Anda di halaman 1dari 9

UNIVERSITAS INDONESIA MAJU

(UIMA)
Jl. Harapan – Lenteng Agung Jakarta Selatan
=========================================================
UJIAN TENGAH SEMESTER

MATA KULIAH : MANAJEMEN KEBISINGAN &


VENTILASI INDUSTRI
PROGRAM STUDI : KESEHATAN MASYARAKAT
SEMESTER : GENAP TH 2023
SIFAT UJIAN : TAKE HOME
HARI DAN : SABTU, 2 DES 2023
TANGGAL
WAKTU : 16.50 s/d Selesai
(Dikumpulkan Tanggal 4 DES 2023)

DOSEN : Dr. AGUS TRIYONO, S.SI, M.Kes

SOAL :
1. Jelaskan Pengaruh Kebisingan pada Kesehatan dan Daya Kerja Tenaga Kerja.
2. Jelaskan Metode Pengukuran Kebisingan di Lingkungan Kerja.
3. Jelaskan Prosedur Pengukuran Audiometri.
4. Jelaskan Teknik Pengendalian Kebisingan.
5. Dari hasil pengukuran Audiometri dari Fadila, seorang petugas Garbarata di
Bandara adalah :

Telinga Frekuensi (Hertz)


500 1000 2000 3000 4000 6000
Kanan 25 35 35 40 45 60
Kiri 25 35 45 50 55 70

Hitunglah :
a. Ambang Dengar Rata-rata Telinga Kanan.
b. Ambang Dengar Rata-rata Telinga Kiri.
c. % Ketulian Telinga Kanan.
d. % Ketulian Telinga Kiri.
e. % Kecacadan Telinga Kanan.
f. % Kecacadan Telinga Kiri.

Bobot Nilai : 1 s/d 4 masing-masing nilai 15 = 60


5………………………….40 = 40
________________________________
Total = 100
JAWABAN.

1) Gangguan terhadap kemampuan kerja pada umumnya terjadi karena meningkatnya


kewaspadaan umum akibat rangsangan terus menerus pada susunan saraf pusat. Pada
awalnya sulit dibedakan dengan gangguan emosional yang timbul akibat bising,
namun pada pemeriksaan efisiensi kerja terlihat pengaruh yang cukup bermakna.
Namun tetap perlu hatihati untuk melakukan interpretasi penelitian tentang
kemampuan atau performa kerja. Suara yang asing, interupsi suara berulang, suara
diatas 95 dB adalah beberapa keadaan kebisingan yang dapat mempengaruhi
kemampuan bekerja. Namun penelitian efek kebisingan terhadap kemampuan kerja
masih perlu dilakukan dengan seksama, terutama pada lingkungan industri.

Akibat Ketulian Terhadap aktivitas Tenaga Kerja


a. Hearing Impairment, yaitu kerusakan fisik telinga yang irreversible maupun yang
reversible.
b. Hearing Disability, yaitu kesulitan mendengarkan akibat hearing impairment,
misalnya: problem komunikasi di tempat kerja, problem dalam mendengarkan
musik, problem mencari arah/asal suara atau problem membedakan suara. Secara
ringkas, dapat dikatakan bahwa efek hearing impairment terhadap disability
berbeda pada setiap individu tergantung fungsi psikologis dan aktivitas sosial yang
bersangkutan.
c. Handicap, yaitu ketidakmampuan atau keterbatasan seseorang untuk melakukan
suatu tugas yang normal dan berguna baginya.

Sumber Kebisingan Di Industri Logam


Sumber bising ialah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu
pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak. Umumnya sumber
kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, proses produksi, alat pembangkit
tenaga, alat pengangkut dan lain-lain. Dalam industi, sumber kebisingan dapat di
klasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu:
- Mesin, Kebisingan yang ditimbulkan oleh aktifitas berbagai mesin, seperti mesin
penarik kawat (wire drawing).
- Vibrasi, Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat
gesekan, benturan atau ketidakseimbangan gerakan bagian mesin. Misalnya, yang
terjadi saat proses penarikan kawat dimana terjadi gesekan yang besar antara
kawat dengan dies.
- Pergerakan udara, gas dan cairan, Kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan
udara, gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa
penyalur cairan, outlet pipa, gas buang, dan lain-lain.

