untuk kebisingan
di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan rata-rata yang masih diterima
tenaga kerja tanpa menghilangkan daya dengar yang tetap untuk waktu terus-menerus tidak
lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam perminggu. Menurut PERMENAKER NO.
PER51/MEN/1999, ACGIH dan SNI 16- 7063-2004, waktu maksimum bekerja dapat
dirumuskan sebagai berikut:

Tabel 1. Nilai ambang batas kebisingan

PERMENAKER No. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) faktor fisik
dan kimia di tempat kerja, menjelaskan bahwa kebisingan NAB sebesar 85 dBA adalah batas
tingkat kebisingan tertinggi yang dapat diterima untuk pekerja untuk bekerja tanpa sakit. atau
gangguan kesehatan dengann jam kerja tidak lebih dari 8 jam per hari atau 40 jam per minggu
sehari-hari. Standar kebisingan berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.
PER.13/MEN/X/2011 adalah sebagai berikut:

Waktu pemajan per hari Intesitas Kebisingan dalam dBA

8 Jam 85

4 88

2 91

1 94

30 Menit 97

15 100
7,5 103

3,75 106

1,88 109

0,94 112

28,12 Detik 115

14,06 118

7,03 121

3,52 124

1,76 127

0,88 130

0,44 133

0,22 136

0,11 139

Tabel 2. Nilai Ambang Batas Kebisingan

Berikut ini adalah standar kebisingan menurut Occupational Safety and Health
Administration (OSHA).

Gambar 1. Standar kebisingan menurut (OSHA)


Standar Kebisingan Menurut National Institute for Occupational Safety and Health
(NIOSH)
Exposure Duration Exposure Duration
level level
Hours Minutes Seconds Hours Minutes Seconds
(dBA) (dBA)

80 25 24 - 106 - 3 45

81 20 10 - 107 - 2 59

82 16 - - 108 - 2 22

83 12 42 - 109 - 1 53

84 10 5 - 110 - 1 29

85 8 - - 111 - 1 11

86 6 21 - 112 - - 56

87 5 2 - 113 - - 45

88 4 - - 114 - - 35

89 3 10 - 115 - - 28

90 2 31 - 116 - - 22

91 2 - - 117 - - 18

92 1 35 - 118 - - 14

93 1 16 - 119 - - 11

94 1 - - 120 - - 9

95 - 47 37 121 - - 7

96 - 37 48 122 - - 6

97 - 30 - 123 - - 4

98 - 23 49 124 - - 3

99 - 18 59 125 - - 3

100 - 15 - 126 - - 2
101 - 11 54 127 - - 1

102 - 9 27 128 - - 1

103 - 7 30 129 - - 1

104 - 5 57 130-140 - - <1

105 - 4 43 - - - -

Tabel 3. Standar kebisingan NIOSH

2.4 DAILY NOISE DOSAGE


Daily noise dosage adalah angka yang menyatakan energi akustik rata-rata yang
diterima oleh telinga setelah sehari bekerja atau dapat didefinisikan juga sebagai
perbandingan jumlah waktu untuk kebisingan tertentu dengan lama waktu yang diizinkan
untuk tingkat kebisingan tersebut. Alat yang umum digunakan untuk pengukuran
kebisingan adalah sound level meter dan noise dosimeter. Sound Level Meter merupakan
alat pengukur level kebisingan yang digunakan untuk mendapatkan data kebisingan. Alat
ini dapat mengukur kebisingan antara 30-31 dB dan frekuensi dari 20-20.000 Hz.
Sedangkan Noise Dosimeter yaitu suatu alat yang digunakan untuk memonitor dosis
kebisingan yang dialami oleh seseorang/pekerja. DND dinyatakan aman apabila nilai DND
≤ 1, rumus yang dapat digunakan untuk menentukan DND adalah sebagai berikut:

DND ≤ 1 (Aman)

𝑪𝟏 𝑪𝟐 𝑪𝒏
Rumus DND = 𝑻𝟏 + 𝑻𝟐 + ⋯ + 𝑻𝒏

2.5 ALAT UKUR KEBISINGAN

Sound Level Meter (SLM) adalah alat ukur dengan basis pengukuran elektronik,
berfungsi mengukur kebisingan antara 30-130 dB dalam satuan dB (A) dari frekuensi 20-
20.000 Hz (Buchla & Mc Lahlan, 1992). Sound Level Meter (SLM) sendiri memiliki
rangkaian atau komponen utama yaitu sensor microphone. Microphone adalah sejenis
transducer yang dapat menangkap sinyal suara di sekitar jangkauan sensor dan
mengubahnya menjadi energi listrik (sinyal audio) (Gunawan, 2010).
Gambar 2. Alat ukur kebisingan (Sound Level Meter)
BAB 3

METODE PRAKTIKUM

3.1 PENGGUNAAN ALAT

Sound Level Meter

1. Aktifkan SNL, pilih respon time (pilih F atau S) dan weighting (function switch) yang
diinginkan. Untuk respon time agar dapat menangkap tinggi suara tertinggi pilih F, dan
untuk tinggi suara rata-rata pilih S. untuk weighting, pilih A untuk general sound, dan
C untuk suara dari material akustik.

2. Pilih Level yang diinginkan .

3. Pegang SNL dengan stabil dan arahkan microphone ke sumber suara.

4. Jika MAX yang dipilih, hasil yang tertera adalah level kebisingan maksimum.

5. Jika HOLD yang dipilih, maka hasil tertera akan ditahan agar tidak berubah. Untuk
keluar dari mode ini, tekan HOLD sekali lagi.

6. Matikan alat jika sudah selesai.

3.2 DIAGRAM ALIR PRAKTIKUM

Mulai

Menentukan objek

Mempersiapkan alat dan


bahan yang diperlukan

Melakukan pengukuran

A
A

Catat hasil pengukuran

Lakukan sebanyak 3 kali


pengukuran untuk setiap
responden

Analisa hasil
pengukuran tersebut

Laporakan hasil pengukuran/


berikan rekomendasi apabila
terdapat saran atau anjuran pada
lokasi tersebut

Selesai
BAB 4

PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

4.1 DATA HASIL PRAKTIKUM


a. Responden 1
Nama Waktu Aktivitas Intensitas kebisingan Durasi
respod pengukuran paparan
1 2 3 4 x̄ /max
en

Farizi 13.00 Mengikir 77,4 74,6 74,9 76,2 75,775 30


TP rata cross
Angkat pipe
an 21
13.30 Memotong 76,3 83,1 79 79,4 79,45 30
cross pipe

14.00 Memotong 79,4 79,7 76,4 84,7 80,05 30


cross pipe

14.30 Mengikir 73,5 74,9 72,6 77,2 74,55 30


rata cross
pipe

15.00 Mengikir 73,9 72,3 73,4 72,7 73,075 30


rata cross
pipe

b. Responden kedua
Nama Waktu Aktivitas Intensitas kebisingan Durasi
respoden pengukuran papar
1 2 3 4 x̄ /max
an

Rizal TP 12.57 Mengikir 70,3 73,6 74,3 70,3 72,05 30


Angkatan rata cross
21 pipe
13.27 Mengikir 75,2 75,9 73,2 73,4 74,425 30
rata cross
pipe

13.57 Memoton 79,2 80,3 77,7 79,3 79,125 30


g cross
pipe

14.27 Mengikir 77,4 74,1 74,5 74,0 75 30


rata cross
pipe

14.57 Mengikir 75,5 74,2 73,1 75,1 74,475 30


rata cross
pipe

4.2 PERHITUNGAN
a. Responden 1
Bengkel Sheet Metal = 382,9 dB selama 2,5 jam
• Perhitungan DnD

o Menurut Permenaker 5/2018

𝐶1
𝐷𝑛𝐷 =
𝑇1

0,5 0,5 0,5 0,5 0,5


𝐷𝑛𝐷 = + + + +
8 8 8 8 8

𝐷𝑛𝐷 = 0,3125

0,3125 ≤ 1 (aman)

o Menurut NIOSH

𝐶1
𝐷𝑛𝐷 = 𝑇1

0,5 0,5 0,5 0,51 0,5


𝐷𝑛𝐷 = + 25,4 + 25,4 + 25,4 + 25,4
25,4

𝐷𝑛𝐷 = 0,098
b. Responden 2
Bengkel Sheet Metal = 382,9 dB selama 2,5 jam

• Perhitungan DnD
o Menurut Permenaker 5/2018

𝐶1
𝐷𝑛𝐷 =
𝑇1

0,5 0,5 0,5 0,5 0,5


𝐷𝑛𝐷 = + + + +
8 8 8 8 8

𝐷𝑛𝐷 = 0,3125

0,3125 ≤ 1 (aman)

o Menurut NIOSH

𝐶1
𝐷𝑛𝐷 = 𝑇1

0,5 0,5 0,5 0,51 0,5


𝐷𝑛𝐷 = + 25,4 + 25,4 + 25,4 + 25,4
25,4

𝐷𝑛𝐷 = 0,098

4.3 ANALISA DATA

Berdasarkan ilmu Hygiene Industry, terdapat empat tahapan AREP yakni, Antisipasi,
Rekognisi, Evaluasi, dan Pengendalian yang digunakaan untuk menuju zero accident.

a. Tahap Antisipasi
Pada tahap antisipasi pada umumnya digunakan untuk memprediksi potensi bahaya
yang ada di tempat yang bersangkutan. Dalam melakukan pengambilan data untuk
keperluan praktikum tersebut. Kondisi cukup ramai, namun bisa juga berpotensi adanya
bahaya kebisingan tanpa diduga yang dapat membahayakan kesehatan. Hasil yang
diperoleh, yaitu diperkirakan bengkel tersebut memiliki potensi bahaya kebisingan
sedang, Karena di dalam bengkel tersebut terdapat banyak mesin untuk membubut dan
terdapat juga banyak aktivitas fisik seperti menggergaji pipa logam dan sebagainya.
Dampak bahaya yang mungkin ditimbulkan, yaitu gangguan pendengaran.

b. Tahap Rekognisi
Pada tahap rekognisi biasanya dilakukan pengenalan bahaya menggunakan metode
yang sistematis sehingga dihasilkan suatu laporan yang objektif. Ketika melakukan
pengambilan data, ditemukan adanya kebisingan berupa suara mesin saat mengikir,
suara mesin Drill, dan suara gerindra yang berbunyi. Hal tersebut menimbulkan hasil
pengukuran yang cukup tinggi. Pada tahap ini alat yang digunakan dalam pengukuran
kebisingan adalah sound level meter. Hasil yang dieproleh setelah melakukan
pengukuran menunjukan angka kebisingan berkisar mulai dari 70-85 dB.

c. Tahap Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk menilai bahaya pada pekerja dengan menggunakan standar
yang berlaku. Untuk itu, maka dilakukan perhitungan nilai kebisingan dengan
menggunakan DnD dan ditemukan bahwa hasil nilai kebisingan masih di bawah dan
tidak lebih dari 1 yang berarti kondisi tersebut masih aman.

d. Tahap Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan. Pada praktikum
yang telah dilakukan, didapatkan hasil yang tidak memerlukan pengendalian bahaya.
Hal tersebut dikarenakan nilai kebisingan masih berada atau sama dengan NAB yang
artinya aman. Maka dalam kondisi ini tidak diperlukan tahap pengendalian. Meskipun
begitu, hal ini tetap harus diperhatikan karena pada hari-hari tertentu kondisi bengkel
akan sangat padat dan ramai digunakan untuk praktikum oleh mahasiswa PPNS.
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu
bahwa untuk mengukur kebisingan dapat dilakukan menggunakan alat sound meter level
dengan cara mengikuti prosedur penggunaan alat dengan benar dan langkah-langkah
pengukuran yang sesuai dengan keperluan kita. Setelah mendapatkan data nilai kebisingan
dari pengukuran selama 2,5 jam yang memiliki satuan dBA, analisis dan perhitungan dapat
dilakukan dengan cara menggunakan rumus DND (Daily Noise Dose) untuk mengetahui
apakah kebisingan dari ruangan yang diukur masih dalam Nilai Ambang Batas (NAB) atau
tidak, dengan ketentuan jika nilai DND ≤ 1 maka dapat dikatakan ruangan tersebut aman
dari kebisingan. Berdasarkan perhitungan praktikum didapatkan nilai DND sebesar ≤ 1
(menggunakan acuan Permenaker No. 5 Tahun 2018) dan nilai DND sebesar ≤1
(menggunakan acuan NIOSH) yang artinya ruangan tersebut masih aman dari kebisingan.
Setelah itu, jika tingkat kebisingan melebihi NAB maka dapat dilakukan pengendalian
menggunakan hierarki pengendalian, antara lain Eliminasi, Substitusi, Rekayasa Teknik,
Pengendalian Administrasi, dan Manajemen APD. Cara mengendalikan kebisingan dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut.

• Menghilangkan sumber kebisingan yang ada di tempat kerja. (Eliminasi)


• Mengganti alat, bahan, ataupun proses kerja yang dapat menimbulkan kebisingan.
• (Substitusi)
• Mengurangi kebisingan dengan menambah, memasang, atau menyisipkan peredam pad
alat produksi atau alat yang menimbulkan kebisingan. (Rekayasa Teknik)
• Membatasi waktu terpapar kebisingan di lingkungan kerja dengan cara mengatur waktu
kerja yang sesuai dengan waktu yang diperbolehkan dengan nilai desibel tertentu. Bisa
juga membuat rambu, poster, atau peringatan tentang kebisingan di lingkungan kerja.
(Pengendalian Administrasi)
• Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai. Contoh APD yang dapat meredam
kebisingan adalah Ear muff atau Ear plug.
5.2 SARAN
Suara atau bunyi memiliki ukuran decibel yang berbeda-beda tergantung tempat, kondisi
dan faktor-faktor lainnya. Untuk mendapatkan suara yang bisa diukur, dapat mencari
tempat dengan kebisingan yang tinggi, seperti pabrik, tepi jalan raya atau tempat kebisingan
lainnya. Semakin ramai tempat maka nilai kebisingan akan semakin besar. Selain itu, bisa
dilakukan pengambilan data lebih lama agar mendapatkan hasil dengan ukuran kebisingan
yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Admin (2021) Kebisingan Dan Pengaruhnya terhadap pendengaran, DINAS KESEHATAN


PROVINSI NTB. Available at: https://dinkes.ntbprov.go.id/berita/datin/kebisingan-dan-
pengaruhnya-terhadap-pedengaran/ (Accessed: March 7, 2023).

Farisky, A.M. and Koesyanto, H., 2021. Hubungan Kebisingan Terhadap Produktivitas Kerja
Pada Area Produksi Di PT. Alis Jaya Ciptatama, Ceper, Klaten. Indonesian Journal of
Public Health and Nutrition, 1(3), pp.456-461.

Hendrawan, A., 2020, January. Analisa Tingkat Kebisingan Kamar Mesin Pada Kapal.
In WIJAYAKUSUMA Prosiding Seminar Nasional (Vol. 1, No. 1, pp. 10-15).

Jamaludin, J., Suriyanto, S., Adiansyah, D. and Sucahyo, I., 2014. Perancangan dan
Implementasi Sound Level Meter (SLM) dalam Skala Laboratorium Sebagai Alat Ukur
Intensitas Bunyi. Jurnal Penelitian Fisika Dan Aplikasinya (JPFA), 4(1), pp.42-46.

Kholik, H.M. and Krishna, D.A., 2012. Analisis tingkat kebisingan peralatan produksi terhadap
kinerja karyawan. Jurnal Teknik Industri, 13(2), pp.194-200.

Mayasari, D. and Khairunnisa, R., 2017. Pencegahan noise induced hearing loss pada pekerja
akibat kebisingan. Jurnal Agromedicine, 4(2), pp.354-360.

Mimin, S. (2020) Home, Balai K2 Disnakertrans. Available at:


https://balaik2.disnakertrans.jatengprov.go.id/ (Accessed: March 6, 2023).

Septiani, D.N.A., 2021. TA: PERENCANAAN PENGENDALIAN KEBISINGAN. STUDI


KASUS: AREA REWINDER MACHINE PERUSAHAAN KERTAS (Doctoral dissertation,
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL).

SYAH, P.B., 2016. Faktor yang Mempengaruhi Noise Induced Hearing Loss dan Tinitus pada
Pekerja Bengkel Mesin Terpapar Bising di PT DOK dan Perkapalan Surabaya (Doctoral
dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).

Rimantho, D. and Cahyadi, B., 2015. Analisis kebisingan terhadap karyawan di lingkungan
kerja pada beberapa jenis perusahaan. Jurnal Teknologi, 7(1), pp.21-27.
LAMPIRAN

A. LAPORAN SEMENTARA
B. DOKUMENTASI
Tugas Pendahuluan

Lidya Ayu Novita

0522040045

K32B

1. Apa perbedaan fungsi Sound Level Meter dan Noise Dosimeter ?


• Sound Level Meter (SLM) adalah alat ukur dengan basis pengukuran elektronik,
berfungsi mengukur kebisingan antara 30-130 dB dalam satuan dB (A) dari
frekuensi 20-20.000 Hz (Buchla & Mc Lahlan, 1992).

• Noise dosimeter adalah alat yang dapat mengukur intensitas kebisingan yang
diterima pekerja selama masa kerjanya yang berpindah-pindah.

2. Mengapa seorang pekerja harus memperhatikan NAB kebisingan ?


Untuk mengetahui seberapa besar tingkat kebisingan tempat tersebut agar dapat dilakukan
upaya pengendalian terhadap dampak dari kebisingan tersebut.

3. Apa langkah yang harus dilakukan jika ruang kerja terdapat sumber bunyi bising dan tidak
dapat dimatikan/dihentikan ?
• Eliminasi yaitu dengan cara menghilangkan bahan atau proses kerja yang berbahaya
• Substitusi dengan cara mengganti bahan atau proses dengan yang lebih aman,
isolasi dengan cara memisahkan pekerja dengan sumber bahaya
• Engineering dengan cara membuat atau merekayasa mesin yang membahayakan
pekerja seperti pemberian pelindung pada mesin
• Administratif dengan cara job rotation
• Pemberian alat pelindung diri untuk pekerja.
ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN PERALATAN PRODUKSI
TERHADAP KINERJA KARYAWAN

Heri Mujayin Kholik DAN Dimas Adji Krishna


Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Malang

Laman: mujayinkholik@yahoo.co.id

ABSTRAK
Penggunaan mesin dan alat kerja yang mendukung proses produksi berpotensi menimbulkan suara kebisingan.
Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu atau membahayakan kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh tingkat kebisingan terhadap kinerja karyawan. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara ob������������������������������������������������������������������������������������������
servasi langsung dan kuesioner kepada pekerja di beberapa titik sampling. Pengolahan data
menggunakan uji t test untuk mengetahui tingkat kebisingan dan analisis regresi linier sederhana untuk mengetahui
pengaruh tingkat kebisingan terhadap kinerja karyawan. Dari pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan
uji t maka dapat ditarik kesimpulan bahwa level kebisingan di area kerja Power Plant II menunjukkan perbedaan yang
signifikan dengan Nilai Ambang Batas (NAB) yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu sebesar 98,599 dB. Sedangkan
NAB yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk area kerja (Industri) adalah sebesar 85 dB. Hasil analisis regresi
menunjukkan ����������������������������������������������������������������������������������������������������������
diperoleh t hitung sebesar 10,227 lebih besar dibandingkan t tabel sebesar 2,013. Nilai signifikansi juga
sebesar 0 lebih kecil dibandingkan a sebesar 0,05����������������������������������������������������������������������
. Hasil ini menunjukkan bahwa kebisingan di area kerja Power Plant II
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.

Kata kunci: kebisingan, peralatan produksi��������������������������������������������


, regresi linier sederhana,�����������������
kinerja karyawan

ABSTRACT
Machines and tools was used to support the production process have the potential effect to cause noise. Noise is
the unwanted sound that interfere and endanger health. This research aimed to analyze the effect of noise level on the
performance of the employees. Data collection was done by doing direct observation and questionnaires to workers in some
sampling points. Processing data using the t test to determine noise level and simple linear regression to determine the
effect of noise level on employee performance. Conclusion from data processing it was known that the noise level in the work
area Power Plant II showed significant differences with the Threshold Limit Value (TLV) set by the government namely
98.599dB (A), while TLV set by the government for the work area (Industry) is approximately 85 dB (A). Results of simple
linear regression analysis indicate that the value of t test was 10.227, this value was greater than t table namely 2.013. Value
of significant level is 0.000 less than a 0.05. These results indicate that the noise in the work area Power Plant II had a
significant impact on employee performance.

Key words: noise, machine and work tool, simple linear regression, employee performance

PENDAHULUAN seperti gangguan komunikasi, ancaman bahaya


Kebisingan merupakan masalah yang sering keselamatan, menurunnya performa (kinerja), stress
dijumpai di banyak perusahaan besar saat ini. dan kelelahan. Kebisingan yang terjadi secara terus
Penggunaan mesin dan alat kerja yang mendukung menerus dapat
�������������������������������������
menimbulkan gangguan kesehatan
proses produksi berpotensi menimbulkan suara dan ketidaknyamanan dalam bekerja. Gangguan
kebisingan. �����������������������������������
Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang ditimbulkan akibat kebisingan pada karyawan
yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu bermacam-macam, mulai dari gangguan fisiologis,
atau membahayakan kesehatan (Kepmenkes gangguan psikologis, gangguan keseimbangan,
No.1405/MENKES/SK/XI/2002). �����������������
Kebisingan dapat gangguan komunikasi sampai pada gangguan
menyebabkan berbagai gangguan seperti gangguan permanen seperti kehilangan pendengaran (�������
Nasri,
fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi 1997).
dan ketulian. Ada yang menggolongkan gangguannya Karyawan merupakan aset organisasi yang
berupa gangguan Auditory, misalnya gangguan sangat berharga dan merupakan unsur penting dalam
terhadap pendengaran dan gangguan non Auditory proses produksi. Karena itu karyawan harus dijaga,

194
dibina dan dikembangkan untuk meningkatkan data kebisingan pada tiap lantai di area kerja Power
produktifitasnya. Karyawan yang sehat berdampak Plant II Pertamina RU V Balikpapan. Wawancara
pada proses produksi di����������������������
perusahaan. Karyawan dilakukan kepada pekerja Pertamina di bagian
yang sehat akan mendukung proses produksi dapat Utilities (Power Plant II) guna mendapatkan data-data
berjalan dan berkembang lancar, berkesinambungan, yang diperlukan seperti jumlah ���������������������������
karyawan, Peraturan
tidak terganggu oleh kejadian kecelakaan. Karyawan HSE (Health, Safety, Enviromental) di lingkungan
yang sehat adalah faktor penentu yang vital Pertamina RU V dan informasi lokasi yang
untuk pertumbuhan perusahaan. Dharma�������� (2003) berpotensi bising. Sedangkan kuisioner diberikan
mengemukakan bahwa rangsangan suara yang kepada�������������������������������������������
pekerja Pertamina yang berhubungan dengan
berlebihan atau tidak dikehendaki (bising), yang peralatan produksi untuk mengetahui apakah ada
dijumpai diperusahaan akan mempengaruhi fungsi pengaruh kebisingan terhadap kinerja pekerja.
pendengaran. Berbagai faktor seperti intensitas, Data yang digunakan pada penelitian ini meliputi
frekuensi, jenis atau irama bising, lama pemajanan data tingkat kebisingan, yang didapatkan dengan
serta antar waktu istirahat dalam dua periode melakukan pengukuran tingkat kebisingan dengan
pemajanan sangat menentukan dalam proses bantuan alat Sound Level Meter ‘NICETY’ SL811
terjadinya ketulian atau kurang pendengaran akibat dengan jarak pengukuran 0,5 - 1 meter dari titik
bising. Demikian juga faktor kepekaan tiap pekerja sampling pengukuran. Titik sampling ini dipilih
seperti misalnya umur, pemajanan kebisingan karena memiliki potensi kebisingan yang cukup
sebelumnya, kondisi kesehatan, penyakit telinga tinggi, dimana banyak mesin – mesin yang beroperasi
yang pernah diderita, perlu pula dipertimbangkan 24 jam tanpa henti. Adapun mesin tersebut seperti
dalam menentukan gangguan pendengaran akibat Turbine Generator, Boiler Feed Water, Air Cooler
bising. Turbine Generator, Condensate Pump Turbine
Alat kerja dan mesin-mesin yang digunakan pada Generator, hingga Deaerator. Selanjutnya dilakukan
aktivitas kerja berpotensi menimbulkan suara bising. pengumpulan data��������������������������������
melalui kuesioner yang disebar
Hal ini berdampak negatif terhadap para pekerja pada 50 orang karyawan guna mengetahui seberapa
yang berada di area tersebut, yang mendengarkan besar pengaruh kebisingan terhadap kinerja
kebisingan selama jam kerja berlangsung setiap karyawan yang berada di area kerja Power Plant II.
harinya. Apabila tidak diperhatikan akan berdampak Uji t digunakan untuk menguji apakah level
pada kesehatan para pekerja sehingga berpengaruh kebisingan di area kerja Power Plant II Pertamina
terhadap kinerja karyawan. Mangkunegara (2000) RU V Balikpapan sudah sesuai standar yang
menyatakan kinerja adalah hasil kerja secara ditetapkan yaitu sebesar 85 dB (A). ������������� Ambang batas
kualitas dan kuantitas oleh seorang pegawai dalam keamanan yang direkomendasikan oleh Occupational
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung Safety and Health Admistration (OSHA) dan
jawab yang diberikan kepadanya. Kualitas yang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan mengacu
dimaksud adalah kehalusan, kebersihan dan pada Keputusan Menteri Karyawan No. KEP-51/
ketelitian dari segi hasil pekerjaan. Sedangkan MEN/1999, tentang baku mutu tingkat kebisingan,
kuantitas diukur dari jumlah pekerjaan yang yaitu intensitas bising rata-rata tidak lebih dari 85
diselesaikan karyawan. Selain itu kinerja juga dB (A) selama 8 jam per hari atau 40 jam per minggu.
dapat diartikan sebagai suatu hasil dari usaha Rumus uji t yang digunakan adalah sebagai berikut
seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan Rumus (Sugiyono,2007):
uji t yang digunakan adalah
dan perbuatan dalam situasi tertentu. Sehingga
kinerja tersebut merupakan hasil keterkaitan xP
t .................................................................................
(1)
antara usaha, kemampuan dan deskripsi pekerjaan. s
Kinerja karyawan akan menurun apabila terganggu n
kesehatannya dan merasa tidak aman dalam
bekerja. Keterangan:
: rata-rata x
METODE m : nilai yang dihipotesiskan
Penelitian dilakukan pada area kerja Power s : simpangan baku
Plant II PT PERTAMINA (Persero) Refinery Unit V n : jumlah anggota sampel
Balikpapan. Metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data dilakukan dengan 3 cara yaitu Apabila diperoleh t hitung lebih besar t tabel
dengan Studi
����������������
Lapangan (observasi), wawancara dan maka H0 ditolak. Sebaliknya, apabila t hitung lebih
kuisioner. Observasi dilakukan guna mendapatkan kecil sama dengan t tabel maka H0 diterima. Bila

Kholik: Analisis tingkat kebisingan peralatan produksi 195


H0 ditolak berarti ada perbedaan signifikan level analisis regresi menggunakan bantuan software
kebisingan di area kerja Power Plant II Pertamina SPSS.
RU V Balikpapan dengan standar yang ditetapkan,
yaitu 85 dB (A). HASIL DAN PEMBAHASAN
Variabel-variabel yang digunakan untuk Berdasarkan hasil peng ukuran tingkat
kuesioner pada penelitian ini beserta definisi kebisingan, kemudian dilakukan perhitungan
operasionalnya adalah sebagai berikut: Variabel dengan uji t untuk mengetahui tingkat kebisingan
Bebas (X) pada penelitian ini adalah kebisingan������
(X). yang ada diperusahaan untuk dibandingkan dengan
Sedangkan, Variabel Terikat (Y) pada penelitian ini standar kebisingan yang telah ditetapkan oleh
adalah kinerja karyawan (Y). �������������������
Indikator dan item pemerintah sebesar 85 dB (A). Nilai rata-rata pada
pertanyaan masing-masing variabel disajikan pada hasil pengolahan data menunjukkan bahwa rata-rata
Tabel 1. pengukuran kebisingan di area kerja Power Plant II
Skala pengukuran yang digunakan untuk sebesar 98,599 dB (A). Hasil perhitungan didapatkan
mengukur variabel kebisingan dan kinerja karyawan hasil seperti pada Tabel 2.
menggunakan skala Likert (Umar,���������������
2001). Dengan
penentuan penilaian skor sebagai berikut: j�������
awaban Tabel 2. Hasil Uji t
sangat tidak setuju diberi skor 1, jawaban tidak
setuju diberi skor 2, jawaban cukup setuju diberi skor t hitung t tabel Signifikansi Keterangan
3, j�����������������������������������������������
awaban setuju diberi skor 4 dan j��������������
awaban sangat 62,304 1,96 0,000 Berbeda
setuju diberi skor 5.
Setelah diperoleh jawaban dari responden pada Melalui uji t dapat diketahui bahwa t hitung
kuesioner yang telah disebar, maka data kebisingan sebesar 62,304 lebih besar dibandingkan t tabel
dan kinerja karyawan diuji validitas dan reliabilitas sebesar 1,96 atau nilai sig. sebesar 0 lebih kecil
guna���������������������������������������
mengetahui apakah item kuesioner yang dibandingkan a sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan
digunakan sudah valid atau tidak dan apakah bahwa level kebisingan di area kerja Power Plant II di
instrumen tersebut
�������������������������������������
dapat dipercaya untuk dapat atas rata-rata level kebisingan yang telah ditetapkan
digunakan sebagai alat untuk mengukur atas oleh pemerintah yaitu sebesar 85, dan secara statistik
variabel-variabel yang diteliti.����������������
Variabel dapat perbedaan itu signifikan. Nilai Ambang Batas (NAB)
dikatakan valid apabila mempunyai r hitung yang kebisingan telah direkomendasikan menurut ACGIH
lebih besar dibandingkan r tabel atau signifikan dan ISO (International Standart Organization)
lebih kecil dibandingkan� a ������������������������
sebesar 0,05. Sedangkan sebesar 85 dB (A) sedangkan menurut OSHA
dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach yang (Occupational Safety and Health Assosiation) sebesar
didapatkan lebih besar dari 0,6 (Ghozali,2002) 90 dB (A) untuk waktu kerja 8 jam sehari dan 40
Hasil kuesioner tersebut kemudian������������
dianalisis jam seminggu (Prabu, 2009). Sedangkan Imansyah
dengan menggunakan analisis regresi linier (2006) menyatakan bahwa tingkat maksimal yang
sederhana untuk mengetahui pengaruh kebisingan dapat didengar telinga manusia adalah 130 dB (A),
terhadap kinerja karyawan. Untuk pengolahan data walaupun dianjurkan sebaiknya manusia jangan

Tabel 1. Variabel, Indikator, dan Item Pernyataan

Variabel Indikator Item Pernyataan


Kebisingan (X) 1. Gangguan Psikologis a. �����������
M����������
udah kaget
b. ������������������
K�����������������
urang konsentrasi
c. �����������
M����������
udah lelah
d. �����������
C����������
epat marah
2. Gangguan Komunikasi a. Sering berteriak di area kerja bila berkomunikasi
b. Sering terjadi salah komunikasi di area kerja
3. Gangguan Fisiologis a. Pendengaran kurang jelas
b. Mudah pusing/sakit kepala
c. Mual
d. Sesak nafas
Kinerja Karyawan (Y) 1. Kuantitas a. Kemampuan menyelesaikan pekerjaan sesuai target yang dibebankan
b. Dapat menyelesaikan pekerjaan dengan hasil yang konsisten sesuai standar
2. Kualitas a. Kualitas kerja sesuai standar kualitas yang ditetapkan
b. Ketelitian dalam melakukan pekerjaan
3. Waktu a. Ketepatan penyelesaian tugas dengan target waktu yang ditetapkan
b. Kekonsistenan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan

196 Jurnal Teknik Industri, Vol. 13, No. 2, Agustus 2012: 194–200
sampai dihadapkan pada tingkat suara setinggi Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 4 dapat
itu. Intensitas suara 90�������������������������
-������������������������
95 dB (A) dapat merusak disimpulkan bahwa semua item pada variabel kinerja
pendengaran. Tingkat kebisingan yang dialami karyawan (Y) valid, karena hubungan antar skor tiap
secara terus menerus oleh karyawan di area kerja item dengan skor total mempunyai r hitung yang lebih
Power Plant II dapat mengganggu kesehatan, besar dibandingkan r tabel atau nilai signifikan lebih
kenyamanan, serta dapat menimbulkan ketulian kecil dibandingkan a sebesar 0,05. Sedangkan nilai
bagi para karyawan. alpha cronbach yang didapatkan sebesar 0,9245 lebih
Data hasil kuesioner karyawan kemudian besar dari 0,6 sehingga variabel kinerja karyawan
dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas masing�- (Y) dapat dikatakan reliabel.
masing variabel penelitian. Pengujian ini dilakukan Berdasarkan data������������������������
melalui kuesioner yang
sebagai langkah awal untuk mengetahui apakah disebar pada 50 orang karyawan guna mengetahui
data kuesioner yang sudah didapatkan tersebut seberapa besar pengaruh kebisingan terhadap
bisa diproses untuk pengolahan data selanjutnya. kinerja karyawan yang berada di area kerja Power
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Plant II. Dari hasil kuesioner didapatkan hasil
software SPSS dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel bahwa terdapat gangguan pada indikator psikologis,
3 dan Tabel 4. indikator komunikasi dan indikator fisikologis akibat
kebisingan. Pada indikator
�������������������������������
gangguan psikologis,
Tabel 3. Rekapitulasi Uji Validitas dan Reliabilitas mayoritas responden menyatakan sangat setuju
Variabel Kebisingan (X) bahwa kebisingan yang ditimbulkan alat kerja
dan mesin di wilayah kerja membuat responden
Koefisien
Hubungan Korelasi r tabel Sig. Keterangan menjadi orang yang mudah kaget, membuat kurang
(r hitung) konsentrasi, membuat mudah lelah dan membuat
X1 – X 0,663 0,279 0,000 Valid cepat marah. Pada indikator gangguan komunikasi,
X2 – X 0,583 0,279 0,000 Valid mayoritas responden menyatakan sangat setuju
X3 – X 0,815 0,279 0,000 Valid bahwa kebisingan yang ditimbulkan alat kerja dan
X4 – X 0,661 0,279 0,000 Valid mesin di wilayah kerja membuat responden sering
X5 – X 0,599 0,279 0,000 Valid berteriak di area kerja bila berkomunikasi, dan sering
X6 – X 0,676 0,279 0,000 Valid
terjadi salah komunikasi. Pada indikator gangguan
X7 – X 0,676 0,279 0,000 Valid
fisikologis, mayoritas responden menyatakan
X8 – X 0,508 0,279 0,000 Valid
X9 – X 0,524 0,279 0,000 Valid
setuju dan sangat setuju bahwa kebisingan yang
X10 – X 0,574 0,279 0,000 Valid ditimbulkan alat kerja dan mesin di wilayah kerja
Nilai alpha cronbach = 0,8290 Reliabel membuat pendengaran responden kurang jelas,
mudah pusing/sakit kepala, sering mual, dan sering
Berdasarkan hasil pengujian yang disajikan pada sesak nafas. Hal ini didukung oleh penelitian Fiedihal
Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa semua item pada (2007) yang menyatakan bahwa kebisingan dapat
variabel kebisingan (X) valid, karena hubungan antar mempengaruhi faktor psikologis, komunikasi dan
skor tiap item dengan skor total mempunyai r hitung fisikologis.
yang lebih besar dibandingkan r tabel atau signifikan Kinerja karyawan dilihat dari beberapa indikator
lebih kecil dibandingkan� a ������������������������
sebesar 0,05. Sedangkan yaitu indikator kuantitas, kualitas dan waktu.
nilai alpha cronbach yang didapatkan sebesar 0,8290 Pada indikator kuantitas, mayoritas responden
lebih besar dari 0,6 sehingga variabel kebisingan (X) menyatakan cukup setuju bahwa responden mampu
dapat dikatakan reliabel. menyelesaikan pekerjaan sesuai target, dan tidak
setuju bahwa responden mampu menyelesaikan
Tabel 4. Rekapitulasi Uji Validitas dan Reliabilitas pekerjaan dengan hasil yang konsisten sesuai
Variabel ��������������������
Kinerja Karyawan (Y) standar. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja
karyawan di area kerja Power Plant II dalam segi
Koefisien
kuantitas masih kurang baik. Hal in disebabkan
Hubungan Korelasi r tabel Sig.  Keterangan 
(r hitung) karena pengaruh kebisingan yang setiap hari mereka
Y1 – Y 0.857 0.279 0.000 Valid alami mengganggu konsentrasi karyawan dalam
Y2 – Y 0.912 0.279 0.000 Valid menyelesaikan pekerjaan, sehingga pekerjaan yang
Y3 – Y 0.892 0.279 0.000 Valid dihasilkan tidak sesuai target dan tidak konsisten.
Y4 – Y 0.788 0.279 0.000 Valid Pada indikator kualitas, mayoritas responden
Y5 – Y 0.849 0.279 0.000 Valid menyatakan cukup setuju bahwa kualitas kerja
Y6 – Y 0.883 0.279 0.000 Valid yang dihasilkan sudah sesuai dengan standar
Nilai alpha cronbach = 0.9245 Reliabel kualitas yang ditetapkan perusahaan, dan responden

Kholik: Analisis tingkat kebisingan peralatan produksi 197


selalu teliti dalam melakukan pekerjaan. Hal ini dengan menggunakan scatter plot disajikan pada
menunjukkan bahwa kinerja karyawan di area ������� scatter plot menunjukkan bahwa
Gambar 1���������
. Gambar
kerja Power Plant II dalam segi kualitas cukup baik. titik-titik menyebar secara acak serta tersebar
Kebisingan yang mereka alami setiap hari, meskipun baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu
mengganggu konsentrasi karyawan, tetapi karyawan Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
berusaha mempertahankan kualitas kerja. Pada heteroskedastisitas pada model regresi sehingga
indikator waktu, mayoritas responden menyatakan model regresi layak dipakai untuk mengetahui
tidak setuju bahwa responden selalu menyelesaikan pengaruh tingkat kebisingan terhadap kinerja
tugas sesuai dengan target waktu yang diberikan, karyawan.
dan waktu responden dalam menyelesaikan
pekerjaan selalu konsisten. Hal in disebabkan karena Scatterplot
pengaruh kebisingan yang setiap hari mereka alami Dependent Variable: Y
mengganggu aktifitas karyawan dalam bekerja 3

sehingga karyawan cenderung suka menunda

Regression Standardized Residual


2
pekerjaan, dan mengakibatkan tertundanya waktu
penyelesaian pekerjaan. 1

Sebelum dilakukan analisa regresi sederhana


0
untuk mengetahui pengaruh kebisingan terhadap
kinerja karyawan, tahap selanjutnya adalah -1

melakukan beberapa uji asumsi klasik diantaranya


-2
uji normalitas, uji multikolonieritas dan uji -1.5 -1.0 -.5 0.0 .5 1.0 1.5 2.0

heteroskedastisitas. Pengujian normalitas data ini Regression Standardized Predicted Value


lakukan dengan tujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi, variabel penganggu atau residual Gambar 1. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas dengan
memiliki distribusi normal. Pengujian normalitas Menggunakan Scatter Plot
data dalam penelitian ini menggunakan uji
Kolmogorof Smirnov dan hasilnya ditampilkan pada Setelah memenuhi ketiga uji asumsi tersebut,
Tabel 5. �������������������������������������������
Berdasarkan Tabel
�������������������������������
5������������������������
, dapat diketahui bahwa maka dapat dilakukan �����������������������������������
analisis regresi linier sederhana.
nilai sig. yang dihasilkan lebih besar dibandingkan Pada penelitian ini analisis regresi linier sederhana
a sebesar 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa dilakukan dengan menggunakan software SPSS. Hasil
data hasil kuesioner menyebar normal. pengujiannya ditampilkan pada Tabel 7.

