JUDUL:
Analisis Lingkungan Kerja menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 70
Tahun 2016 tentang Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Industri
TUJUAN (POINT: 5)
1. Siswa dapat melaksanakan prosedur analisis lingkungan kerja sesuai standar
2. Siswa dapat mengetahui peraturan yang mengatur tentang keselamatan kerja
3. Siswa dapat menentukan konsentrasi partikel debu halus (PM 10) di
lingkungan kerja
4. Siswa dapat menentukan tingkat kebisingan di sekitar lingkungan kerja
5. Siswa dapat menganalisis intensitas cahaya area tempat bekerja
6. Siswa dapat menghubungkan kaitan-kaitan faktor kerja yang ada dengan
kesehatan fisik, jasmani, dan rohani seorang pekerja.
7. Siswa dapat mengetahui standar area kerja yang aman dan nyaman
DASAR TEORI (POINT: 15)
Iklim kerja adalah suatu kombinasi dari suhu kerja, kelembaban udara,
kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi pada suatu tempat kerja. Cuaca kerja
yang tidak nyaman, tidak sesuai dengan syarat yang ditentukan dapat menurunkan
kapasitas kerja yang berakibat menurunnya efisiensi dan produktivitas kerja
(Subaris et al, 2008).
Suhu nyaman untuk orang Indonesia adalah berkisar antara 24 - 26 °C.
suhu yang lebih dingin dapat mengurangi efisiensi kerja dengan keluhan kaku
atau kurangnya koordinasi otot sedangkan bila suhu lebih panas akan berakibat
menurunkan prestasi kerja berpikir. Suhu area kerja yang terlalu panas
mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan memperlambat waktu
pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu
koordinasi saraf perasa motoris, serta memudahkan emosi untuk dirangsang, maka
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA INDUSTRI
dari itu bekerja pada lingkungan kerja yang tinggi dapat membahayakan bagi
keselamatan dan kesehatan kerja sehingga perlu upaya penyesuaian waktu kerja
dan penyelenggaraan perlindungan yang tepat (Suma’mur, 2014)
Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) merupakan parameter untuk menilai
tingkat iklim kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu kering, suhu
basah dan suhu bola. Nilai Ambang Batas (NAB) iklim lingkungan kerja
merupakan batas pajanan iklim lingkungan kerja atau pajanan panas (heat stress)
yang tidak boleh dilampaui selama 8 jam kerja per hari seperti tercantum pada
Tabel 1. NAB iklim lingkungan kerja dinyatakan dalam derajat Celsius (oC).
Tabel 1. Nilai Ambang Batas Iklim Lingkungan Kerja Industri
Alokasi NAB (oC ISBB)
waktu kerja Ringan Sedang Berat Sangat Berat
dan istirahat
75 - 100% 31,0 28,0 * *
50 - 75% 31,0 29,0 27,5 *
25 - 50% 32,0 30,0 29,0 28,0
0 - 25% 32,5 31,5 30 20,0
(*) tidak diperbolehkan karena alasan dampak fisiologis
ditimbulkan oleh aktifitas jalan raya, dan bunyi yang ditimbulkan oleh kereta
api.
Nilai Ambang Batas kebisingan merupakan nilai yang mengatur tentang
tekanan bising rata-rata atau level kebisingan berdasarkan durasi pajanan bising
yang mewakili kondisi dimana hampir semua pekerja terpajan bising berulang-
ulang tanpa menimbulkan gangguan pendengaran dan memahami pembicaraan
normal. Alat standar untuk pengukuran kebisingan adalah menggunakan Sound
Level Meter. Alat sound level meter dapat mengukur tiga jenis karakter respon
frekuensi yang ditunjukkan dalam skala A, B, dan C. Skala A ditemukan paling
mewakili batasan pendengaran manusia dan respons telinga terhadap kebisingan,
termasuk kebisingan akibat lalu lintas, serta kebisingan yang dapat menimbulkan
gangguan pendengaran. Skala A dinyatakan dalam satuan dBA (Djalante,2010).
NAB kebisingan yang diatur dalam peraturan ini tidak berlaku untuk bising yang
bersifat impulsif atau dentuman yang lamanya kurang dari 3 detik. NAB
kebisingan dinyatakan dalam desibel (dBA). NAB kebisingan untuk 8 jam kerja
per hari adalah sebesar 85 dBA. Pajanan bising tidak boleh melebihi level 140
dBC walaupun hanya sesaat. (Fithri&Annisa.2015). Berikut adalah Tabel NAB
kebisingan menurut Permenkes No. 70 Tahun 2016.
Tabel 2. NAB Kebisingan
Satuan Durasi Pajanan Level Kebisingan (dBA)
Kebisingan Per Hari
24 80
16 82
Jam 8 85
4 88
2 91
1 94
30 97
15 100
Menit 7,5 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA INDUSTRI
28,12 115
14,06 118
7,03 121
3,52 124
Detik
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
Pada dasarnya cahaya diperlukan oleh manusia untuk melihat objek secara
visual. Dengan cahaya yang dipantulkan oleh objek-objek tersebutlah maka kita
dapat melihatnya secara jelas. Sehingga akan menimbulkan kenyamanan visual
jika pencahaayaan yang didapatkan itu secara cukup. Jika pencahayaan tersebut
kurang ataupun berlebihan maka akan menganggu kenyamanan saat melihat. Hal
ini akan berdampak pada kesehatan terutama pada indera penglihatan (mata).
Pencahayaan yang diperlukan tiap pekerjaan berbeda-beda. Pada area kerja
membutuhkan intensitas cahaya yang memadai agar pengguna di dalamnya dapat
melakukan aktivitas dengan lancar dan memiliki produktivitas kerja yang baik.