Telah diketahui bahwa, pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah
ketulian progresif. Mula-mula efek kebisingan pada pendengaran sifatnya sementara.
Pemulihannya terjadi secara cepat sesudah sumber kebisingan dijauhkan atau mesin
dimatikan. Tetapi, apabila kita terus-menerus melakukan aktifitas di tempat bising,
kehilangan daya dengar yang terjadi bisa menetap dan tidak pulih kembali. Hal ini
sangat dipengaruhi oleh intensitas dan lamanya pendengaran terpapar kebisingan.
Intensitas bunyi adalah arus energi persatuan luas yang dinyatakan dalam satuan
decible (dB).

Untuk menentuksn tingkat resiko kebisingan dilakukan dengan 3 cara yaitu: secara
kualitatif, semikuantitatif dan kuantitatif.
1. Analisa kualitatif yaitu menganalisa dan menilai suatu resiko dengan cara
membandingkan terhadap suatu deskripsi/uraian dari parameter (peluang dan
akibat) yang digunakan. Untuk analisa ini menggunakan metode matriks.
2. Analisa semikuantitatif, pada prinsipnya sama dengan analisa kualitatif,
perbedaannya pada metode ini uraian/deskripsi dari parameter yang ada
dinyatakan dengan nilai/score tertentu.
3. Sedangkan analisa kuantitatif, yaitu dengan menentukan nilai dari masing-masing
parameter yang didapat dari hasil analisa datadata yang representatif. Pengertian
resiko yang dimaksudkan disini adalah kesempatan untuk terjadinya
cedera/kerugian dari suatu bahaya, atau kombinasi dari kemungkinan dan peluang.
Bila suatu resiko tidak dapat diterima, maka harus dilakukan upaya pengendalian
agar tidak terjadi kerugian yaitu dengan cara Eliminasi, Substitusi, Rekayasa
Teknik, Administratif dan Alat Pelindung Diri (APD).

2) Untuk menentukan tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring
dengan bantuan alat:
- Noise Level Meter dan Noise Analyzer, untuk mengidentifikasi paparan
- Peralatan audiometric, untuk mengetes secara periodik selama paparan dan untuk
menganalisis dampak paparan pada pekerja.

Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain sound level meter,
octave band analyzer, narrow sound survey meter, band analyzer, dan lain-lain.
Tingkat kebisingan dapat diukur menggunakan alat sound level meter. Sound level
meter memberikan respons yang kurang lebih sama dengan respons telinga manusia.
Setelah itu, sound level meter dapat memberikan hasil pengukuran dengan satuan
kebisingan, yaitu deciBel (dB). Sound level meter biasanya memiliki beberapa satuan
tekanan bunyi yang dibagi menjadi skala A, B dan C. Pengukuran tingkat kebisingan
menggunakan tekanan bunyi skala A (db(A)), karena sesuai dengan karakteristik
telinga manusia normal. Sebelum melakukan pengukuran kebisingan, sound level
meter perlu dikalibrasi terlebih dahulu.

Selain itu, menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Kep-
48/Menlh/11/1996, pengambilan sampel kebisingan dibagi menjadi dua cara sesuai
dengan alat sound level meter yang digunakan, antara lain:

1. Cara sederhana yaitu pengukuran kebisingan dengan alat sound level meter biasa,
dengan pembacaan yang dilakukan setiap 5 detik selama 10 menit, untuk satu kali
pengukuran. Pengukuran kebisingan dengan cara sederhana, minimal dilakukan oleh
2 orang. Satu orang untuk melihat waktu dan memberikan aba-aba pembacaan
kebisingan setiap 5 detik. Lalu satu orang lagi bertugas membaca dan mencatat hasil
pengukuran kebisingan oleh sound level meter.

