Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN

PRAKTIKUM ALAT SOUND LEVEL METER

Laporan ini dibuat sebagai syarat


Dalam Mata Kuliah Analisis Kualitas Lingkungan Program Studi Kesehatan
Lingkungan

OLEH

Nama : Arshita Syifatul Qolbi Tiyanensa


NIM : 10031181924002
Kelompok : 8 (Delapan)
Dosen : Elvi Sunarsih, S.K.M., M.Kes.
Inoy Trisnaini,S.K.M.,M.KL.
DR. Suheryanto,M.SI
Asisten : M. Rozqie Anam

LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM


STUDI KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS
KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i

DAFTAR TABEL....................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4

1.1 Latar Belakang..........................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................5

2.1 Pengertian.......................................................................................................5

2.2 Nilai Ambang Batas.......................................................................................5

2.3 Dampak Kesehatan........................................................................................6

2.4 Sumber Bising................................................................................................7

BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................................9

3.1 Alat dan Bahan...............................................................................................9

A. Alat..............................................................................................................9

B. Bahan...........................................................................................................9

3.2 Prosedur Kerja................................................................................................9

3.2.1 Kalibrasi Alat..........................................................................................9

3.2.2 Cara Mengganti Baterai........................................................................10

3.2.3 Cara Kerja.............................................................................................10

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................11

4.1 Hasil Praktikum............................................................................................11

4.2 Pembahasan..................................................................................................11

BAB V KESIMPULAN........................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

i
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Nilai Ambang Batas Kebisingan................................................................5


Tabel 2. Hasil Pengukuran Kebisingan.................................................................12

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Alat Sound Level Meter.....................................................................11

Gambar 4.1 Hasil Pengukuran Kebisingan 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sound Level Meter merupakan suatu perangkat alat uji untuk mengukur
tingkat kebisingan suara (noise pollution), dimana hal tersebut sangat diperlukan
terutama untuk lingkungan industri, contoh pada industri penerbangan dimana
lingkungan sekitar harus diuji tingkat kebisingan suara atau tekanan suara yang
ditimbulkannya untuk mengetahui pengaruhnya terhadap lingkungan sekitar.
Alat ini didesign memberikan respon seperti telinga manusia dengan
memasukkan sebuah penguat dalam rangkaian elektroniknya yang memberikan
penguatan tegangan yang lebih kecil pada frekuensi rendah dan tinggi. Alat ukur
ini ditandai dalam satuan desibel (disingkat dB). Desibel (Lambang Internasional
= dB) adalah satuan untuk mengukur intensitas suara. Huruf "B" pada dB ditulis
dengan huruf besar karena merupakan bagian dari nama penemunya, yaitu "Bell"
(Alexander Graham Bell).
Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber
dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat
tertentudapat menimbulkan gangguan pendengaran (Kepmenaker No 51. tahun
1999). Pendegaran akibat terpapar suara yang bising atau Noise Induced Hearing
Loss (NHL) merupakan salah satu penyakit akibat kerja paling banyak dijumpai
diperusahaan. Noise Induced Hearing Loss dalam bahasa Indonesia disebut Tuli
Akibat Bising (TAB). TAB adalah suatu kelainan atau gangguan pendengaran
berupa penurunan fungsi indera pendengaran akibat terpapar oleh bising dengan
intensitas yang berlebih terus-menerus dalam waktu lama (General, 2010).
Intensitas bising di lingkungan kerja, di ukur dengan Sound Level meter.
Untuk mengukur nilai ambang pendengaran digunakan Audiometer. Untuk
menilai tingkat pajanan pekerja lebih tepat digunakan Noise Dose Meter karena
pekerja umumnya tidak menetap pada suatu tempat kerja selama 8 jam bekerja.
Sound Level Meter adalah alat pengukur suara.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Sound Level Meter merupakan suatu perangkat alat uji untuk mengukur
tingkat kebisingan suara (noise pollution), dimana hal tersebut sangat diperlukan
terutama untuk lingkungan industri, contoh pada industri penerbangan dimana
lingkungan sekitar harus diuji tingkat kebisingan suara atau tekanan suara yang
ditimbulkannya untuk mengetahui pengaruhnya terhadap lingkungan sekitar.
Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber
dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat
tertentudapat menimbulkan gangguan pendengaran (Kepmenaker No 51. tahun
1999).
Kebisingan didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki. Bising
menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja seperti gangguan
fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian atau ada yang
menggolongkan gangguannya berupa gangguan pendengaran, misalnya gangguan
terhadap pendengaran dan gangguan pendengaran seperti komunikasi terganggu,
ancaman bahaya keselamatan, menurunnya performa kerja, kelelahan dan stress

