PEDOMAN PENDAMPINGAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk meningkatkan pelayanan sarana kesehatan dasar khususnya puskesmas kepada
masyarakat, dilakukan berbagai upaya peningkatan mutu dan kinerja antara lain dengan
pembakuan dan pengembangan sistem manajemen mutu dan upaya perbaikan kinerja
yang berkesinambungan baik pelayanan klinis, program dan manajerial.
Akreditasi puskesmas merupakan salah satu mekanisme regulasi yang bertujuan untuk
mendorong upaya peningkatan mutu dan kinerja pelayanan puskesmas yang dilakukan
oleh lembaga independen yang diberikan kewenangan oleh Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Dalam pelaksanaan akreditasi dilakukan penilaian terhadap manajemen puskesmas,
penyelenggaraan program kesehatan, dan pelayanan klinis dengan menggunakan
standar akreditasi puskesmas yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Agar Puskesmas dapat memenuhi standar akreditasi dibutuhkan pendampingan oleh
fasilitator yang kompeten agar puskesmas dapat membangun sistem pelayanan klinis
serta penyelenggaraan program, yang didukung oleh tata kelola yang baik dan
kepemimpinan yang mempunyai komitemen yang tinggi untuk menyediakan pelayanan
yang mutu, aman, dan terjangkau bagi masyarakat secara berkesinambungan.
B. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tetang Pelayanan Publik,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144;
1
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
C. Tujuan:
1. Tujuan Umum:
2. Tujuan Khusus:
2
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
D. Sasaran :
Pedoman ini disusun bagi anggota Tim Pendamping Akreditasi Puskesmas sebagai acuan
dalam pelaksanaan pendampingan akreditasi di puskesmas.
3
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
BAB II
A. Pengertian.
- Pendamping akreditasi puskesmas adalah tim yang dibentuk oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan anggota yang berasal dari jajaran fungsional atau
struktural Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dan / atau pihak ketiga atau lembaga
lain/pihak ketiga yg ditetapkan dengan SK Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota, dan
telah mengikuti dan dinyatakan lulus Pelatihan Pendamping Akreditasi Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer, yang selanjutnjya disebut Tim Pendamping Akreditasi
Puskesmas. Tim Pendamping Akreditasi Puskesmas melaksanakan tugas dan
fungsinya dengan persetujuan Kepala dinas Kesehatan Kabupaten / kota.
- Pendampingan akreditasi puskesmas adalah kegiatan yang dilakukan oleh Tim
Pendamping Akreditasi Puskesmas untuk mempersiapkan puskesmas agar
memenuhi standar akreditasi puskesmas.
- Pendampingan pasca akreditasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh tim
pendamping dari Dinas Kesehatan Propinsi dan tim pendamping dari Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing,
setelah Puskesmas dinyatakan lulus / terakreditasi, dalam rangka memelihara serta
meningkatkan pencapaian Standar Akreditasi Puskesmas dari waktu ke waktu
sampai dilakukan penilaian Akreditasi Puskesmas berikutnya.
Pendampingan Pasca Akreditasi oleh Tim Pendamping Akreditasi Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota dilaksanakan setiap 6 (enam) bulan, dengan kegiatan utama
adalah mendampingi Puskesmas dalam melaksanakan perbaikan dan peningkatan
kualitas pelayanan menindaklajuti rekomendasi yang diberikan oleh Tim Penilai
Akreditasi dari Komisi Akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Pendampingan Pasca Akreditasi oleh Tim Pendamping Akreditasi Dinas Kesehatan
Propinsi dilaksanakan setiap tahun, dengan cara melakukan penilaian akreditasi
dengan menggunakan Standar dan Instrumen Akreditasi yang telah ditetapkan oleh
Kementerian Kesehatan dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan- perbaikan
yang perlu dilakukan.