2. Cara langsung yaitu pengukuran kebisingan dengan integrating sound level meter
yang mempunyai fasilitas data logger dan pengukuran LTM5. LTM5 adalah rata-
rata hasil pengukuran setiap 5 detik dalam 10 menit. Pengukuran kebisingan dengan
cara langsung ini dapat dilakukan oleh 1 orang saja, karena integrating sound level
meter tidak memerlukan pembacaan setiap 5 detik. Data hasil pengukuran
kebisingan sudah berbentuk softfile, sehingga memudahkan analisa hasil
pengukuran.

3. Lalu pengukuran kebisingan dilakukan selama 24 jam (LSM), yang dibagi menjadi
aktifitas pada siang dan malam hari. Aktifitas pada siang hari ditentukan selama 16
jam (Ls) dalam selang waktu 06.00 – 22.00. Lalu pada malam hari ditentukan selama
8 jam (Lm) dalam selang waktu 22.00 – 06.00.

4. Setiap pengukuran harus mewakili aktifitas tertinggi pada selang waktu tertentu,
dengan menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari dan 3 waktu
pengukuran pada malam hari. Sebelum melakukan pengukuran kebisingan,
diperlukan pemetaan lokasi pengambilan sampel kebisingan terlebih dahulu,
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Lokasi sumber kebisingan
b. Lokasi pengukuran sumber kebisingan
c. Lokasi receptor (penerima) kebisingan
d. Lokasi pengukuran sampel kebisingan di receptor.
e. Topografi antara sumber kebisingan dengan receptor.

5. Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan di tempat terbuka, dan berjarak 3,5 meter
dari dinding-dinding bangunan untuk menghindari pantulan suara. Ketinggian sound
level meter yang digunakan antara 1,2 -1,5 meter, sesuai dengan rata-rata tinggi
receptor kebisingan.

6. Sound level meter memerlukan tripod untuk mengurangi potensi pantulan bunyi
oleh badan operator. Jarak dari operator ke sound level meter minimal 0,5 meter,
dengan beda tinggi antara sound level meter dengan operator minimal 0,5 meter.
Mikropon pada sound level meter juga perlu diarahkan ke sumber kebisingan.
Pengukuran tingkat kebisingan harus dilakukan pada cuaca yang cerah, dengan
kecepatan angin yang tidak terlalu besar. Sebagai pengaman, pada mikropon harus
selalu dipasang pelindung angin (wind-screen).

7. Untuk satu kali pengukuran dengan pembacaan kebisingan tiap 5 detik selama 10
menit, maka didapat 120 data tingkat kebisingan. Data-data ini selanjutnya di input
ke dalam sebuah tabel untuk mempermudah analisis hasil pengukuran.
8. Setelah mendapatkan data-data tingkat kebisingan dari hasil pengukuran,
selanjutnya dilakukan analisis hasil pengukuran. Hasil pengukuran tingkat
kebisingan, dihitung untuk mendapatkan Leq (24 jam). Leq adalah tingkat
kebisingan rata-rata dari kebisingan yang berubah-ubah (fluktuatif), dengan
persamaan hitungan logarima. Pertama-tama dilakukan perhitungan Leq setiap 1
menit, dengan rumus:

9. Setelah mendapat Leq setiap menit, dari menit ke 1 (LI) sampai menit ke 10 (LX).
Lalu, dilanjutkan dengan menghitung Leq 10 menit, dengan rumus:

10. Selanjutnya, nilai Leq 10 menit yang telah diperoleh dari hasil perhitungan
dimasukan ke tabel sesuai selang waktu yang diwakili oleh Leq 10 menit tersebut.
11. Setelah menghitung nilai Leq 10 menit maka selanjutnya, dilakukan perhitungan
untuk mendapatkan nilai Ls dan nilai Lm. Rumus perhitungan Ls dan Lm, antara
lain:

12. Lalu, hasil perhitungan Ls dan Lm ini digunakan untuk mendapatkan Lsm (24 jam)
untuk satu lokasi pengukuran. Berikut rumus untuk, Lsm :