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Data Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Uji Analisis Regresi Linier
Sederhana
Kolmogorof Smirnov sig. Keterangan
0,740 0,644 Normal Koefisien t t
Variabel Sig. Keterangan
Regresi hitung tabel
Konstanta 47,156
Pengujian multikolinieritas bertujuan untuk
X -0,679   5,391 2,013 0,000 Tolak Ho
menguji apakah model regresi ditemukan adanya
R     0,614    
korelasi antar variabel bebas. Hasil pengujian R Square   0,377  
multikolinieritas pada masing-masing variabel bebas F hitung 29,059  
disajikan pada Tabel
��������������������������������
6.������������������������
Berdasarkan hasil pada F tabel (1,48; 0.05)   4,04  
Tabel 6 dapat
�����������������������������������������
diketahui bahwa nilai VIF variabel Sig.   0,000    
bebas lebih kecil dibandingkan 10, sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas antar Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa
variabel bebas dalam model regresi. koefisien korelasi (R) sebesar 0,614 menunjukkan
bahwa hubungan antara variabel kebisingan (X)
Tabel 6. Hasil Uji Multikolinieritas terhadap variabel kinerja karyawan (Y) kuat.
Variabel Bebas VIF Keterangan Besarnya sumbangan variabel kebisingan (X)
X 1,000 non multikolinieritas terhadap variabel kinerja karyawan (Y) dapat dilihat
dari R Square sebesar 0,377 atau 37,7%. Angka
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah tersebut menunjukkan bahwa kebisingan (X) yang
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance digunakan dalam persamaan regresi ini memberikan
dari residual satu pengamatan ke pengamatan kontribusi terhadap variabel kinerja karyawan
yang lain. Hasil pengujian heteroskedastisitas (Y) sebesar 37,7%. Sedangkan sisanya yaitu 62,3%

198 Jurnal Teknik Industri, Vol. 13, No. 2, Agustus 2012: 194–200
merupakan kontribusi dari variabel lain yang tidak Faktor kebisingan di lingkungan kerja berpengaruh
masuk dalam penelitian ini. terhadap kinerja kar yawan. Dalam usaha
Melalui hasil pengolahan data kebisingan dan mendapatkan kinerja karyawan yang tinggi, maka
kinerja karyawan dengan menggunakan analisis faktor kebisingan harus diperhatikan, agar sesuai
regresi linier sederhana dihasilkan persamaan dengan batasan kemampuan pendengaran. Hidayah
regresi linier. Persamaan regresi linier sederhana dkk������������������������������������������
. (2007) dalam penelitiannya mengemukakan
pengaruh kebisingan terhadap kinerja karyawan pada bahwa kebisingan mempengaruhi produktivitas
output SPSS dapat dilihat melalui Unstandardized operator. Dengan semakin tinggi tingkat kebisingan
Coefficients B dan persamaan yang dihasilkan adalah maka akan menurunkan tingkat produktivitas.
sebagai berikut:
Y = 47,156 – 0,679 X SIMPULAN
Dari pengolahan data yang telah dilakukan
Intercept yang didapatkan sebesar 47,156
dengan menggunakan uji t maka dapat ditarik
dan bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa
kesimpulan bahwa level kebisingan di area kerja
apabila tidak ada kebisingan di area Power Plant II
Power Plant II menunjukkan perbedaan yang
PT. PERTAMINA (Persero) Refinery Unit V, maka
signifikan dengan Nilai Ambang Batas (NAB) yang
kinerja karyawan sebesar 47�������������������
,156���������������
. Nilai 47,156
telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu sebesar
menunjukkan bahwa rata-rata kinerja karyawan
98,599 dB (A). Sedangkan NAB yang telah ditetapkan
sudah baik apabila tidak ada gangguan kebisingan
oleh pemerintah untuk area kerja (Industri) adalah
yang ada di area kerja mereka.
sebesar 85 dB (A). Hasil analisis regresi linier
Koefisien regresi variabel kebisingan (X) sebesar
sederhana menunjukkan bahwa kebisingan di
- 0,679, yang berarti bahwa variabel kebisingan (X)
area kerja Power Plant II berpengaruh signifikan
memberikan pengaruh negatif terhadap kinerja
terhadap kinerja karyawan. Hal ini ditunjukkan
karyawan (Y). Hal itu juga menunjukkan bahwa
dari���������������������������������������������������
hasil pengujian analisis regresi linier sederhana
setiap peningkatan kebisingan, maka kinerja
melalui uji t, diperoleh t hitung sebesar 10,227 lebih
karyawan di area Power Plant PT. PERTAMINA
besar dibandingkan t tabel sebesar 2,013 atau angka
(Persero) Refinery Unit V akan menurun sebesar
sig. sebesar 0 lebih kecil dibandingkan a sebesar
0,679. Angka ini menunjukkan bahwa adanya
0,05���������������������������������������������
. Kebisingan pada area kerja juga memberikan
kebisingan yang mengganggu di area Power
beberapa efek Hasil ini mendukung beberapa
Plant PT. PERTAMINA (Persero) Refinery Unit
penelitian terdahulu mengenai pengaruh tingkat
V mempengaruhi penurunan kinerja karyawan.
kebisingan terhadap kinerja karyawan.
Sebaliknya apabila kebisingan yang terjadi dapat
diturunkan maka kinerja karyawan akan cenderung
DAFTAR PUSTAKA
mengalami peningkatan.
Berdasarkan hasil pengujian analisis regresi linier , 2003. Manajemen Personalia. Edisi Ketiga,
Dharma, A.��������
sederhana melalui uji t, diperoleh t hitung sebesar Penerbit Erlangga. Jakarta.
Feidihal, 2007. Tingkat Kebisingan dan Pengaruhnya
10,227 lebih besar dibandingkan t tabel sebesar 2,013
terhadap Mahasiswa di Bengkel Teknik Mesin
atau angka sig. sebesar 0 lebih kecil dibandingkan
Politeknik Negeri Padang. Jurnal Teknik Mesin,
a sebesar 0,05 sehingga H0 ditolak. Dengan
4 (1), ISSN 1829-8958.
demikian dapat disimpulkan bahwa kebisingan (X) Ghozali, I., 2002. Aplikasi Analisis Multivariate dengan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan Program SPSS. Penerbit Universitas Diponegoro.
(Y).����������������������������������������������
Hal
���������������������������������������������
ini menunjukkan bahwa apabila kebisingan Semarang.
di area kerja Power Plant II meningkat, maka kinerja 2006. Pengaruh Kebisingan terhadap
Hanifa, T.Y.U.��������
, ������
karyawan akan menurun. Begitupun sebaliknya Kelelahan pada Tenaga Kerja Industri Pengolahan
apabila kebisingan di area kerja Power Plant II Kayu Brumbung Perum Perhutani Semarang.
menurun, maka kinerja karyawan akan meningkat. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Hanifah (2006) dalam penelitiannya mengemukakan Hidayah, N.Y., Latifah D., �����������������������������
dan Ratih W., 2011. Analisis
ada hubungan yang signifikan antara kebisingan Pengaruh Faktor Kebisingan dan Tingkat Kesulitan
dengan kelelahan dan pengaruh yang signifikan Kerja terhadap Produktivitas Line Assembling
antara kebisingan terhadap kelelahan karyawan. PT. X http://image.tsubaku.multiply.multiplycontent.
Kebisingan yang dialami oleh para karyawan com/. Diakses 16 Oktober 2011.
Imansyah, B.S dan Achmad R.D.��������2006. Bising Ancam
,�������
memberikan dampak pada kinerja karyawan yang
Pendengaran. Pikiran Rakyat. Bandung.
cenderung menurun karena terganggu dengan
Kementerian Tenaga Kerja������
, 1999. Keputusan Menteri
tingkat kebisingan yang sudah melampaui standard
Tenaga Kerja Nomor Kep-51/MEN/1999 tentang
rata-rata yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Batas Kebisingan Maksimum dalam Area Kerja.

Kholik: Analisis tingkat kebisingan peralatan produksi 199


Mangkunegara, 2000. Manajemen Sumber Daya pengukuran-nilai-ambangdan-zona-kebisingan/
Manusia Perusahaan. ��������������������������
Cetakan Kedua. PT. Remaja Diakses 16 Oktober 2011.
Rosdakarya, Bandung. Sugiyono, 2007. Statistika untuk Penelitian. Cetakan
1997. Teknik Pengukuran dan Pemantauan
Nasri��������
,������� keduabelas. Alfabeta. Bandung.
Kebisingan di Tempat Kerja. , 2001. Riset Sumber Daya Manusia. PT. Gramedia
Umar, H.��������
Prabu����������������������������������������������
, 2009. Dampak Kebisingan terhadap Kesehatan. Pustaka Utama. Jakarta.
http://putraprabuwordpress.com/20 09/01/02/

200 Jurnal Teknik Industri, Vol. 13, No. 2, Agustus 2012: 194–200
Jurnal Saintara Vol.5 No.1 September 2020

Analisa Kebisingan di Bengkel Kerja Akademi Maritim Nusantara

Andi Hendrawan1, Aji Kusumastuti Hendrawan2


1
Program Studi Teknika Akademi Maritim Nusantara, Cilacap
2
Fakultas Teknologi Industri Universitas Nahdatul Ulama Al Gozali, Cilacap
andihendrawan007@gmail.com

Diterima 30 September 2020, direvisi 1 Oktober 2020, diterbitkan 15 Oktober 2020

Abstrak
Salah satu penyebab kecelakaan dan penyakit akibat kerja adalah kebisingan Kebisingan dengan
intensitas tinggi yang tidak disadari menyebabkan dampak yang serius bagi tenaga kerja. Upaya
kesehatan dan keselamatan kerja harus diupayakan agar meminimalisasi dampak dan sebisa
mungkin tidak menimbulkan kecelakaan dan penyaki akibat kerja. Penerlitian ini bertujuan untuk
memetakan kebisingan di ruang bengkel AMN. Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian survey
dengan pendekatan crosesctional saund level untuk mengukur kebisingan. Pengukuran dilakukan
pada semua ruangan atau tempat yang memungkinkan sebagai tempat kegiatan. Hasil pengkuran
menujukan masih di bawah ambang batas yang diijinkan baik berdasarkan Standar ILO maupun Pemerintah.

Kata kunci : kebisingan, bengkel

Abstract
One of the causes of occupational accidents and diseases is noise. High intensity noise that is not
realized causes a serious impact on the workforce. Efforts for health and work safety must be made
in order to minimize the impact and as much as possible do not cause accidents and illness due to
work. This research aims to map the noise in the AMN workshop room . Type of Research This type
of research is a type of survey research with a cross sectional Saund level approach to measure
noise. Measurements are made in all rooms or places that are possible as places of activity. The
measurement results show that it is still below the allowable threshold based on both the ILO
Standards and the Government.

Key words: noise, workshop

serius bagi tenaga kerja dan taruna serta


Pendahuluan
ketidaknyamanan untuk setiap pengguna bengkel.
Kesehatan kerja adalah keadaan sejahtera dari Contoh kebisingan yang berpengaruh langsung
badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan pada kenyamanan penumpang antara lain dari
setiap pekerja dapat bekerja secara sehat dengan main engine itu sendiri yang merupakan sumber
produktivitas yang optimal tanpa membahayakan kebisingan terbesar, exhaust gas outlet pada dek
diri, keluarga, masyarakat, dan lingkungan serta auxiliary machinery dan lain lain [2].
sekitarnya. Upaya kesehatan kerja adalah upaya
Transisi epidemiologi penyakit adalah
penyerasian kapasitas kerja, beban kerja dan
kecenderungan perubahan pola kesakitan berupa
lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat
penurunan prevalensi penyakit infeksi dan
bekerja secara sehat tanpa membahayakan
peningkatan prevalensi penyakit noninfeksi atau
dirinya sendiri maupun masyarakat sekelilingnya,
penyakit degeneratif seperti hipertensi..
agar diperoleh produktivitas kerja yang
Kebisingan akan meningkatkan resiko hipertensi,
optimal[1]. Kebisingan dengan intensitas tinggi
hal ini karena menimbulkan ketidaknyaman
yang tidak disadari menyebabkan dampak yang
sehingga akan meningkatkan emosi seseorang

1
Jurnal Saintara Vol.5 No.1 September 2020

[3][4]. Pengaruh utama kebisingan kepada Nilai Ambang Batas Kebisingan dan Standar
kesehatan adalah kerusakan kepada indera Kebisingan
pendengar, yang menyebabkan tuli progresif, Nilai batas ambang kebisingan adalah 85 dB
dan akibat demikian telah diketahui dan diterima yang dianggap aman untuk sebagaian besar
umum untuk berabad-abad lamanya. Dengan tenega kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40
kemampuan kesehatan kerja (hiperkes), akibat jam/minggu. Nilai ambang batas untuk
buruk kebisingan kepada alat pendengaran boleh kebisingan ditempat kerja adalah intensitas
dikatakan dapat dicegah asalkan program tertinggi dan merupakan rata-rata yang masih
konservasi pendengaran (hearing conservation dapat diterima tenega kerja tanpa mengakibatkan
program) dilaksanakan sebaik-baiknya hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu
teus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau
Materi dan Metode 40 jam seminggunya. Berikut ini tabel waktu
Kebisingan (noise) telah menjadi aspek yang maksimum untuk bekerja.
berpengaruh di lingkungan kerja dan komunitas
Tabel 1. Waktu Maksimum Bekerja
kehidupan yang sering kita sebut sebagai polusi
suara dan sering kali dapat menjadi bahaya bagi Tingkat Kebisingan Pemaparan
No
kesehatan[5] Menurut Keputusan Menteri (dBA) Harian
Negara Lingkungan Hidup No. KEP
48/MENLH/11/1996 definisi bising adalah bunyi 1. 85 8 Jam
yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan 2. 88 4 Jam
dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat 3. 91 2 Jam
menimbulkan gangguan kesehatan dan 4. 94 1 Jam
kenyamanan lingkungan. 5. 97 30 menit
Bising adalah bunyi yang ditimbulkan oleh 6. 100 15 menit
gelombang suara dengan intensitas dan frekuensi
yang tidak menentu Jenis kebisinganberdasarkan Setelah pengukuran kebisingan dilakukan,
mekanismepenyebaran dan perambatan energi maka perlu dianalisis apakah kebisingan tersebut
bunyi adalah: dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar
atau kriteria kebisingan yang ditetapkan oleh
1. Struktur-Borne Noise, yaitu kebisingan yang
berbagai pihak berdasarkan Peraturan Menteri
dihasilkan oleh perambatan getaran struktur
Kesehatan Republik Indonesia No.718/ Men/
komponen dari suatusystem struktur atau
Kes/ Per/ XI/ 1987, tentang kebisingan yang
bagian yang bergetar tersebutakan
berhubungan dengan kesehatan.
meradiasikan atau merambatkan nergi akustik
dalam bentuk gelombang longitudinal. Tabel 2. Pembagian Zona Bising Oleh Menteri
Sumber energy tersebut diperoleh dari adanya Kesehatan
kerusakan atau tidak seimbangnya bagian Tingkat Kebisingan (dBA)
serta gerakan bolak-balik dari suatu system. No Zona Maksimum yang Maksimum yang
2. Liquid-Borne Noise, yaitu kebisingan yang dianjurkan diperbolehkan
ditimbulkan oleh adanya perambatan 1 A 35 45
Fluktuasi tekanan fluida, sehingga terjad 2 B 45 55
getaran kolom fluida, pusaran fluida, bunyi 3 C 50 60
aliran dan kavitasi. 4 D 60 70
3. Air-borne Noise, yaitu kebisingan yang
merambat melalui fluktuasi tekanan yang Zona A diperuntukan bagi tempat penelitian,
timbul di udara Perambatan kebisingan rumah sakit, tempat perawatan kesehatan dsb,
melalui dua media seperti ini akan saling Zona B diperuntukan perumahan, tempat
berkaitan. Dimana jika terjadi suatu suatu pendidikan, rekreasi, dan sejenisnya, Zona C
perambatan bunyi yang bersumber dari diperuntukan untuk perkantoran, pertokoan,
struktur, maka getaran struktur akan dapat perdagangan, pasar, dan sejenisnya serta Zona D
menggetarkanudara disekelilingnya. Pada industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis,
saat yang sama udara yang bergetar tersebut dan sejenisnya.
akan menggetarkan struktur kembali[6]

2
Jurnal Saintara Vol.5 No.1 September 2020

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian Tabel 3. Rata rata hasil pengukuran kebisingan
survey dengan pendekatan crosesctional. Lokasi pada setiap tempat di bengkel
Penelitian dilaksanakan di Bengkel AMN, alat No Uraian Kebi- Standar Standar
yang dipergunakan dalam penelitian adalah singan ILO kesehatan
sound level meter sebuah alat pengkiran (dB) maks
kebisingan yang telah dikalibrasi. Pengukuran 1 Ruang 52 85 60
dilakukan pada semua ruangan atau tempat yang Crane
ada bengkel yang memungkinkan sebagai 2 Ruang 110 85 jam 60
tempat kegiatan. Setiap tempat dilakukan Boiler kerja
pengukuruan kebisingan sebanyak sepuluh kali mnyesu-
dan dirata-rata. aikan
3 Gate 55 85 60
Hasil dan Pembahasan 4 Raung 50 85 60
Denah bengkel AMN diperlihatkan pada Mesin
Gambar 1. Bubut
5 Ruang 50 85 60
LT.2 LT.2
Mesin
LT.2
R.KELAS R.GAMBAR R.KELAS bantu
R.STAF
6 Ruang 52 85 60
L.LISTRIK L.FISIKA
GAMBAR alat
CORRIDOR 7 Lab 50 85 60
PONTON
Gambar
TOILET
STORE
8 Lab 55 65 60
ROOM MAIN Listrik
DIESEL
ENGINE 9 Lab 50 85 60
ROOM Fisika
GARAGE
CAR 10 Ruang 50 85 60
AUX
Staf
TOOLS MACHINERY 11 Ruang 110 110 jam 100
ROOM
ROOM mesin kerja bekerja
utama menyes 15 menit
CORRIDOR uikan

Berdasarkan hasil penelitian diatas maka


LATE
sebagian besar masih di ambang batas
BOILER MACHINE maksimum yang diperkenankan. Hal ini
ROOM ROOM
mennujukan bahwa kapal tersebut nyaman untuk
beraktivitas dan sehat menurut atuaran kesehatan
karena masih di bawah nilai ambang batas
CRANE GATE kesehatan. Jaminan kesehatan sangat penting
ROOM
karena pengaruh kebisingan yang berhubungan
dengan kesehatan sangat nyata, hasil penelitian
Gambar 1. Denah Bengkel AMN sebelumnya menunjukkan hubungan yang
signifikan antara lama pemaparan kebisingan
Hasil penelitian diperlihatkan pada tabel 3 menurut masa kerja dengan keluhan subyektif
yang merupakan hasil rata rata pengukuran dan tenaga kerja, keluhan subyektif tersebut antara
dibandingkan dengan standar maksimum lain berkurang daya pendengaran, pusing pusing,
kebisingan menurut ILO maupun dari Pmerintah mual mual dan hipertensi [7].
Indonesia. Terdapat hubungan bermakna antara bising
dan fungsi pendengaran pada teknisi mesin kapal
[8], penelitian yang sama juga mengatakan
bahwa [9] intensitas kebisingan berpengaruh
signifikan terhadap Noise Induced Hearing Loss
(NIHL) atau tuli setelah dikoreksi dengan umur
dan lama paparan, hasil penelitian yang masih

3
Jurnal Saintara Vol.5 No.1 September 2020

diambang batas jika paparan dalam waktu yang Kesimpulan


lama juga aka nada dampaknya. Kebisisngan
Berdasarkan penelitian bahwa semua masih
adalah salah satu indikator bahaya dalam
memenuhi syarat dalam artian masih dibawah
keselamatan kerja di bidang perkapalan.
ambang batas yang diijinkan baik berdasarkan
Penelitian [10] [11] mengemukakan bahwa salah
Stnadar ILO maupun Pemerintah. Khusus pada
satu indikator keselamatan pekerja adalah
laboratorium mesin utama dan boiler
bagaimana meminimalkan resiko-resiko bahaya
diperlukan kedisipinan prosedur kerja, pelatihan
antaranya bahaya fisik yaitu kebisingan. Untuk
dan pemakaian APD. Penelitian selanjutnya
meminimalkan resiko tidak lain dengan
dapat dilakukan pemetaan kebisingan, pengaruh
mengubah perilaku dari tenaga kerja agar lebih
kebisingan terhadap tekanan darah dan penyakit
disiplin dalam menjalankan prosedur kerja dan
akibat kerja . Program pengurangan kebisingan,
penggunaan alat pelindung diri[12].
Dampak kesehatan akibat kebisingan di kamar
Pengurangan kebisingan sangat diperlukan
mesin.
walaupun hasil penelitin masih di bawah standar
ILO dan pemerintah [13]. Dari pengukuran
Ucapan terima kasih
menggunakan simulasi, ditemukan bahwa
lapisan viskoelastik efektif dalam mengurangi Penulis mengucapkan terima kasih kepada
kebisingan benturan lantai saat digunakan Akademi Maritim Nusantara Cilacap.
dengan lapisan yang dibatasi. Bagaiman
menciptakan sebuat perisai (shielding) untuk Daftar Pustaka
mengurang intensitas kebsingan menjadi sangat [1] A. Hendrawan, “Program Kesehatan dan
penting, salah satunya dengan bahan paltik dan Keselamatan Kerja di Atas Kapal,” Jurnal
karpet.Tiak kalah pentingnya adalah progam Sains Teknologi Transportasi Maritim, 2
keselamatan kerja perlu dilaksanakan agar (1), 1–10, (2020).
prilaku tenaga kerja dapat meningkatkan [2] A. Hendrawan, “Analisa Tingkat
keselamatan dan kesehatan kerja [1] Pada Kebisingan Kamar Mesin Pada Kapal,”
laboratorim mesin utama dan bolier yang WIJAYAKUSUMA Prosiding Seminar
kebisingan 110 dB perlu perhatian yang lebih Nasional Jaringan Peneliti Cilacap “Menuju
karena efek yang akan ditimbulkan akan lebih Cilacap 4.C (Creativity, Critis. Thinking,
cepat, rotasi kerja pada masinis dan pemakaian Community Colaboration)., 10–15, (2020).
alat pelindung diri (APD) akan menjadi salah [3] E. Harianto dan H. Pratomo, “Pajanan
satu solusi. Kebisingan dalam kamar mesin juga Kebisingan dan Hipertensi di Kalangan
bias dikurangi dengan sistem pelumasan yang Pekerja Pelabuhan,” Kesmas Natl. Public
baik sehingga gesekan yang terjadi pada mesin Heal. J., 8 (5), 215 (2013).
dapat dikurangi atau diperhalus. Hasil penelitian [4] A. Hendrawan dan A. Yulianeu, “The
Hendrawan (2018) [1], [2], [14], [15] Impact Of Physical Environment Of Work
menyimbulkan bahwa kebersihan merupakan hal Stress In Abk ( Crew ) Fishing Boat In
yang harus diberhatikan selain kebisingan, Cilacap,” Proceeding ICSTIEM, 1–21,
karena sesuatu yang bersih akan dapat (2017).
mengurangi intensitas kebisingan. [5] L. Ferial, E. Susanto, dan M. DS Silalahi,
Peningkatan keselamatan dan kesehatan “Analisis Tingkat Kebisingan Di Terminal
kerja dapat diupayakan dengan pelatihan secara Pakupatan (Kabupaten Serang, Provinsi
rutin, mengadakan toolbook meeting, safety Banten),” Indones. J. Urban Environ.
meeting yang di dalamnya merupakan bagian Technol., 8 (1), 81 (2016).
dari perencanaan program kesehatan dan [6] R. Wibowo, Samuel, dan U. Budiarto,
keselamatan kerja [16]–[18]. Penelitian “Analisa tingkat Kebisingan Kamar Mesin
Hendrawan (2019) menunjukan bahwa. pada Kapal KMP. Muria” J. Tek.
sebagian besar responden berpendidikan SLTA Perkapalan, 2 (4), (2014).
dan telah diadakan pelatihan Dasar Kesehatan [7] D. Anggraeni, “Hubungan antara Lama
dan keselamatan kerja yang di dalam terdapat Pemaparan Kebisingan Menurut Masa
materi tentang Undang dan peraturan keehatan Kerja Dengan Keluhan Subyektif Tenaga
dan keselamatan kerja. Hal terpenting bagaimana Kerja Bagian Produksi PT. Sinar Sosro
kebisingan dapat dikendalikan secara teknis dan Ungaran Semarang,” Univ. NEGERI
manajemen dan akhir bila tidak memungkinkan SEMARANG, (2006).
maka diperlukan APD[11], [12], [19] .

4
Jurnal Saintara Vol.5 No.1 September 2020

[8] M. M. dan V. R. D. Nina P. Lumonang,


“Hubungan Bising dab Fungsi Pendengaran
Pada Teknisi Mesin Kapal Yang Bersandar
di Pelabuhan Bitung,” J. e-Biomedik, 3 (3),
1–5, (2015).
[9] Jumali et al., “Prevalensi dan Faktor Risiko
Tuli Akibat Bising pada Operator Mesin
Kapal Feri,” J. Kesehat. Masy., 7 (12), 545–
550, (2013).
[10] D. A. Dharmawirawan dan R. Moedjo,
“Identifikasi Bahaya Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada Penangkapan Ikan
Nelayan Muroami,” J. Kesehat. Masy. Nas.,
6 (4), 185–192, (2012).
[11] A. Hendrawan, “Analisa Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada Nelayan,” Jurnal
Saintara, 3 (1), (2018).
[12] A. Hendrawan, H. Sucahyawati, K.
Cahyandi, Indriyani, dan Lusiani,
“Hubungan Pendidikan dan Organizational
Citizenship Behavior (OCB) Terhadap
Indikator Keselamatan Nelayan,” Prosiding
Seminar Nasional Universitas Pekalongan
Job Outlook Mencari Atribut Ideal Lulusan
Perguruan Tinggi, (2018).
[13] H. S. Kim, B. K. Kim, S. Il Cha, and Y. S.
Kim, “Floor impact noise reduction in ship
cabins by means of a floating floor,” Noise
Control Eng. J., 54 (6), 406–413, (2006)
[14] D. Suryani and A. Hendrawan, “Studi
tentang Sanitasi Kapal,” Jurnal Saintara, 4
(2), (2020).
[15] A. Hendrawan, “Pengaruh Turbocharger
terhadap Daya Mesin Induk KN. Prajapati,”
Majalah Ilmu Gema Maritim., 22 (1), 44–
48, (2020).
[16] A. Hendrawan, “Gambaran Tingkat
Pengetahuan Tenaga Kerja PT. ’X’ Tentang
Undang-Undang Dan Peraturan Kesehatan
Dan Keselamatan Kerja,” Jurnal Delima
Harapan, 6 (2), 69–81, (2019).
[17] A. Y. Pratiwi, D. Suryani, Sunarji, dan A.
Hendrawan, “Kelelahan dan Kesehatan
Kerja Nelayan,” Jurnal Saintara, 2 (2),
(2018).
[18] D. Suryani, A. Y. Pratiwi, Sunarji, dan A.
Hendrawan, “Peran Syahbandar dalam
Keselamatan Pelayaran,” Jurnal Saintara, 2
(2), (2018).
[19] A. Hendrawan, “Analisa Indikator
Keselamatan Pelayaran pada Kapal Niaga,”
Jurnal Saintara, 3 (2), (2019).

5
[Literatur Review]

Pencegahan Noise Induced Hearing Loss pada Pekerja Akibat Kebisingan


Diana Mayasari1, Rifda Khairunnisa2
1
Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
2
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

ABSTRAK
Gangguan pendengaran akibat bising (Noise Induced Hearing Loss/NIHL) adalah penurunan pendengaran atau tuli akibat
bising yang melebihi nilai ambang batas dengar (NAB) dilingkungan kerja. Dampak dari gangguan ini adalah kurangnya
konsentrasi, kelelahan, sakit kepala, gangguan tidur, hingga berdampak kepada kehilangan pekerjaan. Oleh karena itu
sangatlah penting bagi pelaku industri maupun pekerja memahami tentang NIHL sehingga dapat melakukan upaya
pencegahan dan rehabilitasi untuk mengatasi permasalahan ini. Faktor resiko yang berpengaruh pada derajat parahnya
ketulian ialah intesitas bising, frekuensi, lama pajanan perhari, masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang
dapat menimbulkan ketulian berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising yang diterima
akan sebanding dengan kerusakan yang didapat. Secara umum NIHL memang tidak dapat disembuhkan namun dapat
dicegah dan dilakukan rehabilitasi. Pencegahan dapat dilaksanakan dengan cara penerapan hearing conservation program
(HCP) yaitu dengan prosedur pengukuran kebisingan, pengendalian kebisingan, pengukuran audiometri berkala,
perlindungan pendengaran, pendidikan pekerja, pencatatan dan evaluasi. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari
hearing conservation program adalah sebagai pedoman untuk mendiagnosis hearing loss, pencegahan terhadap dampak
perburukan akan terpapar kebisingan.

Kata kunci: faktor resiko, hearing conservation program, noise Induced hearing loss, pencegahan

Prevention of Noise Induced Hearing Loss on Workers Due to Noise Expossure


Abstract
Noise induced hearing loss (NIHL) is the hearing loss due to noise that exceeds the hearing threshold limit value (TLV) of the
work environment. The impact of this disorder is the lack of concentration, fatigue, headaches, sleep disturbances, and the
impact of job loss. Therefore it is very important for industry players and workers to understand about NIHL so as to make
prevention and rehabilitation efforts to overcome this problem. Risk factors that affect the degree of severity of deafness
are noise intensity, frequency, duration of exposure per day, length of work, individual sensitivity, age and other factors
that can cause deafness based on it can be understood that the amount of exposure of noise energy received will be
proportional to the damage obtained. In general, noise induced hearing loss can not be cured but can be prevented and
rehabilitated. Prevention can be done by applying hearing conservation program (HCP) that is by noise measurement
procedure, noise control, periodic audiometry measurement, hearing protection, worker education, recording and
evaluation. Some of the benefits that can be obtained from the hearing conservation program are as a guide to diagnose
hearing loss, prevention of the health impact from noise exposure.

Keywords: hearing conservation program, noise induced hearing loss, prevention, risk factors

Korespondensi: Rifda khairunnisa| Jalan Abdul Kadir III no. 23 Rajabasa| 082176114278 | Khairunnisa_rifda@yahoo.com

Pendahuluan bising yang melebihi nilai ambang batas (NAB)


Penyakit yang berhubungan dengan di lingkungan kerja.3
pekerjaan dapat disebabkan oleh pajanan Di Indonesia penelitian tentang
yang ada di lingkungan kerja.1 Gangguan gangguan pendengaran akibat bising telah
pendengaran merupakan salah satu penyakit banyak dilakukan sejak lama. Penelitian yang
akibat kerja. Lingkungan kerja yang bising dilakukan pada tahun 2010 di Makasar pada
merupakan salah satu dampak dari sektor tiga pabrik dengan sumber kebisingan yang
industri yang menjadi penyebab tersering berbeda-beda ditemukan hasil bahwa
terjadinya gangguan pendengaran (Hearing terdapat gangguan pendengaran pada 95
Loss). Di seluruh dunia, 16 % hearing loss pada orang (35%) jumlah karyawan.3 Dalam
orang dewasa disebabkan lingkungan kerja penelitian juga ditemukan bahwa beberapa
yang bising.2 Gangguan pendengaran akibat sumber bising melebihi ambang batas yang
bising (noise induced hearing loss) adalah telah ditetapkan oleh perusahaan dan
penurunan pendengaran atau tuli akibat mengakibatkan kenaikan ambang dengar pada
Diana Mayasari dan Rifda Khairunnisa| PencegahanNoise Induced Hearing Losspada Pekerja Akibat Kebisingan

beberapa karyawan sebesar 5-10 dB.3 Pencegahan hearing loss adalah sebuah
Penelitian serupa juga dilakukan pada kegiatan ataupun proses untuk menahan atau
Manufacturing Plant Pertamina dan dua menghindari agar hearing loss tidak dialami.
pabrik es di Jakarta mendapatkan hasil Dari hasil penelitian di Amerika didapatkan
terdapat gangguan pendengaran pada 123 bahwa terdapat perubahan perilaku dan
orang (50% karyawan) disertai peningkatan angka kejadian hearing loss yang menurun
ambang dengar sementara 5-10 dB pada secara signifikan setelah dilakukan
karyawan yang telah bekerja terus menerus pencegahan kepada karyawan pada salah satu
selama 5-10 tahun.4 perusahaan besi. Dari hasil penelitian tersebut
Bising industri sudah lama merupakan dijelaskan bahwa peran pencegahan sangatlah
masalah yang sampai sekarang belum bisa penting terhadap angka kejadian hearing loss.
ditanggulangi secara baik sehingga dapat Oleh karena itu sangatlah penting bagi pihak
menjadi ancaman serius bagi pendengaran industri maupun pekerja memahami tentang
para pekerja, karena dapat menyebabkan NIHL sehingga dapat melakukan pencegahan
kehilangan pendengaran yang sifatnya untuk mengatasi permasalahan ini.5
permanen. Sedangkan bagi pihak industri,
bising dapat menyebabkan kerugian ekonomi Isi
karena biaya ganti rugi. Oleh karena itu untuk Gangguan pendengaran akibat bising,
mencegahnya diperlukan pengawasan atau gangguan pendengaran akibat kerja
terhadap pabrik dan pemeriksaan terhadap (occupational deafness/noise induced hearing
pendengaran para pekerja secara berkala.4 loss) adalah hilangnya sebagian atau seluruh
Secara umum bising adalah bunyi yang pendengaran seseorang yang bersifat
tidak diinginkan. Bising yang intensitasnya 85 permanen, mengenai satu atau kedua telinga
desibel (dB) atau lebih dapat menyebabkan yang disebabkan oleh bising terus menerus di
kerusakan reseptor pendengaran corti pada lingkungan tempat kerja. Dalam lingkungan
telinga dalam. Ganguan pendengaran akibat industri, semakin tinggi intensitas kebisingan
kebisingan atau yang lebih dikenal dengan dan semakin lama waktu pemaparan
noise induced hearing loss (NIHL) memiliki kebisingan yang dialami oleh para pekerja,
gejala secara unilateral maupun bilateral, semakin berat gangguan pendengaran yang
biasanya mempengharui frekuensi yang lebih ditimbulkan pada para pekerja tersebut.6
tinggi (3kHz, 4kHz atau 6kHz) dan kemudian
menyebar ke frekuensi yang lebih rendah Faktor risiko noise induced hearing loss
(0,5kHz, 1kHz atau 2kHz). Dampak dari Faktor risiko yang berpengaruh pada
gangguan ini adalah kurangnya konsentrasi derajat parahnya NIHL ialah intesitas bising,
karena kurang seimbangnya sistem frekuensi, lama pajanan perhari, masa kerja,
pendengaran antara kedua telinga dan kepekaan individu, umur dan faktor lain yang
kesulitan untuk mengolah sumber suara, dapat menimbulkan ketulian. Berdasarkan hal
kelelahan karena ketidakmapuan untuk tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah
memahami sumber suara secara jelas, sakit pajanan energi bising yang diterima akan
kepala juga hal yang sering dialami pada sebanding dengan kerusakan yang didapat.4
hearing loss karena saraf yang mengatur Dalam terjadinya NIHL biasanya bising
fungsi pendengaran tidak berfungsi dengan tidak muncul sebagai faktor pajanan tunggal,
baik dan pengolahan sumber suara yang tidak tetapi dapat juga dipengaruhi oleh pajanan
baik, gangguan tidur dapat dialami akibat dari lain. Beberapa faktor yang berinteraksi
sistem memori untuk berusaha memahami dengan bising adalah:3,4
sumber suara, hingga berdampak kepada  Faktor internal: usia, aterosklerosis,
kehilangan pekerjaan karena hipertensi, gangguan telinga tenga dan
ketidakmampuan menyesuaikan dengan proses penuaan.
standarisasi pekerjaan.1,3,5  Faktor eksternal: suhu abnormal, getaran,
Secara umum noise induced hearing loss obat atau zat ototoksik.
memang tidak dapat disembuhkan tapi dapat Beberapa jenis pekerjaan yang
dilakukan pencegahan dan tahap rehabilitasi.3 berhubungan dengan bising antara lain:

J Agromed Unila | Volume 4| Nomor 2 |Desember 2017|355


Diana Mayasari dan Rifda Khairunnisa| PencegahanNoise Induced Hearing Losspada Pekerja Akibat Kebisingan

Konstruksi (pekerja bangunan), pertambangan Pencegahaan noise induced hearing lose