2.2 Nilai Ambang Batas


Nilai ambang batas [NAB] intensitas bising adalah 85 dB dan waktu
bekerja maksimum adalah 8 jam per hari.
Nilai ambang batas kebisingan mengacu pada Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. 5 1/KEPMEN/1999. Nilai ambang batas ini menggunakan patokan
kebisingan ditempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan
penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaannya sehari-hari untuk waktu
tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
Tabel 1. Nilai Ambang Batas Kebisingan

Waktu pemaparan Waktu Intensitas kebisingan (NAB)


sehari
1 Jam 3
8 Jam 85
4 Jam 88

5
2 Jam 91
1 Menit 94
30 Menit 97
1.5 Menit 100
7.5 Menit 103
3.75 Menit 106
1.88 Menit 109
0.94 Menit 112

2.3 Dampak Kesehatan


Dampak negative utama yang timbul sebagai akibat dari
kebisingan terutama pada aspek kesehatan. Bunyi mendadak yang keras secara
cepat diikuti oleh reflek otot di telinga tengah yang akan membatasi jumlah energi
suara yang dihantarkan ke telinga dalam. Meskipun demikian di lingkungan
dengan keadaan semacam itu relatif jarang terjadi. Kebanyakan seseorang yang
terpajan pada kebisingan mengalami pajanan jangka lama, yang mungkin
intermiten atau terus menerus. Transmisi energi seperti itu, jika cukup lama dan
kuat akan merusak organ korti dan selanjutnya dapat mengakibatkan ketulian
permanen (Oktaviani.J, 2018).
Gangguan kesehatan yang ditimbulkan akibat bising pada tenaga kerja
bermacam-macam. Efek atau gangguan kebisingan dapat dibagi menjadi dua yaitu
(Siswanto, 1992).:
 Gangguan fisiologis dapat berupa peningkatan tekanan darah dan penyakit
jantung. Kebisingan bisa direspon oleh otak yang merasakan pengalaman
ini sebagai ancaman atau stres, yang kemudian berhubungan dengan
pengeluaran hormon stres seperti epinephrine, norepinephrine dan kortisol.
Stres akan mempengaruhi sistim saraf yang kemudian berpengaruh pada
detak jantung, akan berakibat perubahan tekanan darah. Stres yang
berulang-ulang bisa menjadikan perubahan tekanan darah itu menetap.
Kenaikan tekanan darah yang terus- menerus akan berakibat pada
hipertensi dan stroke.
 Gangguan pada indera pendengaran.
Trauma Akustik: Merupakan gangguan pendengaran yang disebabkan
pemaparan tunggal (Single exposure) terhadap intensitas yang tinggi dan
terjadi secara tiba-tiba, sebagai contoh gangguan pendengaran atau

6
ketulian yang disebabkan suara ledakan bom. Hal ini dapat menyebabkan
robeknya membran tympani dan kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Temporary Threshold Shift (TTS) atau kurang pendengaran akibat
bising sementara (KPABS). Adalah efek jangka pendek dari pemaparan
bising, berupa kenaikan ambang sementara yang kemudian setelah
berakhirnya pemaparan terhadap bisingakan kembali normal. Faktor yang
mempengaruhi terjadinya TTS adalah intensitas dan frekuensi bising, lama
waktu pemaparan dan lama waktu istirahat dari pemaparan, tipe bising dan
kepekaan individual.
Permanent Threshold shift (PTS) atau kurang pendengaran akibat bising
tetap. Adalah kenaikan ambang pendengaran yang bersifat irreversibel,
sehingga tidak mungkin terjadi pemulihan. Ini dapat disebabkan oleh efek
kumulatif pemaparan terhadap bising yang berulang selama bertahun-
tahun.
2.4 Sumber Bising
Menurut Suroto (2010), sumber-sumber kebisingan pada dasarnya dibagi
menjadi tiga macam yaitu sumber titik, sumber bidang, dan sumber garis. Untuk
kebisingan lalu lintas termasuk dalam kriteria sumber garis.
Sumber-sumber kebisingan menurut Prasetio dapat bersumber dari:
1. Bising Interior (dalam) Bising Interior atau bising dalam yaitu sumber
bising yang bersumber dari manusia, alat-alat rumah tangga, atau
mesing-mesin gedung.
2. Bising Outdoor (luar) Bising Outdoor atau bising luar yaitu sumber
bising yang berasal dari aktivitas lalu lintas, transportasi, industri, alat-
alat mekanis yang terlihat dalam gedung, tempat-tempat pembangunan
gedung, perbaikan jalan, kegiatan olahraga dan lain-lain diluar ruangan
atau gedung.
Menurut World Health Organization (1980), sumber kebisingan dapat
diklasifikasikan menjadi :
1. Lalu lintas jalan
Salah satu sumber kebisingan adalah suara lalu lintas jalan raya.
Kebisingan lalu lintas di jalan raya ditimbulkan oleh suara dari kendaraan