4
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
B. Pengorganisasian.
Pendamping akreditasi puskesmas adalah :
Pendamping akreditasi puskesmas di tingkat kabupaten/kota adalah Tim
Pendamping Akreditasi Puskesmas yang bekerja atas perintah dan bertanggung
jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dengan tugas-tugas:
- Melaksanakan fasilitasi dan pembinaan secara intensif ke puskesmas dalam
rangka persiapan menuju penilaian akreditasi
- Melakukan penilaian prasertifikasi untuk mengetahui kelayakan puskesmas
diusulkan dalam penilaian akreditasi
- Melaksanakan surveilans atau pembinaan pasca akreditasi
C. Pembiayaan
1. Biaya pendampingan puskesmas oleh Tim Pendamping Akreditasi dalam rangka
persiapan akreditasi maupun untuk pendampingan pasca akreditasi dibebankan
kepada Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota sesuai dengan jumlah puskesmas
yang dipersiapkan untuk akreditasi dan tahapan pelaksanaan pendampingan
2. Besaran biaya pendampingan akreditasi ditetapkan sesuai dengan standar biaya
yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan atau sesuai dengan
kesepakatan pihak ketiga yang akan melaksanakan pendampingan
3. Apabila diperlukan Pendampingan lintas kabupaten, besaran biaya ditetapkan
atas dasar kesepakatan bersama para pihak, dinyatakan dalam Perjanjian
Kerjasama.
5
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
1. Kriteria :
6
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
a. 2. Peserta :
Peserta Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi Puskesmas di
tingkat Pusat terdiri dari Widyaiswara dan staf Dinas Kesehatan Provinsi
atau peserta dari individu atau Pihak Ketiga yang diusulkan oleh Dinas
Kesehatan Propinsi dengan kriteria pendidikan dokter dan / atau tenaga
kesehatan dengan pendidikan minimal D3 dan memiliki kompetensi dalam
bidang manajemen kesehatan, upaya kesehatan dan pelayanan klinis yang
akan diakreditasi.
b. 1. Fasilitator
Fasilitator Pelatihan Pendamping Akreditasi di Tingkat Provinsi adalah terdiri
dari Widyaiswara , staf Dinas Kesehatan Provinsi dan peserta dari swasta /
Pihak Ketiga yang telah mengikuti pelatihan serta mendapatkan sertifikat
Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi Puskesmas di tingkat Pusat
dari Komisi Akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
b.2. Peserta :
Peserta Pelatihan Pendamping Akreditasi di Tingkat Provinsi adalah Calon
Pendamping Akreditasi Puskesmas yang direkrut oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota, sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
e. Pendamping Swasta
Peserta individual dari swasta atau pihak ketiga yang akan menjadi
Pendamping Akreditasi harus mendaftarkan diri ke Dinas Kesehatan Provinsi
melalui Dinas Kesehatan Kabupaten. Seleksi dari individu maupun swasta
ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi.
8
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
BAB III
MANAJEMEN MUTU PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS
Puskesmas yang dapat difungsikan dengan baik, akan dapat memberikan jaminan untuk
berfungsinya sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan perseorangan yang
paripurna, adil, merata, berkualitas serta memuaskan, sesuai dengan kebutuhan
pelayanan yang diberikan, sehingga layanan rujukan kesehatan perorangan dapat
diselenggarakan secara berkesinambungan dalam satu sistem penyelenggaraan
pelayanan kesehatan perseorangan paripurna.
1
Gate Keeper adalah fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang akan berfungsi sebagai penjaring
pertama dalam satu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan perseorangan paripurna yang berkualitas.
9
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
Sesuai tahapan dan tingkat perkembangannya, maka upaya peningkatan mutu dan
manajemen pelayanan kesehatan tingkat pertama di puskesmas, perlu dirancang
dengan tujuan pencapaian yang pasti, yaitu standar pelayanan yang ditetapkan. yang
secara berkesinambungan akan terus ditingkatkan untuk mencapai satu tingkat kualitas
pelayanan yang sesuai dengan standar sebagaimana diharapkan.