Kenyamanan visual di dalam ruangan yang bersumber dari pencahayaan
dipengaruhi oleh jumlah, ukuran dan penempatan jendela (Widiyanto et al,2017).
PRINSIP DAN REAKSI (POINT: 10)
1. Iklim Kerja / ISBB
Alat diletakkan pada titik pengukuran sesuai dengan waktu yang ditentukan,
suhu basah alami, suhu kering dan suhu bola dibaca pada alat ukur, dan indeks
suhu basah dan bola diperhitungkan dengan rumus.
2. Respirable Dust (PM 10)
Partikel debu halus dihisap ke dalam sensor dan menghamburkan sinar infra
merah. Jumlah sinar yang diterima oleh detektor cahaya sebanding dengan
konsentrasi aerosol. Konsentrasi debu halus di udara dihitung secara instan dan
ditampilkan pada display.
3. Kebisingan
Tingkat tekanan bunyi diukur dengan alat sound level meter dalam rentang
waktu tertentu. Tekanan bunyi menyentuh membran microphone pada alat,
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA INDUSTRI
sinyal bunyi diubah menjadi sinyal listrik dilewatkan pada filer pembobotan,
sinyal dikuatkan oleh amplifier diteruskan pada layar hingga dapat terbaca
tingkat intensitas bunyi yang terukur.
4. Pencahayaan
Pengukuran intensitas penerangan ini memakai alat luxmeter yang hasilnya
dapat langsung dibaca. Alat ini mengubah energi cahaya menjadi energi listrik,
kemudian energi listrik dalam bentuk arus diubah menjadi angka yang dapat
dibaca pada layar monitor.
12 0,086 86 27 0,070 70
13 0,084 84 28 0,048 48
14 0,105 105 29 0,014 14
15 0,084 84 30 0,024 24
Catatan selama sampling:
17 17 66,2 47
18 18 66,8 48
19 19 66,8 49
20 20 67,7 50
21 21 66,9 51
22 22 65,9 52
23 23 66,7 53
24 24 68,1 54
25 25 67,8 55
26 26 68,3 56
27 27 65,7 57
28 28 67,3 58
29 29 67,4 59
30 30 74,5 60
Lavg 67,5
Lmax 74,5
Lmin 65,7
Comment:
3 3 72,2 33
4 4 69,2 34
5 5 73,8 35
6 6 72,8 36
7 7 74,2 37
8 73,0
Taman
8 38
9 9 68,0 39
10
11
10
11
70,4
73,3
40
41 ×
12 12 68,9 42
13 13 73,1 43
14 14 72,0 44
15 15 71,7 45
16 16 67,4 46
17 17 68,8 47 Gerbang Utama
18 18 70,6 48
19 19 73,0 49
20 20 72,0 50
21 21 71,8 51
22 22 72,1 52
23 23 73,1 53
24 24 70,0 54
25 25 70,5 55
26 26 71,2 56
27 27 71,2 57
28 28 73,6 58
29 29 69,4 59
Pos Satpam
30 30 73,8 60
Lavg 71,6
Lmax 75,1
Lmin 67,4
Comment:
Rata−rata=
∑ debu halus
30
2,784
Rata−rata=
30
Rata−rata=0,0928 mg/m3
Rata−rata=92 , 8 μg/m3
4. Pencahayaan
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA INDUSTRI
Rata−rata=
∑ intensitas cahaya di meja
4
280,7+257+204,3+253,7
Rata−rata= =248,93 LUX
4
Ruang Timbang
Intensitas cahaya ruang timbang=71,3 LUX
namun untuk outdoor pada lokasi tempat parkir, didapatkan hasil sebesar 69,55
dBA yang mana melebihi NAB yakni 55 dBA. Pada analisis parameter intensitas
pencahayaan diperoleh hasil sebesar sebesar 248,93 LUX untuk meja kerja dan
71,3 LUX yang tidak sesuai dengan acuan Permenkes No.70 Tahun 2016 dengan
minimal 500 LUX untuk skala laboratorium. Pada parameter Respirable Dust
(PM10) sebesar 0.0928 mg/m3 yang hasilnya tidak melampaui batas dan sesuai
dengan nilai ambang batas Permenkes No.70 Tahun 2016 dengan maksimal 3
mg/m3
DAFTAR PUSTAKA (POINT: 5)
Fithri, P. & Annisa, I. Q. 2015. Analisis Intensitas Kebisingan Lingkungan Kerja
pada Area Utilities Unit PLTD dan Boiler di PT.Pertamina RU II
Dumai.Jurnal Sains, Teknologi dan Industri, Vol. 12, No. 2, Juni 2015, pp.
278 - 285. Sumatera Utara: Universitas Andalas.
M.A., Desai, Mehta S., & Smith K.R. (2004). Indoor Smoke from Solid Fuels:
Assessing The Environmental Burden of Disease at National and Local
Levels. W.H.O. Environmental Burden of Disease Series, No. 4. Geneva:
World Health Organization.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 70 Tahun 2016.
Rahmawati, E. D. A. 2015. Dampak Intensitas Kebisingan Terhadap Gangguan
Pendengaran (Auditory Effect) Pada Pekerja di Pabrik I PT. Petrokimia
Gresik. Skripsi. Jember: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Jember.
Sanders, M.S. and McCormick, E.J., 1994. Human Factor in Engineering and
Design, New York: McGraw Hill Book Company.
Subaris, H dan Haryono. 2008. Hygiene Lingkungan Kerja. Yogjakarta: Mitra
Cendekia Press.
Suma'mur, PK. 2014. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes).
Jakarta: Sagung Seto.
TTD
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA INDUSTRI