7
bermotor dimana suara tersebut bersumber dari mesin kendaraan, bunyi
pembuangan kendaraan, serta bunyi dari interaksi antara roda dengan
jalan.
2. Industri
Kebisingan industri bersumber dari suara mesin yang digunakan
dalam proses produksi. Intensitas kebisingan ini akan meningkat sejalan
dengan kekuatan mesin dan jumlah produksi dari industri.
3. Pesawat Terbang
Kebisingan yang bersumber dari pesawat terbang terjadi saat
pesawat akan lepas landas ataupun mendarat di bandara. Kebisingan akibat
pesawat pada umumnya berpengaruh pada awak pesawat, penumpang,
petugas lapangan, dan masyarakat yang bekerja atau tinggal di sekitar
bandara.
4. Kereta Api
Pada umumnya sumber kebisingan pada kereta api berasal dari
aktivitas pengoperasian kereta api, lokomotif, bunyi sinyal di pelintasan
kereta api, stasiun, dan penjagaan serta pemeliharaan konstruksi rel.
Kebisingan yang ditimbulkan oleh kereta api ini berdampak pada masinis,
awak kereta api, penumpang, dan juga masyarakat yang tinggal di sekitar
pinggiran rel kereta api.
5. Kebisingan konstruksi
bangunan Berbagai suara timbul dari kegiatan konstruksi bangunan
mulai dari peralatan dan pengoperasian alat, seperti memalu, penggilingan
semen, dan sebagainya.
6. Kebisingan dalam ruangan
Kebisingan dalam ruangan bersumber dari berbagai sumber seperti
Air Condition (AC), tungku, unit pembuangan limbah, dan sebagainya.
Suara bising yang beraasal dari luar ruangan juga dapat menembus ke
dalam ruangan sehingga menjadi sumber kebisingan di dalam ruangan
(Oktaviani.J, 2018).

8
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
A. Alat
Gambar 3.1 Alat Sound Level Meter

a. Sound Level Meter


B. Bahan
-
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Kalibrasi Alat

Terdapat 2 jenis cara kalibrasi yaitu kalibrasi dengan eksternal


dan internal

Untuk Sound Level Meter digunakan dengan kalibrasi ekternal

Kalibrasi ekternal dilakukan oleh lembaga atau intansi yang


memiliki sertifikasi kalibrasi atau lembaga yang sudah
terstandarisasi

Kalibrasi ekternal dilakukan dengan pilihan pertahun atau


perjumlah penggunaan alat

9
3.2.2 Cara Mengganti Baterai

Lepaskan sekrup yang terdapat di belakang alat

Angkat penutup baterai untuk membuka tempat baterai

Masukkan baterai dengan sisi kutub yang benar

Tutup kembali dan pasang kembali sekrup

3.2.3 Cara Kerja

Tekan tombol power

Pilih selektor pada posisi:


-Fast untuk jenis kebisingan kontinyu
-Slow untuk jenis kebisingan impilsive/terputus-putus

Pilih selector range intensitas kebisingan.


- High : 60 – 130 dB - Low : 30 – 100 dB

Tentukan lokasi pengukuran

Setiap lokasi pengukuran dilakukan pengamatan selama 1 – 2


menit, atau sampai hasil menunjukan angka yang stabil

Tekan hold untuk mencatat hasil di monitor

Tekan tombol power kembali untuk mematikan alat

10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum
Gambar 4.1 Hasil Pengukuran Kebisingan

Tabel 2. Hasil Pengukuran Kebisingan

PENGUKURAN HASIL NILAI AMBANG


BATAS
Kebisingan 56,4 dB 85 dB

Proses pengukuran kebisingan dengan menggunakan alat Sound Level


Meter di samping air mancur depan mushola FKM UNSRI dengan pengukuran
menggunakan tombol DBC, dan pengukuran sejajar dengan telinga kurang lebih
1,5 meter dari telinga, di dapatkan hasil sebesar 56,4 dB.