3) Prosedur pengukuran audiometri


1. Persiapan pasien yang akan diperiksa
 Hindari paparan bising (termasuk musik) selama 16 jam sebelum
dilakukan pemeriksaan
 Lakukan pemeriksaan telinga luar apakah ada sumbatan (contoh:
serumen). Bila terdapat sumbatan harus dibersihkan terlebih dahulu
(konsultasikan ke dokter THT).
 Ditanyakan apakah ada gangguan pendengaran dan adakah
perbedaan kemampuan mendengar pada kedua telinga.
 Duduk dalam ruangan kedap suara (≤ 40 dB) atau duduk dalam
ruangan tenang (≤ 40 dB) menghadap ke arah yang berlawanan
dengan operator.
2. Tahap Pelaksanaan
- Hantaran udara (AC)
 Berikan instruksi kepada orang yang diperiksa untuk memberikan
respon dengan menekan tombol respon atau mengangkat tangan
setiap mendengar nada melalui earphone.
 Tempatkan earphone sesuai dengan liang telinga (warna merah
pada telinga kanan dan warna biru pada telinga kiri)
 Hidupkan alat dengan menekan tombol ON/Power dan pilih AC
 Dahulukan telinga yang lebih baik pendengarannya atau telinga
kanan (tekan tombol nada warna merah untuk memeriksa telinga
kanan).
 Mulai pemeriksaan di frekuensi 1000 Hz dengan menekan/memutar
tombol frekuensi sesuai dengan 1000 Hz
 Tekan tombol nada mulai dari 0 dB dan tingkatkan intensitas secara
bertahap dengan menkan/memutar tombol intensitas, lepaskan
tombol nada bila terdapat respon.
 Turunkan intensitas 10 dB lebih rendah dan berikan nada pendek (1
detik penekanan tombol nada)
 Jika terdapat respon, ulangi prosedur diatas sehingga orang yang
diperiksa tidak memberikan respon
 Tingkatkan intensitas 5 dB lebih tinggi dan berikan nada pendek 3
(tiga) kali.
 Jika terdapat 1 respon, ulangi prosedur diatas sehingga orang
diperiksa memberikan 2 respon dari 3 nada pendek yang diberikan.
 Turunkan intensitas 5 dB lebih rendah dan berikan nada pendek 3
(tiga) kali.
 Tingkat intensitas terendah yang memberikan 2 respon dari 3 nada
pendek yang diberikan diambil sebagai tingkat ambang dengar.
 Catat tingkat ambang dengar pada audiogram dengan spidol (tanda
lingkaran merah untuk telinga kanan, tanda silang biru untuk
telinga kiri).
 Periksa tingkat ambang dengar pada frekuensi 2000, 3000, 4000 dan
6000 Hz dengan prosedur yang sama, kemudian ulangi pemeriksaan
pada frekuensi 1000 Hz.
 Pemeriksaan ulang pada frekuensi 1000 Hz harus memberikan
tingkat ambang dengar yang sama. Jika tidak, harus dilakukan
pemeriksaan ulangan.
 Periksa tingkat ambang dengar pada frekuensi 500 Hz dengan
prosedur yang sama.
 Periksa telinga sebelahnya dengan prosedur yang sama
 Lepaskan earphone.
- Hantaran tulang (BC).
 Berikan instruksi kepada orang yang diperiksa untuk memberikan
respon dengan menekan tombol respon atau mengangkat tangan
setiap mendengar nada melalui earphone.
 Pasangkan bone vibrator pada prosesus mastoid (warna merah pada
telinga kanan dan warna biru pada telinga kiri).
 Hidupkan alat dengan menekan tombol ON/Power dan pilih BC
 Ulangi langkah-langkah.

