Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN

ENVIRONMENTAL HEALTH LABORATORY

PEMERIKSAAN KEBISINGAN DENGAN SOUND LEVEL


METER PADA LALU LINTAS ATAU JALAN

Disusun Oleh :

MUHAMMAD FAUZY

NIM.1913.1325.1372

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN LINGKUNGAN

STIKES WIDYAGAMA HUSADA

MALANG

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mesin memiliki kebisingan dengan suara berkekuatan tinggi. Dampak

negatif yang ditimbulkannya adalah kebisingan yang berbahaya bagi

karyawan. Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan pendengaran yang

dikenal dengan Noise Induce Hearing Loss. Gangguan pendengaran akibat

bising atau Noise Induce Hearing Loss merupakan gangguan pendengaran

yang timbul akibat paparan berulang dan lama bisa menahun yaitu setelah

bekerja lebih dari 10-15 tahun (Addina, 2014).

Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki oleh manusia dan

merupakan faktor lingkungan yang dapat berpengaruh negatif terhadap

kesehatan. Setelah polusi udara dan air, polusi suara di perkotaan dianggap

sebagai jenis pencemaran lingkungan yang paling serius ketiga oleh WHO.

Secara umum polusi suara di daerah perkotaan dihasilkan melalui sumber

yang berbeda, diantaranya lalu lintas jalan, konstruksi dan kegiatan

komersial, industri, bandara dan daerah perumahan (Dewanty & Sudarmaji,

2015). Kebisingan di lingkungan kerja merupakan masalah yang perlu

diperhatikan demi keselamatan dan kesehatan pekerja karena pendengaran

manusia memiliki batasan tertentu yang dapat ditoleransikan jika

menghadapi kebisingan dan jika dilampaui akan terjadi gangguan

pendengaran (Verogetta et al., 2015). Penggunaan mesin dalam mengolah

dan memproduksi barang yang dibutuhkan oleh manusia, seringkali

menimbulkan efek yang merugikan, terutama kesehatan pendengaran para


pekerja seperti ketulian permanen akibat terpapar bising oleh mesin pada

ruang ruang produksi (Verogetta et al., 2015).

Sound Level Metermerupakan alat ukur intensitas kebisingan yang

digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan antara 30 –130 dBA dan

dari frekuensi antara 20-20000 Hz. Di rumah sakit, alat ini digunakan untuk

mengukur tingkat kebisingan suatu ruangan yang mempunyai standar

tertentu, peletakan genset maupun kompresor. Alat ini didasarkan pada

getaran yang terjadi, apabila ada objek atau benda yang bergetar, maka

akan menimbulkan terjadinya sebuah perubahan pada tekanan udara yang

kemudian akan ditangkap oleh sistem peralatan, selanjutnya akan

menunjukkan angka jumlah dari tingkat kebisingan yang dinyatakan dengan

nilai dB, dengan cara mengarahkan microphoneke arah sumber suara yang

di ukur dan amati angka yang ada atau tertera pada layar Sound Level Meter

(Putra, 2014).

Berdasarkan penelitian (Dewanty & Sudarmaji, 2015) diketahui kasus

jumlah petugas yang terjadi mengalami gangguan telinga kanan sebanyak 8

petugas (50,0%) dan yang mengalami gangguan telinga kiri sebanyak 6

petugas (37,5%). Adanya gangguan pendengaran pada telinga kanan

maupun telinga kiri dapat memberikan dampak kurangnya efektivitas

komunikasi. Kemudian diketahui juga bahwa sebanyak 10 responden pada

masa kerja 21–30 tahun memiliki gangguan pendengaran yaitu pada telinga

kanan sebanyak 6 petugas (60,0%) dan pada telinga kiri sebanyak 5

petugas (50,0%). Di antara pengelompokan masa kerja petugas laundry

RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan persentase terbanyak yang

mengalami gangguan pendengaran pada masa kerja 21–30 tahun yaitu 10

petugas dan 2 petugas berada pada masa kerja 31–40 tahun.


Selain itu sumber manusia juga faktor dalam aktivitas produksi, karena itu

K3 (Keselamatan kesehatan kerja) harus diperhatikan. Dampak yang

berpengaruh dari penggunaan mesin terhadap kesehatan pekerja adalah

kebisingan yang mengakibatkan gangguan pada pendengaran (ketulian),

gangguan psikologis (merasa tidak nyaman), gangguan fisiologis

(peningkatan tekanan darah dan nadi) sehingga kebisingan perlu

dikendalikan agar tercipta suasana kerja yang aman dan produktif.