Dalam upaya mengembangkan puskesmas sebagai salah satu Gate Keeper dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan perseorangan dan upaya mengembangkan
pelayanan kesehatan masyarakat tingkat pertama yang dapat difungsikan dengan baik
sebagaimana diharapkan, maka kegiatan-kegiatan pelayanan yang diselenggarakan
puskesmas harus distandarisasi. Akreditasi adalah suatu proses penilaian dalam rangka
pengakuan telah memenuhi standar yang telah ditentukan. Akreditasi merupakan
langkah kedua dari 3 (tiga) langkah dalam program quality assurance. Program quality
assurance sendiri terdiri atas:
Untuk melakukan penilaian puskesmas melalui akreditasi puskesmas, akan lebih baik
kalau puskesmas terlebih dahulu dipersiapkan, dengan menyesuaikan situasi dan kondisi
Puskesmas.
10
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
Mengingat begitu luasnya dimensi mutu, disini akan dibahas mengenai manajemen
mutu yang diperuntukkan bagi para pengelola program kesehatan di Indonesia.
Manajemen Mutu (Quality Management) adalah seluruh aktivitas kegiatan fungsi
manajemen dari kebijakan, tugas dan tanggung jawab yang dituangkan dalam bentuk
perencanaan mutu (quality planning), kendali mutu (quality control), jaminan mutu
(quality assurance) dan peningkatan mutu (quality improvement) ,serta kendali biaya
dalam satu sistem mutu.
Mutu dapat ditinjau dari berbagai perspektif, baik dari perspekstif penerima pelayanan
kesehatan, pengelola program kesehatan, profesi tenaga pelaksana pelayanan
kesehatan, dan penyandang dana, maupun pembuat dan pelaksana kebijakan
pelayanan kesehatan, dalam hal ini khususnya pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Sistem mutu itu sendiri terdiri atas tiga komponen yakni struktur, proses dan hasil
(outcome) yang sama pentingnya, saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Oleh
karena itu perlu kualifikasi penguasaan materi mutu bagi pimpinan puskesmas dan
pembinanya serta manajer mutu (quality manager).
Seiring dengan perkembangan era globalisasi, terbukanya arus informasi dan semakin
meningkatnya tuntutan pengguna jasa layanan kesehatan akan mutu,keselamatan serta
biaya, maka prinsip-prinsip “good corporate governance” (dalam hal ini mencakup
Health Center governance dan Clinical governance), yakni keterbukaan
(transparency) ,tanggap (responsiveness) dan dapat dipertanggung-jawabkan
(accountable) akan semakin menonjol, serta mengedepankan efisiensi dan efektifitas
suatu pelayanan.
Istilah efisiensi akan sangat berhubungan erat antara inputs dan proses,sedangkan
efektifitas akan berhubungan dengan proses dan hasilnya. Efisiensi dapatdigolongkan
pada efisiensi tehnik (technical efficiency), efisiensi produksi/hasil (productive efficiency)
dan efisiensi alokatif (allocative/societal efficiency) termasuk didalamnya bidang market
dan kesehatan. Oleh karena itu saat ini dibutuhkan tidak hanya “doing things right”,
akan tetapi juga diperlukan prinsip manajemen “doing the right things”, (dikenal sebagai
increasing effectiveness) sehingga kombinasi keduanyadisebut sebagai prinsip
manajemen layanan modern “doing the right things right”, sebagaimana digambarkan
berikut ini:
11
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
DOING THINGS
CHEAPER(EFFICIE
NCY)
DOING THINGS
RIGHT DOING THE RIGHT
THINGS RIGHT
DOING THINGS
BETTER (QUALITY
DOING THE
IMPROVEMENT)
RIGHT THINGS
(EFFECTIVENES)
S)
Perkembangan akan “mutu” itu sendiri dari cara (1) inspection, (2) quality control, (3)
quality assurance sampai ke (4) total quality (Management & Services),sangat bervariasi
sesuai dengan perkembangan ilmu.
12
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
Evolusi perkembangan mutu itu sendiri berasal dari bidang industri pada awalakhir abad
ke sembilan belas dan awal abad ke dua puluh di masa perang duniapertama (PD I).
