(UIMA)
Jl. Harapan – Lenteng Agung Jakarta Selatan
=========================================================
UJIAN TENGAH SEMESTER
SOAL :
1. Jelaskan Pengaruh Kebisingan pada Kesehatan dan Daya Kerja Tenaga Kerja.
2. Jelaskan Metode Pengukuran Kebisingan di Lingkungan Kerja.
3. Jelaskan Prosedur Pengukuran Audiometri.
4. Jelaskan Teknik Pengendalian Kebisingan.
5. Dari hasil pengukuran Audiometri dari Fadila, seorang petugas Garbarata di
Bandara adalah :
Hitunglah :
a. Ambang Dengar Rata-rata Telinga Kanan.
b. Ambang Dengar Rata-rata Telinga Kiri.
c. % Ketulian Telinga Kanan.
d. % Ketulian Telinga Kiri.
e. % Kecacadan Telinga Kanan.
f. % Kecacadan Telinga Kiri.
Telah diketahui bahwa, pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah
ketulian progresif. Mula-mula efek kebisingan pada pendengaran sifatnya sementara.
Pemulihannya terjadi secara cepat sesudah sumber kebisingan dijauhkan atau mesin
dimatikan. Tetapi, apabila kita terus-menerus melakukan aktifitas di tempat bising,
kehilangan daya dengar yang terjadi bisa menetap dan tidak pulih kembali. Hal ini
sangat dipengaruhi oleh intensitas dan lamanya pendengaran terpapar kebisingan.
Intensitas bunyi adalah arus energi persatuan luas yang dinyatakan dalam satuan
decible (dB).
Untuk menentuksn tingkat resiko kebisingan dilakukan dengan 3 cara yaitu: secara
kualitatif, semikuantitatif dan kuantitatif.
1. Analisa kualitatif yaitu menganalisa dan menilai suatu resiko dengan cara
membandingkan terhadap suatu deskripsi/uraian dari parameter (peluang dan
akibat) yang digunakan. Untuk analisa ini menggunakan metode matriks.
2. Analisa semikuantitatif, pada prinsipnya sama dengan analisa kualitatif,
perbedaannya pada metode ini uraian/deskripsi dari parameter yang ada
dinyatakan dengan nilai/score tertentu.
3. Sedangkan analisa kuantitatif, yaitu dengan menentukan nilai dari masing-masing
parameter yang didapat dari hasil analisa datadata yang representatif. Pengertian
resiko yang dimaksudkan disini adalah kesempatan untuk terjadinya
cedera/kerugian dari suatu bahaya, atau kombinasi dari kemungkinan dan peluang.
Bila suatu resiko tidak dapat diterima, maka harus dilakukan upaya pengendalian
agar tidak terjadi kerugian yaitu dengan cara Eliminasi, Substitusi, Rekayasa
Teknik, Administratif dan Alat Pelindung Diri (APD).
2) Untuk menentukan tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring
dengan bantuan alat:
- Noise Level Meter dan Noise Analyzer, untuk mengidentifikasi paparan
- Peralatan audiometric, untuk mengetes secara periodik selama paparan dan untuk
menganalisis dampak paparan pada pekerja.
Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain sound level meter,
octave band analyzer, narrow sound survey meter, band analyzer, dan lain-lain.
Tingkat kebisingan dapat diukur menggunakan alat sound level meter. Sound level
meter memberikan respons yang kurang lebih sama dengan respons telinga manusia.
Setelah itu, sound level meter dapat memberikan hasil pengukuran dengan satuan
kebisingan, yaitu deciBel (dB). Sound level meter biasanya memiliki beberapa satuan
tekanan bunyi yang dibagi menjadi skala A, B dan C. Pengukuran tingkat kebisingan
menggunakan tekanan bunyi skala A (db(A)), karena sesuai dengan karakteristik
telinga manusia normal. Sebelum melakukan pengukuran kebisingan, sound level
meter perlu dikalibrasi terlebih dahulu.
Selain itu, menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Kep-
48/Menlh/11/1996, pengambilan sampel kebisingan dibagi menjadi dua cara sesuai
dengan alat sound level meter yang digunakan, antara lain:
1. Cara sederhana yaitu pengukuran kebisingan dengan alat sound level meter biasa,
dengan pembacaan yang dilakukan setiap 5 detik selama 10 menit, untuk satu kali
pengukuran. Pengukuran kebisingan dengan cara sederhana, minimal dilakukan oleh
2 orang. Satu orang untuk melihat waktu dan memberikan aba-aba pembacaan
kebisingan setiap 5 detik. Lalu satu orang lagi bertugas membaca dan mencatat hasil
pengukuran kebisingan oleh sound level meter.