Gangguan psikologis akibat kebisingan tergantung pada intensitas,

frekuensi, periode, saat dan lama kejadian kompleksitas spektrum atau

kegaduhan dan tidak teraturnya suara kebisingan. Menurut Listaningrum

(2011), menyatakan bahwa kebisingan juga memberikan dampak berupa

penurunan fungsi pendengaran yang dapat menyebabkan ketulian progresif.

Upaya pengendalian bising yang dapat dilakukan dapat meliputi

pengendalian secara teknik, pengendalian bising secara administratif dan

pengendalian bising pada penerima. Pengendalian secara teknik meliputi

pemasangan vibration isolation, pemasangan vartial enclosure, dan

pemasangan muffler (Bachtiar et al., 2013).

Bentuk pengendalian bising secara administrasi yang dapat dilakukan

adalah melakukan rotasi kerja bagi karyawan yang mengeluhkan adanya

gangguan pendengaran. Rotasi kerja dapat dilakukan dengan cara

memindahkan karyawan tersebut ke unit produksi lain yang memiliki tingkat

kebisingan rendah. Hal ini dimaksudkan agar perubahan ambang

pendengaran dapat bersifat sementara dan fungsi pendengaran karyawan

dapat kembali seperti semula apabila karyawan tersebut dijauhkan dari

kebisingan untuk sementara waktu. Pengendalian bising pada penerima

dilakukan sebagai upaya pengendalian terakhir, yaitu dengan cara


mereduksi tingkat kebisingan yang diterima oleh pekerja dengan

menggunakan alat pelindung pendengaran berupa earplug maupun earmuff

(Bachtiar et al., 2013).

Maka dari itu, diperlukan pemeriksaan kebisingan pada tempat-tempat

yang ditentukan agar diketahui melebihi atau tidaknya Nilai Ambang Batas

(NAB).

1.2 Tujuan Praktikum

1. Mengetahui cara pemakaian Sound Level Meter;

2. Mengetahui menghitung intensitas kebisingan pada suatu tempat yang

dilakukan pemeriksaan;

3. Mengetahui fungsi dari Sound Level Meter;

4. Menganalisa hasil intensitas kebisingan pada suatu ruangan dengan

perbandingan standar baku mutu.


BAB II

METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

2.1.1 Praktikum

Waktu : Senin, 7 Juni 2021 pukul 12.45 WIB

Tempat : Jalan Soekarno Hatta

Penganalisis hasil : Ericson Ekaputra Sapuranga & Muhammad Fauzy

2.2 Alat dan Bahan

2.2.1 Alat

1. Sound Level Meter

2. Arloji/Jam tangan

3. Stopwatch

2.2.2 Bahan

1. Lembar data sampling

2. Alat tulis

2.3 Preparasi Sampel

1. Menentukkan terlebih dahulu, lokasi yang akan diukur;

2. Menjelaskan alasan melakukan pengukuran terhadap lokasi tersebut.

2.4 Prosedur Praktikum

1. Sebelum melakukan pengukuran, memastikan terlebih dahulu prasyarat

pengukuran: tidak dalam kondisi hujan, kecepatan angin ≤ 20 km/jam

mikrofon dilengkapi wind screen untuk menghindari pengaruh getaran

dari angin;

2. Menghidupkan alat ukur intensitas kebisingan;

3. Memeriksa kondisi baterai, dan memastikan bahwa keadaan power dalam

kondisi baik;
4. Memposisikan alat, min.120-150 cm dari permukaan tanah, min. 3,5 m

dari bangunan/pohon;

5. Memposisikan mikrofon alat ukur setinggi posisi telinga manusia yang ada

di tempat kerja. Menghindari terjadinya refleksi bunyi dari tubuh atau

penghalang sumber bunyi;

6. Mengarahkan mikrofon alat ukur dengan sumber bunyi sesuai dengan

karakteristik mikrofon (mikrofon tegak lurus dengan sumber bunyi, 70-80

derajat dari sumber bunyi);

7. Mencatat hasil pengukuran intensitas kebisingan pada lembar data

sampling.
BAB III

HASIL PRAKTIKUM

3.1 Hasil Pemeriksaan Kebisingan Dengan Sound Level Meter Pada

Hasil pemeriksaan kebisingan dengan sound level meter pada :