Pada waktu itu industri senjata menerapkan kaidah “inspection“dalam menjaga kualitas
produksi amunisi dan senjata. Kemudian Shewartmengembangkan dan mengadopsi
serta menerapkan kaidah statistik sebagai“quality control’ serta memperkenalkan
pendekatan siklus P-D-S-A (Plan, Do, Study dan Act) yang mana hal ini kemudian
dikembangkan oleh muridnyaDeming sebagai P-D-C-A (Plan, Do, Check dan Action).
Kaidah PDCA inimenjadi cikal bakal yang kemudian dikenal sebagai “generic form of
quality system” dalam “quality assurance”.
13
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
1. Standar
Standar dibuat berdasarkan kebijakan (policy), tujuan (aims) dan objektif yang telah
disepakati bersama dalam institusi tersebut, untuk dijadikan kriteria yang dapat ditinjau
dari segi input/struktur, proses dan output / outcome.
Untuk bidang kesehatan, Donabedian dengan ‘structure, process dan outcome’ pada
awal tahun 80-an memperkenalkan tentang cara penilaian untuk standar, kriteria dan
14
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
WANT GOAL
DEMAND AIMS
BENEFIT/
NEED OBJECTIVE INPUT PROCESS OUTPUT OUTCOME
VALUE
ADECUACYY
RELEVANCE Efficacy
Accessability efficiency
Effectiveness
Impact
MAXWELL
DONABEDIAN
15
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
Ada beberapa tehnik/cara dalam membuat standar, yaitu: cara Donabedian atau
Maxwell atau bahkan kombinasi antar keduanya (cara Don-Max) sebagaimana contoh
berikut:
A P Effec- Efficien-
Rele- Equi Accepta-
Access tive- cy
RUMBA vancy -ty bility
C D ness
Relevant & Reliable
C Understandable Structure
D Measureable
Behavioural Process
Achieveable
Outcome
16 %
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
QA
Implementati
on
STRUCTURE PROCESS OUTCOME Donabedian
Plan the Service
Control the Process Define the
Maintain the (service) service
system Patient Focussed Clinical Audit
Identifying
Care Clinical
best practice
What has an impact on quality Measuring
Care revolves around Effectiveness performance
the patient High frequency Changing
Service are brought High Risk
Care practice
closer to the patient High Problem concern
The Majority of care Pathway
Set Criteria (most common)
should be delivered Consensus
Sei standard: % of event that
by a small multi di- in filling the
should comply with the
ciplinary care team form
criterion
Sumber:
Instrumen self assessment disusun mengacu pada standar akreditasi puskesmas yang
disusun oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, selain akan digunakan sebagai
alat ukur Akreditasi puskesmas yang akan digunakan oleh tim surveyor dari Komisi
Akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer baik untuk penilaian survey akreditasi
17
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
oleh Komisi Akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer maupun untuk surveilans
yang dilakukan tiap tahun oleh Dinas Kesehatan Provinsi. Instrumen ini digunakan juga
oleh puskesmas untuk melakukan kajian awal, dan untuk menilai perkembangan kondisi
puskesmas oleh puskesmas sendiri, yang akan dilakukan per tahun, sehingga pada saat
akan dinilai Tim Penilai pada periode 3 tahunan maupun surveilans, pencapaiannya
sudah mampu mencapai tingkat ataupun bahkan melebihi tujuan yang diharapkan.
CQI adalah langkah selanjutnya dalam siklus QA yang merupakan upaya institusi
mempertahankan dan atau meningkatkan mutu melalui berbagai kegiatan sesuai
standar, kriteria dan indicator (yang disebut juga elemen penilaian), yang telah
ditetapkan sebelumnya dalam suatu sistem manajemen mutu. CQI merupakan salah
satu kunci utama dalam Quality Assurance bila institusi tersebut akan meningkatkan
mutunya, menuju standar pelayanan tertinggi yang ditetapkan saat itu.
Pelayanan yang baik, ramah, dan memberikan hasil sesuai dengan tujuan dan harapan
dari penggunanya merupakan syarat untuk terbangunnya hubungan berkelanjutan
(loyalitas) dari para pengguna pelayanan kesehatan di Puskesmas dalam memanfaatkan
pelayanan sampai terpenuhi kebutuhannya, baik sebagai pengguna pelayanan
kesehatan perseorangan maupun sebagai target sasaran program-program kesehatan
prioritas.