4) Tekhnik Pengendalian Kebisingan


Upaya pengendalian kebisingan dilakukan melalui pengurangan dan
pengendalian tingkat kebisingan sumber, pelemahan intensitas dengan
memperhatikan faktor alamiah (jarak, sifat media, meknisme rambatan dan vegetasi)
serta upaya rekayasa (reduksi atau isolasi getaran sumber, pemasangan penghalang,
desain struktur dan pemilihan bahan peredam). Secara teknis pengendalian
kebisingan terbagi menjadi 3 aspek yaitupengendalian kebisingan pada sumber
kebisingan, pengendalian kebisingan pada medium propogasi, dan pengendalian
kebisingan pada manusia. Industri yang menimbulkan kebisingan harus
memperhatikan kapan kebisingan terjadi pada tingkat tertinggi, siang atau malam.
Juga bandingkan kebisingan lingkungan yang terjadi pada saat mesin dijalankan dan
dimatikan. Kebisingan terjadi karena ada sumber bising, media pengantar
(berbentuk materi atau udara), manusia yang terkena dampak. Pengendalian
kebisingan dapat dilakukan terhadap salah satu bagian di atas atau ketiga-tiganya.
Pengaruh bising pada manusia mempunyai rentang yang cukup lebar, dari efek
yang paling ringan (dissatisfaction = ketidak nyamanan) sampai yang berbahaya
(hearing damage = kerusakan pendengaran) tergantung dari intensitas bising yang
terjadi secara konseptual. Pengendalian bising bisa dilakukan pada 3 (tiga) sektor
penting yaitu :
1. Pengendalian pada sumber bising, yaitu melakukan upaya agar tingkat
bising yang dihasilkan oleh sumber dapat dikurangi atau dihilangkan sama sekali.
Beberapa usaha yang sering dilakukan antara lain menciptakan mesin-mesin
dengan tingkat bising yang rendah, menempatkan sumber bising jauh dari
penerima (manusia atau daerah hunian), menutup sumber bising (acoustic
ensclosure).
2. Pengendalian pada medium, yaitu melakukan upaya penghalangan bising
pada jejak atau jalur propogasinya. Dalam bagian ini dikenal 2 (dua) jalur propogasi
bising yaitu propogasi melalui udara (airbone noise) dan melalui struktur
bangunan (structure borne noise). Gejala yang terjadi pada structure borne noise
lebih kompleks dibandingkan dengan airbone noise karena adanya gejala
propogasi getaran selain suara. Beberapa usaha pengendalian bising pada jejak
propogasi ini antara lain merancang penghalang akustik (accoustic barrier),
dinding insulasi (insulation walls) atau memutus jalur getaran melalui struktur
dengan memasang vibration absorber.
3. Pengendalian pada Penerima, yaitu melakukan upaya perlindungan pada
pendengar (manusia) yang terkena paparan bising (noise exposure) dengan
intensitas tinggi dan waktu yang cukup lama. Biasanya pengendalian bising ini
diperlukan pada lingkungan industri atau pabrik bagi para pekerja yang
berhadapan dengan mesin – mesin. Pengendalian bising disini dimaksudkan untuk
melindungi para pekerja dari kemungkinan kerusakan pendengarannya sebagai
akibat dari dosis bising (noise dose) yang diterimanya setiap hari kerja. Sesuai
dengan peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia dipersyaratkan
bahwa untuk tempat kerja dengan tingkat bising ≥ 85 dBA, maka pekerja
diharuskan untuk memakai pelindung telinga (ear protector) seperti misalnya ear
plug, ear muff atau kombinasi dari keduanya, selain mengatur waktu kerja untuk
mengurangi dosis bising yang diterimanya setiap hari. Pengendalian Bising di
Industri (Industrial Noise Control), dilakukan untuk menanggulangi bising mesin-
mesin dan usaha melindungi para pekerja dari efek buruk paparan bising dengan
intensitas tinggi. Beberapa teknik pengendalian yang sering digunakan antara lain
menutup sumber bising (accoustic enclosure, parsial atau full), Penghalang akustik
(accoustic barrier), penahan bising (noise shielding), Peredam Bising
(noise lagging).

5) a. AD rata-rata telinga kanan: 25+35+35+40 = 33,75 dB


4
b. AD rata-rata telinga kiri: 25+35+45+50 = 38,75 dB
4
c. Presentase ketulian telinga kanan: 33,75 – 25 x 1,5 = 13,125 %

d. Presentasi ketulian telinga kiri: 38,75 – 25 x 1,5 = 20,625 %

e. Presentase kecacadan telinga kanan: 33,75 – 25 = 8,75 %

f. Presentase kecacadan telinga kiri: 38,75 – 25 = 13,75 %

Anda mungkin juga menyukai