A. Tabel hasil pengukuran

74,0 73,5 65,3 65,7 64,4 64,4 72,6 70,8 69,9 78,5
81,9 76,0 62,9 72,6 68,1 67,4 64,1 74,9 72,6 67,5
65,1 66,0 70,4 76,6 71,9 71,2 68,7 68,3 67,8 69,8
69,8 65,9 76,1 75,6 69,4 75,6 70,1 66,7 67,1 74,1
69,4 68,7 77,7 71,0 71,1 69,0 69,0 68,1 65,4 68,6
74,1 71,3 69,4 69,8 80,6 71,4 73,0 69,5 69,1 70,6
72,3 64,8 71,6 70,5 60,7 65,6 73,8 70,1 69,1 67,1
66,4 66,5 77,3 72,3 73,7 66,5 69,9 70,3 67,7 66,5
74,3 73,3 71,5 65,5 73,9 72,5 65,5 75,2 70,5 66,6
71,4 71,6 74,9 74,3 68,3 72,5 75,4 71,2 73,5 67,6
70,3 68,0 74,1 70,1 67,0 74,6 63,3 71,9 67,5 75,3
64,0 72,9 82,4 79,2 80,5 70,8 73,0 68,1 71,1 71,2

B. Analisis data

Range (r) = Nilai Max – Nilai Min

= 82,4 – 60,7 = 21,7

Jumlah kelas (k) = 1 + 3,3 log n

= 1 + 3,3 log 120 = 7,86

Interval kelas (i)  r/k

21,7
= = 2,76
7,86

C. Distribusi frekuensi
No
Interval Bising Nilai Tengah Frekuensi
.

1. 60,7 – 63,6 62,7 3

2. 63,7 – 66,6 65,7 19

3. 66,7 – 69,6 68,7 27

4. 69,7 – 72,6 71,7 36

5. 72,7 – 72,6 74,7 23

6. 75,7 – 78,6 77,7 7

7. 78,7 – 81,6 80,7 3

8. 81,7 – 84,6 83,7 2

D. Penyelesaian

1
Hitung LTM5 = 10 log Tn.100,1Ln
n

1
= 10 log (Ti.100,1Li + ..... + Tj.100,1Lj)
120

1
= 10 log (3.100,1.62,7 + 19.100,1.65,7 + 27.100,1.68,7 + 36.100,1.71,7
120

+ 23.100,1.74,7 + 7.100,1.77,7 + 3.100,1.80,7 + 2.100,1.83,7)

1
= 10 log (2721094417)
120

= 73,54 dBA
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Analisa Prosedur

Pada praktikum yang dilakukan, pemeriksaan intensitas kebisingan ini

memakai alat Sound Level Meter (SLM) yang hasilnya dapat langsung

diketahui. Mengukur kebisingan di lingkungan kerja dapat dilakukan dengan

menggunakan alat Sound Level Meter. Metode pengukuran akibat

kebisingan di lokasi kerja, yaitu: Pengukuran dengan cara sederhana,

mengggunakan sound level meter untuk mengukur tingkat tekanan bunyi

db(A) selama 10 (sepuluh) menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan

dilakukan setiap 5 (lima) detik (Hartati et al., 2021).

Sebelum melakukan pemeriksaan, bagi orang yang akan mengukur harus

memerhatikan beberapa prosedur. Memastikan pengukuran tidak dilakukan

saat kondisi hujan, karena pengukuran tidak mungkin dilakukan ketika dalam

kondisi hujan. Kemudian mengecek kecepatan angin kecepatan angin ≤ 20

km/jam, agar pemeriksaan terhindar dari terjadinya refleksi bunyi.

Selanjutnya menghidupkan alat ukur intensitas kebisingan atau Sound

Level Meter yang akan digunakan. Lalu memeriksa kondisi baterai dan

kondisi power atau kondisi hidup, pemeriksaan bertujuan untuk

meminimalisir atau mencegah terjadinya kerusakan dini pada alat Sound

Level Meter. Kemudian jika alat sudah dalam keadaan baik, memposisikan

alat ukur setinggi posisi telinga manusia yang ada di tempat kerja atau

minimal 120-150 cm dari permukaan tanah dan minimal 3,5 m dari

bangunan/pohon yang ada di sekitar lokasi pemeriksaan, agar menghindari

terjadinya refleksi bunyi dari tubuh atau penghalang sumber bunyi. Setelah
prosedur dilakukan dengan baik, mencatat hasil pengukuran intensitas

kebisingan pada lembar data sampling yang telah disiapkan.

Pemeriksaan dilakukan di lokasi sekitar pemukiman masyarakat Jalan

Soekarno Hatta. Lokasi tersebut dipilih bertujuan agar dapat diketahui

intensitas kebisingannya, apakah melebihi NAB atau tidak, terutama pada

pemukiman masyarakat yang beraktivitas sehari-hari di sekitar Jalan

Soekarno Hatta.