Luaran atas hasil pelayanan teknis yang berkualitas antara lain pada individu,
penyakitnya dapat disembuhkan, persalinannya berjalan dengan selamat baik ibu dan
bayinya, dan lainnya; sedangkan pada pelayanan kesehatan masyarakat, masalah
kesehatannya dapat teratasi, tumbuh-kembang Balita di posyandu berhasil baik, CDR
dan Cure Rate program P2TB mencapai target, dan lainnya.
18
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
puskesmas memang baik dan bila pelayanan diberikan dengan baik, ramah, perhatian,
pengguna akan merasa puas atas layanan yang diterimanya.
Dengan kemampuannya menyesuaikan diri pada situasi yang beragam, Puskesmas akan
dimanfaatkan oleh masyarakat, terutama di wilayah kerja tanggung-jawabnya, maupun
masyarakat yang dapat menjangkau pelayanannya. Hal ini penting katika model
pembiayaan pelayanan kesehatan perseorangan melalui SJSN nanti akan diterapkan,
dengan puskesmas sebagai salah satu Gate Keeper-nya.
Pada kondisi ini, tidak ada fasilitas pelayanan kesehatan perseorangan dan kesehatan
lainnya di wilayah kerja Puskesmas. Kondisi ini umumnya dijumpai di daerah-daerah
tertinggal, terpencil, sangat terpencil, dan daerah yang tidak diminati pemberi layanan
19
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
kesehatan perseorangan swasta, Selain itu di lokasi tersebut juga tidak banyak
perubahan berarti yang dialami masyarakat, yang pada gilirannya membuat masyarakat
menuntut terlalu banyak, yang menyebabkan Puskesmas harus mengembangkan
sesuatu program secara khusus.
Pada situasi ini, keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya walaupun ada, tetapi
kemampuannya masih belum melebihi kemampuan Puskesmas dalam melayani
masyarakat, kalaupun akan disebut sebagai “pesaing” dengan situasinya yang sudah
mulai terasa “terganggu / interupted” oleh kehadiran fasilitas lainnya dalam menarik
pengunjung Puskesmas, aliran perpindahan dari masyarakat pengguna jasanya belum
nyata benar, sehingga tingkat persaingannya dianggap masih ringan-ringan saja. Pada
kondisi ini, Puskesmas sudah harus melakukan Quality Control (QC), untuk selalu
memantau proses dan kualitas pelayanannya, kalau tidak ingin ditinggalkan masyarakat
pengguna jasanya.
20
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
dikontrol agar para pemberi layanan dapat memenuhi standar teknis dan standar
fungsionalnya dapat dipertanggung-jawabkan. Metode manajemen mutu dalam kondisi
ini disebut metode “Quality Control (QC)”.
Pada situasi ini, keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di wilayah kerja
Puskesmas sudah dapat menarik perhatian masyarakat pengguna jasa, sehingga
perpindahan dalam mencari pelayanan sudah tampak jelas. Kalau kondisi ini dianggap
sebagai suatu persaingan, maka tingkat persaingannya dianggap sudah cukup berat
(complicated), sehingga Puskesmas harus memastikan bahwa layanan yang disediakan
memang benar-benar berkualitas. Peningkatan kualitas pelayanan di Puskesmas
dilakukan agar Puskesmas tidak semakin kehilangan pengunjung / pelanggannya,
bahkan bilamana mampu harus dapat memperbaiki posisinya dalam peta persaingan di
wilayah kerjanya sendiri.
Metode manajemen mutu dalam kondisi ini disebut metode Quality Assurance (“QA”),
dimana Puskesmas berani menyatakan dan menjamin bahwa pelayanannya memang
berkualitas. Puskesmas di daerah perbatasan negara tetangga minimal harus berada
pada kondisi seperti ini, sehingga Puskesmas di perbatasan harus menerapkan
pendekatan kualitas dengan metode QA.