2. Cara langsung yaitu pengukuran kebisingan dengan integrating sound level meter
yang mempunyai fasilitas data logger dan pengukuran LTM5. LTM5 adalah rata-
rata hasil pengukuran setiap 5 detik dalam 10 menit. Pengukuran kebisingan dengan
cara langsung ini dapat dilakukan oleh 1 orang saja, karena integrating sound level
meter tidak memerlukan pembacaan setiap 5 detik. Data hasil pengukuran
kebisingan sudah berbentuk softfile, sehingga memudahkan analisa hasil
pengukuran.
3. Lalu pengukuran kebisingan dilakukan selama 24 jam (LSM), yang dibagi menjadi
aktifitas pada siang dan malam hari. Aktifitas pada siang hari ditentukan selama 16
jam (Ls) dalam selang waktu 06.00 – 22.00. Lalu pada malam hari ditentukan selama
8 jam (Lm) dalam selang waktu 22.00 – 06.00.
4. Setiap pengukuran harus mewakili aktifitas tertinggi pada selang waktu tertentu,
dengan menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari dan 3 waktu
pengukuran pada malam hari. Sebelum melakukan pengukuran kebisingan,
diperlukan pemetaan lokasi pengambilan sampel kebisingan terlebih dahulu,
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Lokasi sumber kebisingan
b. Lokasi pengukuran sumber kebisingan
c. Lokasi receptor (penerima) kebisingan
d. Lokasi pengukuran sampel kebisingan di receptor.
e. Topografi antara sumber kebisingan dengan receptor.
5. Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan di tempat terbuka, dan berjarak 3,5 meter
dari dinding-dinding bangunan untuk menghindari pantulan suara. Ketinggian sound
level meter yang digunakan antara 1,2 -1,5 meter, sesuai dengan rata-rata tinggi
receptor kebisingan.
6. Sound level meter memerlukan tripod untuk mengurangi potensi pantulan bunyi
oleh badan operator. Jarak dari operator ke sound level meter minimal 0,5 meter,
dengan beda tinggi antara sound level meter dengan operator minimal 0,5 meter.
Mikropon pada sound level meter juga perlu diarahkan ke sumber kebisingan.
Pengukuran tingkat kebisingan harus dilakukan pada cuaca yang cerah, dengan
kecepatan angin yang tidak terlalu besar. Sebagai pengaman, pada mikropon harus
selalu dipasang pelindung angin (wind-screen).
7. Untuk satu kali pengukuran dengan pembacaan kebisingan tiap 5 detik selama 10
menit, maka didapat 120 data tingkat kebisingan. Data-data ini selanjutnya di input
ke dalam sebuah tabel untuk mempermudah analisis hasil pengukuran.
8. Setelah mendapatkan data-data tingkat kebisingan dari hasil pengukuran,
selanjutnya dilakukan analisis hasil pengukuran. Hasil pengukuran tingkat
kebisingan, dihitung untuk mendapatkan Leq (24 jam). Leq adalah tingkat
kebisingan rata-rata dari kebisingan yang berubah-ubah (fluktuatif), dengan
persamaan hitungan logarima. Pertama-tama dilakukan perhitungan Leq setiap 1
menit, dengan rumus:
9. Setelah mendapat Leq setiap menit, dari menit ke 1 (LI) sampai menit ke 10 (LX).
Lalu, dilanjutkan dengan menghitung Leq 10 menit, dengan rumus:
10. Selanjutnya, nilai Leq 10 menit yang telah diperoleh dari hasil perhitungan
dimasukan ke tabel sesuai selang waktu yang diwakili oleh Leq 10 menit tersebut.
11. Setelah menghitung nilai Leq 10 menit maka selanjutnya, dilakukan perhitungan
untuk mendapatkan nilai Ls dan nilai Lm. Rumus perhitungan Ls dan Lm, antara
lain:
12. Lalu, hasil perhitungan Ls dan Lm ini digunakan untuk mendapatkan Lsm (24 jam)
untuk satu lokasi pengukuran. Berikut rumus untuk, Lsm :