4.2 Analisa Hasil

Pemeriksaan dilakukan di lokasi sekitar pemukiman masyarakat Jalan

Soekarno Hatta pada pukul 12.45 WIB sampai dengan selesai. Dari analisis

data pemeriksaan tersebut, didapatkan hasil pemeriksaan intensitas

kebisingan sebesar 73,54 dB.

Dari hasil analisis data pemeriksaan intensitas kebisingan tersebut,

dilakukan perbandingan dengan Nilai Ambang Batas (NAB) standar baku

mutu kebisingan. Berikut standar baku mutu kebisingan


(Kepmenaker, 2011)

Dari standar baku mutu kebisingan yang telah ditetapkan, untuk Nilai

Ambang Batas (NAB) intensitas kebisingan perumahan dan pemukiman

adalah 55 dB, perdagangan dan jasa adalah 70 dB, perkantoran dan

perdagangan adalah 65 dB. Karena di sekitar lokasi Jalan Soekarno Hatta

banyak kawasan atau lingkungan kegiatan yang bermacam-macam, maka

NAB yang dibandingkan tergantung lokasi sekitar Jalan Soekarno Hatta.

Jalan adalah salah satu infrastruktur yang dioperasikan untuk prasarana

pergerakan orang dan barang. Bila jalan tidak mampu melayani pergerakan

orang dan barang secara lancar maka dapat berakibat lambatnya

pertumbuhan ekonomi setempat (Sunarjono & Widodo, 2011).

Dengan demikian untuk hasil pemeriksaan intensitas kebisingan dilokasi

sekitar Jalan Soekarno Hatta untuk Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas

kebisingan perumahan dan pemukiman melebihi NAB, untuk perdagangan

dan jasa melebihi NAB, untuk perkantoran dan perdagangan melebihi NAB.

Kebisingan akibat lalu lintas adalah salah satu bunyi yang tidak dapat
dihindari dari kehidupan modern dan juga salah satu bunyi yang tidak

dikehendaki (Wardika et al., 2012).

Selain berdampak pada faktor kesehatan, kebisingan juga memberikan

dampak secara psikologis bagi individu yang terpapar. Dampak yang

ditimbulkan antara lain berupa gangguan emosional seperti kejengkelan dan

kebingungan, kehilangan konsentrasi bekerja dan sebagainya (Balirante et

al., 2020).

Tingkat kebisingan pada hari kerja meningkat dibandingkan dengan hari

libur hal ini dapat dikaitkan dengan jumlah kendaraan yang lebih banyak

melintas. Pada saat hari kerja, tingkat kebisingan tertinggi didominasi paling

besar oleh jumlah kendaraan yang melintas, sehingga tingkat kebisingan

semakin meningkat dan untuk tingkat kebisingan, dan jumlah kendaraan

dengan intensitas kebisingan, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa

semakin tinggi jumlah kendaraan bermotor berpengaruh pada tingkat

intensitas bising atau dapat dikatakan berbanding lurus antara jumlah

kendaraan dengan tingkat kebisingan, menjadi salah satu faktor utama

(Triwinarti, 2015).

Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu

penampang tertentu pada suatu ruas jalan tertentu dalam satuan waktu

tertentu. Didalam suatu perlintasan dikenal volume lalu lintas harian atau

sering juga disebut lalu lintas harian rata-rata (LHR) yaitu jumlah kendaraan

yang lewat secara rata-rata dalam sehari (24 jam) pada suatu ruas jalan

tertentu, besarnya LHR akan menentukan dimensi penampang jalan yang

akan dibangun. Volume lalu lintas ini bervariasi besarnya, tidak tetap,

tergantung waktu, variasi dalam sehari, seminggu, sebulan dan setahun

(Lubis, 2016).
Ada beberapa cara pengendalian kebisingan, yaitu dengan mengurangi

vibrasi sumber kebisingan berarti mengurangi tingkat kebisingan yang

dikeluarkan sumbernya. Dengan aspek media menutupi sumber suaranya,

melemahkan kebisingan dengan bahan penyerap suara atau peredam suara

dan dengan aspek penerima menghalangi merambatnya suara, melindungi

ruang tempat manusia atau makhluk lain yang menerima suara dan

melindungi telinga dari suara. Menurut Zikri (2015) mengatakan upaya

mengatasi kebisingan dapat berupa: Penanggulangan kebisingan langsung

ke sumber bising, penanggulangan dapat dilakukan di bangunan, yaitu

dengan membuat barrier dalam bentuk pagar atau dinding yang lebih tinggi

sehingga kebisingan dapat bertahan dan dipantulkan. Penanggulangan

dengan menggunakan jalur hijau, yaitu dengan menanam pohon di sekitar

area pemukiman. Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi

gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang

paling efektif untuk meredam suara adalah yang mempunyai tajuk

tebaldengan daun yang rindang. Dedaunan tanaman dapat menyerap

kebisingan sampai 95%. Dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan

berbagai strata yang terdiri dari pohon dan semak atau perdu yang cukup

rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari pemeriksaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Sound Level Meter merupakan alat ukur intensitas kebisingan yang

digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan;