(pekerja pengeboran minyak, pekerja dengan hearing consevation program
tambang), transportasi (pengemudi angkutan Pekerja di industri umum yang telah
umum, petugas dilapangan terbang), industri terpapar tingkat kebisingan di atas 85 dB
manufaktur (pekerja industri garmen, tekstil, diwajibkan oleh Occupational Safety and
sepatu, elektronik, otomotif, dan lain-lain), Health Administration (OSHA) untuk mengikuti
laundry, katering. program konservasi pendengaran (hearing
conservation program). Hearing conservation
Gejala dan diagnosis noice induced hearing program (HCP) bertujuan untuk mengurangi
loss resiko akan terjadinya dan perburukan NIHL.
Secara klinis pajanan bising pada organ HCP memiliki prosedur yaitu :11,12,13
pendengaran dapat menimbulkan reaksi
adaptasi, peningkatan ambang dengar 1. Pengukuran kebisingan (monitoring)
sementara (temporary threshold shift) dan Hal yang mendasari pengukuran
peningkatan ambang dengar menetap kebisingan adalah dengan melakukan
(permanent threshold shift). Gejala yang dapat identifikasi sumber bising seperti menilai
ditemukan pada NIHL antara lain:1 intensitas bising dan frekuensinya.
 Tinitius (telinga berdenging) Tujuannya untuk menilai keadaan
 Susah menangkap percakapan maksimum, rata-rata, minimum, fluktuasi
 Penurunan pendengaran jenis intermiten dan steadiness bising.10
Selain pengaruh terhadap pendengaran Untuk pengukuran bising dipakai alat
(auditory), bising yang berlebihan juga Sound Level Meter dan Octave Band
mempunyai pengaruh non auditory seperti Analyzer.11 Frekuensi yang sering
pengaruh terhadap komunikasi wicara, menyebabkan kerusakan pada organ corti
gangguan konsentrasi, gangguan tidur sampai di koklea adalah bunyi dengan frekuensi
memicu stress akibat gangguan pendengaran 3000 Hz sampai dengan 8000 Hz, gejala
yang terjadi.7 timbul pertama kali pada frekuensi 4000
Ada berbagai tes untuk mendiagnosis Hz. Hearing loss biasanya tidak disadari
jenis dan tingkat keparahan hearing loss pada percakapan dengan frekuensi 500 Hz,
diantaranya dengan cara pemeriksaan 1000 Hz, 2000 Hz dan 3000 Hz.12 Apabila
konvensional yaitu dengan mengenal gejala bising dengan intensitas tinggi terus
dan faktor resiko dari NIHL, bone conduction, berlangsung dalam waktu yang cukup lama
pengenalan kata, immittance acustic, emisi akan mengakibatkan ketulian.13 Setelah
otoacoustic, auditory brainstem respose dan mencari sumber bising harus mencatat
audiometri.8 Namun yang paling sering jangka waktu terkena bising. Makin tinggi
digunakan adalah pemeriksaan bone intensitas bising, jangka waktu terpajan
conduction dan audiometri.9 yang diizinkan menjadi semakin pendek.
Hal ini sudah ditetapkan dalam keputusan
Penatalaksanaan menteri tenaga kerja RI no. KEP-
Penurunan pendengaran akibat bising 51/MEN/1999 tentang nilai ambang batas
bersifat permanen/irreversible tidak dapat faktor fisika di tempat kerja.14,15
disembuhkan sehingga tidak memerlukan
terapi medika mentosa. Yang dapat dilakukan 2. Pengendalian kebisingan16
adalah mencegah perburukan penurunan Pengendalian kebisingan dapat
pendengaran dan melakukan rehabiltasi pada dilakukan dengan cara pengurangan
orang yang telah terkena NIHL.7 penanganan jumlah bising di sumber bising seperti
hearing loss harus dilakukan secara pengurangan bising di tahap perencanaan
menyeluruh dimulai dari pencegahan hingga mesin dan bangunan (engineering control
tahap rehabilitatasi.10 program), pemasangan peredam, penyekat
mesin dan bahan-bahan penyerap suara.
Sesuai dengan penyebab ketulian,
penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya

J Agromed Unila | Volume 4| Nomor 2 |Desember 2017|356


Diana Mayasari dan Rifda Khairunnisa| PencegahanNoise Induced Hearing Losspada Pekerja Akibat Kebisingan

dari lingkungan bising ataupun pendengarannya.13 Proses pengukuran


menggunakan ear protector seperti pendengaran dilakukan secara berkala dan
penggunaan ear plug/mold yaitu suatu alat teratur setiap enam bulan sekali. Hal ini
yang dimasukkan ke dalam telinga, alat ini dilakukan agar didapatkan gambaran dasar
dapat meredam suara bising sebesar 30-40 dari kemampuan pendengaran pekerja dan
dB. Ear muff/valve dapat menutup sendiri masyarakat di lingkungan bising.17
bila ada suara yang keras dan membuka Untuk mengetahui apakah di tempat
sendiri bila suara kurang keras. Alat lain terjadinya kebisingan dapat menimbulkan
yang dapat digunakan adalah helmet yaitu NIHL yang memburuk atau tidak dapat
suatu penutup kepala yang melindungi dimonitoring dengan pemeriksaan
kepala sekaligus sebagai pelindung telinga. audiometri yang menunjukan apakah air
Pengendalian kebisingan yang dimaksud conduction (AC) dan bone conduction (BC)
adalah perawatan mesin yang terjadi peningkatan sehingga dapat
menimbukan kebisingan dan membuat dievaluasi apakah pasien mengalami
peredam atau sekat untuk menghindari perburukan pada pendengaran atau
terjadinya kebisingan yang lebih diluar dari tidak.17
ruangan mesin.13 Hal ini sangat membantu
pada pasien NIHL karena kebisingan yang 4. Perlindungan pendengaran
menjadi penyebab utama telah diredam NIHL dapat dicegah melalui
dengan peredam yang biasanya terbuat penggunaan alat sederhana, banyak
dari serat kain atau karet sebagai peredam tersedia, dan ekonomis.13 Dapat juga
hantaran suara.14 Tinjauan Cochrane tahun menggunakan alat pelindung telinga
2017 menemukan bahwa program pribadi yaitu penyumbat telinga dan pelana
pencegahan hearing loss menunjukkan telinga, edukasi, dan alat pelindung diri
bahwa aturan undang-undang yang lebih (APD).14,18,19
ketat dapat mengurangi tingkat Perangkat pengurang kebisingan
15
kebisingan. pribadi dapat bersifat pasif, aktif atau
kombinasi. Perlindungan telinga pasif
12,13,15
Tabel 1. Nilai ambang batas kebisingan termasuk penyumbat telinga atau penutup
telinga yang bisa menghalangi suara hingga
frekuensi tertentu. Penyumbat telinga dan
penutup telinga dapat memberi
pemakainya dengan intensitas 10 dB
sampai 40 dB. Namun, penggunaan
penyumbat telinga hanya efektif jika
pengguna telah mengerti dan
menggunakannya dengan benar; Tanpa
penggunaan yang tepat, perlindungan
telinga tidak akan berfungsi secara
maksimal.15,20 Perlindungan telinga aktif
yaitu alat bantu pendengaran lewat
elektronik electronic pass through hearing
protection devices (EPHP) secara elektronik
menyaring suara dengan frekuensi
tertentu.16,21
3. Pengukuran audiometri berkala
Pemeriksaan pendengaran para
pekerja dengan audiometri nada murni,
yang terdiri atas pengukuran pendengaran
sebelum karyawan diterima bekerja di
lingkungan bising (pre employment hearing
test), termasuk masyarakat yang berada di
24
lingkungan bising juga perlu diperiksa Gambar 1. Earflug dan earmuff (APD)
J Agromed Unila | Volume 4| Nomor 2 |Desember 2017|357
Diana Mayasari dan Rifda Khairunnisa| PencegahanNoise Induced Hearing Losspada Pekerja Akibat Kebisingan

5. Pendidikan pekerja pencatatan semua proses yang telah


Pendidikan adalah kunci untuk dilakukan. Tujuan dari pencatan adalah
pencegahan.18 Sebelum melakukan untuk mengevaluasi faktor kebisingan dan
tindakan protektif, seseorang harus menentukan langkah selanjutnya seperti
mengerti bahwa mereka berisiko terhadap menentukan apakah merupakan penyakit
NIHL dan membuat pilihan untuk akibat kerja atau bukan dan juga sebagai
melakukan pencegahan. Program bahan pertimbangan pada instalansi untuk
perlindungan pendengaran telah memperbaiki sumber kebisingan yang telah
terhambat oleh yang membutuhkan ada.16 Pecatatan dimulai dari sumber yang
perlindungan karena kurangnya menjadi faktor resiko kebisingan
pendidikan, dan kurangnya perhatian dilanjutkan dengan mencatat frekuensi
tentang perlunya perlindungan, dan yang terdapat pada sumber tersebut dan
tekanan sosial terhadap dievaluasi secara berkala. Pemeriksaan
perlindungan.19,20,22 Penelitian yang audiometri secara berkala juga harus
dilakukan di Kanada menyatakan bahwa dilakukan pencatatan agar dapat melihat
dari 500 pekerja yang diperiksa secara acak perkembangan dari nilai ambang dengar
di perusahaan terdapat 250 pekerja yang dari pekerja terpapar bising.17 Apabila
mempunyai pendidikan yang memadai terdapat perburukan pada pekerja yang
dan 250 pekerja yang tidak mempunyai mengalami NIHL maka dilakukan rotasi
pendidikan yang memadai, dari penelitian lingkungan pekerjaan yang bising ke
tersebut ditemukan perbedaan yang lingkungan yang kebisingan yang lebih
signifikan akan kepatuhan dalam rendah atau minimal.
pemakaian alat pelindung diri dimana pada Program koservasi pendengaran di
pendidikan yang memadai lebih baik dari beberapa instalasi seperti sekolah dan militer
pada pendidikan yang kurang memadai.22,23 memang lebih baik dibandingkan dengan
Hasil dari sebuah riset yang tempat yang lain dikarenakan peraturan yang
dilakukan secara sistematis terhadap lebih di ditaati.26 Hal ini sangat berbeda
efektivitas promosi intervensi perangkat dengan instalasi yang memiliki pekerja
pelindung pendengaran seperti earplugs ataupun orang yang tidak menaati peraturan
dan earmuffs di kalangan pekerja bahwa seperti perilaku mendengarkan yang tidak
intervensi yang dilakukan menunjukan aman, mendengarkan suara keras untuk
hasil yang membaik.24,25 Intervensi yang waktu yang lama tanpa perlindungan dapat
dilakukan melibatkan penggunaan menjadi resiko walaupun pekerja mengetahui
komunikasi yang sesuai untuk mengubah faktor resiko tersebut namun tidak mematuhi
perilaku pekerja. Intervensi campuran adalah hal yang berbeda dan menyimpang
seperti pembuatan poster, pendistribusian dari peraturan. Namun, harus dipahami
perangkat pelindung pendengaran, bahwa HCP dirancang untuk mengubah
penilaian kebisingan, dan tes pendengaran perilaku yang memerlukan pendekatan secara
juga lebih efektif dalam memperbaiki langsung dengan pekerja.27
kepatuhan pekerja dalam penggunaan
perangkat perlindungan pendengaran Kesimpulan
dibandingkan dengan tes pendengaran Gangguan pendengaran akibat bising
saja.24 Menerapkan sistem komunikasi, (noise induced hearing loss) adalah penurunan
informasi dan edukasi serta menerapkan pendengaran atau tuli akibat bising yang
penggunaan APD secara ketat dan melebihi nilai ambang batas (NAB)
melakukan pencatatan dan pelaporan data. dilingkungan kerja. Faktor resiko yang
Pemasangan poster dan tanda pada daerah berpengaruh pada derajat parahnya ketulian
bising adalah salah satu usaha yang dapat ialah intesitas bising, frekuensi, lama pajanan
dilakukan.21 perhari, masa kerja, kepekaan individu, umur
6. Pencatatan dan evaluasi dan faktor lain yang dapat menimbulkan
Setelah semua prosedur telah dilakukan ketulian berdasarkan hal tersebut dapat
maka tahap yang paling akhir adalah dimengerti bahwa jumlah pajanan energi

J Agromed Unila | Volume 4| Nomor 2 |Desember 2017|358


Diana Mayasari dan Rifda Khairunnisa| PencegahanNoise Induced Hearing Losspada Pekerja Akibat Kebisingan

bising yang diterima akan sebanding dengan 8. Kirchner DB. Occupational noise induced
kerusakan yang didapat. Secara klinis pajanan hearing loss. AMJIM [internet]. 2012
bising pada organ pendengaran dapat [diakses tanggal 11 september 2017].
menimbulkan reaksi adaptasi, peningkatan Tersedia dari:
ambang dengar sementara (temporary http://www.americanjournalinternational
threshold shift) dan peningkatan ambang medicineocupationalandenvirotment.acc/b
dengar menetap ( permanent threshold shift). b1/33e/html.
Penurunan pendengaran akibat bising 9. Alberti PW. Occupational hearing loss.
bersifat permanen/irreversible tidak dapat dalam: Snow JB, editor. Ballenger’s manual
disembuhkan sehingga tidak dapat diobati of otorhinolaryngology head and neck
dengan terapi medikamentosa. Yang dapat surgery. Edisi ke-7. London: BC Decker;
dilakukan adalah mencegah perburukan 2003.
penurunan pendengaran dengan hearing 10. Nelson D, Nelson R, Concha-Barrientos M,
conservation program (HCP) yaitu dengan cara Fingerhu M. The global burden of
pengukuran kebisingan (monitoring), occupational noise-induced hearing loss.
mengurangi faktor resiko kebisingan, AMJIM. 2005;1(1):1-15.
pengukuran audiometri secara berkala, 11. Dobie R. Idiopathic sudden sensorineural
pengendalian kebisingan, pendidikan pekerja, hearing loss. Dalam: Snow JB, editor.
dan pencatatan untuk menghindari terjadinya Ballenger’s manual of otorhinolaryngology
NIHL. Data penelitian menunjukkan bahwa head and neck surgery. Edisi ke-7. London :
ada penurunan signifikan pada angka kejadian BC Decker; 2003.
NIHL yang diintervensi dengan perilaku 12. Schwaber M. Trauma to the middle ear,
pencegahan. inner ear, and temporal bone. Dalam:
Snow JB, editor. Ballenger’s manual of
Daftar Pustaka otorhinolaryngology head and neck
1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. surgery. Edisi ke-7. London: BC Decker;
Pedoman tatalaksana kesehatan kerja 2003.
penyakit THT akibat kerja. Jakarta: 13. Altmann J. Acoustic weapons a prospective
Kemenkes RI; 2011. assessment. Science and Global Security.
2. Mathur N. Noise induced hearing loss 2001;9(1):165-234.
treatment & management in canada. NJC. 14. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI no.
2012;12(2):2-16. KEP-51/ Men/1999 tentang nilai ambang
3. Komnas Penanggulangan Gangguan batas faktor fisika di tempat kerja. 1999.
Pendengaran dan Ketulian. Gangguan 15. Ologe F, Olajide T, Nwawolo C, Oyejola B.
pendengaran. Jakarta: Komnas Deterioration of noiseinduced hearing loss
Penanggulangan Gangguan Pendengaran among bottling factory workers. J JOLO.
dan Ketulian; 2013. 2008;8(1):6-9.
4. Nandi SS, Dhatrak SV. Occupational noise 16. Hall dan Lewis. Diagnostic audiology,
induced hearing loss in india. IJOM hearing aids and habilitation options.
[internet]. 2008 [diakses tanggal 10 Dalam: Snow JB, editor. Ballenger’s manual
september 2017]. Tersedia dari: of otorhinolaryngology head and neck
http://www.indian journal ocupational surgery. Edisi ke-7. London: BC Decker;
medicine.acc.im/aff/ic.html. 2003.
5. Enriquez. Basic Otolaryngology. J 17. Joem. Noise induced hearing loss. J hearing
Department of Otorhinolaryngology. american. 2003;45(1):19-21.
1993;2(1):23-5. 18. Johns M, Martin WH. Dangerous decibels
6. American Hearing Research Foundation. educator resource guide. Oregon Health
Noise Induced Hearing Loss. New york: and Science University [internet]. 2015
American Hearing Research Foundation; [diakses tanggal 12 november 2017].
2012. Tersedia dari: http://
7. Adams G, Boies L, Higler P. Boies buku ajar www.journalearprevention.com.
penyakit THT. Jakarta: EGC; 1997.

J Agromed Unila | Volume 4| Nomor 2 |Desember 2017|359


Diana Mayasari dan Rifda Khairunnisa| PencegahanNoise Induced Hearing Losspada Pekerja Akibat Kebisingan

19. Rajgurur R. Military aircrew and noise november 2017]. Tersedia di


induced hearing loss: prevention and https://www.google.com/searchNIHLpictur
management. AMJ. 2013;84(1):12-6. e.com.
20. ChenJD, Tsai JY. Hearing loss among 25. Caro J. Efectivication of desible in musician
workers at an oil refinery in Taiwan. J of american. TL J. 2012;2(7):9-16.
Taiwan. 2013;58(1):5-8. 26. Ivory R, Kane R, Diaz RC. Noise induced
21. El Dib, Mathew JL, Martins RH. hearing loss: a recreational noise
Interventions to promote the wearing of perspective. J OHOS. 2014;22(2):4-8.
hearing protection. J JROA. 2012;4(3):1-14. 27. Keppler H, Ingeborg D, Bart V, Sofie D. The
22. Clark SJ, Davis MM, Paul IM, Sekhar DL, effects of a hearing education program on
Singer DC. Parental perspectives on recreational noise exposure, attitudes and
adolescent hearing loss risk and beliefs toward noise, hearing loss, and
prevention. J JAMA. 2014;140(1):2-8. hearing protector devices in young adults.
23. Breinbauer HA, Anabalon JL, Gutierrez D, [internet]. USA: Noise Health national
Olivares C, Caro J . Output capabilities of american; 2015 (diakses 12 november
personal music players and assessment of 2017). Tersedia dari: http://www.noise
preferred listening levels of test subjects. healthnationalamericanofprevention/induc
TL J American. 2012;122(2):17-9. edhearingloss/acc/dd/dsafa/ht/html.
24. Media eletronik internet. Google search
picture [internet]. 2015 [disitasi tanggal 10

J Agromed Unila | Volume 4| Nomor 2 |Desember 2017|360


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lingkungan fisik di tempat kerja merupakan salah satu unsur penting

dalam menunjang kenyamanan dan produktivitas pekerja. Bahkan, gangguan

kesehatan dapat timbul akibat lingkungan fisik yang buruk. Menurut Manuaba

(1992) dalam (Cahyadi, 2011) lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan

oleh manusia untuk dapat beraktivitas secara optimal dan produktif. Aspek-aspek

kesehatan lingkungan kerja salah satunya diatur dalam Keputusan Menteri

Kesehatan No 1405 Tahun 2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja

Perkantoran dan Industri, yaitu meliputi persyaratan air, udara, limbah,

pencahayaan, kebisingan, getaran, radiasi, vektor penyakit, persyaratan kesehatan

lokasi, ruang dan bangunan, toilet dan instalasi.

Kebisingan atau noise pollution sering diartikan sebagai suara atau bunyi

yang tidak diinginkan (unwanted sound) atau suara yang salah pada waktu yang

salah. Pengaruh utama kebisingan terhadap kesehatan adalah kerusakan indra

pendengaran yang dapat menyebabkan ketulian (Chandra, 2006). Kebisingan yang

melebihi ambang batas dapat menimbulkan banyak efek terhadap kesehatan,

termasuk tekanan darah tinggi, kinerja menurun, kesulitan tidur, mudah marah

dan stres, tinitus, pergeseran ambang batas sementara dan ketulian.

Gangguan pendengaran merupakan efek paling serius

karena menyebabkan kerusakan permanen pada mekanisme pendengaran dari

telinga bagian dalam (Nelson et al., 2005). Dampak kebisingan pada pendengaran

1
SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 2

di tempat kerja biasanya dikenal sebagai Gangguan Pendengaran Akibat Bising

(GPAB) atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL) yang merupakan ketulian

permanen kumulatif. Selain itu, NIHL selalu merupakan tuli sensori yang

diakibatkan pajanan bising terus menerus selama beberapa tahun (Harrianto,

2008). Kebisingan juga dapat menimbulkan efek fisiologis berupa peningkatan

tekanan darah, peningkatan denyut nadi, peningkatan refleks otot, dan gangguan

tidur. Selain itu, efek psikologis dari kebisingan yaitu mudah marah, stress,

kelelahan, dan gangguan konsentrasi yang dapat menyebabkan penurunan

produktivitas kerja (Atmaca et al., 2005).

Sebesar 16% ketulian yang terjadi pada orang dewasa merupakan ketulian

akibat kerja sehingga banyak negara di dunia telah menetapkan NIHL sebagai

salah satu penyakit akibat kerja yang perlu ditangani. WHO memperkirakan pada

tahun 2000 terdapat 250 juta penduduk dunia menderita gangguan pendengaran

dan 75-140 juta di antaranya terdapat di Asia Tenggara (Waskito, 2008).

Penelitian mengenai pekerja terpajan bising di Malaysia menunjukkan bahwa dari

4612 pekerja terpajan bising, 372 diantaranya (8%) mengalami NIHL (Tahir et

al., 2014). Selain itu, prevalensi NIHL pada negara Indonesia, Sri Lanka dan

Thailand adalah 19% (Nelson et al., 2005). Di indonesia, prevalensi ketulian

mencapai 4,6% di tahun 2007 (Lumonang et al., 2015) namun telah mengalami

penurunan di tahun 2013 yaitu menjadi 2,6% secara nasional dalam hasil riset

kesehatan dasar (Kemenkes RI, 2013). Angka kejadian ketulian akibat bising

(NIHL) belum diketahui secara pasti dan diperkirakan akan mengalami

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 3

peningkatan seiring dengan berkembangnya industri berat, keramaian lalu lintas,

sarana transportasi, serta pemakaian teknologi audio yang berlebihan.

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kebisingan

dengan gangguan pendengaran. Berdasarkan penelitian oleh Andrias Wahyu L

tahun 2011 di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar, menunjukkan adanya

pengaruh antara intensitas kebisingan dengan ambang dengar yaitu sebesar 65%

dari responden mengalami gangguan ringan pada telinga kanan dan kiri

(Listyaningrum, 2011). Penelitian oleh Heru Waskito menunjukkan bahwa 18,8%

dari pekerja terpajan bising mengalami gangguan pendengaran sensorineural

(Waskito, 2008).

Ketulian memang merupakan dampak yang paling serius terhadap paparan

bising dan biasanya ketulian akibat bising akan diikuti dengan tinitus yaitu telinga

terasa berdenging. Tinitus dapat terjadi dengan derajat yang ringan, tetapi juga

dapat terjadi pada derajat yang berat sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.

Penelitian yang dilakukan oleh Ipop Sakti P tahun 2006 pada tenaga kerja di unit

Power Plant Pusdiklat Migas Cepu, menunjukkan prevalensi keluhan tinitus pada

pekerja yang terpapar bising melebihi 85 dBA adalah sebesar 89,5% dan pekerja

yang terpapar bising berisiko 28,3 kali mengalami keluhan tinitus daripada

pekerja yang tidak terpapar bising (Purintyas, 2006). Selain itu, 50% dari 90%

orang yang terpapar bising secara kronis, mengalami keluhan tinitus yang

menyebabkan gangguan tidur, kecemasan, stress dan gangguan lainnya (WHO,

2011). Studi lainnya menunjukkan bahwa tinitus paling sering terjadi akibat

adanya pajanan bising dengan angka kejadian 37,8% (Gananca et al., 2011).

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 4

Penelitian pada pekerja industri tepung juga menunjukkan angka kejadian tinitus

yang cukup tinggi yaitu sebesar 38,1% dan disebabkan oleh paparan bising

melebihi ambang batas (Ibrahim et al., 2014).

PT Dok dan Perkapalan Surabaya merupakan salah satu perusahaan yang

berpotensi menimbulkan bising dengan intensitas yang tinggi. Kebisingan tersebut

dapat bersumber dari mesin yang digunakan di bengkel PT Dok dan Perkapalan

Surabaya saat melakukan aktivitas perbaikan maupun pembuatan kapal. Bila

pekerja tidak menggunakan APT (Alat Pelindung Telinga) maka dapat berpotensi

menimbulkan Noise Induced Hearing Loss (NIHL) dan tinitus pada pekerja

tersebut. selain itu, terdapat pula faktor lain yang mempengaruhi Noise Induced

Hearing Loss (NIHL) dan tinitus yaitu hobi yang berkaitan dengan bising dan

masa kerja. Hal ini menjadi dasar dalam melakukan penelitian terkait kebisingan

dan dampaknya di PT Dok dan Perkapalan Surabaya.

1.2 Identifikasi Masalah

PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero) merupakan salah satu diantara

empat galangan kapal milik BUMN. Kegiatan aktif PT. Dok dan Perkapalan

Surabaya adalah dalam bidang sebagai berikut:

1. Ship building.

2. Ship repair.

3. Ship conversion.

4. Offshore construction.

5. Design & engineering.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 5

Aktivitas PT Dok dan Perkapalan Surabaya kebanyakan dilakukan di

bengkel yang memiliki potensi bahaya salah satunya kebisingan. Berdasarkan

hasil observasi dan wawancara informal kepada pihak PT Dok dan Perkapalan

Surabaya, area bengkel yang memiliki intensitas kebisingan tertinggi secara

subjektif adalah bengkel mesin. Selain itu, saat melakukan kegiatan yang

berdekatan dengan mesin, pekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Telinga

(APT). Bising yang ada bersumber dari mesin yang digunakan di bengkel namun

saat dilakukan observasi, mesin yang sedang dinyalakan hanya blower, bubut dan

pengelasan. Sebuah studi mengenai kebisingan pernah dilakukan di PT Dok dan

Perkapalan Surabaya oleh Umi Machtum pada tahun 2010 dan hanya dilakukan di

bengkel lambung selatan dengan hasil rata-rata yaitu sebesar 90,3 dBA (Machtum,

2010). Studi lain oleh mahasiswa Politeknik Kesehatan Surabaya menunjukkan

hasil pengukuran kebisingan sesaat di beberapa bengkel yaitu:

Tabel 1.1 Hasil Pengukuran Kebisingan di PT Dok dan Perkapalan Surabaya


Tahun 2015

No Lokasi Intensitas Kebisingan


1 Bengkel Outfitting 88,36 dBA
2 Bengkel Sarfas 87,67 dBA
3 Bengkel Mesin 99,46 dBA
4 Bengkel Galangan Utara 180 dBA
Sumber: Ameilia, 2016

Intensitas kebisingan tersebut tentunya melebihi Nilai Ambang Batas

(NAB) yang ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405 Tahun 2002

tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja, Perkantoran dan Industri yaitu

sebesar 85 dBA dalam waktu 8 jam/hari. Kebisingan yang melebihi ambang batas

bila tidak ada pengendalian, dapat menyebabkan gangguan pendengaran berupa

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 6

ketulian akibat bising serta keluhan tinitus yaitu telinga terasa berdenging.

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka perlu dipelajari faktor yang

mempengaruhi NIHL dan tinitus beserta derajat keparahannya pada pekerja yang

terpajan bising khususnya di bengkel mesin PT Dok dan Perkapalan Surabaya.

1.3 Pembatasan dan Rumusan Masalah

Paparan bising dapat menyebabkan Gangguan Pendengaran Akibat Bising

(GPAB) atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL) dan tinitus yang memiliki

derajat keparahan yang berbeda tergantung tingkat gangguan yang dirasakan.

Penelitian ini akan menganalisis faktor yang mempengaruhi Noise Induced

Hearing Loss (NIHL) dan tinitus pada pekerja bengkel mesin yang terpapar bising

di PT Dok dan Perkapalan Surabaya.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ‘Faktor apa saja yang

berpengaruh terhadap Noise Induced Hearing Loss (NIHL) dan tinitus pada

pekerja bengkel mesin terpapar bising di PT Dok dan Perkapalan Surabaya?’

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor yang

mempengaruhi Noise Induced Hearing Loss (NIHL) dan tinitus pada pekerja

bengkel mesin terpapar bising di PT Dok dan Perkapalan Surabaya.

1.4.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 7

1. Mengukur intensitas kebisingan di bengkel mesin PT Dok dan Perkapalan

Surabaya;

2. Mengukur fungsi pendengaran pekerja bengkel mesin PT Dok dan

Perkapalan Surabaya;

3. Menghitung prevalensi kejadian Noise Induced Hearing Loss (NIHL) pada

pekerja bengkel mesin PT Dok dan Perkapalan Surabaya;

4. Menganalisis faktor yang mempengaruhi Noise Induced Hearing Loss

(NIHL) pada pekerja bengkel mesin PT Dok dan Perkapalan Surabaya;

5. Menghitung prevalensi kejadian tinitus pada pekerja bengkel mesin PT Dok

dan Perkapalan Surabaya;

6. Menganalisis faktor yang mempengaruhi tinitus pada pekerja bengkel mesin

PT Dok dan Perkapalan Surabaya.

1.4.3 Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat bermanfaat untuk mempelajari tingkat kebisingan di PT

Dok dan Perkapalan Surabaya serta faktor yang berpengaruh terhadap Noise

Induced Hearing Loss (NIHL) dan tinitus yang dialami pekerja terpapar

bising.

2. Bagi masyarakat

Masyarakat khususnya pekerja dapat mempelajari dampak kesehatan yang

ditimbulkan akibat kebisingan di tempat kerja, derajat keparahan tinitus yang

dialami serta fungsi pendengaran pekerja.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 8

3. Bagi universitas

Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi baru bagi universitas mengenai

kebisingan dan dampak kesehatannya di lingkungan kerja.

4. Bagi instansi terkait

Bagi instansi khususnya PT Dok dan Perkapalan Surabaya, penelitian ini

dapat bermanfaat sebagai pertimbangan untuk melakukan program

pencegahan ketulian akibat kerja serta dapat mempelajari derajat kebisingan

yang ada di bengket PT Dok dan Perkapalan Surabaya.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian serupa pernah dilakukan, beberapa diantaranya yaitu:

1. Penelitian berjudul ‘Hubungan antara Paparan Kebisingan dengan Keluhan

Tinnitus pada Tenaga Kerja (Studi di Unit Power Plant Pusdiklat Migas

Cepu)’ oleh Ipop Sakti Purintyas tahun 2006 dengan tujuan umum untuk

mempelajari hubungan antara paparan kebisingan dengan keluhan tinnitus

pada tenaga kerja.

2. Penelitian berjudul ‘Hubungan antara Masa Kerja dengan Ambang Dengar

Tenaga Kerja yang Terpapar Bising (Studi di Bengkel Lambung Selatan PT

Dok dan Perkapalan Surabaya)’ oleh Umi Machtum tahun 2010 dengan

tujuan umum untuk menganalisis hubungan antara masa kerja dengan

ambang dengar tenaga kerja yang terpapar bising di Bengkel Lambung

Selatan PT Dok dan Perkapalan Surabaya.

3. Penelitian berjudul ‘Pengaruh Kebisingan terhadap Nilai Ambang Dengar

pada Pekerja yang Terpapar Bising di PT PJB U.P Gresik Studi Area PLTU 3

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 9

dan 4’ oleh Rafika Adila tahun 2012 dengan tujuan umum untuk menganalisa

pengaruh kebisingan terhadap nilai ambang dengar pekerja yang terpapar

bising di PLTU unit 3 dan 4 PT PJB U.P Gresik.

4. Penelitian berjudul ‘Hubungan Karakteristik Individu dengan Nilai Ambang

Dengar pada Tenaga Kerja di Gudang 4 dan 5 PT Bangun Sarana Jaya’ oleh

Very Darmawan tahun 2013 dengan tujuan umum untuk menganalisis

hubungan karakteristik individu dengan nilai ambang dengar pada tenaga

kerja di gudang 4 dan 5 PT Bangun Sarana Jaya.

5. Penelitian berjudul ‘Hubungan Tingkat Kebisingan Lalu Lintas dengan

Peningkatan Tekanan Darah dan Gangguan Pendengaran pada Tukang Becak

di Sekitar Terminal Purabaya Surabaya’ oleh Shita Addina tahun 2014

dengan tujuan umum untuk menganalisis hubungan tingkat kebisingan lalu

lintas serta beberapa faktor lain (faktor individu, faktor perilaku dan faktor

pemaparan) dengan peningkatan tekanan darah dan gangguan pendengaran

pada tukang becak di sekitar Terminal Purabaya Surabaya.

Perbedaan penelitian tersebut diatas dengan penelitian ini adalah pada

variabel Noise Induced Hearing Loss (NIHL), kejadian dan derajat tinitus serta

pada tempat yaitu di Bengkel Mesin PT Dok dan Perkapalan Surabaya dengan

tujuan umum untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi Noise Induced

Hearing Loss (NIHL) dan tinitus pada pekerja terpapar bising.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PT Dok dan Perkapalan Surabaya

2.1.1 Identitas Perusahaan

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 2.1 Kantor Pusat PT Dok dan Perkapalan Surabaya

1. Nama Perusahaan : PT Dok dan Perkapalan Surabaya

2. Alamat : Jl. Tanjung Perak Barat No 433 – 435 Surabaya, 60165

3. No Telp. : 031 3291286

4. Email : wecare@dok-sby.co.id

5. Website : www.dok-sby.co.id

2.1.2 Sejarah PT Dok dan Perkapalan Surabaya

PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero) merupakan perusahaan

BUMN produksi kapal terbesar kedua setelah PT PAL Surabaya (Persero).

Perusahaan ini didirikan pada 22 September 1910 oleh pemerintah kolonial

10
SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 11

Belanda di Amsterdam dan awalnya bernama N.V. Droogdok Matschapij

Soerabaia. Pendirian perusahaan ini dilaksanakan di depan notaris J.P Smith pada

masa pendudukan Jepang tahun 1942 – 1945 dan berganti nama menjadi Harima

Zozen. Sejak tahun 1945, perusahaan ini menjadi milik pemerintah Indonesia.

Pada tahun 1945 – 1947, perusahaan ini kembali ke tangan Belanda dan

diubah kembali ke nama awalnya. Tahun 1958 terjadi konfrontasi antara Belanda

dan Indonesia sehingga menyebabkan perusahaan ini berpindah tangan lagi ke

Indonesia dengan landasan hukum Peraturan Pemerintah No 23 tahun 1958

dibawah pengelolaan BPU Maritim dan resmi menjadi perusahaan negara dengan

nama PN. Dok dan Perkapalan Surabaja ditahun 1961

PN Dok dan Perkapalan Surabaja bergabung dengan Galangan Kapal

Sumber Bhaita sehingga berganti nama menjadi PT Dok dan Perkapalan Surabaya

melalui Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1975. Berdasarkan Surat Keputusan

Presiden RI No. 10 Tahun 1984, PT Dok dan Perkapalan Surabaya yang semula

berada dalam pengawasan Departemen Perhubungan, dialihkan dalam

pengawasan/pembinaan Departemen Perindustrian. Kini, PT Dok dan Perkapalan

memiliki lebih dari 500 karyawan yang berpengalaman serta memiliki

standart ISO 9001:2008 serta OHSAS 18001:2007.

2.1.3 Visi dan misi

Tujuan Perusahaan secara umum adalah turut melaksanakan dan

menunjang kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan

pembangunan nasional melalui penyelenggaraan usaha galangan kapal disamping

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 12

memberikan keuntungan atau manfaat besar bagi pemegang saham, konsumen,

karyawan, perusahaan serta masyarakat.

Visi PT Dok dan Perkapalan Surabaya adalah Menjadi perusahaan jasa

pemeliharaan, perbaikan dan pembangunan kapal yang terdepan di Indonesia."

Misi PT Dok dan Perkapalan Surabaya antara lain:

1. Menyediakan jasa pemeliharaan dan perbaikan kapal serta alat apung lainnya

yang memberikan profitabilitas optimal secara berkesinambungan;

2. Tumbuh dan berkembang untuk mampu membangun kapal dan alat apung

lainnya yang memberikan nilai tambah;

3. Menerapkan budaya kerja tepat biaya, tepat mutu dan tepat waktu untuk

kepuasan pelanggan;

4. Memiliki SDM yang kompeten dan handal dalam memberikan solusi terbaik

sesuai prinsip tata kelola yang baik (GCG);

5. Menyelenggarakan kegiatan usaha secara profesional yang mengutamakan

kesehatan dan keselamatan kerja serta ramah lingkungan.

2.1.4 Struktur organisasi

PT Dok dan Perkapalan Surabaya dipimpin oleh direktur utama dan

memiliki beberapa departemen. Struktur organisasi PT Dok dan Perkapalan

Surabaya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 13

Direktur Utama

Direktur Direktur
Direktur Produksi Keuangan dan
Pemasaran
Administrasi

Departemen Departemen Departemen Satuan Pengawas


Utilitas Sekretariat
Pemasaran Keuangan Internal

Departemen Departemen
Departemen SDM
Logistik Produksi

Pimpro
(fungsional)

Gambar 2.2 Struktur Organisasi PT Dok dan Perkapalan Surabaya Berdasarkan


SK Direksi No. 230/Kpts/DS/9/I/2014

2.1.5 Bengkel Mesin PT Dok dan Perkapalan Surabaya

Bengkel yang menjadi lokasi penelitian adalah bengkel mesin di PT Dok

dan Perkapalan Surabaya. Kegiatan yang dilakukan di bengkel ini adalah

perbaikan mesin kapal. Letak bengkel kapal bersebelahan dengan bengkel mesin.

Fasilitas yang ada di bengkel mesin adalah mesin bubut dengan berbagai ukuran,

mesin colter, mesin freis, scrap, propeller serta fasilitas penunjang lainnya.

2.1.6 Fasilitas Lainnya

Bidang kegiatan PT Dok dan Perkapalan Surabaya adalah perbaikan kapal

maupun pembangunan kapal baru, Fasilitas penunjang kegiatannya meliputi:

1. Fasilitas pengedokan

Fasilitas ini merupakan fasilitas yang digunakan untuk melakukan berbagai

reparasi kapal pada bagian bawah air maupun bagian atas

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 14

2. Fasilitas peluncuran kapal

3. Bengkel

a. Bengkel Sarfas

b. Bengkel Mesin

c. Bengkel Listrik

d. Bengkel Outfitting

e. Bengkel Lambung Utara dan Selatan

Selain itu, terdapat pula floating dock, crane and tug, serta fasilitas penunjang

lainnya yang terdapat di darat maupun apung.

2.2 Kebisingan

2.2.1 Pengertian kebisingan

Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 48 Tahun 1996

tentang Baku Tingkat Kebisingan, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan

dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat

menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No KEP–51/MEN/I999 tentang

Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, kebisingan adalah semua

suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat- alat proses produksi dan

atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan

pendengaran.

Bising adalah campuran berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun

yang merusak kesehatan dan merupakan salah satu “penyakit lingkungan” yang

penting saat ini (Slamet, 2006). Sumbernya dapat berhubungan dengan kemajuan

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 15

pembangunan, transportasi udara, laut dan darat, kebisingan industri, serta

kebisingan dari tempat rekreasi (Joseph, 2009).

2.2.2 Sumber kebisingan

Kebisingan dapat berasal dari berbagai sumber (Joseph, 2009), antara lain:

1. Jalan raya

Sumber kebisingan dari jalan raya merupakan sumber yang paling banyak

dirasakan masyarakat. Dari semua sumber kebisingan, sumber dari jalan raya

adalah yang paling tinggi prevalensinya dan mungkin dapat menjadi sumber

yang paling banyak menimbulkan dampak pada kehidupan masyarakat.

Dampak tersebut tergantung pada banyak faktor misalnya lokasi jalan, desain

bangunan, kendaraan dan perilaku pengguna jalan.

2. Penerbangan

Awalnya, kebisingan di pesawat hanya diperhatikan dampaknya pada

penumpang dan kru pesawat. Seiring berjalannya waktu, dengan

perkembangan teknologi yang semakin maju dan lalu lintas udara banyak

dipergunakan, masyarakat yang bermukim di dekat bandara menjadi

terdampak dengan adanya kebisingan dari pesawat.

3. Kereta api

Kebisingan yang terjadi pada jalur kereta api hampir sama seperti kebisingan

di jalan raya namun dengan intensitas yang lebih tinggi. Intensitas kebisingan

yang ditimbulkan bergantung pada jenis mesin yang digunakan, kecepatan

kereta serta keadaan jalur kereta api tersebut. Kebisingan yang timbul berasal

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 16

dari mesin kereta, adanya gesekan antara roda kereta api dengan rel kereta

serta bunyi klakson dari kereta tersebut.