Pada situasi ini, keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di wilayah kerja
Puskesmas sudah semakin menarik perhatian masyarakat pengguna jasa karena
kemampuannya melayani sesuai dengan tuntutan dari para pengguna jasanya. Kalau
pada situasi demikian Puskesmas tidak melakukan perubahan dalam memberikan
layanan, maka perpindahan pengguna jasa dalam mencari pelayanan akan semakin
meningkat jelas. Kalau kondisi ini dianggap sebagai suatu persaingan, maka tingkat
persaingannya sudah cukup berat/ hebat (sophisticated),
Pada kondisi ini, Puskesmas harus memastikan bahwa layanan yang disediakan memang
benar-benar berkualitas, dengan biaya (cost) yang mampu bersaing, dan
memperlakukan para pengguna jasanya dengan sangat customized, sesuai dengan
tuntutan para pengguna jasanya. Untuk menuju kemampuannya tersebut, Puskesmas
21
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
harus melibatkan pihak pengelola (manajemen) Puskesmas, dalam hal ini adalah para
penanggung-jawab penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Puskesmas secara
keseluruhan. Dan metode manajemen mutu dalam kondisi ini disebut metode Total
Quality Management (“TQM”).
Pada situasi ini, keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di wilayah kerja
Puskesmas sudah semakin banyak seperti misalnya di kota-kota besar, dengan
keberagaman pelayanannya. Kalau tidak secara tegas diatur, maka fasilitas pelayanan
kesehatan tingkatan atas (kedua dan ketiga) dapat saja melakukan pelayanan tingkat
pertama yang sebenarnya bukan porsinya. Pada kondisi demikian, tidak jelas lagi
pembagian peran dalam penyelenggaraan pelayanannya, sehingga dapat saja fasyankes
rujukan memberikan pelayanan kesehatan perseorangan tingkat pertama,disampaing
porsinya memberikan pelayanan kesehatan perseorangan tingkat kedua atau ketiga.
Pada situasi demikian kalau Puskesmas tidak melakukan perubahan dalam memberikan
layanannya (services) dalam berbagai aspeknya, maka Puskesmas hanya akan
dimanfaatkan oleh penduduk setempat yang mempunyai jaminan kesehatan
masyarakat (Jamkesmas) bagi orang-orang miskin saja. Kesan bahwa Puskesmas adalah
tempat pelayanan bagi orang miskin seolah-olah menjadi terbukti, sementara orang-
orang mampu yang nanti telah terikat dengan model pelayanan dalam BPJS, tidak akan
memanfaatkan pelayanannya. Hal ini akan dapat dibuktikan ketika BPJS melakukan
22
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
Pada kondisi lingkungan dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang banyak dan
beragam dianggap sebagai suatu peta persaingan bagi puskesmas, maka tingkat
persaingan disini sudah cukup “kacau/chaos”. Untuk hal tersebut maka Puskesmas
sebagai penyedia pelayanan kesehatan perseorangan tingkat pertama, harus mampu
mengetahui “value” yang diharapkan pelanggan atas pelayanan Puskesmas, membuat
strategi pemasarannya, dan membuat seluruh karyawan Puskesmas menyadari akan hal
tersebut, meninjau kembali proses pelayanannya dan secara terus menerus memantau
hasilnya. Metode manajemen mutu dalam kondisi ini disebut metode Total Quality
Services (“TQS”)
23
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
BAB IV
24
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
surat-surat keputusan
pedoman mutu
kerangka acuan
25
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
2. Setiap satu tahun sekali Dinas Kesehatan Provinsi menugaskan Tim Pendamping
Akreditasi Puskesmas Tingkat Provinsi untuk melakukan surveilans pendampingan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
26
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
BAB IV
PENUTUP
Dengan disusunnya pedoman pendampingan, diharapkan Puskesmas dan Fasyankes Dasar akan
mampu mempersiapkan system manajemen mutu dan system pelayanan agar memenuhi
standar akreditasi melalui pentahapan yang terencana dan sistematis.
27
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pedoman Pendamping
LAMPIRAN.
28