2. Dari hasil pemeriksaan intensitas kebisingan, bahwa hasil pengukuran

yang dilakukan di lokasi sekitar Jalan Soekarno Hatta adalah 73,54

dBA. Kemudian dilakukan perbandingan dengan standar baku mutu

Nilai Ambang Batas (NAB) dan diketahui bahwa intensitas kebisingan

dilokasi tersebut melebihi NAB untuk perumahan dan pemukiman,

kemudian untuk perdagangan dan jasa, kemudian perkantoran dan

perdagangan;

5.2 Saran

1. Bagi orang yang melakukan pemeriksaan, disarankan untuk lebih

memerhatikan prosedur kerja agar mendapatkan hasil pengukuran

yang maksimal;

2. Bagi masyarakat yang beraktivitas sehari-hari dilokasi tersebut,

disarankan membangun atau membuat barrier dalam bentuk pagar

atau dinding yang lebih tinggi sehingga kebisingan dapat bertahan dan

dipantulkan. Penanggulangan dengan menggunakan jalur hijau, yaitu

dengan menanam pohon di sekitar area pemukiman.


DAFTAR PUSTAKA

Addina, S. 2014. Hubungan Tingkat Kebisingan Lalu Lintas dengan Peningkatan

Tekanan Darah dan Gangguan Pendengaran pada Tukang Becak di Sekitar

Terminal Purabaya Surabaya. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga.

Bachtiar, V, S., Dewilda, Y., Wemas, B, V. 2013. Analisis Tingkat Kebisingan dan

Usaha Pengendalian Pada Unit Produksi Pada Suatu Industri di Kota Batam.

Jurnal Teknik Lingkungan, 10(2): 85-93.

Balirante, M., Lefrandt, L, I, R., Kumaat, M. 2020. Analisa Tingkat Kebisingan

Lalu Lintas di Jalan Raya Ditinjau Dari Tingkat Baku Mutu Kebisingan yang

diizinkan. Jurnal Sipil Statik, 8(2): 249-256.

Dewanty, R, A., & Sudarmaji. 2015. Analisis Dampak Intensitas Kebisingan

Terhadap Gangguan Pendengaran Petugas Laundry. Jurnal Kesehatan

Lingkungan, 8(2): 229-237.

Hartati, R., Marlinda., Abdillah, P. 2021. Pengukuran Tingkat Kebisingan

Laboratorium pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Daroy Kota

Banda Aceh. Jurnal Optimalisasi, 7(1): 84-91.

Listaningrum, A, W. 2011. Pengaruh Intensitas Kebisingan Terhadap Ambang

Dengar pada Tenaga Kerja di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar.

Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Lubis, Y, A. 2016. ANALISIS BIAYA KEMACETAN KENDARAAN DI JALAN

SETIABUDI (Studi Kasus Depan Sekolah Yayasan Pendidikan Shafiyyatul

Amaliyyah) (YPSA). Jurnal Warta, 48.


Putra, P. 2014. Pengaruh Kecerahan Layar Monitor dan Tingkat Pencahayaan

Lingkungan Tehadap Kinerja Mata Saat Membaca Pada Layar Monitor.

Skripsi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Sunarjono, S., Widodo, N. 2011. Tinjauan Kritis Terhadap Pelaksanaan

Penanganan Kerusakan Jalan. Jurnal Simposium Nasional RAPI X FTUMS,

Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Triwinarti, T. 2015. Studi Kebisingan Lalu Lintas di Kawasan Universitas

Brawijaya Malang. Malang: Universitas Brawija.

Verogetta, L., Fachrul, M, F., Moerdjoko, S. 2015. Pengukuran Tingkat

Kebisingan Terhadap Gangguan Kesehatan Pekerja di Pabrik IB PT Pupuk

Sriwidjaja Palembang. Jurnal Teknik Lingkungan, 7(1): 1-6.

Anda mungkin juga menyukai