4. Industri

Masyarakat yang bermukim di sekitar industri maupun pekerjanya berisiko

terkena dampak kebisingan yang ditimbulkan dari industri.

Aktivitas industri yang dapat menimbulkan bising dapat dikategorikan

menjadi:

a. Pembuatan produk;

b. Perakitan produk;

c. Pembangkit listrik;

d. Kegiatan lainnya dalam industri.

Sumber kebisingan lainnya di lingkungan industri adalah:

a. Peralatan pemakai energi pada industri (furnace and heater);

b. Sistem kontrol benda cair (pompa air dan generator);

c. Proses industri (mesin dan segala sistemnya);

d. Menara pendingin (cooling tower);

e. Cerobong pembakaran (flare stack);

f. Suara mesin;

g. Alat/mesin bertekanan tinggi;

h. Pengelolaan material (crane dan fork-lift);

i. Kendaraan bermotor;

j. Pengaturan arsitek bangunan yang tidak memenuhi syarat (Mukono,

2006).

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 17

5. Konstruksi

Pekerjaan konstruksi seperti pengeboran jalan dan pembangunan gedung

dapat menjadi sumber polusi suara. Kebisingan tersebut berasal dari peralatan

yang digunakan serta tidak hanya berdampak pada pekerja tetapi juga pada

masyarakat karena biasanya dilakukan di luar ruangan.

6. Produk konsumen

Produk konsumen yang dimaksudkan disini adalah:

a. Tempat rekreasi/taman bermain

b. Peralatan rumah tangga (blender, mixer, vacuum cleaner)

c. Hobi (mendengarkan musik kencang, atlet tembak)

7. Sumber lain

Sumber kebisingan lainnya yaitu suara anjing/hewan peliharaan, kegiatan

militer, sirine, dan suara yang ditimbulkan dari orang itu sendiri.

2.2.3 Jenis kebisingan

Berdasarkan pengaruh bunyi terhadap manusia, bising dapat dibagi

menjadi:

1. Bising yang mengganggu (irritating noise), intensitasnya tidak keras

2. Bising yang menutupi (masking noise), merupakan bunyi yang menutupi

pendengaran. Secara tidak langsung bunyi ini dapat membahayakan

kesehatan dan keselamatan tenaga kerja karena bila ada teriakan atau isyarat

tanda bahaya, dapat tidak terdengar karena tertutupi kebisingan.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 18

3. Bising yang merusak (damaging/injurious noise) ialah bunyi yang

intensitasnya melampaui NAB dan dapat menurunkan fungsi pendengaran

(Moeljosoedarmo, 2008).

Berdasarkan waktunya, kebisingan dapat dibedakan menjadi:

1. Bising kontinu (broad band noise), yaitu suara bising yang berlangsung terus

menerus, biasanya intensitas dan spektrumnya konstan, sehingga paling

mudah untuk menentukan amplitudo, frekuensi dan lama pajanannya.

2. Bising terputus-putus, yaitu bising yang dihasilkan beberapa kali dengan jeda

waktu, intensitasnya mungkin sama atau dapat juga berbeda seperti bunyi

pesawat lepas landas dan mendarat.

3. Bising impulsif, yaitu bising dengan satu atau beberapa puncak intensitas

yang sangat tinggi misalnya dihasilkan oleh suara ledakan yang sangat keras.

Bising impulsif merupakan bising yang paling berbahaya dalam merusak

gangguan pendengaran (Harrianto, 2008).

Secara umum, kebisingan dapat dikelompokkan berdasarkan kontinuitas,

intensitas dan spektrum frekuensi suara yang ada, yaitu:

1. Steady state and narrow band noise, yaitu kebisingan yang terus menerus

dengan spektrum suara yang sempit seperti suara mesin dan kipas angin.

2. Nonsteady state and narrow band noise, yaitu kebisingan yang tidak terus

menerus dengan spektrum suara yang sempit seperti suara mesin gergaji dan

katup uap.

3. Kebisingan intermiten, yaitu kebisingan yang terjadi sewaktu-waktu dan

terputus misalnyan suara pesawat dan kereta api.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 19

4. Kebisingan impulsif, yaitu kebisingan yang memekakkan telinga seperti

bunyi tembakan dan ledakan bom (Chandra, 2006).

2.2.4 Nilai ambang batas kebisingan

Standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa

mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari

untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu atau disebut Nilai

Ambang Batas (NAB), menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang

Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, Nilai Ambang Batas

(NAB) kebisingan yaitu:

Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan Berdasarkan PERMENAKER No.


PER.13/MEN/X/2011 Tahun 2011

Waktu Pemaparan per Hari Intensitas Kebisingan dalam dBA


8 Jam 85
4 88
2 91
1 94

30 Menit 97
15 100
7,5 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112

28,12 Detik 115


14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
Catatan: tidak boleh terpajan bising > 140 dBA walaupun sesaat
Sumber: PERMENAKER Nomor PER.13/MEN/X/2011 Tahun 2011

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 20

Batas paparan kebisingan secara rutin dapat tidak menimbulkan dampak

juga diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405 Tahun 2002 tentang

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja, Perkantoran dan Industri, yaitu pada

batas 85 dBA selama 8 jam/hari.

2.2.5 Dampak terhadap kesehatan manusia

Menurut Mukono (2006), efek kebisingan terhadap kesehatan terbagi

menjadi:

1. Efek terhadap pendengaran (auditory effect)

a. Pergeseran nilai ambang batas sementara (Temporary Threshold Shift)

yang bersifat sementara dan non patologis

b. Pergeseran nilai ambang batas menetap (Permanent Threshold Shift) yang

bersifat patologis dan menetap, terjadi di tempat kerja karena trauma

akustik dan kebisingan, atau dapat terjadi bukan di tempat kerja.

2. Efek terhadap bukan pendengaran (non auditory effect)

a. Penyakit akibat stress;

b. Kelelahan;

c. Perubahan penampilan;

d. Gangguan komunikasi.

Menurut Harrianto (2008), kebisingan dapat menyebabkan berbagai

pengaruh terhadap tenaga kerja, yaitu:

1. Pengaruh fisiologis

Pada umumnya kebisingan bernada tinggi sangat mengganggu, lebih-lebih

yang terputus-putus atau yang datang secara tiba-tiba (mendadak) dan tidak

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 21

terduga. Hal tersebut dapat menimbulkan reaksi fisiologis seperti peningkatan

tekanan darah, peningkatan denyut nadi, gangguan tidur, pucat dan gangguan

sensoris maupun refleks. Kebisingan dapat menimbulkan gangguan fisiologis

yaitu pada:

a. Internal body system yaitu sistem fisiologis yang penting untuk kehidupan

seperti cardiovaskular, gastro intestinal, syaraf, muscoskeletal dan

endokrin.

b. Ambang pendengaran yaitu suara terendah yang masih dapat didengar.

Kebisingan dapat mempengaruhi ambang pendengaran yang bersifat

sementara (fisiologis) maupun menetap (patologis).

c. Pola tidur (sleep pattern)

2. Pengaruh psikologis

Kebisingan dapat mempengaruhi stabilitas mental dan psikologis,

menimbulkan rasa khawatir, jengkel dan lain-lain. Reaksi psikologis yang

timbul antara lain marah, mudah tersinggung,gugup dan annoyance atau

jengkel. Suatu kebisingan dapat dikatakan mengganggu (annoying) bila

seseorang mulai mengurangi pajanan bising atau meninggalkan sumber bising

tersebut dan sifatnya subjektif.

3. Gangguan komunikasi

Gangguan jenis ini disebabkan oleh masking effect dari kebisingan dan

gangguan kejelasan suara. Gangguan komunikasi dapat menyebabkan

terganggunya pekerjaan dan perbedaan persepsi dalam menerima pesan yang

ingin disampaikan.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 22

4. Gangguan pendengaran

Gangguan pendengaran yang ditimbulkan akibat bising adalah ketulian yang

sering disebut Gangguan Pendengaran Akibat Bising (GPAB) atau Noise

Induced Hearing Loss (NIHL) yang merupakan ketulian permanen.

Penurunan daya dengar yang sifatnya sementara terjadi sebelum mengalami

ketulian permanen.

Beberapa jenis gangguan pendengaran yang dapat timbul akibat bising

berdasarkan keparahannya antara lain:

1. Ketulian sementara

Ketulian sementara akan timbul bila terpapar bising dengan intensitas tinggi

dalam waktu yang tidak lama, dengan waktu istirahat yang cukup, daya

dengarnya akan kembali ke ambang dengar semula. Pengukuran terhadap

ketulian sementara dilakukan dengan mengukur TTS (Temporary Threshold

Shift) yang dapat didefinisikan sebagai perubahan ambang pendengaran

sebelum dan sesudah bekerja. Besarnya TTS dipengaruhi oleh tingginya

tingkat suara, lama pemajanan, spektrum suara, Temporary pattern, kepekaan

individu, pengaruh obat serta keadaan kesehatan.

2. Ketulian menetap

Ketulian menetap atau disebut NIHL terjadi karena paparan intensitas bising

yang tinggi dalam jangka waktu yang lama. Proses pemulihan TTS yang tidak

sempurna akan mengakibatkan ketulian menetap. Umumnya terjadi secara

perlahan, dengan tahap (Harrianto, 2008):

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 23

a. Tahap pertama: timbul setelah 10 – 20 hari terpajan bising

b. Tahan kedua: keluhan telinga berbunyi namun tidak selalu muncul terus

menerus. Tahap ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan bahkan

tahunan

c. Tahap ketiga: tenaga kerja mulai mengalami gangguan pendengaran

karena mulai tidak dapat mendengar beberapa bunyi terutama bila ada

suara lain.

d. Tahap keempat: gangguan pendengaran terjadi dengan jelas.

NIHL terjadi secara permanen dan disebabkan karena kerusakan sel rambut

pada koklea. Paparan bising dapat berdampak pada kedua telinga, dan

biasanya terjadi ketulian pada frekuensi 3000, 4000 ataupun 6000 Hz (WCB,

2014). Ketulian akibat bising merupakan ketulian sensorineural.

3. Trauma akustik (Harrianto, 2008)

Trauma akustik terjadi karena terpajan bising impulsif dengan intensitas

tinggi seperti ledakan bom. Bagian yang rusak adalah membran timpani,

tulang pendengaran dan koklea. Tuli terjadi secara akut, tinitus cepat sembuh

secara sebagian maupun sempurna.

2.2.6 Pengukuran kebisingan

Alat pengukur tingkat kebisingan yang utama adalah Sound Level Meter

(SLM). Alat ini berfungsi untuk mengukur kebisingan dengan kisaran 30 - 130

desibel (dB) dengan frekuensi 20 – 20.000 Herzt (Hz) (Chandra, 2006).

Komponen dasarnya adalah microphone, amplifier, weighting network, rectifier

dan display meter. SLM memiliki 4 skala yaitu A, B, C dan D. A weighting atau

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 24

biasa ditulis dengan dBA digunakan untuk pengukuran yang paling sesuai dengan

respon telinga manusia dan digunakan sebagai alat prediksi kehilangan

pendengaran karena paparan bising. Prosedur penggunaan SLM menurut SNI

7231:2009 adalah:

1. Kalibrasi perlu dilakukan sebelum digunakan

2. Periksa kondisi baterai, pastikan dalam keadaan yang baik

3. Hidupkan alat ukur intensitas kebisingan

4. Pastikan skala pembobotan pada A-weighting

5. Sesuaikan pembobotan waktu respon alat ukur dengan karakteristik sumber

bunyi yang diukur:

S = untuk sumber bunyi relatif konstan

F = sumber bunyi kejut

6. Posisikan mikrofon alat ukur setinggi posisi telinga manusia yang ada di

tempat kerja. Hindari terjadinya refleksi bunyi

7. Arahkan mikrofon ke sumber bunyi sesuai karakteristik mikrofon (mikrofon

tegak lurus dengan sumber bunyi, 70° - 80° dari sumber bunyi)

8. Pilih tingkat tekanan bunyi (SPL) atau tingkat tekanan bunyi sinambung

setara (Leq). Sesuaikan dengan tujuan pengukuran. Leq (Equivalent Control

Noise Level) adalah nilai tingkat kebisingan dari kebisingan yang fluktuatif

atau berubah-ubah selama waktu tertentu yang setara dengan tingkat

kebisingan yang tetap (steady) dengan satuan dBA

9. Bila alat tidak memiliki fasilitas Leq maka dapat dihitung dengan rumus:

1 𝐿1 𝐿2 𝐿𝑛
𝐿𝑒𝑞 = 10 log { [𝑡1 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑙𝑜𝑔 ( ) + 𝑡2 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑙𝑜𝑔 ( ) + ⋯ + 𝑡𝑛 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑙𝑜𝑔 ( )]}
𝑇 10 10 10

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 25

Keterangan:

L1 = tingkat tekanan bunyi pada periode ke 1

Ln = tingkat tekanan bunyi pada periode ke n

10. Catat hasil pengukuran pada lembar data sampling.

Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 48 Tahun 1996

tentang kebisingan, pengukuran intensitas kebisingan dilakukan dengan:

1. Cara Sederhana

Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi dB (A)

selama 10 (sepuluh) menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan

setiap 5 (lima) detik.

2. Cara Langsung

Dengan sebuah integrating sound level meter yang mempunyai fasilitas

pengukuran LTM5, yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan

pengukuran selama 10 (sepuluh) menit.

2.3 Noise Induced Hearing Loss (NIHL)

2.3.1 Definisi Noise Induced Hearing Loss (NIHL)

Ketulian adalah suatu keadaan berkurangnya atau hilangnya fungsi

pendengaran pada salah satu maupun kedua telinga. Noise Induced Hearing Loss

adalah ketulian yang ditimbulkan akibat pajanan bising yang merupakan tuli

sensorineural dan sifatnya permanen. Dampak kebisingan yang paling serius

adalah Noise Induced Hearing Loss (NIHL). Secara umum, terdapat tiga jenis

gangguan pendengaran yaitu ketulian konduktif, ketulian sensorineural, dan

ketulian campuran tergantung pada bagian sistem pendengaran yang mengalami

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 26

kerusakan (Duthey, 2013). Ketulian berdasarkan kerusakan bagian telinga tersebut

antara lain:

1. Tuli konduktif

Ketulian ini terjadi saat suara tidak terkonduksi secara efisien melalui salurah

telinga luar ke gendang telinga dan osikel di telinga tengah. Tuli konduktif

biasanya disebabkan oleh penyakit atau infeksi pada telinga dan dapat

disembuhkan melalui pembedahan.

2. Tuli sensorineural

Ketulian ini terjadi saat koklea mengalami kerusakan atau pada syaraf dengar

dari telinga dalam ke otak. Tuli sensorineural dapat diakibatkan karena

intensitas bising yang tinggi dan tidak dapat disembuhkan (tuli permanen).

Ketulian akibat usia atau presbyacusis dan Noise Induced Hearing Loss

merupakan jenis tuli sensorineural.

3. Tuli campuran

Ketulian campuran merupakan ketulian yang terjadi pada sistem konduksi

pendengaran (tuli konduktif) dan syaraf pendengaran (tuli sensorineural).

Pada bagian konduktif dapat disembuhkan secara medis.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 27

2.3.2 Telinga dan mekanisme pendengaran

Sumber: http://www.audiologyspecialists.com/

Gambar 2.3 Anatomi Telinga

Keterangan:

1. Telinga Luar

a. Aurikula: berfungsi untuk mengumpulkan getaran udara, bentuknya

berupa lempeng tulang rawan yang elastis dan tipis ditutupi kulit, memiliki

otot intrinsik dan ekstrinsik serta dipersarafi oleh nervus facialis. Seluruh

permukaan diliputi kulit tipis dan ditemukan rambut kelenjar sebasea dan

kelenjar keringat

b. Meatus akustikus eksterna: tabung berkelok-kelok yang terbentang antara

aurikula dan membran timpani, berfungsi untuk menghantarkan

gelombang suara dari aurikula ke membran timpani dengan panjang

sekitar 2,5 cm.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 28

2. Telinga tengah

Telinga tengah adalah ruang berisi udara yang dilapisi membran mukosa, di

dalamnya terdapat tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran

membran timpani ke telinga dalam. Tulang tersebut adalah maleus, incus dan

stapes.

a. Membran timpani: membran fibrosa tipis berwarna kelabu. Bentuknya

bulat dengan garis tengah sekitar 1 cm dan sangat peka terhadap nyeri

serta dipersafai oleh nervus auditorius.

b. Osikula auditus: tulang pendengaran maleus, incus dan stapes.

c. Tuba auditiva: berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam

kavum timpani dan nasofaring.

d. Antrum mastoideum: bagian ini terletak dibelakang kavum timpani dengan

bentuk bundar dengan garis tengah 1 cm.

e. Sellulae mastoidea: suatu rongga yang berhubungan dalam prosesus

mastoid dan dilapisi membran mukosa.

3. Telinga dalam

a. Labirin osseus: terdiri dari vestibulum, semisirkularis, dan koklea. Koklea

mengandung cairan di dalamnya dan vestibuler. Ketiganya adalah rongga

yang terletak dalam substansi tulang padat.

b. Labirintus membranous: terdapat dalam labirintus osseus

c. Duktus semisirkularis

d. Duktus koklearis

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 29

e. Organ korti: terdiri atas sel penyokong yang berjalan sepanjang koklea

berbentuk kerucut ramping.

f. Ganglion spiral (Syaifuddin, 2009)

Proses mendengar ditimbulkan oleh getaran atmosfer yang dikenal sebagai

gelombang suara yang kecepatan dan volumenya berbeda-beda. Gelombang suara

bergerak melalui rongga telinga luar yang menyebabkan membran timpani

bergetar. Getaran tersebut diteruskan ke inkus dan stapes melalui maleus yang

terkait dengan membran tersebut. Tulang tersebut bergetar dan menyebabkan

getaran diperbesar dan disalurkan ke fenestra vestibuler menuju perilimfe.

Getaran kemudian dialihkan melalui membran menuju endolimfe dalam saluran

koklea dan rangsangan mencapai ujung saraf dalam organ korti selanjutnya

dihantarkan menuju otak (Syaifuddin, 2006).

2.3.3 Pemeriksaan pendengaran

Pemeriksaan pendengaran dapat dilakukan dengan alat audiometer.

Pengukuran pendengaran dengan audiometer nada murni yang diperiksa adalah

ambang pendengaran melalui penghantar udara pada frekuensi 500, 1000, 2000,

4000 dan 8000 Hz. Persyaratanya yaitu tempat harus sunyi atau menggunakan

Sound Proof Chamber serta alat harus dikalibrasi terlebih dahulu (Siswanto,

1991). Tekniknya yaitu:

1. Untuk setiap frekuensi, ambang pendengaran harus ditentukan

2. Tes dimulai pada frekuensi 1000 Hz karena paling sensitif bagi telinga

manusia

3. Tes dilanjutkan pada frekuensi lainnya.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 30

Sumber: https://auditoryneuroscience.com

Gambar 1.4 Audiogram Noise Induced Hearing Loss (NIHL)

Hasil pemeriksaan pendengaran dengan audiometri akan menghasilkan

audiogram ambang pendengaran. Noise Induced Hearing Loss (NIHL) yang

merupakan tuli sensorineural akan menghasilkan pola yang spesifik yaitu

berbentuk ‘V’ atau ‘U’ pada frekuensi 4000 Hz. Hal ini disebabkan adanya

penurunan ambang pendengaran pada frekuensi 4000 Hz dan mendekati normal

pada frekuensi 8000 Hz. Audiogram akan menunjukkan pola yang berbeda pada

gangguan pendengaran karena penyakit yang biasanya merupakan ketulian

konduktif (HSA, 2007).

2.3.4 Faktor yang mempengaruhi gangguan pendengaran

Gangguan pendengaran dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, dalam hal

ini dibatasi pada gangguan pendengaran di lingkungan kerja, antara lain:

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 31

1. Intensitas bising

Bising dengan intensitas tinggi melebihi 85 dBA selama ≥ 8 jam/hari akan

berpengaruh pada pendengaran yaitu menyebabkan terjadinya Noise Induced

Hearing Loss (NIHL) dan tinitus.

2. Usia

Gangguan pendengaran yang disebabkan usia disebut juga dengan

presbyacusis berupa kenaikan ambang pendengaran. Kenaikan terjadi pada

usia 40 tahun, untuk setiap 1 tahunnya, ambang pendengaran akan bertambah

0,5 dB (Depkes RI, 2013 dalam darmawan, 2013). Presbyacusis dapat

meningkatkan keparahan Noise Induced Hearing Loss (NIHL) yang dialami

pekerja,

Sumber: http://www.ablehearing.com.au/

Gambar 2.5 Audiogram Penurunan Pendengaran Akibat Usia (Presbyacusis)

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 32

3. Masa kerja

Pekerja yang terpapar bising kontinu maupun terputus-putus di tempat kerja

selama lebih dari 10 tahun hingga 15 tahun lebih berisiko mengalami

gangguan pendengaran sensorineural (Evenson et al., 2012)

4. Pemakaian Alat Pelindung Telinga (APT)

Jika pekerja selalu menggunakan APT maka akan menurunkan risiko

gangguan pendengaran. APT dapat menurunkan intensitas yang diterima

sistem pendengaran pekerja tersebut. Menurut Peraturan Menteri Tenaga

Kerja dan Trasnmigrasi Nomor PER.08/MEN/VII/2010, Alat Pelindung

Telinga (APT) adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi alat

pendengaran terhadap kebisingan atau tekanan. Jenis Alat Pelindung telinga

yaitu Earplug (sumbat telinga) baik yang sekali pakai maupun dapat dipakai

berulang dan Earmuff (penutup telinga).

5. Hobi

Hobi yang berhubungan dengan bising akan mempengaruhi gangguan

pendengaran misalnya mendengarkan musik dengan intensitas tinggi atau

sering menggunakan earphone.

6. Konsumsi obat ototoksik

Penggunaan obat yang bersifat toksik pada telinga (ototoksik) akan

mempengaruhi gangguan pendengaran. Obat tersebut adalah golongan

antibiotik aminoglikosida yang digunakan untuk pengobatan bakteri gram

negatif seperti TBC, tularemia dan penyakit lainnya. Antibiotik

aminoglikosida contohnya gentamisin, streptomisin, amikasin, kanamisin dan

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 33

neomycin. Penggunaan obat dalam jangka waktu lama (> 3 bulan) akan

berisiko menimbulkan gangguan pendengaran. Tanda akan mulai muncul

setelah 1 - 3 minggu penggunaan obat tersebut.

2.4 Tinitus

Tinitus adalah suara tidak normal yang dirasakan dalam satu atau kedua

telinga atau di kepala. Tinnitus mungkin intermiten, atau mungkin muncul sebagai

suara konstan atau terus menerus. Hal ini dapat dialami dengan bunyi dering,

mendesis, bersiul, berdengung, atau suara klik dan dapat bervariasi. Hasil

penelitian menunjukkan prevalensi pada orang dewasa yang berada dalam kisaran

10% sampai 15%, dengan prevalensi yang lebih tinggi pada usia dewasa.

Biasanya, tinitus dapat disertai dengan gangguan tidur dan sensitif pada suara

(hiperakusis). Orang dengan audiogram normal dapat juga mengalami tinitus

sehingga belum bisa dipastikan bila seseorang mengalami ketulian maka pasti

mengalami tinitus (Fioretti et al., 2013) Tinitus yang disebabkan karena

kebisingan dapat terjadi selama beberapa jam setelah terpapar bising, bahkan

sampai beberapa hari. Tinitus terjadi ketika syaraf otak yang berhubungan dengan

pendengaran beradaptasi terhadap rambut syaraf yang hilang akibat paparan

bising (NIDCD, 2010).

Derajat keparahan tinitus dapat diukur dengan menggunakan kuesioner

standar yang sudah valid, salah satunya yaitu THI (Tinnitus Handicap Inventory)

yang terdiri dari 25 pertanyaan mengenai gangguan yang dirasakan akibat tinitus

(Newman et al., 1996) Kuesioner ini kemudian dikembangkan dan di

interpretasikan hasilnya kedalam kategori (McCombe et al., 2001), yaitu:

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 34

1. Skor 0 – 16: Slight, hanya terdengar pada keheningan, tidak mengganggu

tidur maupun aktivitas sehari-hari

2. Skor 18 – 36: Mild, mudah tertutupi dengan suara di lingkungan, tidak terlalu

mengganggu aktivitas tapi dapat mengganggu tidur.

3. Skor 38 – 56: Moderate, sering terdengar, meskipun ada suara dari

lingkungan, tapi masih dapat beraktivitas sehari-hari.

4. Skor 58 – 76: Severe, hampir selalu terdengar, bila tidak, karena tertutupi

suara lain. Mengganggu tidur dan aktivitas sehari-hari.

5. Skor 78 – 100: Catastrophic, selalu terdengar dan mengganggu tidur. Sulit

melakukan aktivitas sehari-hari.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Efek Auditory:
1. Noise Induced Hearing
Tingkat Kebisingan Loss (NIHL)
Mesin di bengkel mesin
2. Tinitus
PT Dok dan Perkapalan
Surabaya Efek non Auditory:
(86,94 dBA, 88,82 dBA,
1. Gangguan Psikologis
90,01 dBA)
2. Gangguan Fisiologis
3. Gangguan Komunikasi

Karakteristik Responden:
1. Usia
2. Konsumsi Obat
Ototoksik

3.3. Masa Kerja


4. Kebiasaan
pemakaian APT
5. Hobi

Diteliti

Tidak Diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Faktor yang Mempengaruhi Noise Induced


Hearing Loss (NIHL) dan Tinitus di Bengkel Mesin PT Dok dan
Perkapalan Surabaya

35
SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 36

Paparan kebisingan pada batas dan jangka waktu tertentu dapat

menimbulkan efek auditory berupa ketulian sensorineural atau disebut juga NIHL

(Noise Induced Hearing Loss) serta dapat disertai keluhan tinitus. Selain itu, dapat

pula menimbulkan efek non auditory berupa gangguan fisiologis, gangguan

psikologis dan gangguan komunikasi. Efek tersebut juga dipengaruhi oleh

karakteristik dari individu yaitu usia, masa kerja, kebiasaan pemakaian APT,

konsumsi obat ototoksik serta hobi yang berhubungan dengan bising misalnya

mendengarkan musik dengan earphone.

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dapat dibuat terkait penelitian ini adalah:

1. Noise Induced Hearing Loss (NIHL) dipengaruhi oleh intensitas bising, masa

kerja, kebiasaan penggunaan APT dan hobi yang berkaitan dengan bising.

2. Tinitus dipengaruhi oleh intensitas bising, masa kerja, kebiasaan penggunaan

APT dan hobi yang berkaitan dengan bising.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancang Bangun Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik bila ditinjau dari

tujuannya karena akan mempelajari faktor yang mempengaruhi Noise Induced

Hearing Loss (NIHL) dan tinitus yang dialami pekerja terpapar bising. Dari

dimensi waktu, penelitian ini termasuk penelitian cross sectional karena

pengambilan data paparan dan outcome dilakukan sekali dalam waktu yang

bersamaan.

4.2 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah:

1. Populasi lingkungan: tingkat kebisingan di bengkel mesin PT Dok dan

Perkapalan Surabaya.

2. Populasi manusia: seluruh pekerja di bengkel mesin PT Dok dan Perkapalan

Surabaya dengan kriteria inklusi:

a. Berusia 15 - 64 tahun.

b. Tidak pernah bekerja pada tempat lain yang bising.

c. Tidak memiliki riwayat penyakit pendengaran.

d. Bersedia menjadi responden.

Sehingga didapatkan pekerja di bengkel mesin berjumlah 40 orang.

37
SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 38

4.3 Sampel, Besar Sampel, dan Cara Pengambilan Sampel

Sampel dari penelitian ini adalah beberapa pekerja terpapar bising di

bengkel mesin PT Dok dan Perkapalan Surabaya.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah simple random

sampling. Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus perhitungan yang

menunjang metode simple random sampling (Lwanga and Lemeshow, 1991)

yaitu:

2
z1-∝/2 P(1-P)N
n= 2
d2 (N-1)+z1-∝/2 P(1-P)

Keterangan:

n = Besar sampel

N = Besar populasi

d = sampling error (5%)

2
z1-∝/2 = pada tabel Z

p = absolute precision (50% atau 0,5)

Berdasarkan perhitungan tersebut maka diperoleh besar sampel 37 orang.

4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di bengkel PT Dok dan Perkapalan pada bulan

April 2016. Kegiatan dimulai dari tahap persiapan hingga penyusunan skripsi

pada bulan November 2015 hingga Juni 2016.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 39

Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Penelitian

Bulan
No Kegiatan
Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni
1 Persiapan
- Studi Pendahuluan
- Pembuatan Proposal
2 Seminar Proposal
3 Ethical Clearance
4 Pelaksanaan penelitian
5 Penyusunan Skripsi
6 Sidang skripsi

4.5 Variabel, Cara Pengukuran dan Definisi Operasional

Tabel 4.2 Variabel, Definisi Operasional, Cara Pengukuran, Kriteria dan Skala
Data

Definisi Cara Skala


No Variabel Kriteria
Operasional Pengukuran Data
Variabel Dependen
1 Noise Hasil pemeriksaan Audiometer 1. NIHL Nominal
Induced ambang 2. Tidak NIHL
Hearing pendengaran (Normal dan Tuli
Loss dengan audiogram Lainnya)
(NIHL) berpola ‘V’ atau
‘U’
2 Tinitus Keluhan tinitus Wawancara 1. Ya Nominal
(telinga 2. Tidak
berdenging) yang
dialami pekerja
setelah bekerja
(setelah terpapar
bising)
Variabel Independen
3 Kebisingan Hasil pengukuran Menggunakan PERMENAKER No. Rasio
bising di tempat alat Extech PER.13/MEN/X/2011
penelitian. Digital Tahun 2011
Sound Level 85 dBA selama 8
Meter Model jam/hari
407730
4 Masa Kerja Lamanya Wawancara 1. > 10 tahun Nominal
responden telah 2. ≤ 10 tahun
bekerja di tempat
penelitian

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 40

Lanjutan
Tabel 4.2 Variabel, Definisi Operasional, Cara Pengukuran, Kriteria dan Skala
Data

Definisi Cara Skala


No Variabel Kriteria
Operasional Pengukuran Data
5 Pemakaian Kebiasaan Wawancara 1. Selalu Ordinal
APT responden untuk 2. Kadang
memakai APT 3. Tidak pernah
berupa ear plug
maupun ear muff
selama bekerja di
tempat bising.
6 Hobi Hobi atau Wawancara 1. Ya Nominal
kebiasaan pekerja 2. Tidak
yang berhubungan
dengan bising
misalnya sering
mendengarkan
musik memakai
earphone .

4.6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

4.6.1 Teknik pengumpulan data

1. Data primer

Data primer atau data yang diambil dengan turun lapangan secara langsung

dalam penelitian ini antara lain:

a. Kebisingan

Pengukuran kebisingan yang dilakukan di bengkel mesin menggunakan

alat Extech Digital Sound Level Meter Model 407730 dengan cara

sederhana. Alat dipaparkan selama 10 menit per pengukuran dan dibaca

setiap 5 detik. Titik pengukuran merupakan 3 titik dimana terdapat

aktivitas pekerja dan diukur pada sumber bising.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 41

b. Karakteristik responden

Wawancara dilakukan pada pekerja sebelum dilakukan pemeriksaan

pendengaran untuk mempelajari karakteristik pekerja.

c. Pemeriksaan pendengaran

Pemeriksaan pendengaran dilakukan untuk mempelajari adanya ketulian

pada responden dengan menggunakan audiometer I TONE tipe MI AD 01.

Pemeriksaan dilakukan pada frekuensi 250 Hz sampai 8000 Hz dengan

intensitas 5 – 120 dB. Selain itu, dilakukan dua pemeriksaan pada telinga

kanan dan kiri secara bergantian untuk tipe pemeriksaan air conduction

dengan headphone dan bone conduction dengan alat yang diletakkan di

belakang daun telinga.

d. Keluhan dan derajat keparahan tinitus

Keluhan dan derajat keparahan tinitus yang dialami pekerja yang diukur

dengan menggunakan kuesioner THI. Skoring dilakukan pada jawaban

hasil kuesioner tersebut.

Data primer diambil setelah mendapat persetujuan dari responden

dibuktikan dengan adanya Informed Consent yang ditandatangani responden

tersebut. Selain itu, hasil penelitian akan dijelaskan pada responden setelah

penelitian berakhir

2. Data sekunder

Data sekunder yang dipakai dalam penelitian ini adalah data profil

perusahaan dan daftar pekerja.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 42

4.6.2 Instrumen pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan bantuan beberapa instrumen yaitu

1. Kuesioner NIHL dan Tinitus;

2. Kuesioner Tinnitus Handicap Inventory untuk derajat keparahan tinitus;

3. Lembar pengukuran kebisingan;

4. Extech Digital Sound Level Meter Model 407730;

5. Audiometer I TONE tipe MI AD 01.

4.7 Teknik Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis deskriptif yang menjelaskan distribusi frekuensi karakteristik

responden, prevalensi Noise Induced Hearing Loss (NIHL) serta derajat

keparahan tinitus.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat untuk mempelajari perbedaan kejadian tinitus dan Noise

Induced Hearing Loss (NIHL) berdasarkan intensitas bising, masa kerja,

kebiasaan penggunaan Alat Pelindung Telinga (APT) dan hobi, menggunakan

uji Fisher Exact dengan tingkat kepercayaan 95%.

3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat untuk mempelajari faktor yang mempengaruhi Noise

Induced Hearing Loss (NIHL) dan tinitus dengan menggunakan uji regresi

logistik berganda dengan tingkat kepercayaan 95%.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 43

Populasi
55 Pekerja
Kriteria
Inklusi

Sub Populasi
40 Pekerja

Simple random
sampling
Sampel
37 Pekerja

Pengambilan Data
1. Pemeriksaan pendengaran
2. Wawancara

Analisis Data

Gambar 4.1 Kerangka Operasional Penelitian Faktor yang Mempengaruhi Noise


Induced Hearing Loss dan Tinitus pada Pekerja Bengkel Mesin
Terpapar Bising di PT DPS

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan

Pengukuran kebisingan dilakukan di bengkel mesin sebanyak 4 kali dalam

8 jam kerja. Titik pengukuran di bengkel mesin yaitu sebanyak 3 titik, yang

ditentukan pada daerah dimana terdapat aktivitas pekerja, yaitu:

Titik 1 : Belakang bengkel, terdapat aktivitas pengelasan, mesin blower, mesin

freis dan colter, serta lalu lalang crane.

Titik 2 : Bagian tengah bengkel, terdapat aktivitas pengelasan, pemotongan besi

dan mesin bubut besar, kegiatan pengupasan cat mesin, serta lalu lalang

crane.

Titik 3 : Bagian depan bengkel, terdapat aktivitas kontak fit, pengelasan, dan lalu

lalang crane.

Tabel 5.1 Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan di Bengkel Mesin PT DPS


Bulan April 2016

No Lokasi Waktu Intensitas Rata-rata Kebisingan


Pengukuran Pengukuran Kebisingan Leq 8jam
(dBA) (dBA)
08.30 85,67
10.00 87,19
1 Titik 1 86,94
13.10 87,03
15.00 86.33
08.45 89,85
10.15 88,25
2 Titik 2 88,82
13.22 86,73
15.12 89,73

44
SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 45

Lanjutan

Tabel 5.1 Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan di Bengkel Mesin PT DPS


Bulan April 2016

No Lokasi Waktu Intensitas Rata-rata Kebisingan


Pengukuran Pengukuran Kebisingan Leq 8jam
(dBA) (dBA)
09.00 87,49
10.37 84,24
3 Titik 3 90,01
13.40 92,80
15.25 91,06
Rata-rata Kebisingan di Bengkel Mesin 88,59 dBA ± 1,55
PT DPS (Leq 8jam)
NAB yang ditetapkan (PERMENAKER No. 85 dBA selama 8 jam
PER.13/MEN/X/2011 Tahun 2011)

5.2 Karakteristik Responden

Distribusi karakteristik responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Pekerja di Bengkel Mesin PT DPS


Bulan April 2016

Pekerja Bengkel Mesin


No Karakteristik Responden
n %
Lokasi Kerja:
Titik 1 11 29,7
1
Titik 2 19 51,4
Titik 3 7 18,9
Usia:
2 > 40 Tahun 32 86,5
≤ 40 Tahun 5 13,5
Masa Kerja:
3 > 10 Tahun 24 64,9
≤ 10 Tahun 13 35,1
Konsumsi Obat Ototoksik:
4 Ya 0 0
Tidak 37 100
Kebiasaan Penggunaan APT:
Selalu 6 16,2
5
Kadang 18 48,6
Tidak Pernah 13 35,2
Hobi:
6 Ya 17 45,9
Tidak 20 54,1
Jumlah 37 100

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 46

5.2.1 Lokasi kerja

Berdasarkan distribusi karakteristik pekerja bengkel mesin PT DPS pada

tabel 5.2, didapatkan bahwa mayoritas pekerja bekerja pada lokasi yang menjadi

titik 2 pengukuran yaitu sebanyak 19 pekerja atau 51,4%. Selain itu, sebanyak 11

pekerja atau 29,7% bekerja di titik 1 dan 7 pekerja atau 18,9% bekerja di titik 3.

5.2.2 Usia

Berdasarkan pengambilan data melalui kuesioner, didapatkan distribusi

karakteristik responden berdasarkan usia yang dapat dilihat pada tabel 5.2.

Mayoritas responden yang bekerja di bengkel mesin PT DPS berusia lebih dari 40

tahun atau sebesar 86,5% sedangkan sebesar 13,5% berusia ≤ 40 Tahun.

5.2.3 Masa kerja

Berdasarkan hasil pengambilan data melalui kuesioner, didapatkan

distribusi karakteristik responden berdasarkan masa kerja yang dapat dilihat pada

tabel 5.2. Masa kerja 24 responden di PT Dok dan Perkapalan Surabaya di

bengkel mesin adalah selama > 10 Tahun atau sebesar 64,9% dan sisanya bekerja

selama ≤ 10 Tahun. Usia pekerja yang memiliki masa kerja > 10 tahun

kebanyakan < 40 tahun.

5.2.4 Konsumsi obat ototoksik

Berdasarkan hasil pengambilan data melalui kuesioner, didapatkan

distribusi karakteristik responden berdasarkan konsumsi obat ototoksik yang dapat

dilihat pada tabel 5.2. Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 47

ada satupun responden di bengkel mesin PT DPS yang mengkonsumsi obat

ototoksik.

5.2.5 Kebiasaan penggunaan Alat Pelindung Telinga (APT)

Berdasarkan hasil pengambilan data melalui kuesioner, didapatkan

distribusi karakteristik responden berdasarkan kebiasaan penggunaan APT yang

dapat dilihat pada tabel 5.2. Hasil menunjukkan bahwa kebanyakan responden

saat bekerja terkadang menggunakan APT yaitu sebanyak 18 responden atau

48,6% sedangkan 6 responden selalu memakai APT dan 13 responden tidak

memakai APT saat bekerja.

5.2.6 Hobi

Berdasarkan hasil pengambilan data melalui kuesioner, didapatkan

distribusi karakteristik responden berdasarkan hobi yang berhubungan dengan

kebisingan yang dapat dilihat pada tabel 5.2.