4.2 Pembahasan
Nilai Ambang Batas kebisingan di tempat kerja berdasarkan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 51/MEN/1999 yang merupakan pembaharuan
dari Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 01/MEN/1978, dan Keputusan
Menteri Kesehatan No: 405/Menkes/SK/XI/2002 besarnya rata-rata 85 dB-A

11
untuk batas waktu kerja terus-menerus tidak lebih dari 8 jam atau 40 jam
seminggu.
Jika kita bandingkan dengan hasil pengukuran kebisingan pada lokasi di
samping air mancur depan mushola FKM UNSRI yang diperoleh nilai sebesar
56,4 dB, maka kebisingan di lokasi pengukuran termasuk ke dalam range aman
dan tidak memberikan dampak negatif bagi kesehatan.
Saat suatu lokasi memiliki nilai kebisingan yang relative tinggi, maka
perlu penanganan ataupun pencegahan lebih lanjut, cara yang dapat di lakukan
sebagai berikut :
 Pengurangan kebisingan pada sumbernya
Hal ini bisa dilakukan dengan menempelkan alat peredam suara
pada alat yang bersangkutan. Pada waktu sekarang penelitian dan
perencanaan yang disertai teknologi modern, mesin-mesin baru yang
mutakhir tidak lagi banyak menimbulkan kebisingan. Suara yang
ditimbulkan juga suda tidak lagi mengganggu dan membahayakan
lingkungan.
 Penembatan penghalang pada jalan transmisi
Usaha ini dilakukan dengan jalan mengadakan isolasi ruangan atau
alat-alat penyebab kebisingan dengan jalan menempatkan bahan-bahan
yang mampu menyerap suara sehingga suaara-suara yang keluar tidak lagi
merupakan gangguan bagi ligkungan.
 Pemakaian sumbat atau tutup telinga
Cara ini terutama dianjurkan kepaa orang yang berada di sekitar
sumber kebisingan yang tidak dapat dikendalikan, seperti ledakan. Alat
penyumbat telinga ini bisa mengurangi intensitas kebisingan kurang lebih
24 dB.

12
BAB V
KESIMPULAN

 Sound Level Meter merupakan suatu perangkat alat uji untuk mengukur
tingkat kebisingan suara (noise pollution), dimana hal tersebut sangat
diperlukan terutama untuk lingkungan industri, contoh pada industri
penerbangan dimana lingkungan sekitar harus diuji tingkat kebisingan
suara atau tekanan suara yang ditimbulkannya untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap lingkungan sekitar.
 Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber
dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat
tertentudapat menimbulkan gangguan pendengaran
 Nilai Ambang Batas kebisingan di tempat kerja berdasarkan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 51/MEN/1999 yang merupakan
pembaharuan dari Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 01/MEN/1978,
dan Keputusan Menteri Kesehatan No: 405/Menkes/SK/XI/2002 besarnya
rata-rata 85 dB-A untuk batas waktu kerja terus-menerus tidak lebih dari
8 jam atau 40 jam seminggu.
 Jika kita bandingkan dengan hasil pengukuran kebisingan pada lokasi di
samping air mancur depan mushola FKM UNSRI yang diperoleh nilai
sebesar 56,4 dB, maka kebisingan di lokasi pengukuran termasuk ke
dalam range aman dan tidak memberikan dampak negatif bagi kesehatan.
 Kebanyakan seseorang yang terpajan pada kebisingan mengalami pajanan
jangka lama, yang mungkin intermiten atau terus menerus. Transmisi
energi seperti itu, jika cukup lama dan kuat akan merusak organ korti dan
selanjutnya dapat mengakibatkan ketulian permanen.

13
DAFTAR PUSTAKA

Siswanto, A. dan Haryuti,1991,Kebisingan, Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja


Departemen Tenaga Kerja, Jawa Timur  dan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. 51/KEPMEN/1999
General, R. (2010) ‘No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康
関連指標に関する共分散構造分析 Title’, Thesis, (May), pp. 1–29.
Oktaviani.J (2018) ‘Pengertian Kebisingan’, Sereal Untuk, 51(1), p. 51. Available
at: https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/10975/05.2 bab
2.pdf.pdf?sequence=6&isAllowed=y#:~:text=Sumber-sumber kebisingan
menurut Prasetio,%2C atau mesing-mesin gedung.&text=1. Lalu lintas
jalan Salah,suara lalu lintas jalan raya.

14

Anda mungkin juga menyukai