Hobi yang dimaksudkan disini adalah hobi yang berkaitan dengan

kebisingan misalnya mendengarkan musik dengan suara kencang atau

menggunakan earphone, dan lainnya. Tabel diatas menunjukkan bahwa sebesar

45,9% atau 17 responden di bengkel mesin memiliki hobi yang berkaitan dengan

bising dan sisanya, 54,1% tidak memiliki hobi yang berkaitan dengan bising.

5.3 Prevalensi Kejadian NIHL dan Tinitus

5.3.1 Noise Induced Hearing Loss (NIHL)

Berdasarkan hasil audiometri, didapatkan distribusi Noise Induced

Hearing Loss (NIHL) yang dapat dilihat pada tabel berikut:

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 48

Tabel 5.3 Distribusi Noise Induced Hearing Loss pada Pekerja Bengkel Mesin
PT DPS Bulan April 2016

Bengkel Mesin
NIHL
n %
NIHL 8 21,6
Tidak NIHL
29 78,4
(Normal dan Tuli Lainnya)
Total 37 100

Tabel diatas menunjukkan bahwa prevalensi kejadian Noise Induced

Hearing Loss (NIHL) di bengkel mesin adalah 21,6% atau sebanyak 8 dari 37

responden. Dari 29 responden yang tidak mengalami NIHL, 11 diantaranya

mengalami ketulian konduksi dan 2 lainnya mengalami presbyacusis sedangkan

16 responden fungsi pendengarannya adalah normal.

5.3.2 Tinitus

Berdasarkan hasil pengambilan data melalui kuesioner, didapatkan

distribusi tinitus yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.4 Distribusi Tinitus pada Pekerja Bengkel Mesin PT DPS


Bulan April 2016

Bengkel Mesin
Tinitus
n %
Ya 20 54,1
Tidak 17 45,9
Total 37 100

Tabel diatas menunjukkan bahwa prevalensi tinitus pada pekerja di

bengkel mesin adala 54% atau 20 dari 37 responden. Derajat keparahan 20

responden yang mengalami tinitus dapat dijelaskan pada tabel dibawah ini:

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 49

Tabel 5.5 Derajat Keparahan Tinitus yang Dialami Pekerja Bengkel Mesin
PT DPS Bulan April 2016

No Derajat Keparahan n %
1 Slight 11 55
2 Mild 6 30
3 Moderate 3 15
4 Severe 0 0
5 Catastrophic 0 0
Total 20 100

Berdasarkan hasil skoring keparahan tinitus, dari 20 pekerja yang

mengalami keluhan tinitus, mayoritas mengalami slight tinnitus atau sebesar 55%.

Selain itu, 6 pekerja mengalalami mild tinnitus atau sebesar 30% dan 3 lainnya

moderate atau sebesar 15%.

5.4 Analisis Bivariat Faktor yang Mempengaruhi Noise Induced Hearing

Loss (NIHL) dan Tinitus

5.4.1 Distribusi data

Pengujian distribusi data diperlukan untuk menentukan uji yang akan

digunakan selanjutnya. Hasil pengujian distribusi data dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 5.6 Distribusi Data Variabel Independen dan Dependen

No Variabel Nilai p Distribusi Data


Variabel Independen
1 Intensitas Bising 0,011 Tidak Normal
2 Masa Kerja 0,000 Tidak Normal
3 Kebiasaan Penggunaan APT 0,016 Tidak Normal
4 Hobi 0,000 Tidak Normal
Variabel Dependen
1 Noise Induced Hearing loss (NIHL) 0,000 Tidak Normal
2 Keluhan Tinitus 0,000 Tidak Normal

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 50

Berdasarkan uji statistik kolmogorov smirnov, seluruh data berdistribusi

tidak normal atau p<0,05 sehingga untuk uji beda menggunakan uji chi square

yang bersyarat tidak boleh ada satu sel yang nilainya > 20% dan nilai harapan < 5.

Seluruh uji bivariat tidak memenuhi syarat tersebut namun merupakan tabel 2 × 2

sehingga hasil yang dibaca adalah signifikansi fisher exact dan yang bukan tabel 2

× 2 hasil yang dibaca adalah Pearson’s chi square.

5.4.2 Intensitas bising

Perbedaan NIHL pada pekerja yang bekerja di titik 1, 2 dan 3 dapat dilihat

pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.7 Distribusi Noise Induced Hearing Loss (NIHL) Berdasarkan Intensitas
Bising pada Pekerja Bengkel Mesin PT DPS Bulan April 2016

Noise Induced Hearing Loss


Tidak NIHL Total
Intensitas
NIHL (Normal dan Nilai p
Bising
Tuli Lainnya)
n % n % N %
Titik 1 1 0,9 10 99,1 11 100
(86,94 dBA)
Titik 2 1 0,5 18 99,5 19 100
(88,82 dBA) 0,000**
Titik 3 6 85,7 1 14,3 7 100
(90,01 dBA)
N 8 21,6 29 78,4 37 100
**) sangat signifikan p<0,01

Hasil analisis menunjukkan nilai p<0,01 sehingga dapat disimpulkan

bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan terhadap kejadian NIHL pada

paparan bising di titik 1, titik 2 dan titik 3.

Perbedaan tinitus pada pekerja yang bekerja di titik 1, 2 dan 3 dapat dilihat

pada tabel dibawah ini:

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 51

Tabel 5.8 Distribusi Tinitus Berdasarkan Intensitas Bising pada Pekerja


Bengkel Mesin PT DPS Bulan April 2016

Tinitus
Intensitas
Ya Tidak Total Nilai p
Bising
n % n % N %
Titik 1 3 27,3 8 72,7 11 100
(86,94 dBA)
Titik 2 11 57,9 8 42,1 19 100
(88,82 dBA) 0,047*
Titik 3 6 85,7 1 14,3 7 100
(90,01 dBA)
N 20 54 17 46 37 100
*) signifikan p<0,05

Hasil analisis menunjukkan nilai p<0,05 sehingga dapat disimpulkan

bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tinitus pada pekerja dengan

paparan bising di titik 1, 2 dan 3.

5.4.3 Masa kerja

Perbedaan NIHL pada masa kerja < 10 Tahun dan ≥ 10 tahun dapat dilihat

pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.9 Distribusi Noise Induced Hearing Loss (NIHL) Berdasarkan


Masa Kerja pada Pekerja Bengkel Mesin PT DPS Bulan April 2016

Noise Induced Hearing Loss


Tidak NIHL Total
Masa Kerja NIHL (Normal dan Nilai p
Tuli Lainnya)
n % n % N %
> 10 Tahun 8 33,3 16 66,7 24 100
≤ 10 Tahun 0 0 13 100 13 100 0,032*
N 8 21,6 29 78,4 37 100
*) signifikan p<0,05

Hasil analisis menunjukkan nilai p<0,05 sehingga dapat disimpulkan

bahwa ada perbedaan kejadian NIHL pada masa kerja < 10 Tahun dan ≥ 10 tahun

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 52

Perbedaan tinitus antara masa kerja < 10 tahun dengan ≥ 10 Tahun dapat

dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.10 Distribusi Tinitus Berdasarkan Masa Kerja pada Pekerja Bengkel
Mesin PT DPS Bulan April 2016

Tinitus
Masa Kerja Ya Tidak Total Nilai p
n % n % N %
< 10 Tahun 13 54,2 11 45,8 24 100
≥ 10 Tahun 7 53,8 6 46,2 13 100 1,000
N 20 54,1 17 45,9 37 100

Hasil analisis menunjukkan nilai p>0,05 sehingga dapat disimpulkan

bahwa tidak ada perbedaan tinitus pada masa kerja < 10 tahun dan ≥ 10 tahun.

5.4.4 Kebiasaan penggunaan Alat Pelindung Telinga (APT)

Perbedaan NIHL pada kelompok yang menggunakan APT dan tidak

menggunakan APT dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.11 Distribusi Noise Induced Hearing Loss (NIHL) Berdasarkan


Kebiasaan Penggunaan APT pada Pekerja Bengkel Mesin PT DPS
Bulan April 2016

Noise Induced Hearing Loss


Tidak NIHL Total
Penggunaan
NIHL (Normal dan Nilai p
APT
Tuli Lainnya)
n % n % N %
Selalu 0 0 6 100 6 100
Kadang 1 5,6 17 94,4 18 100
0,002**
Tidak Pernah 7 53,8 6 46,2 13 100
N 8 21,6 29 78,4 37 100
**) sangat signifikan p<0,01

Berdasarkan uji statistik, didapatkan nilai p<0,01 sehingga dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan kejadian NIHL pada kelompok yang

menggunakan APT dan tidak menggunakan APT

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 53

Perbedaan kebiasaan penggunaan APT dengan tinitus dapat dilihat pada

tabel dibawah ini:

Tabel 5.12 Distribusi Tinitus Berdasarkan Kebiasaan Penggunaan APT pada


Pekerja Bengkel Mesin PT DPS Bulan April 2016

Tinitus
Penggunaan APT Ya Tidak Total Nilai p
n % n % N %
Selalu 1 16,7 5 83,3 6 100
Kadang 9 50 9 50 18 100
0,044*
Tidak Pernah 10 76,9 3 23,1 13 100
N 20 54,1 17 45,9 37 100
*) signifikan p<0,05

Berdasarkan hasil uji statistik, didapatkan nilai p<0,05 sehingga dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan kejadian keluhan tinitus pada kelompok yang

menggunakan APT dan tidak menggunakan APT.

5.4.5 Hobi

Perbedaan NIHL pada kelompok yang memiliki hobi berkaitan dengan

bising dan yang tidak, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.13 Distribusi Noise Induced Hearing Loss (NIHL) Berdasarkan Hobi
pada Pekerja Bengkel Mesin PT DPS Bulan April 2016

Noise Induced Hearing Loss


Tidak NIHL
Hobi NIHL (Normal dan Total Nilai p
Tuli Lainnya)
n % n % N %
Ya 7 41,2 10 58,8 17 100
Tidak 1 5 19 95 20 100 0,014*
N 8 21,6 29 78,4 37 100
*) signifikan p<0,05

Berdasarkan uji statistik, didapatkan nilai p<0,05 sehingga dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan kejadian NIHL pada kelompok yang memiliki

hobi berkaitan dengan bising dan yang tidak.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 54

Perbedaan tinitus pada kelompok yang memiliki hobi berkaitan dengan

bising dan yang tidak, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.14 Distribusi Tinitus Berdasarkan Hobi pada Pekerja Bengkel Mesin
PT DPS Bulan April 2016

Tinitus
Hobi Ya Tidak Total Nilai p
n % n % N %
Ya 16 94,1 1 5,9 17 100
Tidak 4 20 16 80 20 100 0,000**
N 20 54,1 17 45,9 37 100
**) sangat signifikan

Berdasarkan uji statistik fisher exact, didapatkan nilai p 0,000 < 0,05

sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kejadian keluhan tinitus pada

kelompok yang memiliki hobi berkaitan dengan bising dan yang tidak.

5.5 Analisis Multivariat Faktor yang Mempengaruhi Noise Induced

Hearing Loss (NIHL) Tinitus

5.5.1 Noise induced hearing loss (NIHL)

Analisis bivariat terhadap variabel independen berupa masa kerja,

kebiasaan penggunaan APT dan hobi dengan NIHL dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

Tabel 5.15 Analisis Bivariat Faktor yang Mempengaruhi Noise Induced


Hearing Loss (NIHL) pada Pekerja Bengkel Mesin PT DPS
Bulan April 2016

No Variabel Independen Nilai p


1 Intensitas Bising 0,000**
2 Masa Kerja 0,032*
3 Kebiasaan Penggunaan APT 0,002**
4 Hobi 0,014*
*) Signifikan p<0,05;
**) Sangat signifikan p<0,01

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 55

Berdasarkan hasil analisis bivariat, seluruh variabel independen signifikan

terhadap NIHL sehingga menjadi kandidat untuk uji multivariat. Secara

multivariat, variabel diujikan dengan regresi logistik berganda dan diperoleh

variabel independen yang berpengaruh adalah kebiasaan penggunaan APT dan

hobi yang berkaitan dengan bising sedangkan masa kerja tidak masuk ke dalam

model. Analisis dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.16 Analisis Multivariat Faktor yang Mempengaruhi Noise Induced


Hearing Loss (NIHL) pada Pekerja Bengkel Mesin PT DPS
Bulan April 2016

No Variabel Independen Nilai p Exp (B)


1 Intensitas Bising 0,115 -
2 Masa Kerja 0,096 -
3 Kebiasaan Penggunaan
APT:
Selalu 0,038* -
Kadang 0,999 -
Tidak Pernah 0,010* 0,036
4 Hobi 0,048* 13,87
*) Signifikan p<0,05;S

Berdasarkan hasil uji statistik regresi logistik berganda, bila p>0,05 maka

tidak terdapat pengaruh antara variabel independen dengan NIHL sedangkan bila

p< 0,05 maka ada pengaruh antara variabel independen dengan NIHL.

Nilai p untuk hobi adalah 0,048 yang berarti p<0,05 sehingga dapat

disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara hobi terhadap NIHL dan

nilai exp (B) adalah 13,87 yang berarti pekerja yang memiliki hobi yang berkaitan

dengan bising, 13,87 kali lebih berisiko untuk mengalami NIHL dengan tingkat

kepercayaan 95%.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 56

Nilai p untuk tidak pernah menggunakan APT adalah 0,010 yang berarti

p<0,01 yang berarti ada pengaruh yang sangat signifikan antara penggunaan APT

terhadap NIHL. Nilai exp (B) untuk penggunaan APT adalah 0,036 yang berarti

orang yang tidak pernah menggunakan APT berisiko 0,036 kali mengalami NIHL

daripada yang selalu maupun jarang menggunakan APT.

5.5.2 Tinitus

Analisis bivariat terhadap variabel independen dengan tinitus dapat dilihat

pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.17 Analisis Bivariat Faktor yang Mempengaruhi Tinitus pada Pekerja
Bengkel Mesin PT DPS Bulan April 2016

No Variabel Nilai p
1 Intensitas Bising 0,047*
2 Hobi 0,000**
3 Masa Kerja 1,000
4 Kebiasaan Penggunaan APT 0,044*
*) Signifikan p<0,05;
**) sangat signifikan p<0,01

Berdasarkan uji bivariat didapatkan kandidat analisis multivariat yaitu

hobi dan kebiasaan penggunaan APT. Hasil analisis multivariat dapat dilihat pada

tabel dibawah ini:

Tabel 5.18 Analisis Multivariat Faktor yang Mempengaruhi Tinitus pada Pekerja
Bengkel Mesin PT DPS Bulan April 2016

No Variabel Nilai p Exp (B)


1 Intensitas Bising 0,05 -
2 Hobi 0,000** 90,67
3 Kebiasaan Penggunaan APT 0,139 -
**) sangat signifikan

Faktor yang mempengaruhi keluhan tinitus adalah hobi yang berkaitan

dengan bising. Nilai p untuk hobi adalah 0,000 yang berarti p<0,01 sehingga

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 57

dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh sangat signifikan antara hobi

terhadap tinitus. Nilai Exp (B) adalah 90,67 yang berarti pekerja yang memiliki

hobi memakai earphone maupun mendengar musik dengan intensitas tinggi

memiliki resiko 90,67 kali untuk mengalami keluhan tinitus dibandingkan yang

tidak memiliki hobi yang berkaitan dengan bising.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Intensitas Kebisingan

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER.13/MEN/X/2011

Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di

Tempat Kerja, Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan untuk waktu pemaparan 8

jam/hari adalah 85 dBA. Hasil pengukuran kebisingan yang dilakukan di bengkel

mesin PT Dok dan Perkapalan Surabaya menunjukkan batas yang melebihi NAB,

yaitu 88,59 dBA selama 8 jam. Intensitas kebisingan yang melebihi NAB di

bengkel mesin disebabkan banyaknya aktivitas yang dilakukan di tempat tersebut,

terutama berkaitan dengan mesin. Suara mesin memang menjadi salah satu

sumber bising di tempat kerja (Mukono, 2006).

Pada titik pengukuran 1, terdapat mesin yang menyala selama 8 jam kerja

yaitu mesin blower. Selain itu, mesin freis dan colter dinyalakan beberapa saat

untuk digunakan. Aktivitas pemotongan besi juga dilakukan beberapa kali di titik

ini, serta pengelupasan cat yang menimbulkan bising yang tinggi saat besi diketuk

dengan palu.

Kebisingan yang terjadi pada titik pengukuran 2 kebanyakan bersumber

dari pemotongan besi dan pengelupasan cat sedangkan mesin bubut tidak

menimbulkan bising saat digunakan. Selain itu, beberapa kali suara crane

mengangkat besi menjadi sumber bising yang cukup tinggi.

58
SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 59

Titik pengukuran 3 terletak di sisi bengkel depan. Aktivitas yang

menimbulkan bising disini ialah kontak fit, yaitu pemasangan baling-baling kapal

untuk menyesuaikan ukurannya. Suara yang ditimbulkan dalam aktivitas ini dapat

mencapai > 100 dBA ditambah suara crane yang berfungsi mengangkat dan

menurunkan baling-baling. Selain itu, di area samping bengkel listrik, terdapat

aktivitas pengelasan yang menambah sumber bising.

Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara pada pihak PT Dok dan

Perkapalan Surabaya, kegiatan yang dilakukan terkait pengendalian kebisingan

antara lain:

1. Pembersihan, pengecekan dan perbaikan mesin secara berkala

2. Tidak ada peredam yang dipasang pada mesin

3. Survey kebisingan jarang dan bahkan tidak pernah dilakukan secara rutin

4. Pada tiap unit kerja/antar mesin, tidak ada barier atau pembatas namun

terdapat batasan antara bengkel mesin dengan bengkel lain,

5. Alat Pelindung Diri berupa earmuff dan earplug sudah disediakan namun

penggunaannya tergantung kesadaran pekerja masing-masing. Masih banyak

pekerja yang tidak menggunakan APT dikarenakan merasa tidak nyaman.

6. Upaya promotif yang dilakukan PT Dok dan Perkapalan Surabaya terkait

keselamatan dan kesehatan kerja yaitu dengan diadakannya penyuluhan oleh

dokter perusahaan yang berkeliling ke setiap bengkel secara rutin yaitu

selama 1 minggu 1 kali.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 60

7. Pemeriksaan kesehatan awal, khusus, maupun berkala tidak dilakukan oleh

PT Dok dan Perkapalan Surabaya namun untuk perekrutan pegawai tahun

2016 ini terdapat pemeriksaan kesehatan awal.

6.2 Prevalensi Noise Induced Hearing Loss (NIHL) pada Pekerja Bengkel

Mesin PT Dok dan Perkapalan Surabaya

Pemeriksaan audiometri dilakukan untuk mengetahui fungsi pendengaran

pekerja baik pada telinga kanan maupun kiri. Pekerja diperdengarkan suara

melalui headphone untuk mengukur ambang pendengaran jenis AC (air

conduction) kemudian diperdengarkan suara melalui alat yang dipasang di bawah

telinga untuk jenis BC (Bone Conduction). Audiogram yang turun pada frekuensi

4000 Hz namun mengalami perbaikan pada 8000 Hz menunjukkan Noise Induced

Hearing Loss (NIHL) dan bila tetap menurun tanpa perbaikan maka merupakan

presbyacusis. Bila grafik AC dan BC menjauh, AC mengalami penurunan pada

frekuensi tertentu maka pekerja mengalami ketulian konduksi. Bila ambang

dengar pekerja ≤ 20 dB maka fungsi pendengaran pekerja adalah normal.

Berdasarkan hasil pemeriksaan audiometri, pekerja di bengkel mesin yang

mengalami ketulian konduksi adalah 11 pekerja, 8 pekerja mengalami NIHL, 2

pekerja mengalami presbyacusis, 15 orang tidak mengalami ketulian

Prevalensi ketulian akibat bising atau Noise Induced Heaing Loss (NIHL)

pada pekerja bengkel mesin di PT Dok dan Perkapalan Surabaya cukup tinggi bila

dibandingkan dengan prevalensi NIHL di dunia menurut WHO yaitu sebesar

16%. Penelitian lain menunjukkan prevalensi NIHL pada pekerja di Malaysia

adalah sebesar 8% (Tahir et al., 2014). Penelitian oleh heru waskito pada pekerja

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 61

perusahaan minyak menunjukkan prevalensi ketulian sensorineural sebesar 18,8%

(Waskito, 2008). Studi lain pada pekerja perusahaan metalurgi di Brazil

menunjukkan prevalensi NIHL sebesar 15,9% (Guerra et al., 2005).

6.3 Faktor yang Mempengaruhi Noise Induced Hearing Loss (NIHL)

6.3.1 Intensitas bising

Hasil analisis pada pekerja bengkel mesin PT Dok dan Perkapalan

Surabaya menunjukkan adanya perbedaan kejadian NIHL pada pekerja yang

bekerja di titik 1 dengan intensitas bising 86,94 dBA, titik 2 dengan intensitas

bising 88,82 dBA dan titik 3 dengan intensitas kebisingan 90,01 dBA selama

8jam. Mayoritas pekerja yang mengalami NIHL bekerja pada titik 3 dengan

intensitas bising yang melebihi ambang batas yaitu 90,01 dBA.

Kebisingan yang melebihi ambang batas yang ditetapkan yaitu 85 dBA

selama 8 jam dapat menyebabkan NIHL seperti yang sudah disebutkan

sebelumnya. NIHL terjadi karena paparan intensitas bising yang tinggi dalam

jangka waktu yang lama dan bersifat permanen. Sebuah penelitian pada pekerja

injeksi LPG menunjukkan adanya pengaruh antara intensitas bising terhadap

kejadian NIHL (Chang et al., 2009). Penelitian lain pada operator mesin kapal feri

juga menunjukkan adanya perbedaan tuli akibat bising antara pekerja yang

terpapar bising < 85 dBA dan > 85 dBA (Jumali et al., 2013). Selain itu, hasil

yang signifikan antara kebisingan dan NIHL juga ditunjukkan dalam penelitian

pada pekerja metalurgi yang terpapar bising 83 dBA sampai 102 dBA (Guerra et

al., 2005).

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 62

6.3.2 Masa kerja

Hasil analisis pada pekerja bengkel mesin PT Dok dan Perkapalan

Surabaya menunjukkan adanya perbedaan kejadian NIHL pada masa kerja > 10

tahun dan ≤ 10 tahun. Pekerja yang terpajan bising melebihi NAB dalam masa

kerja > 10 tahun lebih berisiko mengalami NIHL. Tingkat kejadian NIHL pada

pekerja bengkel mesin dengan masa kerja > 10 tahun adalah 100% karena

didapatkan hasil bahwa seluruh pekerja yang mengalami NIHL di bengkel mesin

PT Dok dan Perkapalan Surabaya memiliki masa kerja > 10 tahun.

Penelitian pada pekerja industri mobil di Pakistan menunjukkan 24 dari 51

pekerja yang mengalami NIHL atau 41,17% pekerja telah bekerja selama 11 - 20

tahun (Jamal et al., 2016). Masa kerja berkaitan dengan waktu paparan bising

yang diterima pekerja. Studi lain menyebutkan bahwa selama lebih dari 10 tahun

hingga 15 tahun lebih berisiko mengalami gangguan pendengaran sensorineural

(Evenson et al., 2012). Penelitian di Indonesia salah satunya pada pekerja home

industry knalpot di Purbalingga juga menunjukkan adanya hubungan antara masa

kerja dengan kejadian NIHL. Sebanyak 16 dari 18 atau 88,8% responden yang

memiliki masa kerja > 10 tahun mengalami NIHL (Permaningtyas et al., 2011).

Selain itu, penelitian yang dilakukan pada operator mesin kapal ferry

menunjukkan 17 dari 23 atau 74% pekerja yang mengalami NIHL memiliki masa

kerja > 10 tahun (Jumali et al., 2013).

6.3.3 Kebiasaan penggunaan APT

Salah satu upaya pengendalian bising adalah penggunaan Alat Pelindung

Telinga berupa earplug maupun earmuff. Pengendalian yang paling efektif

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 63

sebenarnya adalah mengurangi bising dari sumbernya atau menjauhkan pekerja

dari sumber bising. Penggunaan APT dilakukan jika pengendalian secara

engineering dan administratif masih belum efektif. Jika tidak memungkinkan,

maka penggunaan APT merupakan satu-satunya jalan untuk melindungi pekerja

dari paparan kebisingan (NIOSH, 1998). Alat Pelindung Telinga (APT) baik

earplug maupun earmuff dapat mereduksi tingkat kebisingan yang diterima

pekerja tergantung karakteristik dan cara penggunaanya. Earplug dapat

menurunkan tingkat kebisingan 15 - 30 dB sedangkan earmuff menurunkan

kebisingan yang diterima sebesar 30 – 40 dB (NIOSH, 1998). Kombinasi

penggunaan earplug dan earmuff menambah 10 – 15 dB dalam menurunkan

kebisingan yang diterima (Kohan et al., 2015).

Hasil analisis kebiasaan penggunaan APT pada pekerja bengkel mesin PT

Dok dan Perkapalan Surabaya menunjukkan adanya pengaruh antara penggunaan

APT dan NIHL. Pekerja yang tidak pernah menggunakan APT lebih berisiko

mengalami NIHL dibandingkan yang selalu dan hanya terkadang menggunakan

APT dan mayoritas APT yang digunakan berupa earplug. Selain itu, kebiasaan

penggunaan APT merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap NIHL di

bengkel mesin PT Dok dan Perkapalan Surabaya.

Penelitian pada pekerja industri mobil di Pakistan menunjukkan hasil

serupa yaitu 78,4% pekerja yang terkadang menggunakan APT mengalami NIHL

(Jamal et al., 2016). Kebiasaan penggunaan APT dan kejadian NIHL juga

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan pada penelitian di bengkel

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 64

lambung selatan PT Dok dan Perkapalan Surabaya dengan tingkat bising 90,3 dB

(Machtum, 2010).

Pekerja bengkel mesin PT DPS dapat menggunakan earplug saat bekerja

karena paparan bising di bengkel mesin adalah 88,59 dBA selama 8jam sehingga

akan mereduksi paparan bising tersebut menjadi kurang lebih 73,59 dBA.

Efektifitas penggunaan APT akan maksimal bila dipakai dengan benar dan

kondisi alat masih baik.

6.3.4 Hobi

Hobi yang berkaitan dengan bising misalnya mendengarkan musik dengan

suara kencang atau dengan menggunakan earphone dapat menimbulkan terjadinya

NIHL. Penelitian yang dilakukan rahadian pada mahasiswa yang hobi

menggunakan earphone dengan intensitas tinggi menunjukkan adanya pergeseran

nilai ambang pendengaran sementara (Rahadian et al., 2010). Apabila kebiasaan

ini dilakukan terus menerus, maka dapat menyebabkan ketulian secara permanen.

Hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh antara hobi yang berkaitan

dengan bising terhadap NIHL di bengkel mesin PT Dok dan Perkapalan Surabaya.

Hobi yang berkaitan dengan bising di bengkel mesin adalah mendengarkan musik

dengan suara kencang dan menggunakan earphone. Penelitian lainnya pada

pelajar di India yang memiliki hobi menggunakan earphone menunjukkan adanya

hubungan dengan terjadinya ketulian yaitu sebesar 36,06% (Manisha et al., 2015)

dan pada remaja korea yang menggunakan earphone menunjukkan adanya

hubungan dengan ketulian (p<0,05) (Kim et al., 2009).

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 65

6.4 Prevalensi Tinitus pada Pekerja Bengkel Mesin PT Dok dan

Perkapalan Surabaya

Tinitus dapat terjadi pada seseorang yang mengalami ketulian

sensorineural khususnya yang disebabkan oleh pajanan bising (NIDCD, 2010).

Pada pekerja yang terpapar bising, tinitus dapat muncul langsung maupun

beberapa waktu setelah terpapar bising dan dapat terjadi selama berhari-hari

bahkan tahunan (Harrianto, 2008).

Keluhan tinitus dialami oleh pekerja di bengkel mesin sebanyak 20 orang

atau sebesar 54,1%. Prevalensi tinitus lebih tinggi dari prevalensi NIHL karena

tinitus dapat menjadi tahap awal seseorang mengalami NIHL maupun menjadi

gejala dari NIHL. Pekerja dengan audiogram yang masih normal dapat pula

mengalami tinitus dan hal ini dapat menunjukkan adanya tahap awal terjadinya

kerusakan syaraf pendengaran. Apabila pekerja terpapar bising terus menerus,

dapat menyebabkan kerusakan syaraf pendengaran dan menjadi ketulian

permanen atau NIHL. Tinitus terjadi karena syaraf pendengaran mulai rusak dan

otak salah mempersepsikan suara yang diterima.

Sebuah penelitian pada pekerja terpajan bising di US menunjukkan

prevalensi tinitus sebesar 15% (Masterson et al., 2016). Menurut WHO, 50% dari

pekerja terpajan bising secara kronis, mengaami keluhan tinitus. Penelitian oleh

Maurício Malavasi Gananca menunjukkan 37,8% kejadian keluhan tinitus

disebabkan oleh pajanan bising (Gananca et al., 2011). Penelitian lain pada

pekerja industri tepung menunjukkan prevalensi keluhan tinitus sebesar 38,1%

(Ibrahim et al., 2014) sehingga dapat disimpulkan bahwa prevalensi kejadian

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 66

keluhan tinitus pada pekerja bengkel mesin PT Dok dan Perkapalan Surabaya

cukup tinggi bila dibandingkan dengan penelitian serupa.

Derajat keparahan tinitus yang dialami pekerja dapat diukur dengan

menggunakan Tinnitus Handicap Inventory (THI) untuk melihat seberapa jauh

tinitus tersebut mengganggu aktivitas pekerja (Newman et al., 1996). Setelah THI

diisi dan dilakukan skoring, penentuan derajat keparahan dapat ditentukan sesuai

yang telah dikembangkan penelitian oleh McCombe tahun 2001 (McCombe et al.,

2001). Kuesioner ini juga telah diadopsi ke dalam bahasa indonesia dan divalidasi

oleh Jenny E. Bashiruddin dan Tim, yang hasilnya kuesioner ini dapat digunakan

untuk menentukan derajat keparahan tinitus yang dialami seseorang (Bashiruddin

et al., 2015).

Berdasarkan hasil kuesioner pada 20 responden yang mengalami keluhan

tinitus, 11 diantaranya atau 55% mengalami Slight Tinnitus, yang berarti hanya

terjadi saat tertentu atau terdengar disaat sunyi. Tinitus tidak mengganggu tidur

maupun aktivitas sehari-hari. Mild Tinnitus dialami oleh 6 pekerja atau 30% yang

berarti tinitus akan mudah tertutupi dengan suara lingkungan meskipun lebih

sering timbul. Sesekali tinitus dapat mengganggu tidur. Selanjutnya, 3 pekerja

lainnya atau 15% mengalami Moderate Tinnitus. Tinitus masih dapat terdengar

meskipun ada suara lingkungan tetapi masih dapat beraktivitas sehari-hari.

6.5 Faktor yang Mempengaruhi Tinitus

6.5.1 Intensitas bising

Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan tinitus pada pekerja yang

bekerja di titik 1 dengan intensitas bising 86,94 dBA, titik 2 dengan intensitas

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 67

bising 88,82 dBA dan titik 3 dengan intensitas kebisingan 90,01 dBA selama

8jam. Mayoritas pekerja yang mengalami tinitus, terpapar bising 88,82 dBA

selama 8 jam.

Paparan bising dapat menyebabkan tinitus secara langsung selama

beberapa jam setelah terpapar bising. Penelitian pada remaja dengan paparan

bising hingga 110 dBA menunjukkan adanya pengaruh intensitas bising dengan

keluhan tinitus (Rahadian et al., 2010). Studi lainnya pada pekerja yang terpapar

bising di US menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap paparan

bising dengan kejadian tinitus (Masterson et al., 2016).

6.5.2 Masa kerja

Tinitus yang terjadi akibat bising dapat terjadi langsung maupun kronis

sampai mengganggu tidur maupun aktivitas sehari-hari. Masa kerja tidak

berpengaruh terhadap tinitus karena keluhan tinitus sendiri dapat terjadi pada

pekerja yang memiliki masa kerja ≤ 10 tahun bahkan secara langsung pada

pekerja yang terpapar bising. Penelitian pada pekerja pusdiklat migas Cepu juga

menunjukkan tidak adanya pengaruh antara masa kerja dengan keluhan tinitus

(Purintyas, 2010). Studi lain menunjukkan tidak adanya pengaruh antara lamanya

paparan dengan tinitus pada pekerja terpapar bising (Dejonckere et al., 2009)

6.5.3 Hobi

Hobi mendengarkan musik dengan suara kencang maupun dengan

menggunakan earphone dapat meningkatkan risiko terjadinya keluhan tinitus

karena hobi tersebut juga menimbulkan adanya paparan bising kepada pekerja.

Paparan bising yang ditimbulkan dari earphone lebih tinggi bila dibandingkan

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 68

saat musik didengarkan tanpa earphone karena sumber bising menjadi lebih dekat

(Rahadian, 2010). Tinitus juga merupakan tahap awal terjadinya NIHL (NIDCD,

2010). Hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh hobi terhadap keluhan tinitus

pada pekerja bengkel mesin PT Dok dan Perkapalan Surabaya dan merupakan

faktor yang paling berpengaruh terhadap keluhan tinitus. Sebuah penelitian pada

pelajar yang menggunakan earphone menunjukkan bahwa 34,4% mengalami

tinitus (Wandadi et al., 2014).

6.5.4 Kebiasaan penggunaan APT

Kebiasaan penggunaan APT yang baik dan benar dapat mereduksi paparan

bising yang diterima oleh pekerja sehingga dapat mencegah terjadinya ketulian

dan tinitus. Penelitian oleh Ipop Sakti Purintyas pada pekerja pusdiklat migas

cepu menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan penggunaan

APT dengan tinitus (Purintyas, 2005). Hasil analisis menunjukkan adanya

perbedaan kejadian tinitus pada pekerja yang selalu menggunakan APT dan

terkadang maupun tidak pernah menggunakan APT. Pekerja bengkel mesin yang

terpajan bising kebanyakan jarang menggunakan APT namun mengeluhkan tinitus

meskipun tidak mengalami NIHL.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

1. Prevalensi Noise Induced Hearing Loss (NIHL) pada pekerja bengkel mesin

PT Dok dan Perkapalan Surabaya termasuk tinggi (21,6%) bila dibandingkan

dengan penelitian lain yang serupa dan dipengaruhi oleh kebiasaan

penggunaan Alat Pelindung Telinga (APT) dan hobi yang berkaitan dengan

bising. Pekerja yang tidak menggunakan APT berisiko 0,036 kali mengalami

NIHL dan yang memiliki hobi berkaitan dengan bising berisiko 13,87 kali

mengalami NIHL.

2. Prevalensi tinitus pada pekerja bengkel mesin PT Dok dan Perkapalan

Surabaya termasuk tinggi (54%) bila dibandingkan penelitian lain yang serupa

dan dipengaruhi oleh hobi yang berkaitan dengan bising. Pekerja yang

memiliki hobi yang berkaitan dengan bising berisiko 90,67 kali mengalami

tinitus.

7.2 Saran

1. Bagi PT Dok dan Perkapalan Surabaya, survey kebisingan secara rutin perlu

dilakukan di PT Dok dan Perkapalan Surabaya. Selain itu, Pemeriksaan

kesehatan berkala dan khusus perlu dilakukan di PT Dok dan Perkapalan

Surabaya untuk deteksi dini adanya gangguan kesehatan yang dialami

pekerja. Pemeriksaan kesehatan awal sebaiknya selalu dilaksanakan saat ada

penerimaan pegawai baru.

69
SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 70

2. Bagi pekerja, kesadaran akan penggunaan APD saat bekerja perlu

ditingkatkan mengingat APD sudah disediakan dan selalu ada tindakan

promotif yang rutin dilakukan di PT Dok dan Perkapalan Surabaya. Earplug

cukup efektif bila digunakan untuk mereduksi tingkat kebisingan di Bengkel

Mesin PT DPS. Selain itu, pekerja perlu mengurangi kebiasaan

mendengarkan musik menggunakan earphone dengan kencang serta

mengurangi hobi lain yang berkaitan dengan bising.

3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian terhadap faktor lain yang berpotensi

menimbulkan terjadinya Noise Induced Hearing Loss (NIHL) dan tinitus

dapat dilakukan agar diperoleh hasil yang lebih baik lagi.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR PUSTAKA

Able Hearing, 2015. About Hearing


http://www.ablehearing.com.au/#!hearing/c1jw6 [17 Januari 2016].

Ameilia, N., Sari, C., dan Nugrahini., H., 2016. Rekapitulasi Hasil Pengukuran
Kebisingan di PT Dok dan Perkapalan Surabaya. Laporan. Politeknik
Kesehatan Surabaya

Atmaca, E., Peker, I. and Altin, A., 2005. Industrial Noise and Its Effect on
Humans. Polish Journal of Environmental Studies, 14(6), pp. 721 - 726.

Audiology Specialist, t.thn. Anatomy of The Ear.


http://www.audiologyspecialists.com/anatomy-of-the-ear/ [10 Desember
2015].

Bashiruddin, J E., Alviandi, W., Reinaldo, A., Safitri, E D., Pitoyo, Y., and
Ranakusuma, R W., 2015. Validity and Reliability of The Indonesian
Version of Tinnitus Handycap Inventory. Medical Journal of Indonesia,
24(1), pp. 36 - 42.

Cahyadi, D., 2011. Pengukuran Lingkungan Fisik Kerja dan Workstation di


Kantor Pos Pusat Samarinda. Jurnal Eksis, 7(2), pp. 1931 - 1938.

Chandra, B., 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.

Dejonckere, P. H., Coryn, C. and Lebacq, J., 2009. Experience with a Medicolegal
Decision-Making System for Occupational Hearing Loss–Related
Tinnitus. International Tinnitus Journal, 15(2), pp. 185 - 192.

Duthey, B., 2013. Background Paper 6.12 Hearing Loss. Geneva: WHO

Darmawan, V., 2013. Hubungan Karakteristik Individu dengan Nilai Ambang


Dengar pada Tenaga Kerja di Gudang 4 dan Gudang 5 PT. Bangun
Sarana Baja. Skripsi. Universitas Airlangga

71
SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 72

Evenson, E., Dobie, R A., Rabinowitz, P., Crawford, J., Kopke, R., Kirchner, D
B., and Hudson, T W., 2012. Occupational Noise-Induced Hearing Loss.
Journal of Occupational and Environmental Medicine, 54(1), pp. 106 -
108.

Fioretti, A. B., Fusetti, M. and Eibenstein, A., 2013. Assosiation between Sleep
Disorder, Hyperacusis and Tinnitus: Evaluation with Tinnitus
Questionnaires. Noise and Health, 15(63), pp. 91 - 95.

Gananca, M M., Caovilla, H H., Gazzola, J M., Gananca, C F., and Gananca, F F.,
2011. Betahistine in The Treatment of Tinnitus in Patients with
Vestibular Disorder. Journal of Otorhinolaryngol, 77(4), pp. 499 - 503.

Harrianto, R., 2008. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC.

HSA, 2007. Guidelines on Hearing Checks and Audiometry Under The Safety ,
Health and Welfare at Work. Dublin: Health and Safety Authority.

Ibrahim, I. B., Aremu, A. S., Ajao, K. R. and Ojelabi, A. T., 2014. Evaluation of
Noise Pollution and Effects on Workers during Wheat Processing.
Journal of Applied Science and Environmental Manage, 18(4), pp. 599 -
601.

Jamal, A., Putus, T., Savolainen, H., Liesivouri, J., and Tanoli, Q., 2016. Noise
Induced Hearing Loss and Its Determinants in Workers of an Automobile
Manufacturing Unit in Karachi, Pakistan. Madridge Journal of
Otorhinolar, 1(1), pp. 1 - 10.

Jumali., Andriani, S., Subhi, M., Suprijanto, D., Handayani, W D A., Chodir.,
Noviarmi, F S I., dan Indahwati, L., 2013. Prevalensi dan Faktor Risiko
Tuli Akibat Bising pada Operator Mesin Kapal Ferri. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional, 7(12), pp. 545 - 550.

Joseph, B., 2009. Enviromental Studies. 2nd penyunt. New Delhi: Tata McGraw-
Hill Publishing Company Limited.

Kemenkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kemenkes RI.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 73

Keputusan Menteri Kesehatan No 1405 Tahun 2002 tentang Persyaratan


Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri,

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat


Kebisingan

Keputusan Menteri Tenaga Kerja No KEP–51/MEN/I999 tentang Nilai Ambang


Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja

Kim, M. G., Hong, S. M., Shim, H. J., Kim, Y. D., Cha, C. I., and Yeo, S. G.,
2009. Hearing Threshold of Korean Adolescents Associated with the Use
of Personal Music Players. YMJ, 50(6), pp. 771 - 776.

Kohan, D., Heman-ackah, S. E. and Chandrasekhar, S. S., 2015. Noise Induced


Hearing Loss.
http://oxfordmedicine.com/view/10.1093/med/9780199843985.001.0001/
med-9780199843985-chapter-3?rskey=XcRxWU&result=3 [16 Mei
2016].

Listyaningrum, A. W., 2011. Pengaruh Intensitas Kebisingan terhadap Ambang


Dengar pada Tenaga Kerja di PT Sekar Bengawan Kabupaten
Karanganyar, skripsi. Universitas Sebelas Maret.

Lumonang, N. P., Moningka, M. dan Danes, V. R., 2015. Hubungan Bising dan
Fungsi Pendengaran pada Teknisi Mesin Kapal yang Bersandar di
Pelabuhan Bitung. e-Biomedik, 3(3), pp. 728 - 732.

Lwanga, S.K., and Lemeshow, S., 1991. Sample Size Determination in Health
Studies: A Practical Manual. Geneva: WHO

Machtum, U., 2010. Hubungan Antara Masa Kerja dengan Ambang Dengar
Pekerja yang Terpapar Bising (Studi di Bengkel Lambung Selatan PT
Dok dan Perkapalan Surabaya). skripsi. Universitas Airlangga

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 74

Manisha, N., Mohammed, N. A., Somayaji, G., Kallikkadan, H., and Mubeena,
2015. Effects of Personal Music Players and Mobiles with Ear Phones on
Hearing in Students. Journal of Dental and Medical Sciences, 14(2), pp.
31 - 35.

Masterson, E. A. et al., 2016. Hearing Difficulty and Tinnitus Among U.S.


Workers and Non Workers in 2007. American Journal of Industrial
Medicine, Volume 59, pp. 290 - 300.

McCombe, A., Baguley, D., Coles, R., McKenna, L., Windley-Taylor, P., and
McKinney, C., 2001. Guidelines for The Grading of Tinnitus Severity.
Clinical Otolaryngol, Volume 26, pp. 388 - 393.

Moeljosoedarmo, S., 2008. Higiene Industri. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Mukono, 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga


University Press.

Nelson, I. D., Nelson, R. Y., Concha-barrientos, M. and Fingerhut, M., 2005. The
Global Burden of Occupational Noise-Induced Hearing Loss. American
Journal of Industrial Medicine, Volume 48, pp. 446-458.

Newman, C. W., Jacobson, G. P. and Spitzer, J. B., 1996. Development of The


Tinnitus Handicap Inventory. Arch Otolaryngol Head and Neck Surgery,
Volume 122, pp. 143 - 148.

NIDCD, 2010. Tinnitus Fact Sheet.


https://www.nidcd.nih.gov/staticresources/health/hearing/TinnitusFS.pdf
[01 Desember 2015].

NIOSH, 1998. Criteria for a Recommended Standard: Occupational Noise


Exposure. Ohio: NIOSH.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011


Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia
di Tempat Kerja

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 75

Permaningtyas, L. D., Darmawan, A. B. dan Krisnansari, D., 2011. Hubungan


Lama Masa Kerja dengan Kejadian NIHL pada Pekerja Home Industry
Knalpot di Kelurahan Purbalingga Lor. Mandala of Health, 5(3), pp. 1 -
5.

Purintyas, I. S., 2006. Hubungan Antara Paparan Kebisingan dengan Keluhan


Tinnitus pada Tenaga Kerja (Studi di Unit Power Plant Pusdiklat Migas
Cepu). skripsi. Universitas Airlangga

Rahadian, J., Prastowo, N. A. dan Haryono, R., 2010. Pengaruh Penggunaan


Earphone terhadap Fungsi Pendengaran remaja. Majalah Kedokteran
Indonesia, 60(10), pp. 468 - 473.

Schnupp, J., Nelken, E. dan King, A., t.thn. Clinical Audiogram and Hearing
Level. https://auditoryneuroscience.com/acoustics/clinical_audiograms
[17 Januari 2016].

Slamet, J. S., 2006. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University


Press.

Syaifuddin, 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3.


Jakarta: EGC.

Syaifuddin, 2009. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi


2. Jakarta: Salemba Medika.

Tahir, N., Aljunid, S. M., Hashim, J. H. and Begum, J., 2014. Burden of Noise
Induced Hearing Loss among Manufacturing Industrial Workers in
Malaysia. Iranian Journal of Public Health, 43(3), pp. 148 - 153.

Wandadi, M., Rashedi, V. & Heidari, A., 2014. The Prevalence of Using Personal
Music Player and Listening Habits in Iranian Medical Students. Journal
of Rehabilitation Sciences and Research, I(2), pp. 30 - 32.

Waskito, H., 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Pendengaran


Sensorineural Pekerja Perusahaan Minyak. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional, 2(5), pp. 220 - 225.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 76

WCB, 2014. A Clinical Guide's to Noise Induced Hearing Loss.


http://www.wcb.ab.ca/pdfs/providers/HFS_hearing_loss.pdf
[10 Desember 2015].

WHO, 2011. Burden of Disease From Environmental Noise. Copenhagen: World


Health Organization.

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... PUTRI BERLIANA SYAH


ISSN : 2598–3814 (Online), ISSN : 1410–4520 (Cetak)

AMBANG BATAS KEBISINGAN LINGKUNGAN KERJA AGAR


TETAP SEHAT DAN SEMANGAT DALAM BEKERJA

Muslih Nasution
Dosen Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik UISU
muslih.nasution@ft.uisu.ac.id

Abstrak
Bising merupakan media pengganggu dalam lingkungan kerja, sehingga perlu penanganan yang lebih baik agar
tidak mengganggu aktifitas kehidupan sehari-hari, kemampuan setiap orang dalam menerima suara bising tidak
sama, apa lagi diterima dalam waktu yang lama dan frequensi yang tinggi dalam seharian dapat menimbulkan
rasa tidak nyaman, bahkan menimbulkan rasa pekak yang berkepanjangan, dan dapat mengganggu kesehatan,
sehingga perlu penanganan serius untuk membuat lingkungan kerja jadi nyaman dalam seharian dengan

Kata-Kata Kunci : Ambang Batas, Bising, Lingkungan, Suara,

I. Pendahuluan
1. Mesin
Suasana di dalam kantor dan pabrik tidak Kebisingan yang ditimbulkan oleh aktifitas
mungkin terlepas dari hingar bingar percakapan. mesin-mesin industri maupun pabrik.
mulai dari suara dering telepon sampai dengan 2. Vibrasi
langkah kaki orang-orang yang hilir-mudik bisa Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran
membuat Anda merasa tidak nyaman sehingga Anda yang ditimbulkan akibat gesekan, benturan atau
kehilangan konsentrasi saat bekerja. Kinerja dan ketidak seimbangan gerakan bagian mesin.
performa anda di kantor akan menurun dan sudah Terjadi pada roda gigi, roda gila, batang torsi,
pasti akan mempengaruhi percaya diri dalam bekerja piston, fan, bearing, dan lain-lain.
tersebut. Lingkungan kerja yang terlampau berisik 3. Pergerakan udara, gas dan cairan
bisa mengakibatkan situasi yang kontra-produktif, Kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan
tidak sehat, dan menjengkelkan. udara, gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja
Bunyi yang berlangsung secata terus menerus industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas,
yayitu merupakan perubahan tekanan udara yang outlet pipa, gas buang, jet, flare boom, dan lain-
diterima oleh telinga disekitar kita yang merupakan lain.
gelombang longitudinal yang merambat melalui
media perantara 2.2 Zona Kebisingan
Sedangkan suara yang merupakan sinyal-sinyal Daerah dibagi sesuai dengan titik kebisingan
yang dapat diukur dalam Hertz(Hz). Manusia dapat yang diizinkan
mendengar sekitar 20 s/d 20 kHz. Suara dibawah Zona A : Intensitas 35 – 45 dB. Zona yang
20Hz disebut infrasonik dan suara melebihi 20kHz diperuntukkan bagi tempat penelitian,
disebut ultrasonik. RS, tempat perawatan kesehatan/sosial
Bising adalah suara yang sangat mengganggu dan & sejenisnya.
tidak dikendaki oleh siapapun yang disebabkan oleh Zona B : Intensitas 45 – 55 dB. Zona yang
sumber suara yang bergetar yang akan membuat diperuntukkan bagi perumahan, tempat
molekul-molekul udara disekitar sekitarnya akan pendidikan dan rekreasi.
turut bergetar. Suara yang melebihi ambang batas Zona C : Intensitas 50 – 60 dB. Zona yang
akan mengganggu aktifitas manusia yang sedang diperuntukkan bagi perkantoran,
bekerja di lingkungan kita berada. Perdagangan dan pasar.
Zona D : Intensitas 60 – 70 dB. Zona yang
II. Pembahasan diperuntukkan bagi industri, pabrik,
stasiun KA, terminal bis dan sejenisnya.
2.1 Sumber bising
Sumber kebisingan diperoleh dari industri- Zona Kebisingan menurut IATA (International
industri oleh aktifitas mesin mesin yang beroperasi Air Transportation Association)
Sumber bising ialah sumber bunyi yang kehadirannya Zona A: intensitas > 150 dB → daerah berbahaya dan
dianggap mengganggu pendengaran baik dari sumber harus dihindari
bergerak maupun tidak bergerak. Umumnya sumber Zona B: intensitas 135-150 dB → individu yang
kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, terpapar perlu memakai pelindung telinga
perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga, (earmuff dan earplug)
alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga. Di Zona C: 115-135 dB → perlu memakai earmuff
Industri, sumber kebisingan dapat di klasifikasikan Zona D: 100-115 dB → perlu memakai earplug
menjadi 3 macam, yaitu:

Buletin Utama Teknik Vol. 15, No. 1, September 2019 87


ISSN : 2598–3814 (Online), ISSN : 1410–4520 (Cetak)

2.3 Pengukuran Kebisingan 8


Untuk mengukur kebisingan di lingkungan kerja 𝑇=
2(𝐿 − 85). 3 − 1
dapat dilakukan dengan menggunakan alat Sound
Level Meter. Sebelumnya, intensitas bunyi adalah L = {[2 log (8.T-1)]}.3}+85
jumlah energi bunyi yang menembus tegak lurus
bidang per detik. Metode pengukuran akibat Keterangan:
kebisingan di lokasi kerja, yaitu: T = Waktu (jam)
1. Pengukuran dengan titik sampling L = Pajanan kebisingan
Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga
melebihi ambang batas hanya pada satu atau Tabel 1. Nilai ambang batas kebisingan
beberapa lokasi saja. Pengukuran ini juga dapat No Tingkat Kebisingan Pemajan
dilakukan untuk mengevalusai kebisingan yang (dB) Harian
disebabkan oleh suatu peralatan sederhana, 1. 82 16 Jam
misalnya kompresor/generator. Jarak pengukuran 2. 83,3 12 Jam
dari sumber harus dicantumkan, misal 3 meter 3. 85 8 Jam
dari ketinggian 1 meter. Selain itu juga harus 4. 88 4 Jam
diperhatikan arah mikrofon alat pengukur yang 5. 91 2 Jam
digunakan. 6. 94 1 Jam
7 97 30 Menit
8 100 15 Menit

Kebisingan di atas 80 dB dapat menyebabkan


kegelisahan, tidak enak badan, kejenuhan mendengar,
sakit lambung, dan masalah peredaran darah.
Kebisingan yang berlebihan dan berkepanjangan
terlihat dalam masalahmasalah kelainan seperti
penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan luka
perut. Pengaruh kebisingan yang merusak pada
efisiensi kerja dan produksi telah dibuktikan secara
statistik dalam beberapa bidang industri
Gambar 1 : Sound Level Meter
2.5 Ganggua Kebisingsn
Bising dapat menyebabkan berbagai gangguan
2. Pengukuran dengan peta kontur
seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis,
Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat
gangguan komunikasi dan ketulian. Ada yang
bermanfaat dalam mengukur kebisingan, karena
menggolongkan gangguannya berupa gangguan
peta tersebut dapat menentukan gambar tentang
Auditory, misalnya gangguan terhadap pendengaran
kondisi kebisingan dalam cakupan area.
dan gangguan non Auditory, seperti gangguan
Pengukuran ini dilakukan dengan membuat
komunikasi, ancaman bahaya keselamatan,
gambar isoplet pada kertas berskala yang sesuai
menurunya performan kerja, stres dan kelelahan.
dengan pengukuran yang dibuat. Biasanya dibuat
Lebih rinci dampak kebisingan terhadap kesehatan
kode pewarnaan untuk menggambarkan keadaan
pekerja dijelaskan sebagai berikut :
kebisingan, warna hijau untuk kebisingan dengan
a. Gangguan Fisiologis
intensitas di bawah 85 dBA, warna oranye untuk
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat
tingkat kebisingan yang tinggi di atas 90 dBA,
mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau
warna kuning untuk kebisingan dengan intensitas
yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa
antara 85–90 dBA.
peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg),
peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah
2.4 Nilai Ambang Batas Kebisingan
perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat
Nilai Ambang Batas Kebisingan (NAB) menurut
menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
Kepmenaker No. per-51/ MEN/ 1999, ACGIH, 2008
Bising dengan intensitas tinggi dapat
dan SNI 16-7063-2004 adalah 85dB untuk pekerja
menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini
yang sedang bekerja selama 8 jam perhari atau 40 jam
disebabkan bising dapat merangsang
perminggu. Nilai ambang batas untuk kebisingan di
situasi reseptor vestibular dalam telinga dalam
tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan
yang akan menimbulkan evek pusing/vertigo.
merupakan rata-rata yang masih diterima tenaga kerja
Perasaan mual,susah tidur dan sesak nafas
tanpa menghilangkan daya dengar yang tetap untuk
disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem
waktu terus-menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau
saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin,
40 jam perminggu. Menurut Permenaker No. per-
tekanan darah, sistem pencernaan dan
51/MEN/1999, ACGIH dan SNI 16- 7063-2004,
keseimbangan elektrolit.
waktu maksimum bekerja dapat dirumuskan sebagai
berikut:
88 Buletin Utama Teknik Vol. 15, No. 1, September 2019
ISSN : 2598–3814 (Online), ISSN : 1410–4520 (Cetak)

.b. Gangguan Psikologis * Pengaruh obat-obatan, beberapa obat-obatan


Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak dapat memperberat (pengaruh synergistik)
nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, dan ketulian apabila diberikan bersamaan
cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam dengan kontak suara, misalnya quinine,
waktu lama dapat menyebabkan penyakit aspirin, dan beberapa obat lainnya
psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, * Keadaan Kesehatan
kelelahan dan lain-lain. c. Trauma Akustik
c. Gangguan Komunikasi Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan merusak sebagian atau seluruh alat pendengaran
masking effect (bunyi yang menutupi yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal
pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan atau beberapa pajanan dari bising dengan
kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus intensitas yang sangat tinggi, ledakan-ledakan
dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini atau suara yang sangat keras, seperti suara
menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai ledakan meriam yang dapat memecahkan
pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena gendang telinga, merusakkan tulang
tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. pendengaran atau saraf sensoris pendengaran.
Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung d. Prebycusis
membahayakan keselamatan seseorang. Penurunan daya dengar sebagai akibat
d. Gangguan Keseimbangan pertambahan usia merupakan gejala yang
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan dialami hampir semua orang dan dikenal
kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang, dengan prebycusis (menurunnya daya dengar
yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis pada nada tinggi). Gejala ini harus
berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual. diperhitungkan jika menilai penurunan daya
e. Efek pada pendengaran dengar akibat pajanan bising ditempat kerja.
Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah e. Tinitus
kerusakan pada indera pendengaran, yang Tinitus merupakan suatu tanda gejala awal
menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah terjadinya gangguan pendengaran . Gejala yang
diketahui dan diterima secara umum dari zaman ditimbulkan yaitu telinga berdenging. Orang
dulu. Mula-mula efek bising pada pendengaran yang dapat merasakan tinitus dapat merasakan
adalah sementara dan pemuliahan terjadi secara gejala tersebut pada saat keadaan hening seperti
cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. saat tidur malam hari atau saat berada diruang
Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus di area pemeriksaan audiometri (ILO, 1998).
bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak 30 dB : suara lemah berbisik
dapat normal kembali, biasanya dimulai pada 85 dB : batas aman, sebaiknya gunakan
frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas pelindung telinga
kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai 90 dB: dapat merusak pendengaran dalam waktu
frekuensi yang biasanya digunakan untuk 8 jam, contoh: suara pemotong rumput, suara truck di
percakapan. jalanan macet
100 dB :merusak pendengaran dalam waktu 2
2.6 Macam-macam gangguan pendengaran jam, contoh :suara gergaji mesin, suara melalui
Macam-macam gangguan pendengaran telephone
(ketulian), dapat dibagi atas : 105 dB: merusak pendengaran dalam waktu 1
a. Tuli sementara (Temporaryt Treshold Shift =TTS) jam, contoh : suara helikopter, suara mesin pemecah
Diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan batu.
intensitas tinggi. Seseorang akan mengalami 115 dB: merusak pendengaran dalam waktu 15
penurunan daya dengar yang sifatnya sementara menit, contoh : tangisan bayi, riuh di stadion
dan biasanya waktu pemaparan terlalu singkat. sepakbola
Apabila tenaga kerja diberikan waktu istirahat 120 dB: merusak pendengaran dalam waktu 7,5
secara cukup, daya dengarnya akan pulih menit, contoh : suara konser musikk rock
kembali. 125 dB: ambang rasa nyeri ditelinga bagian
b. Tuli Menetap (Permanent Treshold Shift =PTS) dalam, contoh : suara mercon dan sirene
Diakibatkan waktu paparan yang lama (kronis), 140 dB: membahayakan pendengaran dalam waktu
besarnya PTS di pengaruhi faktor-faktor sebagai singkat, contoh : suara tembakan dan mesin jet
berikut :
*. Tingginya level suara III. Kesimpulan
* Lama paparan
* Spektrum suara 1. Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal
* Temporal pattern, bila kebisingan yang tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang
kontinyu maka kemungkinan terjadi TTS ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga
akan lebih besar tidak menimbulkan gangguan kesehatan
* Kepekaan individu manusia dan kenyamanan lingkungan.

Buletin Utama Teknik Vol. 15, No. 1, September 2019 89


ISSN : 2598–3814 (Online), ISSN : 1410–4520 (Cetak)

2. Untuk kesehatan dianjurkan bekerja pada batas [5] Keputusan Menteri Lingkungan Hidung
ambang kebisingan artinya pada 85 dB dalam Nomor : KEP-48/MENLH/11/1996 tentang
waktu 8 jam perhari Baku Tingkat Kebisingan.
[6] Machfoeds, ircham, 2003, Pengelolaan
Daftar Pustaka Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
Yogyakarta: fitramaya
[1] Darsono, Valentinus, 1995, Pengantar Ilmu [7] Mulia, Ricki, 2005, Kesehatan
Lingkungan. Yogyakarta: Penerbitan Lingkungan.Yogyakarta: Grahara Ilmu.
Universitas Atma Jaya. [8] Nasri, 1997, Teknik Pengukuran dan
[2] Joko, S. (Penerjemah), 1995, Deteksi Dini Pemantauan Kebisingan di Tempat Kerja.
Penyakit Akibat Kerja. WHO. [9] Sastrowinoto, 1985, Penanggulangan Dampak
[3] Kadir, sunarto, 2010, Dasar-dasar Kesehatan Pencemaran Udara Dan Bising Dari Sarana
Lingkungan. Gorontalo: Universitas negeri Transportasi, Jakarta
Gorontalo. [10] UNILA. Tanpa Tahun. Kebisingan.
[4] Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: http://digilib.unila.ac.id/868/7/ BAB%20II.
KEP-51/men/1999 tentang Nilai Ambang pdf (diakses pada tanggal 30 Des. 15)
Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.

90 Buletin Utama Teknik Vol. 15, No. 1, September 2019


Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570

Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di


PC GKBI Medari Sleman Yogyakarta
Maria Gasparina Sinamude1*, Ariyanto Nugroho2, Azir Alfanan3
1,2,3,
Program Studi Kesehatan Masyarakat Program Sarjana, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Respati
Yogyakarta

*Email: mariagasparina393@gmail.com
*Penulis korespondensi: Jln Tajem, Gang Panji 2, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta

INFO ARTIKEL ABSTRAK

Menurut WHO di semua wilayah di Dunia tingkat kebisingan kerja


Riwayat Naskah
Dikirim 02 Mei 2021
masih menjadi masalah yang tinggi. Seperti di Amerika Serikat (AS),
Direvisi 18 Desember 2021 lebih dari 30 juta pekerja terpapar kebisingan berbahaya. Selanjutnya di
Diterima 20 Januari 2022 Jerman, 4 sampai 5 juta orang (12−15% dari angkatan kerja) terpapar
pada tingkat kebisingan yang berbahaya. Di Indonesia sendiri
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Pabrik Produksi Makanan
Hewan Surabaya, melibatkan 34 responden yang di jadikan sampel
penelitian mendapatkan hasil yaitu dari 34 pekerja, 15% dinyatakan
mengalami tingkat stres kerja rendah, 59% dinyatakan mengalami
tingkat stres sedang, dan 26% dinyatakan mengalami tingkat stres kerja
tinggi. Pada studi pendahuluan yang di lakukan di PC GKBI Medari
pekerja yang di berikan kuesioner tentang stres kerja, yaitu pekerja
Kata Kunci : mengalami stres kerja sangat berat, pekerja mengalami stres kerja berat
Kebisingan dan pekerja mengalami stres kerja ringan. Serta dilakukan pengukuran
Stres kebisingan pada bagian Air Jet Loom (AJL) dengan hasil sebesar 96 dB
Pekerja dan bagian Loom 3 sebesar 99,1 dB. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan paparan kebisingan dengan stres pada pekerja
bagian weaving di PC GKBI Medari Sleman Yogyakarta. Jenis
penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kuantitatif. Jumlah sampel
81 orang. Sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik
Random Sampling. Analisis dalam penelitian ini adalah uji korelasi
Kendall Tau. Hasil analisis data di ketahui bahwa, pekerja yang bekerja
pada lokasi dengan paparan kebisingan di bawah NAB dan mengalami
stres kerja sedang sebanyak 11 orang dengan persentase 13.6%,
sedangkan pekerja yang berada pada lokasi dengan paparan kebisingan
dibawah NAB dan mengalami stres kerja berat sebanyak 0% orang
dengan persentase 0%. Selanjutnya Pekerja yang berada pada lokasi
dengan paparan kebisingan diatas NAB dan mengalami stres kerja
sedang sebanyak 53 orang dengan persentase 65.4%, sedangkan pekerja
yang berada pada lokasi dengan paparan kebisingan diatas NAB dan
mengalami stres kerja berat sebanyak 2 orang dengan persentase 2.5%.
Hasil perhitungan dengan uji Kandall Tau pada penelitian didapatkan
hasil yaitu nilai p value sebesar 0.038 ( < 0.05 ) yang artinya ada
hubungan paparan kebisingan terhadap stres kerja, sedangkan nilai
Correlation Coefficient sebesar 0.229, berarti keeratan hubungan
paparan kebisingan terhadap stres kerja pada pekerja bagian weaving di
PC GKBI Medari Yogyakarta adalah sangat lemah. Hasil ini
menunjukan paparan kebisingan yang melebihi ambang batas di
lingkungan kerja dapat menimbulkan stres kerja pada kategori stres
kerja sedang. Kesimpulannya ada hubungan paparan kebisingan
terhadap stres pada pekeja bagian weaving.

Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)

http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570

PENDAHULUAN
Teknologi mengalami kemajuan yang pesat pada bidang industri, mesin yang digunakan
untuk membantu kelancaran proses produksi semakin meningkat. Teknologi yang maju digunakan
untuk mempermudah pekerjaan manusia dengan maksimal untuk memberikan hasil yang terbaik
menggunakan sedikit waktu, serta dapat menghemat tenaga. Semakin banyak mesin atau alat yang
digunakan untuk produksi, pasti ada faktor yang membahayakan yang tidak teratasi secara baik.
Bahayanya yaitu seperti stres yang diakibatkan oleh kerja, faktor ini muncul jika tuntutan
lingkungan kerja melampaui kemampuan pekerja untuk mengatasi atau mengontrol (1).
Menurut Komisi Kesehatan Mental Kanada (Mental Health Commission Of Canada) pada
tahun 2016 mencatat setidaknya terdapat 1 dari 5 orang kanada yang mengalami masalah kesehatan
psikologis pada tahun tertentu, serta di dapatkan pula 47% pekerja dikanada yang menganggap
bahwa pekerjaan mereka merupakan bagian yang paling menyebabkan stres dalam kehidupan
sehari-hari. Di Indonesia sendiri stres kerja juga menjadi masalah dengan angka yang cukup tinggi.
Meskipun belum ada data yang resmi, tetapi sudah dilakukan beberapa penelitian terkait dengan stres kerja.
Seperti di Penelitian Kamso, 2011 bahwa di Jakarta pada eksekutif muda kejadian stres mencapai25% (2).
Salah satu sumber penyebab stres kerja yaitu dari pekerjaan itu sendiri, tetapi dapat juga disebabkan adanya
stres fisik, emosional, dan mental. Banyak stres yang berhubungan dengan kerja dan sangat jarang ditemukan
hanya terdapat satu faktor penyebab stres akibat kerja Stres fisik di tempat kerja, contohnya seperti
kebisingan (1)

Menurut WHO di semua wilayah di dunia Tingkat kebisingan kerja masih menjadi masalah
yang tinggi. Seperti di Amerika Serikat (AS), lebih dari 30 juta pekerja terpapar kebisingan
berbahaya. Selanjutnya di Jerman, 4 sampai 5 juta orang (12−15% dari angkatan kerja) terpapar
pada tingkat kebisingan yang berbahaya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Pabrik Produksi
Makanan Hewan Surabaya, melibatkan 34 responden yang di jadikan sampel penelitian,
mendapatkan hasil yaitu dari 34 pekerja, 15% dinyatakan mengalami tingkat stres kerja rendah,
59% dinyatakan mengalami tingkat stres sedang, dan 26% dinyatakan mengalami tingkat stres kerja
tinggi. faktor-faktor penyebab stres yang ditimbulkan dari faktor kebisingan dan iklim kerja panas
(3).
Pabrik Cambrik GKBI Medari merupakan salah satu perusahaan tekstil di Yogyakarta yang
produksi bermacam-macam jenis tekstil yang khusus berfokus pada pembuatan bermacam-macam
jenis kain. Salah satu contohnya kain batik dimana proses memproduksinya menjadi 2 bagian yaitu
bagian weaving dan bagian finishing. Berdasarkan hasil studi pendahuluan dibagian weaving di PC
GKBI Medari dari 5 pekerja yang di berikan kuesioner tentang stres kerja terdapat 3 pekerja
mengalami stres kerja sangat berat, 1 pekerja mengalami stres kerja berat dan 1 pekerja mengalami
stres kerja ringan. orang pekerja, peneliti mendapatkan informasi bahwa 3 dari 5 pekerja
mangatakan bahwa mereka cukup terganggu dan tidak merasa nyaman saat bekerja akibat adanya

Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)

http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570

paparan kebisingan. Pekerja juga mengatakan bahwa akibat dari paparan kebisingan yang sering
terjadi mengakibatkan sulit berkomunikasi antar pekerja dan merasa jenuh dalam bekerja.

Sedangkan studi pendahuluan yang dilakukan di bagian weaving PC GKBI Medari


didapatkan hasil yaitu untuk pengukuran paparan kebisingan di bagian AJL 96 dB, di bagian Loom
3 yaitu 99,1 dB, dan dibagian finishing yaitu 81,2 dB. Paparan kebisingan Penelitian kali ini
dilaksanakan di saat pandemic virus corona-19 dan penelitian di jalankan pada bulan februari tahun
2021, pada saat ini sedang terjadi dan mengalami peningkatan, dan sedang dilakukan (PSBB). Oleh
karena itu pihak PC GKBI tidak memperbolehkan mahasiswa untuk melakukan penelitian demi
menjaga keamanan dan kesehatan bersama. Maka di peroleh data sekunder dari peneliti
sebelumnya, mereka mengizinkan dengan diberikan data sekunder. Untuk data stres kerja dilakukan
dengan pengambilan data primer, dengan memberikan kuesioner kepada pihak perusahaan yang
nantinya akan di bagikan ke pekerja di bagian weaving di PC GKBI Medari Sleman Yogyakarta.

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kuantitatif dengan rancangan analitik
melalui pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah pekerja di bagian Weaving
berjumlah 529 orang pekerja di PC GKBI Medari, Sleman Yogyakarta dengan jumlah sampel 81
orang. Sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik Random Sampling. Analisis dalam
penelitian ini adalah uji korelasi Kendall Tau.

Data primer dapat diketahui bahwa berdasarkan hasil skor kuesioner dari responden yaitu
bagian weaving di PC GKBI Medari Yogyakarta menunjukan bahwa terdapat 15 orang mengalami
stres kerja ringan atau 18.5%, terdapat 64 orang pekerja yang mengalami stres kerja sedang atau
79.0% dan dan terdapat 2 pekerja yang mengalami stres kerja berat atau 2.5%.
Sedangkan data skunder pada penelitian ini diperoleh dari instansi terkait data data jumlah
pekerja dari setiap unit, dibagian Weaving dari PC GKBI Medari Sleman Yogyakarta. Untuk data
sekunder Paparan kebisingan dibagi menjadi dua kategori yaitu Dibawah jika < 85 dBA dan Diatas
jika > 85 dBA, angka ini diambil dari standar nilai ambang batas menurut PERMENAKER nomor
5 tahun 2018 sebesar 85 dBA. Mendapatkan hasil bahwa pengukuran NAB bagian weaving di PC
GKBI menunjukan bahwa sebanyak 17 atau 21.0% pekerja yang terpapar suara bising Dibawah
NAB sedangkan sebanyak 64 atau 79.0% pekerja yang terpapar suara bising Diatas NAB. Dari
hasil yang didapat menunjukan yakni paling banyak pekerja yang bekerja pada bagian dengan
tingkat paparan kebisingan Diatas NAB.
Didapatkan hasil analisis data dengan perhitungan uji Kandall Tau mengenai hubungan
paparan kebisingan terhadap stres kerja diperoleh nilai significancy atau nilai p value sebesar 0.038
(p value < 0.05 ). Yang menunjukan bahwa ada hubungan paparan kebisingan terhadap stres kerja.
Nilai 𝜏 (Correlation Coefficient) sebesar 0.229, nilai ini diartikan ke eratan hubungan paparan

Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)

http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570

kebisingan terhadap stres kerja pada pekerja bagian weaving di Pc GKBI Medari Yogyakarta adalah
sangat lemah.

HASIL

Karakteristik responden berdasarkan umur, shift kerja, masa bekerja, pendidikan dan
upah/gaji.

Tabel 4. 1 Karakteristik responden pada bagaian weaving di PC GKBI Sleman Medari


Yogyakarta (data primer)
Karakteristik Kategori Jumlah (n) Frekuensi (%)
Remaja akhir 21-25 12 14.8
Dewasa awal 26-35 16 19.8
Umur Dewasa akhir 36-45 12 14.8
Lansia awal 46-55 37 45.7
Lansia ahir 56-65 4 4.9
Total 81 100.0
Pagi 74 91.4
Shift Kerja Siang 7 8.6
Total 81 100.0
<1 3 3.7
1-5 22 27.2
Masa Kerja 5-10 3 3.7
>10 53 65.4
Total 81 100.0
SD 1 1.2
SMP 5 6.2
Pendidikan SMA/SMK 55 69.79
D3 2 2.5
S1 17 21.0
S2 1 1.2
Total 81 100.0
Rp <1,4 2 2.5
Upah/gaji Rp 1,4 4 4.9
Rp >1,4 75 92.6
Total 81 100.0

Pengukuran paparan kebisingan bagian weaving dilakukan pada 7 titik lokasi yaitu ruang
air jet loom (AJL), GF AJL, GF Shuttle, prep AJL, prep shuttle, shuttle 2, shuttle 3 di PC GKBI
Merdari. Berdasarkan ketentuan nilai ambang batas (NAB) kebisingan menurut permenaker No 5
tahun 2018 adalah 85 dBA untuk pemaparan 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Hasil pengukuran
dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Paparan Kebisingan Pada Titik Pengambilan Sampel di PC GKBI
Lokasi Pengukuran Jumlah Pekerja dBA Keterangan
AJL 15 96,72 Diatas NAB
GF AJL 3 96,72 Diatas NAB
GF Shuttle 8 71,74 Dibawah NAB

Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)

http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570

Prep AJL 4 80,01 Dibawah NAB


Prep Shuttle 5 80,01 Dibawah NAB
Shuttle 2 32 101,87 Diatas NAB
Shuttle 3 14 100,36 Diatas NAB
Sumber : Data sekunder

Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan hasil pengukuran paparan kebisingan yang dilakukan di
tujuh titik lokasi bagian weaving di PC GKBI Medari Yogyakarta menunjukan bahwa terdapat 4
lokasi yaitu bagian AJL, GF AJL, shuttle 2 dan shuttle 3 yang hasil pengukuran paparan kebisingan
melebihi nilai ambang batas (85 dBA) dengan jumlah pekerja terbanyak pada bagian shuttle 2
sebanyak 32 orang dengan tinggi paparan kebisingan 101,87 dBA yaitu diatas standar NAB.

Tabel 4.3 Hasil Data Responden yang dengan suara bising berdasarkan jumlah pekerja di PC GKBI
Kategori NAB Jumlah (n) Frekuensi (%)
Dibawah NAB 17 21.0
Diatas NAB 64 79.0
Total 81 100.0
Sumber : Data Skunder

Paparan kebisingan dibagi menjadi dua kategori yaitu Dibawah jika < 85 dBA dan Diatas jika
> 85 dBA, angka ini diambil dari standar nilai ambang batas menurut PERMENAKER nomor 5
tahun 2018 sebesar 85 dBA. Berdasarkan tabel 4.7 mendapatkan hasil bahwa pengukuran NAB
bagian weaving di PC GKBI menunjukan bahwa sebanyak 17 atau 21.0% pekerja yang terpapar
suara bising Dibawah NAB sedangkan sebanyak 64 atau 79.0% pekerja yang terpapar suara bising
Diatas NAB. Dari hasil yang didapat menunjukan yakni paling banyak pekerja yang bekerja pada
bagian dengan tingkat paparan kebisingan Diatas NAB.
Pengukuran stres kerja pada pekerja bagian weaving di PC GKBI Medari Yogyakarta dengan
cara memberikan kuesioner kepada para pekerja untuk di isi, dengan 20 pernyataan kepada 81
responden. Berikut merupakan gambaran mengenai distribusi frekuesi stres kerja bagian weaving di
PC GKBI Yogyakarta Dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut :
Tabel 4.4 Hasil pengukuran Tingkat stres pekerja di PC GKBI
Tingkat stres Jumlah (n) Frekuensi (%)
Stres Kerja Ringan
Stres Kerja Sedang 15 18.5
Stres Kerja Berat 64 79.0
2 2.5

Total 81 100.0
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa berdasarkan hasil skor kuesioner dari responden
yaitu bagian weaving di PC GKBI Medari Yogyakarta menunjukan bahwa terdapat 15 orang
mengalami stres kerja ringan atau 18.5%, terdapat 64 orang pekerja yang mengalami stres kerja
sedang atau 79.0% dan dan terdapat 2 pekerja yang mengalami stres kerja berat atau 2.5%.

Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)

http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570

Analisis bivariat dalam penelitian ini yaitu analisis yang digunakan untuk mengetahui
hubungan paparan kebisingan terhadap stres kerja pada pekerja bagian weaving di PC GKBI Medari,
Sleman, Yogyakarta.

Tabel. 4.5 Hubungan paparan kebisingan terhadap stres kerja pada pekerja bagian weaving di
PC GKBI Medari Sleman Yogyakarta
Stres Kerja
Ringan Sedang Berat Total
Kebisingan f % f f f τ Sig
% % %
Dibawah 6 11 0 0 17
NAB 7.4 13.6 21.0 0.229 0.038
Diatas 9 53 2 64
NAB 11.1 65.4 2.5 79.0
Total 15 64 2 81
18.5 79.0 2.5 100.0

Berdasarkan tabel 4.5 diatas menunjukan bahwa pekerja yang bekerja pada lokasi dengan
paparan kebisingan di bawah NAB dan mengalami stres kerja sedang sebanyak 11 orang dengan
persentase 13.6%, sedangkan pekerja yang berada pada lokasi dengan paparan kebisingan dibawah
NAB dan mengalami stres kerja berat sebanyak 0% orang dengan persentase 0%. Pekerja yang
berada pada lokasi dengan paparan kebisingan diatas NAB dan mengalami stres kerja sedang
sebanyak 53 orang dengan persentase 65.4%, sedangkan pekerja yang berada pada lokasi dengan
paparan kebisingan diatas NAB dan mengalami stres kerja berat sebanyak 2 orang dengan
persentase 2.5%.
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa hasil perhitungan dengan uji Kandall Tau
mengenai hubungan paparan kebisingan terhadap stres kerja diperoleh nilai significancy atau nilai
p value sebesar 0.038 (p value < 0.05 ). Yang menunjukan bahwa ada hubungan paparan kebisingan
terhadap stres kerja. Nilai 𝜏 (Correlation Coefficient) sebesar 0.229, nilai ini diartikan ke eratan
hubungan paparan kebisingan terhadap stres kerja pada pekerja bagian weaving di Pc GKBI Medari
Yogyakarta adalah sangat lemah.
PEMBAHASAN
Umur pekerja yang siap bekerja berada pada usia (15-60 tahun) mempunyai nilai positif yang
memenuhi kriteria produktivitas tenaga kerja. (4) Pada penelitian ini didapatkan hasil yang
menunjukan karekteristik responden bagian weaving di PC GKBI Medari Yogyakarta berdasarkan
umur yaitu sebagian besar pekerja berumur 46-55 tahun yaitu sebanyak 37 orang atau 45.7%..
Berdasarkan penelitian yang di lakukan Di Industri Penggilingan Padi Lampung, usia adalah salah
satu faktor yang bisa berpengaruh pada tingkat stres pada individu. Namun, penelitian mengenai

Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)

http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570

pengaruh umur terhadap tingkat stres kerja masih belum memiliki kejelasan serta hasil pun berbeda
beda. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara usia dengan stres kerja
dengan p value 0,003 (tabel 3), dan OR 19,125. Artinya usia 36-45 tahun lebih berisiko stres akibat
kerja sebesar 19,125 kali dibanding usia 25-35 tahun. (5)
Menurut penelitian yang dilakukan di Bagian Operator Di SPBU Baratan Jember, shift kerja
merupakan suatu sistem yang diterapkan perusahaan untuk meningkatkan produktifitas secara
maksimal dan kontinyu selama 24 jam. Shift kerja di Indonesia rata-rata menggunakan sistem 3 shift
yang terbagi atas kerja pagi, sore, dan malam dengan masing-masing 8 jam kerja. Akan tetapi
dibeberapa perusahaan ada yang hanya menerapkan 2 sistem shift kerja meliputi kerja pagi dan sore.
(6)
Dalam penelitian ini karakteristik responden berdasarkan Shift kerja pekerja bagian weaving
di PC GKBI Medari dengan persentase sebesar 91.4% atau (74 pekerja ) melakukan shift pagi dan
hanya 8.6% atau (7 pekerja) yang melakukan shift siang. Adapun penelitian yang dilakuakan Di
Bagian Produksi Gilingan PT. Riau Crumb Rubber Factory Pekanbaru, Ada hubungan yang
signifikan antara kebisingan dengan stres kerja pada karyawan bagian produksi gilingan. Semakin
tinggi tingkat kebisingan maka stres kerja semakin tinggi. (7)
Menurut penelitian yang di lakukan di PT Angkasa Pura I Bandar Udara Internasional Sam
Ratulangi Manado, menyatakan kalau adanya hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada
pekerja kantor di Bandara Domini Osok Sorong. Masa kerja ada hubungannya dengan stres kerja
merupakan masalah yang sangat penting untuk diperhatikan. (8)
Pada penelitian ini karakteristik responden menurut lama bekerja yaitu sebagian besar pekerja
bagian weaving di PC GKBI Medari yang memiliki waktu kerja selama >10 tahun sebanyak 53
orang dan 1-5 tahun sebanyak 22 orang. Berbeda dengan penelitian yang di lakukan pada pekerja
PT. Semen Tonasa, terdapat sebagian besar responden memiliki masa kerja ˃5 tahun yakni sebanyak
76 pekerja (92,7%), dengan masa kerja paling pendek adalah 2 tahun sedangkan masa kerja paling
lama adalah 37 tahun. Masa kerja yang lebih lama memiliki kaitan dengan pengalaman serta
pemahaman yang baik karena sudah cukup beradaptasi antara responden atau pekerja dengan
pekerjaannya. Hasil penelitian ini menunjukkan masa kerja tidak mempengaruhi stres. Dengan kata
lain, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan stres. (9) akan tetapi menurut
penelitian (10) bahwa ada hubungan masa kerja dengan gangguan pendengaran pekerja di
perusahaan.
Tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap kualitas, yang terendah dapat mengakibatkan
beban kerja menjadi bertambah, dan menimbulkan stres. (11) Pada penelitian ini karakteristik
berdasarkan pendidikan sebagian besar pekerja bagian weaving di PC GKBI Medari Yogyakarta
mempunyai pendidikan SMA/SMK adalah sebanyak 55 orang / 69.79%, sedangkan untuk
pendidikan dengan persentase terendah adalah SD dan S2 sebanyak (1.2%).

Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)

http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570

Adapun penelitian yang dilakukan terhadap 40 responden pada pekerja di bagian tenun
Agung Saputra Tex Piyungan, Bantul, Yogyakarta menunjukkan hasil yaitu angka kejadian
tingkat stres kerja pada pekerja di bagian tenun termasuk dalam kategori stres sedang. Keadaan
tersebut dapat dikatakan ada keterkaitan dengan tingkat pendidikan responden yang ada,
pendidikan responden paling banyak adalah pendidikan SMP sejumlah 24 atau 60,0% pekerja
dan tingkat pendidikan responden yang sedikit yaitu SMA sejumlah 7 atau 17,5% pekerja dan SD
yaitu sebanyak 9 atau 22,5% pekerja. Tingkat pendidikan merupakan sebagian kecil faktor yang
memberikan respon stres pada saat bekerja. (12)
Sedangkan menurut penelitian Di Industri Penggilingan Padi, pendidikan juga memiliki
pandangan sebagai salah satu hal yang bisa mempengaruhi stres kerja. Akan tetapi, pada penelitian
ini tidak dapat dibuktikan. Terlihat, mayoritas pekerja berpendidikan rendah (82,9%). Hasil analisa
bivariat pada Tabel 3 mendapatkan p-value=0,088. Ini dikarenakan tingkat pendidikan pekerja di
pabrik penggilingan padi rata-rata sama maka dari itu setiap pekerja memiliki pengetahuan,
keterampilan serta tanggung jawab yang sama untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. (5)
Upah/gaji merupakan hak pekerja dan diterima yang dinyatakan dengan bentuk uang sebagai
imbalan atau balasan yang diberikan oleh Pemberi Kerja kepada Pekerja yang ditetapkan serta
dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, dalam peraturan perundang-undangan,
termasuk tunjangan untuk Pekerja dan keluarganya karena suatu pekerjaan / jasa yang telah
dilakukan. (13) Dalam penelitian ini upah/gaji yang diterima pekerja bagian weaving di PC
GKBI Medari Yogyakarta yaitu sebagian besar pekerja mendapat upah >1,4 juta, sebanyak 75 orang
atau 92.6%, yakni pekerja/ staf di bagian produksi.
Adapun penelitian yang dilakukan pada Industri Tenun Melayu Siak, di ketahui hasil bahwa
upah/gaji pekrja dalam 1 tahun oleh pengusaha lebih kecil dari< 20.000.000 berjumlah 5 orang
pengusaha dengan persentase 23,81%, untuk kisaran 20.000.000-40.000.000 berjumlah 12 orang
pengusaha dengan persentase 57,14%, dan untuk upah lebih besar dari > 40.000.000 berjumlah 4
orang pengusaha dengan persentase 19,05%. Upah/gaji pekerja yang diberikan oleh pengusaha
berdasar jumlah hasil per- helai kain Tenun Melayu Siak yang di selesaikan oleh pekerja. (14)
Bising merupakan berbagai macam suara yang tidak diinginkan serta dapat merusak
kesehatan yang penyebabnya dari kegiatan manusia ataupun aktifitas-aktifitas alam, serta bunyi
yang memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan maupun kesejahtraan individu paupun kelompok
masyarakat. (15)
Berdasarkan hasil data sekunder penelitian diketahui bahwa paparan kebisingan bagian
weaving di PC GKBI yaitu pada bagian ruang AJL (96,72 dBA), GF AJL (96,72 dBA), GF shuttle
(71,74 dBA), prep AJL (80,01 dBA), prep shuttle (80,01 dBA), shuttle 2 (101,87 dBA), shuttle 3
(100,36 dBA) yang pekerjanya bekerja atau beroperasi pada lokasi tersebut. Pekerja yang bekerja
pada lokasi dengan paparan kebisingan dibawah NAB sebanyak 17 atau 21.0% pekerja, sedangkan
pekerja yang bekerjapada lokasi dengan paparan kebisingan diatas NAB sebanyak 64 atau 79.0%

Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)

http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570

pekerja. Dari hasil yang didapat menunjukan yakni paling banyak pekerja yang bekerja pada bagian
dengan tingkat paparan kebisingan Diatas NAB.
Batas tingkat paparan kebisingan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu untuk lingkungan dengan lama
waktu pajanan 24 jam yang biasa kita kenal dengan Baku Mutu Lingkungan dan untuk tempa kerja
dengan waktu pajanan 8 jam kerja / Nilai Ambang Batas (NAB). Ketentun Nilai Ambang Batas
Kebisingan (NAB) Menurut Peraturan Mentri Ketenagakerjaan Republik indonesia Nomor 5 tahun
2018, Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja untuk nilai ambang batas
kebisingan. (16)
Menurut penelitian yang dilakukan Di Area Produksi Pt. X, diketahui bahwa responden yang
bekerja dengan melebihi nilai ambang batas sebanyak 20 responden (52,6%), sedangkan responden
yang bekerja dibawah nilai ambang batas sebanyak 18 orang (17,4%). (17)
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Di Pabrik Produksi makanan hewan Surabaya di
dapatkan hasil noise mapping memiliki tiga area dengan memiliki intensitas kebisingan melebihi
nilai ambang batas yaitu area cookerretort (86,8 dB), filling saos-seaming (86,5 dB), dan genset
(89,8 dB). Mengingat pabrik ini baru didirikan kurang dari tiga (3) tahun lalu, serta mesinnya
memiliki umur yang sama, oleh karena itu cara pengendalian secara eliminasi dan subtitusi tidak
bisa dilakukan. Maka upaya pengendalian yang dapat dilakukan yaitu engineering controls
merupakan pemeliharaaan mesin secara berkala dan juga dipasang enclosure pada mesin genset dan
cooker-retort, untuk mesin seamer tidak bisa dipasang enclosure dikarena bisa menghambat ruang
gerak operator yang melakukan proses setting pada mesin. Dikarenakan, jarak mesin tidak
memungkinkan untuk penambahan lebar dimensi komponen peredam enclosure. (18)
Stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stres kerja yang menyebabkan reaksi individu
berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stres
kerja. Pada penelitian ini untuk mengetahui stres kerja pada responden peneliti menggunakan tiga
indikator psikologis, fisiologis, prilaku yang tertuang dalam 20 pernyataan dalam kuesioner. (19)
Hasil penelitian yang dilakukan pada 81 responden di PC GKBI Medari di peroleh hasil skor
kuesioner dari responden yakni bagian weaving di PC GKBI Medari Yogyakarta menunjukan
bahwa terdapat 15 orang mengalami stres kerja ringan / 18.5%, terdapat 64 orang pekerja yang
mengalami stres kerja sedang / 79.0% dan dan terdapat 2 pekerja yang mengalami stres kerja berat
/ 2.5%.
Adapun peneliti yang mengatakan, dilingkup ketenagakerjaan stres kerja adalah masalah
kesehatan tenaga kerja, berpotensi meni,bulkan resiko kecelakaan kerja yang akan menimbulkan
banyak kerugian materi, dan mampu menurunkan produktifitas kerja keseluruhan. Individu menilai
situasi menimbulkan stres/tidak, sangat tergantung pada kepekaan individu dari mencakup beberapa
variabel antara lain: usia, masa kerja, komunikasi ditempat kerja, kepribadian dan semangat kerja.
(20)

Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)

http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570

Sedangkan penelitian menurut penelitian yang berjudul Hubungan Kebisingan Dengan


Kejadian Hearing Loss Dan Stress Kerja Di Area Produksi Pt. X, diketahui bahwa responden
katagori stres kerja diketahui bahwa distribusi responden berdasarkan variabel stres kerja item
ketaksaan peran pekerja yang mengalami stres ringan sebesar (2,6%) dan stres sedang (94,7%) stres
berat sebesar (2,65). (17)
Hubungan paparan kebisingan Dengan stres kerja pada pekerja bagian weaving di PC GKBI
Medari Sleman Yogyakarta
Hasil analisis data di ketahui bahwa, pekerja yang bekerja pada lokasi dengan paparan
kebisingan di bawah NAB dan mengalami stres kerja sedang sebanyak 11 orang dengan persentase
13.6%, sedangkan pekerja yang berada pada lokasi dengan paparan kebisingan dibawah NAB dan
mengalami stres kerja berat sebanyak 0% orang dengan persentase 0%. Selanjutnya Pekerja yang
berada pada lokasi dengan paparan kebisingan diatas NAB dan mengalami stres kerja sedang
sebanyak 53 orang dengan persentase 65.4%, sedangkan pekerja yang berada pada lokasi dengan
paparan kebisingan diatas NAB dan mengalami stres kerja berat sebanyak 2 orang dengan
persentase 2.5%.
Berdasarkan hasil uji Kandall Tau pada penelitian didapatkan hasil yaitu nilai p value sebesar
0.038 ( < 0.05 ) yang artinya ada hubungan paparan kebisingan terhadap stres kerja, sedangkan nilai
Correlation Coefficient sebesar 0.229, berarti keeratan hubungan paparan kebisingan terhadap stres
kerja pada pekerja bagian weaving di PC GKBI Medari Yogyakarta adalah sangat lemah. Hasil ini
menunjukan paparan kebisingan yang melebihi ambang batas di lingkungan kerja dapat
menimbulkan stres kerja pada kategori stres kerja sedang.
Menurut International Labour Organization (ILO) tahun 2013, menyebutkan bahwa setiap
tahun terdapat lebih dari 250 juta kecelakaan di tempat kerja, dan lebih dari 160 juta pekerja menjadi
sakit karena bahaya di tempat kerja. Terlebih lagi 1,2 juta pekerja meninggal akibat kecelakaan dan
sakit di tempat kerja. Kebisingan merupakan salah satu factor fisik di lingkungan kerja yang dapat
mengakibatkan penyakit akibat kerja jika terpapar melebihi nilai ambang batas (NAB). (19)
Apabila terpapar kebisingan dalam waktu yang lama, dapat menyebabkan gangguan berupa
peningkatan tekanan darah, gangguan komunikasi, perasaan tidak nyaman, kurang konsentrasi,
cepat marah, stres dan kelelahan. (15)
Intensitas kebisingan sangat sering mengakibatkan penurunan tingkat performansi kerja,
sebagai salah satu penyebab stres dan gangguan kesehatan lainnya. Stres yang disebabkan
karena paparan suara bising dapat menimbulkan terjadinya kelelahan dini, kegelisahan dan
depresi. Stres karena kebisingan juga menyebabkan cepat marah, sakit kepala dan gangguan
tidur. (12)
Berdasarkan hasil data sekunder pengukuran paparan kebisingan yang dilalukan, Bagian GF
Shuttle, bagian prep AJL, bagian prep shuttle terpapar kebisingan di bawah 85 dBA selama 8 jam
per hari yang berarti masih dalam batas normal. Bagian Air Jet Loom (AJL), bagian GF AJL, bagian

Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)

10

http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570

Shuttle 2 dan bagian shuttle 3 terpapar kebisingan diatas 85 dBA selama 8 jam per hari yang berarti
telah melebihi NAB kebisingan yang ditentukan pemerintah. Kebisingan berpengaruh terhadap
kesehatan pekerja. Beberapa pekerja yang rentan terhadap paparan kebisingan berdampak pada
gangguan kesehatan baik fisik maupun psikologis pekerja, sebagai contoh yaitu stres kerja.
Dikatakan bahwa suara bising jika tidak sesuai dengan standart yang berlaku bisa
mengakibatkan masalah yang harus bisa ditangani oleh semua kompenen yang bekerja di lingkup
perusahaan, jika perusahaan tidak bisa menjaga serta membuat area lingkungan kerja aman maka
dapat berakibat buruk terhadap perusahaan khususnya terhadap pekerja, pekerja yang selalu berada
di area lingkungan kerja akan menjadi korban/obyek pertama yang mendapatkan akibat dari
kurangnya perhatian terhadap. Dari sebab itu kebisingan akan menimbulkan kejadian seperti bahaya
kecelakaan kerja dan stres kerja.
Hasil penelitian Di Perusahan PT. Bintang Asahi Textile Industri, hasil di hubungan tingkat
kebisingan terhadap stres kerja menunjukkan nilai signifikansi 0,002< 0,05 sehinggan H0: ditolak
dapat diartikan kebisingan (X1) secara individu berpengaruh secara signifikan terhadap stres kerja.
(21)
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelian yang menunjukan bahwa 61 responden bagian
Workshop PT. Bintang Intipersada Shipyard, akibat faktor lingkungan yang kurang nyaman yakni
suara mesin yang memiliki kebising melebihi Nilai Ambang Batas ternyata ada hubungan kuat
dengan stres pada pekerja yang bekerja di bagian workshop terutama pada titik tiga, empat, lima,
dan enam, dibuktikan dengan 29 responden yang mengalami stres kerja berat. Di mana responden
yang bekerja kurang dari Nilai Ambang Batas (≤NAB) dan stres kerja berat berjumlah 2 (3,2%)
pekerja sedangkan responden yang bekerja lebih dari Nilai Ambang Batas (>NAB) dan stres kerja
berat berjumlah 27 (44,2%) pekerja. Serta berdasarkan uji Spearman antara variabel bebas yaaitu
diperoleh kebisingan dengan variabel terikat tingkat stres kerja diperoleh p value sebesar 0,000 dan
besarnya koefisien korelasi (r) yaitu 0,667 dapat dinyatakan bahwa ada hubungan yang kuat antara
kebisingan dengan stres kerja pada pekerja workshop PT. Bintang Intipersada Shipyard. (22)
Adapun penelitian yang dilakukan dengan judul, Hubungan Kebisingan Dengan Stres Kerja
Pada Perkerja Bagian Produksi Di Pt Mitra Bumi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
dari 23 pekerja yang mengalami kebisingan dalam bekerja, terdapat 4 pekerja (22,2%) yang tidak
stres dalam bekerja. Sedangkan dari 20 pekerja yang mengalami tidak kebisingan dalam bekerja,
terdapat 6 pekerja (24%) yang stress dalam bekerja Berdasarkan uji chi square diperoleh nilai p
value = 0,001 (p < 0,05), dengan derajat kemaknaan (α = 0,05). Ini berarti ada hubungan kebisingan
dengan stres kerja. (20)
Sedangkan penelitian yang dilakukan di area Produksi PT. Pabrik Es Siantar, mendapatkan
ada hasil uji chi-square antara kebisingan dengan stres kerja di dapat p value = 0.0001 (p value <
0.05) sehingga Ho ditolak artinya ada hubungan antara kebisingan dengan stres kerja pada pekerja
di area produksi PT. Pabrik Es Siantar tahun 2021. Penyebabnya yaiutu suara bising yang dikluarkan

Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)

11

http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570

oleh alat atau mesin produksi yang terus di dengarkan oleh pekerja selama 8 jam untuk setiap hari
dan tidak menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) yaitu ear muff maupun ear plug. (23)
Menurut penelitian (24) tidak ada hubungan antara stres kerja dengan pencahayaan, ada
hubungan antara stres kerja dengan suhu tempat kerja dan tidak ada hubungan antara stres kerja
dengan getaran ditempat kerja. Hal ini disebabkan karena pekerja sudah terbiasa melakukan
pekerjaan itu setiap hari.
Berbeda dengan penelitian yang di lakukan pada pekerja unit produksi Paving Block di UD.
Rizki Assila Ulfa Lubuk Pakam kabupaten Deli Serdang, di dapatkan hasil uji chi-square
menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara kebisingan dengan stres kerja dengan nilai
p sebesar 0,031 (p<0,05). (25)
Maka perusahaan / industri-industri harus bisa melakukan identifikasi/ deteksi dini, gangguan
kesehatan yang di sebabkan suara paparan kebisingan yaitu dengan melakukan sosialisasi
peningkatan pengetahuan mengenai stres kerja, sehingga karyawan lebih mengerti dan mengetahui
tentang bahaya kebisingan dan bisa secara mandiri melakukan tindakan prefentif guna mencegah
terjadinya gangguan kesehatan akibat bahaya itu sendiri.
KESIMPULAN
Tingkat stres kerja akibat paparan kebisingan bagian weaving di Pc GKBI Medari Yogyakarta
yaitu terdapat 15 orang mengalami stres kerja ringan atau 18.5%, terdapat 64 orang pekerja yang
mengalami stres kerja sedang atau 79.0% dan dan terdapat 2 pekerja yang mengalami stres kerja
berat atau 2.5%. Hasil ini menunjukan paparan kebisingan yang melebihi ambang batas di
lingkungan kerja dapat menimbulkan stres kerja pada kategori stres kerja sedang. Kesimpulannya
ada hubungan paparan kebisingan terhadap stres pada pekeja bagian weaving.

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiawan W, Ulfa EA, Andarani P. Analisis hubungan kebisingan mesin dengan stres kerja.
J Presipitasi. 2016;Vol. 13 No:1–7.
2. Rachman SBP. Faktor Determinan Terhadap Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Produksi Di
PT Indogravure Tahun 2017. Vol. 53, Occupational Medicine. Universitas Islam Negeri Syaif
Hidayatullah Jakarta; 2017.
3. Leli.Hesty Indriyanti P dan K. Hubungan paparan kebisingan terhadap pengingkatan tekanan
darah pada pekerja. Kedokt dan Kesehat. 2019;15.
4. Ukkas I. Faktor yang menempengaruhi produktifitas tenaga kerja Industri kecil Kota Palopo.
J Islam Educ Manag. 2017;2(2):200.
5. Safitri D, Utama K, Insani S. Pengaruh kebisingan terhadap stres kerja pada tenaga kerja di
Industri Penggilingan Padi. J Kesehat Lingkung Ruwa Jurai. 2021;15(50):77–84.
6. Ekaningtyas SW. Pengaruh sistem shift kerja terhadap stres kerja karyawan bagian operator
di SPBU Baratan Jember. Universitas Jember; 2016.
7. Juliyati R, Saam Z, Nopriadi. Hubungan shift kerja dan kebisingan dengan stres kerja pada
Karyawan Bagian Produksi Gilingan PT . Riau Crumb Rubber Factory Pekanbaru.
2014;1:88–96.

Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)

12

http://formilkesmas.respati.ac.id
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati e-ISSN 2550-0864
Vol. 7, No. 1, Januari 2022, pp. 01-13 p-ISSN 2502-5570

8. Aulia L, Kawatu PAT, Langi FLFG, Fakultas. Hubungan antara Beban Kerja dan Masa Kerja
dengan Stres Kerja pada Security Check Point di PT Angkasa Pura I Bandar Udara
Internasional Sam Ratulangi Manado. Med Scope J. 2019;1(1):16–20.
9. Abdullah RPI, Pramono SD, Ihsani IP. Hubungan Kebisingan dan Masa Kerja terhadap Jenis
Ketulian dan Stress pada Pekerja PT . Semen Tonasa. UMI Med J. 2020;5(1):69–80.
10. Arianto ME. Gangguan Fungsi Pendengaran Pada Pekerja Di Bagian Komponen Logam Pt.
Mega Andalan Kalasan (Mak) Kabupaten Sleman. J Formil (Forum Ilmiah) Kesmas …
[Internet]. 2017;2. Available from:
http://formilkesmas.respati.ac.id/index.php/formil/article/view/65
11. Desima R. Tingkat Stres Kerja Perawat Dengan Prilaku Caring Perawat. J Keperawatan.
2013;4:43–55.
12. Budiyanto T, Pratiw EY. Hubungan Kebisingan dan Masa Kerja terhadap terjadinya Stres
Kerja pada Pekerja di Bagian Tenun Agung Saputra Tex Piyungan Bantul Yogyakarta.
Kesehat Masy. 2010;4:126–35.
13. Indonesia PPR. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Jaminan Kesehatan. 2013.
14. Fadhli SM, Harahap A, Syapsan. Prospek Industri Kain Tenun Melayu Siak Di kabupaten
Siak Sri Indrapura. Jom FEKON. 2015;2:1–15.
15. Sucipto CD. Keselamatan dan Kesehatan kerja. Yogyakarta: Gosyen Publishing; 2014. 16 p.
16. PERMENAKER. Peraturan Menteri Ketenaga Kerjaan Republik Indonesi Nomor 5 Tahun
2018 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja. 2018.
17. Amar DM, Lusiana D, Nuryanto MK. Hubungan Kebisingan Dengan Kejadian Hearing Loss
dan Stres Kerja Di Area Produksi PT . X. J Kesehat. 2019;V(1):1–12.
18. Wiediartini, Dermawan D. Pengaruh kebisingan dan iklim kerja terhadap stres kerja di pabrik
produksi makanan hewan. J Res andTechnology. 2019;5(1):30–40.
19. Apladika, Denny HM, Wahyuni I. Hubungan Paparan Kebisingan Terhadap Stres Kerja Pada
Porter Ground Handling Di Kokapura Ahmad Yani Semarang. J Kesehat Masy. 2016;4:630–
6.
20. Yusmardiansyah, Zhara G. Hubungan kebisingan dengan stres kerja pada perkerja bagian
produksi Di PT Mitra Bumi. J Kesehat Masy. 2019;3:23–30.
21. Aziz MT. Analisis Tingkat Kebisingan, Masa Kerja, Shift Kerja Trehadap Stres Kerja Pada
Karyawan Di PT. Bintang Asahi Textile Industri Kab. Sragen. 2018.
22. Saputra AI, Diza M. Hubungan Intensitas Kebisingan Dengan Tingkat Stres Kerja Pada
Pekerja Area Workshop PT. Bintang Intipersada Shipyard Batam. Zo Kedokt. 2019;9(3):65–
74.
23. Barus YM. Hubungan Kebisingan Terhadap Stres Kerja Di Area Produksi PT. Pabrik Es
Siantar Tahun 2021. 2021.
24. HZ H, Ulfah M. Analisis Faktor Lingkungan Fisik Terhadap Risiko Stress Analysis of
Psysical Environmental Factor Against the Risk of. J Formil (Forum Ilmiah) KesMas Respati.
2018;3(2):111–6.
25. Parinduri AI, Ginting LRB, Irmayani, Prabaja RE. Hubungan Lama Kerja Dan Kebisingan
Dengan Stres Kerja Pada Pekerja Unit Produksi Paving Block Di Ud. Rizki Assila Ulfa
Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. J Kesmas Dan Gizi. 2020;3(1):91–7.

Sinamude dkk (Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stres pada Pekerja Bagian Weaving di PC GKBI Medari Sleman
Yogyakarta)

13

http://formilkesmas.respati.ac.id
IJPHN 1 (3) (2021) 456-461

Indonesian Journal of Public Health and Nutrition


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/IJPHN

Hubungan Kebisingan Terhadap Produktivitas Kerja Pada Area Produksi Di PT. Alis
Jaya Ciptatama, Ceper, Klaten

Ardini Mei Farisky, Herry Koesyanto


Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Article Info Abstrak


Article History: Latar Belakang: Sumber kebisingan yang dihasilkan oleh mesin proses produksi di lingkungan
Submitted 01 Juli 2021 kerja dapat mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja, para tenaga kerja terpapar kebisingan
Accepted 02 Oktober 2021 selama 8 jam per hari di lingkungan kerja PT. Alis Jaya Ciptatama, Ceper, Klaten. Tenaga kerja
Published 02 Oktober 2021 sebagian tidak menggunakan alat pelindung telinga, dan sebagian menggunakan kapas sebagai pe-
nutup telinga pada saat bekerja. Berdasarkan data dari WHO hampir 14% dari total tenaga kerja
Keywords: di negara-negara industri terpapar kebisingan melebihi 90 dBA di tempat kerja dan terdapat 250
Furniture Industry, juta orang didunia dengan gangguan pendengaran sedang maupun berat pada tahun 2001, dan
Noise, Work Productivity meningkat pada tahun 2004 menjadi lebih dari 275 juta orang mengalami gangguan pendengaran.
Sebanyak 360 juta penduduk dunia mengalami ketulian, separuhnya (180 juta) berada dia Asia
DOI: Tenggara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat produktivitas kerja
https://doi.org/10.15294/ akibat intensitas kebisingan pada pekerja bagian sawmill, sanding dan bagian finishing di PT. Alis
ijphn.v1i3.47903 Jaya Ciptatama, Ceper, Klaten.
Metode: Dengan jenis penelitian observasional, pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini
adalah pekerja bagian sawmill, sanding dan finishing berjumlah 79 orang. Sampel yang digunakan
adalah 31 orang. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner, dokumentasi dan sound level meter.
Teknik pengambilan data dengan dokumentasi, pengisian kuesioner dan pengukuran kebisingan.
Analisis data menggunakan uji univariat dan bivariat (menggunakan uji Chi Square).
Hasil: Hasil uji Chi Square bahwa nilai p value = 0,576 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan intensitas kebisingan terhadap tingkat produktivitas kerja. Sedangkan untuk
nilai Contingency Coefficient sebesar 0,100 artinya hubungan sangat rendah intensitas kebisingan
dengan tingkat produktivitas kerja pada pekerja.
Kesimpulan: tidak ada hubungan intensitas kebisingan terhadap tingkat produktivitas kerja.

Abstract
Background: The source of noise generated by the production process machine in the work environ-
ment can affect occupational safety and health, workers are exposed to noise for 8 hours per day in the
work environment of PT. Alis Jaya Ciptatama, Ceper, Klaten. Some workers do not use ear protection
equipment, and some use cotton as earplugs when working. Based on data from WHO, almost 14% of
the total workforce in industrialized countries is exposed to noise exceeding 90 dBA in the workplace
and there are 250 million people in the world with moderate and severe hearing loss in 2001, and in-
creased in 2004 to more than 275 million. people with hearing loss. As many as 360 million people in
the world are deaf, half of them (180 million) are in Southeast Asia. The purpose of this study was to
determine differences in the level of work productivity due to noise intensity on workers in the sawmill,
sanding and finishing sections at PT. Alis Jaya Ciptatama, Ceper, Klaten.
Methods: This research includes quantitative research methods. With this type of observational re-
search, cross sectional approach. The population of this study is the sawmill, sanding and finishing
workers totaling 79 people. The sample used is 31 people. The instruments used are questionnaires,
documentation and sound level meters. Data collection techniques with documentation, filling out
questionnaires and measuring noise. Data analysis used univariate and bivariate tests (using Chi
Square test).
Results: The results of the Chi Square test show that the p value = 0.576 > 0.05, it can be concluded
that there is no relationship between noise intensity and work productivity. As for the value of the
Contingency Coefficient of 0.100, it means a very low relationship between noise intensity and the level
of work productivity of workers.
Conclusion: there is no relationship between noise intensity and work productivity.

© 2021 Universitas Negeri Semarang


Correspondence Address:
456 pISSN 2798-4265
Universitas Negeri Semarang, Indonesia. eISSN 2776-9968
Email : ardinimei14@students.unnes.ac.id
Ardini Mei Farisky, Herry Koesyanto / Hubungan Kebisingan Terhadap / IJPHN (1) (3) (2021)

Pendahulun suara mesin gergaji, kebisingan terputus-putus


Berdasarkan Peraturan Menteri merupakan kebisingan yang mengeras atau
Kesehatan Republik Indonesia No.5 tahun mengecil seperti suara kereta api, kebisingan
2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan impulsif berulang yang untuk mencapai
Lingkungan Kerja Nilai Ambang Batas adalah puncak kurang dari 65 ms serta waktu untuk
standar faktor bahaya di Tempat Kerja sebagai menurunkan intensitas hingga 20 dBA serta
kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu kurang dari 500 ms dibawah puncak, steady
(time weighted average) yang dapat diterima stade-noise merupakan kebisingan tingkat
Tenaga Kerja tanpa mengakibatkan penyakit tekanan bunyi atau suara yang stabil terhadap
atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan perubahan waktu dan kebisingan yang tidak
sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 stabil seperti suara air terjun, dan fluctuating
jam sehari atau 40 jam seminggu (PMK RI noise merupakan kebisingan yang kontinyu
No.5 Tahun 2018 Tentang Keselamatan Dan akan tetapi tingkat tekanan bunyi berubah-
Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, 2018). ubah.
Paparan kebisingan di atas Nilai Ambang Batas Kebisingan harus dikendalikan agar
(NAB) yaitu 85 dBA dalam kurun waktu 8 dapat mengurangi gangguan yang dapat terjadi.
jam dapat menyebabkan gangguan kesehatan Sesuai dengan PMK RI No.5 tahun 2018 tentang
dan keselamatan kerja salah satunya yaitu Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan
terganggunya produktivitas kerja. Kebisingan Kerja pengendalian dapat dilakukan dengan
merupakan suatu gangguan yang dapat lima cara yaitu pengendalian eliminasi yaitu
mempengaruhi keselamatan dan kenyamanan menghilangkan sumber kebisingan dari
pekerja khususnya yang dihasilkan dari lingkungan kerja. Pengendalian substitusi yaitu
peralatan produksi (Febriana, 2011). Tingkat upaya pengendalian dengan cara mengganti
kesadaran perusahaan pengelolahan kayu bahan, proses, operasi atau peralatan yang
dan furniture dalam melindungi para pekerja digunakan. Pengendalian rekayasa engineering
masih relatif sangat rendah sehingga hal ini merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk
dapat berdampak terhadap keselamatan dan memisahkan sumber bahaya dari pekerja
kesehatan kerja (Widana & Pujihadi, 2014). dengan memasang sistem pengaman pada alat,
Berdasarkan data dari WHO hampir mesin dan atau lingkungan kerja. Pengendalian
14% dari total tenaga kerja di negara-negara administrasi merupakan pengendalian dari sisi
industri terpapar kebisingan melebihi 90 dBA pekerja agar dapat melakukan pekerjaan secara
di tempat kerja dan terdapat 250 juta orang aman. Contohnya mengatur atau membatasi
didunia dengan gangguan pendengaran sedang pajanan kebisingan pada pekerja, melakukan
maupun berat pada tahun 2001, dan meningkat rotasi kerja, menetapkan peraturan untuk wajib
pada tahun 2004 menjadi lebih dari 275 juta menggunakan APD, dan memberikan reward
orang mengalami gangguan pendengaran. and punishment kepada pekerja (Zuhra, 2019).
Sebanyak 360 juta penduduk dunia mengalami Dan pengendalian APD yaitu pengendalian
ketulian, separuhnya (180 juta) berada di Asia dengan menggunakan alat yang berfungsi
Tenggara (Wijayanti, 2019). untuk mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh
Menurut World Health Organization dari sumber bahaya akibat pekerjaan yang
(WHO), kebisingan yaitu bunyi atau dilakukan seperti ear muff, ear plug, canal caps.
suara apapun yang tidak diperlukan dan Produktivitas adalah perbandingan
dapat menyebabkan dampak yang buruk hasil kerja berupa produk dengan sumber atau
untuk kualitas kehidupan, kesehatan, tenaga yang digunakan saat melakukan proses
dan kesejahteraan (WHO, 2001). Sumber produksi. Sedangkan National Poductivity
kebisingan menurut WHO berasal dari aktivitas Board Singapore produktivitas merupakan
lalu lintas, industri, pesawat terbang, kereta api, sikap mental untuk melakukan peningkatan
konstruksi bangunan, dan kebisingan dalam perbaikan. Ramayani (2004) mengatakan
ruangan. Adapun jenis-jenis kebisingan yaitu produktivitas merupakan sikap mental
kebisingan kontinyu merupakan kebisingan yang terus berusaha untuk menyesuaikan
dengan intensitas kebisingan >6 dBA seperti aktivitas ekonomi terhadap suatu kondisi

457
Ardini Mei Farisky, Herry Koesyanto / Hubungan Kebisingan Terhadap / IJPHN (1) (3) (2021)

yang berubah. Indikator produktivitas kerja Metode


antara lain tingkat absensi pekerja semakin Penelitian ini menggunakan metode
tinggi tingkat absensi pekerja maka akan kuantitatif jenis penelitian observasional
mempengaruhi produktivitas kerja menurun. dengan pendekatan cross sectional. Penelitian
Kualitas suatu produk rendah maka dapat ini dilaksanakan pada bulan April di area
dikatakan produktivitas kerja rendah. Capaian kerja PT. Alis Jaya Ciptatama, Ceper, Klaten.
hasil atau kuantitas produksi berhubungan Variabel bebas pada penelitian ini yaitu
erat dengan produktivitas kerja, jika capaian intensitas kebisingan dan variabel terikat
hasil tinggi maka produktivitas kerja tinggi. yaitu produktivitas kerja. Pengumpulan data
Standar waktu yang ada maka dapat dijadikan dilakukan dengan menggunakan lembar
pedoman bagi perusahaan dalam penelitian kuesioner dan pengukuran kebisingan. Alat
produktivitas kerja. Tingkat kesalahan yang yang digunakan untuk pengumpulan data
banyak akan mempengaruhi menurunnya yaitu lembar kuesioner dan sound lever meter.
tingkat produktivitas kerja. Responden dalam penelitian ini yaitu sebanyak
Menurut Manuaba dalam Tarwaka 31 orang yang diambil dari bagian sawmill,
(2004) faktor alat, cara kerja dan lingkungan sanding dan finishing. Penentuan responden
kerja berpengaruh dengan produktivitas. dalam penelitian ini menggunakan teknik
Kesesuaian faktor tersebut dengan kemampuan proportional sampling. Uji statistik yang
dan batasan pekerja sangat berpengaruh dengan digunakan yaitu uji statistik Chi Square. Teknik
produktivitas kerja yang tinggi. Sedangkan analisa data dalam penelitian ini yaitu analisis
menurut Suma’mur (2009) produktivitas univariat dan analisis bivariat.
dipengaruhi oleh motivasi kerja, pendidikan,
keterampilan, pengalaman, kompetensi kerja, Hasil dan Pembahasan
tingkat kesejahteraan, jaminan kerja dan social, Pengukuran intensitas kebisingan
rewards, punishment, hubungan kerja dan dilakukan pada 3 bagian department yaitu pada
hubungan industrial, dinamika dan inovasi bagian sawmill, sanding dan finishing. Masing-
lapangan usaha, citra perusahaan, lingkungan masing bagian dilakukan pengukuran pada 5
sosial budaya. Pada penelitian Sari (2012) pekerja. Pada bagian sawmill didapatkan hasil
produktivitas kerja dapat dipengaruhi oleh bahwa pekerja I berintensitas kebisingan sebesar
beberapa faktor sepert tingkat pemenuhan rasa 87,8 dBA; pekerja II berintensitas kebisingan
aman, keselamatan (safety) dan kesehatan. sebesar 95,6 dBA; pekerja III berintensitas
Penelitian terdahulu menunjukkan kebisingan sebesar 86,2 dBA; pekerja IV
masih terdapat masalah perlu adanya berintensitas kebisingan sebesar 91,1 dBA; dan
pendalaman lagi dengan menambahkan pekerja V berintensitas kebisingan sebesar 92,1
beberapa variabel atau mengganti variabel dBA. Bagian sanding didapatkan hasil bahwa
yang telah diteliti. Penelitian ini dilaksanakan pekerja I berintensitas kebisingan sebesar
di PT. Karya Timur Malang adanya data hasil 86,3 dBA; pekerja II berintensitas kebisingan
penelitian yang menunjukkan bahwa subjek sebesar 85,3 dBA; pekerja III berintensitas
yang tidak mengalami kebisingan tetapi tingkat kebisingan sebesar 86,5 dBA; pekerja IV
produktivitasnya rendah (Setiawan, 2015). berintensitas kebisingan sebesar 87,1 dBA;
Sedangkan menurut (Sahab et al., 2019) yang dan pekerja V berintensitas kebisingan sebesar
dilakukan di PT. Surveyor Indonesia cabang 86,9 dBA. Serta bagian finishing didapatkan
Medan menunjukkan hasil terjadi hubungan hasil bahwa pekerja I berintensitas kebisingan
yang kuat antara kebisingan terhadap sebesar 72,8 dBA; pekerja II berintensitas
komunikasi, psikologi, dan fisiologi pekerja. kebisingan sebesar 69,2 dBA; pekerja III
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berintensitas kebisingan sebesar 70,6; pekerja
hubungan intensitas kebisingan dengan IV berintensitas kebisingan sebesar 71,2 dBA;
tingkat produktivitas kerja pada pekerja bagian dan pekerja V berintensitas kebisingan sebesar
sawmill, sanding dan finishing di PT. Alis Jaya 69,5 dBA.
Ciptatama, Ceper, Klaten

458
Ardini Mei Farisky, Herry Koesyanto / Hubungan Kebisingan Terhadap / IJPHN (1) (3) (2021)

Tabel 1 Distribusi Nilai Iintensitas Kebisingan Pekerja


No Intensitas Kebisingan Frekuensi Prosentase (%)
1. Bising 17 54,8%
2. Tidak Bising 14 45,2%
Jumlah 31 100%

Pada tabel 1 dapat diketahui bahwa orang (54,8%), sedangkan yang diterima oleh
intensitas kebisingan yang diterima oleh pekerja di lingkungan tidak bising yaitu 14
pekerja di lingkungan bising yaitu sebanyak 17 orang (45,2%).

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Produktivitas Kerja Bagian Sawmill


No Variabel Kategori N=9
Frekuensi Prosentase
1. Produktivitas Kerja Tinggi 4 44,4%
Rendah 5 55,6%
Jumlah 9 100%

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Produktivitas Kerja Bagian Sanding


No Variabel Kategori N=8
Frekuensi Prosentase
1. Produktivitas Kerja Tinggi 4 50%
Rendah 4 50%
Jumlah 8 100%

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Produktivitas Kerja Bagian Finishing


No Variabel Kategori N=14
Frekuensi Prosentase
1. Produktivitas Kerja Tinggi 8 57,1%
Rendah 6 42,9%
Jumlah 14 100%

Pada tabel 2,3,4 hasil pengisian kuesioner, diketahui bahwa terdapat 8 responden (57,1%)
maka diperoleh data tentang produktivitas kerja memiliki kategori produktivitas tinggi dan
responden bagian sawmill diketahui bahwa 6 responden (42,9%) memiliki kategori
terdapat 4 responden (44,4%) memiliki kategori produktivitas rendah.
produktivitas tinggi dan 5 responden (55,6%) Untuk mengetahui hubungan intensitas
memiliki kategori produktivitas rendah. Bagian kebisingan terhadap tingkat produktivitas kerja
sanding diketahui bahwa terdapat 4 responden pada bagian sawmill, sanding dan finishing
(50%) memiliki kategori produktivitas tinggi dilakukan uji statistik Chi Square dengan hasil
dan 4 responden (50%) memiliki kategori sebagai berikut:
produktivitas rendah. Serta bagian finishing

Tabel 5 Hasil Uji Korelasi Chi Square Intensitas Kebisingan Terhadap Produktivitas Kerja Pada
Pekerja Bagian Sawmill, Sanding dan Finishing
No Intensitas Kebisingan Tingkat Produktivitas Total p CC
Kerja
Tinggi Rendah
F % F % F %
1. Bising 8 47,1 9 52,9 17 100 0,576 0,100
2. Tidak Bising 8 57,1 6 42,9 14 100

459
Ardini Mei Farisky, Herry Koesyanto / Hubungan Kebisingan Terhadap / IJPHN (1) (3) (2021)

Hasil uji Chi Square bahwa nilai p value belum dilakukan seperti pengaturan waktu
= 0,576 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa durasi terpapar, pengawasan penggunaan
tidak ada hubungan intensitas kebisingan Alat Pelindung Diri (APD) (Zuhra, 2019).
terhadap tingkat produktivitas kerja pada proses PT. Alis Jaya Ciptatama, Ceper, Klaten sudah
produksi bagian sawmill, sanding dan finishing menyediakan Alat Pelindung Diri (APD), akan
di PT. Alis Jaya Ciptatama, Ceper, Klaten atau tetapi masih banyak pekerja yang tidak disiplin
Ho diterima dan Ha ditolak. Sedangkan untuk untuk menggunakan ear plug atau ear muff
nilai Contingency Coefficient sebesar 0,100 selama mereka bekerja, hanya beberapa pekerja
artinya hubungan sangat rendah intensitas yang menggunakan tutup telinga seperti kapas
kebisingan dengan tingkat produktivitas kerja saat mereka bekerja. Sehingga hal ini dapat
pada pekerja bagian sawmill, sanding dan memungkinkan pekerja untuk mengalami
finishing di PT. Alis Jaya Ciptatama, Ceper, gangguan kebisingan saat mereka bekerja.
Klaten.. Para pekerja sendiri menyadari bahwa dampak
Kebisingan merupakan suatu bunyi yang dari paparan kebisingan dapat menyebabkan
tidak dikehendaki oleh manusia yang berada di gangguan kesehatan dan keselamatan kerja,
sekitarnya serta dapat menimbulkan gangguan akan tetapi para pekerja masih kurang sadar
kesehatan pada manusia yang terpapar. untuk menggunakan Alat Pelindung Diri
Intensitas kebisingan yang melebihi NAB (APD) karena adanya ketidaknyamanan
yaitu >85 dBA dapat menyebabkan gangguan apabila digunakan dan cenderung dianggap
pendengaran, gangguan kenyamanan, menganggu saat mereka melakukan pekerjaan.
gangguan tidur, stress, dan gangguan lainnya. Produktivitas kerja merupakan
Bunyi atau suara yang dihasilkan dari suatu perbandingan hasil output dan input. Input
sumber yang dapat didengar oleh manusia dapat diartikan tenaga kerja serta output
sebagai rangsangan sel syaraf dalam telinga dapat diukur dalam fisik bentuk dan nilai.
oleh gelombang longitudinal getaran yang Pada bagian sawmill dengan rincian 4 orang
dihasilkan dari sumber bunyi. Gelombang memiliki produktivitas tinggi dan 5 orang
longitudinal dapat merambat melalui media memiliki produktivitas rendah, bagian sanding
udara atau dapat juga penghantar yang lain, jika dengan rincian 4 orang memiliki produktivitas
bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki tinggi dan 4 orang memiliki produktivitas
atau tidak diinginkan oleh manusia maka rendah, sedangkan pada bagan finishing 8
bunyi atau suara tersebut dapat dikatakan orang memiliki produktivitas tinggi dan 6 orang
sebagai kebisingan. Pencegahan kebisingan memiliki produktivitas rendah. Berdasarkan
sangat diperlukan untuk mengurangi risiko hasil uji statistik chi square menunjukkan
yang dapat terjadi kepada pekerja. Menurut bahwa tidak terdapat hubungan intensitas
Suma’mur dalam Pradana (2013) pencegahan kebisingan terhadap produktivitas kerja dengan
kebisingan dapat dilakukan mulai dari p value sebesar 0,576. Artinya tidak terdapat
perencanaan mesin dan memasang alat yang hubungan intensitas kebisingan terhadap
dapat meredam kebisingan yang dihasilkan tingkat produktivitas kerja. Pada penelitian
mesin produksi. Pencegahan kebisingan ini kemungkinan yang dapat menyebabkan
sangat diperlukan untuk mengurangi risiko adanya hubungan yang tidak signifikan
yang dapat terjadi kepada pekerja. Menurut antara produktivitas kerja dengan intensitas
Suma’mur dalam Pradana (2013) pencegahan kebisingan yaitu adanya tingkat perpindahan
kebisingan dapat dilakukan mulai dari pekerja yang tinggi dan masa kerja pekerja
perencanaan mesin dan memasang alat yang yang sebagian besar masih di bawah 10 tahun.
dapat meredam kebisingan yang dihasilkan
mesin produksi. PT. Alis Jaya Ciptatama belum Kesimpulan
melakukan upaya pengendalian secara teknik. Berdasarkan hasil penelitian tentang
Pengendalian teknik dapat berupa memberi “Hubungan Kebisingan Terhadap Produktivitas
pembatas dan sekat antara mesin produksi Kerja Pada Area Produksi di PT. Alis Jaya
dan pekerja. Pengendalian administatif PT. Ciptatama, Ceper, Klaten”, dapat disimpulkan
Alis Jaya Ciptatama, Ceper, Klaten juga bahwa tidak ada hubungan intensitas

460
Ardini Mei Farisky, Herry Koesyanto / Hubungan Kebisingan Terhadap / IJPHN (1) (3) (2021)

kebisingan terhadap tingkat produktivitas kerja v1i2.2330


pada proses produksi bagian sawmill, sanding Sari, A. P. (2012). Pengaruh Pelaksanaan Program
dan finishing di PT. Alis Jaya Ciptatama, Ceper, Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap
Klaten. Saran untuk pekerja diharapkan mampu Produktivitas Kerja Pada Karyawan
Engineering BP Tangguh, Teluk, Bintuni. In
untuk menaati peraturan yang telah ditetapkan
Universitas Indonesia (Vol. 3, Issue 3).
oleh perusahaan dan untuk perusahaan dapat Setiawan, F. (2015). Hubungan Persepsi Kebisingan
mempertegas peraturan yang berkaitan dengan dengan Produktivitas Kerja Karyawan. In
SOP manajemen kebisingan dan melaksanakan Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang.
reward dan punishment pada pekerja yang Suma’mur. (2009). Higiene Perusahaan dan
mematuhi dan melanggar peraturan secara Keselamatan Kerja. CV Sagung Seto.
imbang. Tarwaka. (2004). Ergonomi untuk Keselamatan
Kesehatan Kerja dan Produktivitas Kerja.
Daftar Pustaka Uniba Press.
Febriana, S. K. T. (2011). Faktor-faktor yang WHO. (2001). The new world health organization
mempengaaruhi stres kerja. Jurnal Ecopsy, 1, guidelines for community noise. In Noise
28–32. Control Engineering Journal (Vol. 49, Issue 4).
PMK RI No.5 tahun 2018 tentang Keselamatan https://doi.org/10.3397/1.2839659
dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, Widana, I. K., & Pujihadi, I. G. O. (2014). Kebisingan
4 200 (2018). https://media.neliti.com/ Berpengaruh Terhadap Beban Kerja dan
media/publications/163927-ID-kajian- Tingkat Kelelahan Tenaga Kerja di Industri
kes el amat an-d an-kes ehat an-ker j a-b. Pengolahan Kayu. Seminar Nasional SAINS
pdf%0Ahttp://ejournal-unisma.net Dan Teknologi, November, 1–5.
Pradana, A. (2013). KERJA PADA PEKERJA Wijayanti, A. C. (2019). HUBUNGAN ANTARA
BAGIAN GRAVITY. Universitas Negeri INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN
Semarang. GANGGUAN PENDENGARAN PADA
Ramayani. (2004). Produktivitas Kerja. Produktivitas PEKERJA MEBEL DI DESA SERENAN,
Kerja. JUWIRING, KLATEN.
Sahab, M. F., Banjarnahor, M., & Hasibuan, C. F. Zuhra, F. (2019). Pengaruh Kebisingan Terhadap
(2019). Analisa Tingkat Kebisingan terhadap Status Pendengaran Pekerja Di Pt. Kia
Karyawan di Lingkungan Kerja Kantor PT. Keramik Mas Plant Gresik. In Journal of
Surveyor Indonesia Cabang Medan. Journal Chemical Information and Modeling (Vol. 53,
of Industrial and Manufacture Engineering, Issue 9). Universita Airlangga.
1(2), 64. https://doi.org/10.31289/jime.

461
Volume 7 No.1
Januari 2015
ISSN : 2085 – 1669
e-ISSN : 2460 – 0288
Website : jurnal.ftumj.ac.id/index.php/jurtek
Email : jurnalteknologi@ftumj.ac.id

U N I V E R S I T A S M U H A M M A D I Y A H J A K A R T A

ANALISIS KEBISINGAN TERHADAP KARYAWAN DI LINGKUNGAN KERJA


PADA BEBERAPA JENIS PERUSAHAAN
Dino Rimantho 1,*, Bambang Cahyadi 2
1,2
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Pancasila
Jl. Raya Lenteng Agung, Srengseng Sawah, Jagakarsa
*Email: rimantho.dino@gmail.com

Diterima: 2 September 2014 Direvisi: 30 September 2014 Disetujui: 7 Oktober 2014

ABSTRAK

Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan di lingkungan pekerjaan telah menjadi perhatian
para peneliti. Pemerintah memberikan aturan secara jelas mengenai ambang batas mengenai kebisingan di
lingkungan kerja dalam kaitannya dengan pencegahan penyakit akibat kerja. Makalah ini menganalisa paparan
kebisingan kerja dan penggunaan alat pelindung diri kebisingan pada beberapa industri yang berbeda di
Jakarta. Kuesioner digunakan untuk menggali informasi pada responden yang dianggap berpotensi terpapar
oleh kebisingan di lingkungan kerjanya. Responden dipilih secara acak yaitu 400 orang pekerja pada 3
lingkungan industri yang berbeda seperti permesinan, industri daur ulang biji plastik, dan industri konveksi.
Studi menunjukkan bahwa industri permesinan memiliki tingkat kebisingan yang lebih tinggi, yaitu sekitar 97
dB, sedangkan industry pengolahan biji plastik sekitar 92 dB dan industry konveksi sekitar 65 dB. Proporsi
terbesar penggunaan APD adalah wanita yaitu sekitar 75% sementara laki-laki hanya sekitar 65%. Sedangkan
berdasarkan usia, diperoleh informasi bahwa usia responden 21-35 tahun merupakan pengguna APD terbesar
yaitu sekitar 67.8% dan usia di atas 46 tahun menggunakan APD sekitar 37.2%. Para stakeholder mempunyai
peranan yang cukup penting dalam upaya mereduksi potensi risiko yang dapat muncul dari paparan tingkat
kebisingan pada lingkungan pekerjaan serta senantiasa memperhatikan faktor-faktor kesehatan dan
keselamatan kerja (K3) karyawan.

Kata kunci: Kebisingan, APD, risiko, K3

ABSTRACT

Hearing loss caused by noise in the work environment has become a concern to the researchers. Government
gives clear rules on thresholds regarding noise in the workplace in relation to the prevention of occupational
diseases. This paper analyzes occupational noise exposure and the use of personal protective equipment noise
in several different industries in Jakarta. The questionnaire used to gather information on the respondents were
considered potentially exposed to noise in the work environment. Respondents are randomly selected 400 people
working on 3 different industrial environments such as machinery, industrial recycled plastic pellets, and
industrial convection. Studies show that the machinery industry has a higher noise level, which is about 97 dB,
while the plastic resin processing industry around 92 dB and 65 dB convection industry. The largest proportion
of women is the use of PPE is about 75% while the male is only about 65%. Meanwhile, based on age, obtained
information that the respondents aged 21-35 years is the largest user of PPE which is about 67.8% and above
46 years of age to use PPE approximately 37.2%. The stakeholders have an important role in the effort to
reduce the potential risks that can arise from exposure to noise levels in the work environment and to always
pay attention to the factors of health and safety (K3) employees.

Keywords: Noise, PPE, risk, K3


Jurnal Teknologi Volume 7 No. 1 Januari 2015 ISSN : 2085 – 1669
Website : jurnal.ftumj.ac.id/index.php/jurtek e-ISSN : 2460 – 0288

PENDAHULUAN Secara umum karyawan masih rendah dalam


Peningkatan pemanfaatan teknologi dalam penggunaan alat pelindung diri yang
dunia industri memberikan dampak yang disediakan perusahaan. Di samping itu
signifikan terhadap optimalisasi proses rendahnya pemahaman terhadap budaya
produksi. Akan tetapi, pemanfaatan teknologi kesehatan dan keselamatan kerja oleh
ini juga memberikan dampak yang lain karyawan juga dapat mendorong masalah yang
terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. semakin besar. Melamed et al., (1996)
Kondisi lingkungan tempat bekerja harus mengemukakan bahwa factor
mampu memberikan jaminan keamanan dan ketidaknyamanan dan gangguan komunikasi
kesehatan bagi seluruh karyawannya merupakan alasan karyawan tidak
(Mohammadi, 2014). Tarwaka, (2008) menggunakan pelindung pendengaran.
mengemukakan bahwa potensi munculnya Walaupun penggunaan alat pelindung diri
bahaya atau timbulnya penyakit akibat kerja telah diketahui secara teoritis dapat
yang dapat mempengaruhi kesehatan mengurangi dan menekan munculnya potensi
karyawan sering muncul dari tempat bekerja. risiko, namun beberapa alasan masih sangat
Salah satu gangguan terhadap kesehatan sulit untuk diterapkan (Morata et al., 2001).
pekerja yang disebabkan oleh potensi bahaya Studi yang dilakukan oleh Pratini, (2008)
fisik adalah kebisingan dengan intensitas menyatakan bahwa di beberapa Negara Asia
tinggi. Dampak dari paparan kebisingan pada Tenggara memiliki kesadaran yang cukup
pendengaran pekerja telah menjadi topik tinggi terhadap pentingnya penerapan
perdebatan pada beberapa tahun terakhir kesehatan dan keselamatan kerja di lingkungan
(Alton B, Ernest, 2002; Jansen, 1992). pekerjaan.
Tingkat kebisingan yang melebihi nilai Faktor kebisingan di lingkungan tempat kerja
ambang batas dapat mendorong timbulnya dapat menyebabkan munculnya potensi risiko
gangguan pendengaran dan risiko kerusakan lainnya seperti gangguan stress, percepatan
pada telinga baik bersifat sementara maupun denyut nadi, peningkatan tekanan darah,
permanan setelah terpapar dalam periode kestabilan emosional, gangguan komunikasi
waktu tertentu tanpa penggunaan alat proteksi dan penurunan motivasi kerja (Kunto, 2008).
yang memadai. Potensi risiko ini mendorong Kebisingan berpotensi mempengaruhi
pemerintah di berbagai negara membuat suatu kenyamanan dan kesehatan operator yang
regulasi yang membatasi eksposur suara bekerja di dalam lingkungan pabrik. Gangguan
pekerja industry (EPA, 1974). Sebagai contoh, yang tidak dicegah maupun diatasi bisa
peraturan mengenai kebisingan paparan kerja menimbulkan kecelakaan, baik pada pekerja
pada industry harus kurang dari 90 dBA maupun orang di sekitarnya. Upaya
dengan rata-rata waktu 8 jam (OSHA, 1988). pengendalian kebisingan meliputi identifikasi
Lebih lanjut, pemerintah Indonesia melalui masalah kebisingan di pabrik dan menentukan
Menteri Kesehatan No. 1405 tahun 2002 telah tingkat kebisingan yang diterima oleh
memberikan persyaratan kesehatan lingkungan karyawan, sehingga makalah ini bertujuan
kerja yan menyatakan bahwa tingkat untuk melakukan suatu pengendalian potensi
kebisingan di ruang kerja maksimal 85 dBA. bahaya kebisingan ditempat kerja agar tenaga
Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia kerja dapat bekerja dengan sehat dan selamat.
(WHO) menyatakan bahwa prevalensi
kehilangan atau kerusakan pendengaran di
Indonesia mencapai sekitar 4.2% (WHO, KAJIAN LITERATUR
2007). Negara-negara di seluruh dunia Definisi dari suara adalah sensasi yang
menyatakan bahwa Noise Induced Hearing dihasilkan apabila getaran longitudinal
Loss (NIHL) merupakan jenis penyakit yang molekul-molekul dari lingkungan luar, yaitu
sangat berpotensi berdampak risiko kehilangan fase pemadatan dan peregangan dari molekul-
pendengaran. Lebih lanjut dalam laporan molekul yang silih berganti, mengenai
WHO tersebut juga dinyatakan bahwa sekitar membrane timpani (Ganong, 1992). Pola dari
16.% orang dewasa mengalami ketulian akibat gerakan ini digambarkan sebagai perubahan-
kebisingan di tempat kerja. Berdasarkan hal perubahan tekanan pada membran timpani tiap
ini, maka NIHL merupakan salah satu masalah unit waktu merupakan sederetan gelombang
yang harus mendapatkan perhatian khusus. dan gerakan ini dalam lingkungan sekitar kita

22
Dino Rimantho dan Bambang Cahyadi : Analisis kebisingan terhadap karyawan di lingkungan kerja pada beberapa jenis perusahaan
Jurnal Teknologi 7 (1) pp 21 - 27 © 2015

umumnya dinamakan gelombang suara. Lebih Sumber bising ialah sumber bunyi yang
lanjut, Kepmenaker No. 51 Tahun 1999 kehadirannya dianggap mengganggu
memberikan pengertian mengenai kebisingan pendengaran baik dari sumber bergerak
sebagai seluruh jenis suara atau bunyi yang maupun tidak bergerak. Umumnya sumber
tidak diharapkan yang bersumber baik dari kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri,
suatu proses alat-alat produksi maupun perdagangan, pembangunan, alat pembangkit
peralatan kerja pada tingkat tertentu yang tenaga, alat pengangkut dan kegiatan rumah
dapat mendorong terjadinya gangguan tangga. Di industri, sumber kebisingan dapat
pendengaran. diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu
Intensitas kebisingan atau arus energi mesin, vibrasi, pergerakan udara, gas dan
persatuan luas secara umum dinyatakan dalam cairan
satuan logaritmis yang disebut dengan decibel Dalam peraturan menteri tenaga kerja dan
(dB) dengan memperbandingkan dengan transmigrasi no. Per 01/MEN/1981 (Pungky
kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu W, 2002), yang dimaksud dengan penyakit
kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1.000 akibat kerja adalah setiap penyakit yang
Hz yang tepat didengar oleh telinga normal disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan
(Suma’mur, 1996). kerja. Definisi lain dari penyakit akibat kerja
adalah hubungan dengan faktor penyebab
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan spesifik di tempat kerja, sepenuhnya
kesehatan pada manusia yang terpapar dan dipastikan dan faktor tersebut dapat
dapat dikelompokan secara bertingkat sebagai diidentifiksi, diukur dan selanjutnya dapat
berikut: dikendalikan (WHO, 1985 dalam A.M.
a. Gangguan Fisiologis Sugeng Budiono, 2001). Penyakit akibat kerja
Seseorang yang terpapar bising dapat atau lebih dikenal sebagai man made diseases
menggangu, lebih-lebih yang terputus-putus dapat timbul setelah seorang karyawan yang
atau yang datangnya tiba-tiba dan tak terduga. tadinya terbukti sehat memulai pekerjaannya.
Gangguan dapat terjadi seperti, peningkatan Langkah-langkah kearah pencegahan penyakit
tekanan darah, peningkatan denyut nadi, basa akibat kerja terdiri dari kesadaran manajemen
metabolisme, kontraksi pembuluh darah kecil, untuk mencegah penyakit akibat kerja dan
dapat menyebabkan pucat dan gangguan pengaturan tata cara pencegahan (Bennet
sensoris, serta dapat menurunkan kinerja otot. silalahi dan rumondang silalahi (1995).
b. Gangguan Psikologis Manajemen harus sadar bahwa peningkatan
Seseorang yang terpapar bising dapat teganggu produktivitas kerja sangat erat kaitannya
kejiwaanya, berupa stres, sulit berkonsentrasi dengan efisiensi dan prestasi kerja. Kedua hal
dan lain-lain, dengan akibat mempengaruhi tersebut tidak terlepas dari tenaga kerja yang
kesehatan organ tubuh yang lain. sehat, selamat dan sejahtera. Jadi, peningkatan
c. Gangguan komunikasi kesejahteraan dan keselamatan kerja harus
Yaitu gangguan pembicaraan akibat dilengkapi oleh lingkungan yang sehat.
kebisingan sehingga lawan bicara tidak
mendengar dengan jelas. Untuk rnengatasi METODOLOGI PENELITIAN
pembicaraan perlu lebih diperkeras bahkan Terdapat tiga jenis industri yang berbeda
berteriak. menjadi tujuan dari penelitian ini, yaitu
d. Gangguan keseimbangan bengkel permesinan, industri daur ulang biji
Kebisingan yang terlalu tinggi dapat plastik, dan industri konveksi di kota Jakarta.
mengakibatkan gangguan keseimbangan yang Alasan pemilihan ketiga lingkungan industri
berupa kesan seakan-akan berjalan di ruang yang berbeda ini dapat sebagai bahan
angkasa. perbandingan antara ketiganya dalam
e. Ketulian kerangka penelitian kesehatan dan
Diantara sekian banyak gangguan yang keselamatan kerja karyawan. Responden
ditimbulkan oleh kebisingan, maka gangguan dipilih secara acak, dimana terdapat sekitar
yang paling serius adalah ketulian. Ketulian 400 orang yang terdiri dari 325 orang pria dan
akibat bising ada tiga macam yaitu, tuli 75 orang wanita yang menjadi target
sementara, tuli menetap, trauma akustik penelitian. Kuesioner digunakan untuk
menganalisis hubungan penggunaan alat

23
Jurnal Teknologi Volume 7 No. 1 Januari 2015 ISSN : 2085 – 1669
Website : jurnal.ftumj.ac.id/index.php/jurtek e-ISSN : 2460 – 0288

pelindung diri kebisingan dan paparan


kebisingan di lingkungan kerja. Beberapa
pertanyaan dalam kuesioner meliputi
pengetahuan tentang kebisingan, pengetahuan
tentang APD, penyakit terkait lingkungan
kerja. Guna mengetahui tingkat kebisingan di
lingkungan kerja, maka penelitian ini
mengintegrasikan penggunaan sound level
meter (Bruel dan Kjaer Model 2260) dan
dosimeter kebisingan (Bruel dan Kjaer Model
4436).
Gambar 2. Karakteristik responden
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan usia
Dari hasil kuesioner yang telah dibagikan,
diperoleh tingkat pengembalian kuesioner
adalah 300 orang laki-laki dan 54 orang wanita
atau sekitar 88.5% dari total keseluruhan
kuesioner yang diharapkan. Selanjutnya dari
hasil kuesioner diperoleh informasi bahwa
karakteristik responden dapat dilihat pada
gambar di bawah ini:

Gambar 3. Karakteristik responden


berdasarkan latar belakang pendidikan

Pada Gambar 3 di atas memberikan informasi


mengenai karakteristik pekerja yang
didasarkan pada latar belakang pendidikan.
Dari hasil kuesioner yang telah dibagikan
diperoleh keterangan bahwa karyawan dengan
latar belakang pendidikan SMA sederajat yaitu
Gambar 1. Jumlah responden berdasarkan sekitar 199 orang atau sekitar 56%, kemudian
jenis kelamin pendidikan SMP sederajat atau sekitar 33%
dan hanya sebagian kecil dari responden yang
Gambar 1 di atas memberikan informasi berpendidikan diploma/sarjana yaitu sekitar
mengenai jumlah responden berdasarkan 4% atau sekitar 15 orang, dan pendidikan
gender, dimana dalam penelitian ini diperoleh sekolah dasar sekitar 7% atau sejumlah 23
responden laki-laki sekitar 300 orang atau karyawan.
sekitar 85%, sedangkan wanita sekitar 54 Karakteristik responden berdasarkan masa
orang atau sekitar 15%. Sementara itu, pada kerja dapat dijelaskan berdasarkan gambar 3 di
karakteristik responden yang didasarkan pada atas, dimana karyawan yang bekerja antara 11
usia diperoleh informasi bahwa sekitar 32% – 15 tahun merupakan proporsi terbesar yaitu
responden atau sekitar 21-35 tahun, sementara sekitar 35% atau sekitar 123 pekerja,
itu responden yang berusia di atas 45 tahun sementara karyawan yang telah bekerja lebih
adalah sekitar 28 % atau sekitar 98 pekerja dari 15 tahun diperoleh keterangan sekitar 75
dan hanya 8 % atau 30 orang pekerja yang responden atau sekitar 25%. Sedangkan yang
berusia di bawah 20 tahun (gambar 2). bekerja selama 5 – 10 tahun dan kurang dari 5
tahun adalah masing-masing 25% dan 19%.

24
Dino Rimantho dan Bambang Cahyadi : Analisis kebisingan terhadap karyawan di lingkungan kerja pada beberapa jenis perusahaan
Jurnal Teknologi 7 (1) pp 21 - 27 © 2015

karyawan dilakukan guna menghindari


paparan secara terus menerus pada karyawan.
Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas
mengenai pengetahuan tentang kebisingan,
penggunaan alat pelindung diri dan penyakit
terkait lingkungan kerja, maka faktor-faktor
tersebut diakomodasi dalam suatu kuesioner
yang didistribusikan kepada responden
terpilih. Penilaian kuesioner ini menggunakan
skala linkert untuk menyatakan persepsi
Gambar 3. Karakteristik responden responden, yaitu menggunakan sangat setuju
berdasarkan masa kerja sampat sangat tidak setuju serta pernyataan
selalu dan tidak pernah pada faktor
Tabel 1. Tingkat kebisingan dan upaya pengetahuan APD dan penyakit terkait
pengendalian lingkungan kerja. Analisis reliabilitas (alpha
Cronbach) dilakukan untuk semua jenis
Industri Tingkat Upaya pertanyaan pada responden, dimana hasil yang
kebisingan pengendalian diperoleh adalah 0.76 sebagaimana tabel 2 di
Bengkel 97 dB  Pemasangan bawah.
permesinan, tanda (sign)
 Pemakaian Tabel 3: Perbandingan penggunaan APD
APD berdasarkan jenis kelamin dan usia responden
 Rotasi Kerja
Industry daur 92 dB  Pemasangan Variabel Jumlah Pemakaian alat
ulang biji tanda (sign) (N) pelindung diri (%)
plastik  Pemakaian Gender
APD Laki-laki 300 65
 Rotasi Kerja Wanita 54 75
Konveksi 65 dB  Pemakaian Usia
APD Kurang dari 20 30 53.7
 Rotasi kerja tahun
21-35 114 67.8
Informasi yang diperoleh dari tabel 1 35-45 112 42.5
memberikan gambaran mengenai tingkat Di atas 46 98 37.2
kebisingan dan usaha-usaha yang dapat
dilakukan untuk mengurangi terjadinya Tabel 3 di atas memberikan informasi
kecelakaan kerja. Dari hasil pengamatan di mengenai perbandingan pemakaian APD
lapangan diperoleh informasi bahwa industri terkait kebisingan yang didasarkan pada jenis
bengkel permesinan memiliki tingkat kelamin dan usia responden. Dari hasil survey
kebisingan yang lebih tinggi di banding tersebut diperoleh keterangan bahwa sebagian
dengan industry lainnya seperti daur ulang biji besar responden telah menggunakan alat
plastik dan konveksi. Dimana tingkat pelindung diri dalam kaitannya untuk
kebisingannya sekitar 97 dB dan hal ini telah mengurangi potensi risiko kebisingan. Bila
diatas ambang batas yang ditentukan oleh ditinjau dari jenis kelamin, maka proporsi
peraturan Menteri Kesehatan No. 1405 tahun terbesar penggunaan APD ini adalah wanita
2002 yang telah memberikan persyaratan yaitu sekitar 75% sementara laki-laki hanya
kesehatan lingkungan kerja yan menyatakan sekitar 65% yang menggunakan APD dari
bahwa tingkat kebisingan di ruang kerja total responden. Sedangkan berdasarkan usia,
maksimal 85 dBA. Lebih lanjut, untuk dapat diperoleh informasi bahwa usia responden 21-
menghindari dan mengeliminasi terjadinya 35 tahun merupakan pengguna APD terbesar
kebisingan maka perusahaan telah memasang yaitu sekitar 67.8% dan usia di atas 46 tahun
tanda yang menyatakan lokasi pekerjaan menggunakan APD sekitar 37.2%.
merupakan sumber kebisingan. Disamping itu Motivasi diri merupakan salah satu prediktor
pemakaian APD dan rotasi shift kerja penting dari penggunaan alat pelindung diri
dari kebisingan dan hal ini juga menentukan

25
Jurnal Teknologi Volume 7 No. 1 Januari 2015 ISSN : 2085 – 1669
Website : jurnal.ftumj.ac.id/index.php/jurtek e-ISSN : 2460 – 0288

apakah responden menggunakan APD untuk


mengurangi paparan kebisingan di sumbernya.
Analisis Chi-Square memberikan gambaran
bahwa terdapat tingkat perbedaan yang
signigikan pada alat pelindung diri diantara
beberapa kategori seperti gender (α = 0.005),
usia (K2= 67.65; df=6; α = 0.005), masa kerja
(K2= 67.65; df=6; α = 0.005), dan latar
belakang pendidikan (K2= 67.65; df=6; α =
0.005).

Tabel 2. Hasil kuesioner mengenai persepsi risiko.

Deksripsi Skala penilaian Mean Total item


% pria % wanita Korelasi
Pengetahuan tentang kebisingan
Paparan tingkat kebisingan yang tinggi dapat 71 9.8 3.15 0.45
berbahaya bagi pendengaran saya
Pada setiap tingkat kebisingan akan dapat berbahaya 76 8.2 3.16 0.53
bagi pendengaran
Penggunaan alat pelindung diri tidak diperlukan di 77 8.5 2.95 0.63
tempat kerja
Kebisingan dapat menyebabkan tuli permanen 79 7.6 3.14 0.58
Pengetahuan tentang APD
Pengetahuan alat pelindung diri pada lingkungan 82 8.7 2.54 0.65
kerja
Penggunaan APD dapat mengurangi tingkat 76.5 7.6 1.75 0.45
kebisingan
Saya menggunakan APD dengan baik sesuai 76 8.5 2.23 0.55
ketentuan perusahaan
Saya menggunakan APD untuk mengurangi risiko 77.4 7.6 2.10 0.63
kebisingan 1. Kesimpulan
Penyakit terkait lingkungan kerja Tingkat kebisingan pada lingkungan pekerjaan
Keluhan sakit kepala 82 berpotensi
dapat 3.4 terhadap
3.23 penyakit0.68
akibat
Keluhan stress 76 5.7 3.15 0.63
pekerjaan. Sehingga untuk dapat mengurangi
tingkat kebisingan maka para karyawan yang
bekerja di lingkungan yang memiliki tingkat
Suatu studi yang dilakukan oleh Melamed et kebisingan yang tinggi harus menggunakan
al., (1996), menemukan bahwa motivasi diri alat pelindung diri kebisingan. Para karyawan
untuk menggunakan alat pelindung diri juga diharapkan mampu mengetahui dasar-
merupakan salah satu hal yang paling utama dasar kesehatan dan keselamatan kerja di
dalam rangka pencegahan kerusakan lingkungan tempat kerja mereka. Perusahaan
pendengaran. Selanjutnya, untuk dapat juga diharapkan dapat memberikan fasilitas
memberikan gambaran yang jelas bagi setiap yang terkait dengan peningkatan pengetahuan,
karyawan mengenai pentingnya alat pelindung tingkat kepedulian dan motivasi diri para
diri, maka perusahaan harus mampu karyawan terutama dalam hal kesehatan dan
memberikan program pelatihan penggunaan keselamatan kerja. Penelitian ini dapat
alat pelindung diri (Mohammadi, 2008). dijadikan sebagai titik awal untuk pelaksanaan
Melalui program pelatihan penggunaan APD penelitian berikutnya terkait dengan kesehatan
akan dapat memberikan hasil keseluruhan dan keselamatan kerja terutama mengenai
positif bagi karyawan (Williams et al., 2007) kebisingan dan faktor-faktor yang terkait.

26
Dino Rimantho dan Bambang Cahyadi : Analisis kebisingan terhadap karyawan di lingkungan kerja pada beberapa jenis perusahaan
Jurnal Teknologi 7 (1) pp 21 - 27 © 2015

KESIMPULAN
Para stakeholder mempunyai peranan yang Mohammadi G., Occupational Noise Pollution
cukup penting dalam upaya mereduksi potensi and Hearing protection in selected industries,
risiko yang dapat muncul dari paparan tingkat Iranian Journal of Health, Safety and
kebisingan pada lingkungan pekerjaan serta Environment, 2014, Vol. 1, No. 1, pp. 30-35
senantiasa memperhatikan faktor-faktor
kesehatan dan keselamatan kerja (K3) Mohammadi G. Hearing conservation
karyawan. programs in selected metal fabrication
Industries, Applied Acoustics 2008;69: 287-
DAFTAR PUSTAKA 292.
Alton B, Ernest J. Relationship Between Loss
And Noise Exposure Levels In A Large Morata TC., Fiorini AC, Fischer FM, Krieg
Industrial Population: A Review Of An EF, Gozzoli L, Colacioppo S. Factors
Overlooked Study. J Acoust Soc Am, affecting the use of hearing protectors in a
88(S1):S73 (A). 42 P.C. Eleftheriou /Applied population of printing workers. Noise &
Acoustics 2002;63: 35–42. Health 2001; 4 (13): 25-32.

A.M. Sugeng Budiono, 2001. Tuli Akibat Pratini, S. Analisa Tingkat Kebisingan untuk
Kebisingan. Jakarta: Rineka Cipta Singgih Penentuan Alat Pelindung Telinga Yang Tepat
Santosa. pada Grinding Section PA-Pabrik III PT.
Petrokimia Gresik (Persero). TF – ITS. 2008.
Bennet N.B. Silalahi dan Rumondang B. Skripsi
Silalahi, 1995. Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Pustaka Pungky. W, 2002. Himpunan Peraturan
Binawan Pressindo. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:
Sekretariat ASEAN-OSHNET dan Direktorat
EPA, Information On Levels And PNKK.
Environmental Noise Requisite To Protect
Public Health And Welfare With And Suma’mur P.K., 1996. Keselamatan Kerja dan
Adequate Margin Of Safety, Environmental Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV. Gunung
Protection Agency, Washington (DC) March Agung.
1974.
Tarwaka, 2008. Keselamatan dan Kesehatan
Ganong W.F, 1992. Fisiologi Kedokteran. Kerja manajemen dan Implementasi K3 di
Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. Tempat Kerja. Surakarta: PT Harapan Press.

Jansen G. The effects of noise on human WHO. Situation Review and Update on
beings. VGB (German), (1992); 72(1):60-4. Deafness. Hearing Loss and Intervention
Programme . Regional Office for South-East
Kunto, I. Mengatasi Kebisingan di Asia. 2007. New Delhi SEA Volume 61,
Lingkungan Kerja. Badan Penerbit Universitas Nomor 2
Diponegoro Semarang. 2008. Semarang.
Williams W. Purdy S C, Story L, Nakhla M ,
Melamed S, Rabinowitz S, Feiner M, Boon G. (2007).towards more effective
Weisberg E, Ribak J. Usefulness of the methods for changing perceptions of noise in
protection motivation theory in explaining the workplace. Safety Science 2007; 45:.431-
hearing protection device use among male 447.
industrial workers. Health Psychology 1996;
15: 209–215.

27

Anda mungkin juga menyukai