Hand-Out KTA-I
Hand-Out KTA-I
PENDAHULUAN
1
Mesin-mesin pertanian mengakibatkan pemadatan tanah
sehingga bobot isi meningkat dan menghambat pertum-
buhan akar.
Pemadatan tanah mengakibatkan :
Menurunkan kapasitas infiltrasi tanah
Menurunkan kapasitas penyimpanan air
Meningkatkan limpasan permukaan dan erosi.
Kerusakan tanah dapat terjadi karena :
Kegiatan perambah hutan
Kegiatan pemegang HPH
Penggunaan lahan kurang sesuai seperti lahan
miring.
Pengelolaan yang tidak benar, tidak
memperhatikan kaedah konservasi tanah.
Kegiatan penambangan emas.
2
Di daerah hilir : banjir; menurunnya kualitas air, penurun-
an muka air tanah; intrusi air laut; pendangkalan sungai.
Ada tiga hal yang bertanggungjawab terhadap penurunan
produktivitas tanah karena erosi :
1) Penurunan kandungan bahan organik.
2) Penurunan kandungan hara tanaman.
3) Kekurangan air.
3
II. PROSES DAN MEKANISME EROSI
4
Kehilangan zat hara tanaman.
Laju pembentukan tanah
Persamaan Untuk Menghitung Nilai Edp :
1) Hammer (1981) :
Kedalaman Tanah Ekivalen
Edp =
Kelestarian Tanah
Kedalaman ekivalen = Kedalaman Tanah x Faktor Kedalaman
Dimana :
ETOL = Erosi yang dapat ditoleransi (mm/tahun)
DE = Nilai Kedalaman Tanah Ekivalen
Dmin = Nilai kedalaman tanah minimum untuk masing-
-masing jenis tanaman (mm).
MPT = Masa Pakai Tanah
PT = Laju Pembentukan Tanah (mm)
5
Terkikisnya permukaan tanah secara merata
Erosi Alur
Terkumpulnya air yang mengalir pada lapisan permukaan
tanah sehingga membentuk selokan-selokan kecil (alur).
Erosi Selokan
Alur-alur yang terbentuk semakin membesar ukurannya.
Morgan (1979), membedakan bentuk erosi :
Erosi percikan/pukulan butiran hujan
Erosi limpasan permukaan
Erosi alur
Erosi selokan
Carson dan Utomo (1986), menambahkan :
Erosi massa
Erosi tebing sungai, danau dan laut.
Erosi Percikan :
Air hujan ↔ Gaya geser, gaya tekan dan gaya urai
↕
Energi : Energi potensial & Energi kinetik
↕
Tanah terdispersi & konsolidasi
Kemampuan butiran hujan (Ek) mengerosikan tanah di-
pengaruhi oleh :
Ukuran butiran hujan
Gaya gesekan dengan udara
6
Ketinggian jatuh
Ketinggian genangan
Erosi limpasan permukaan :
Butiran hujan → Menyumbat pori-pori di permukan
↕
Terbentuk lapisan kerak yang tidak tembus air.
↕
Kapasitas infiltrasi Menurun ↔ Terjadi limpasan permukaan
Daya rusak limpasan permukaan dipengaruhi oleh kecepatan
aliran. Kecepatan aliran tergantung pada :
Kedalamam aliran
Kekasaran permukaan
Kemiringan
Limpasan permukaan baru dapat menyebabkan erosi apabila
energi limpasan permukaan > ketahanan tanah.
Ketahanan tanah dipengaruhi oleh :
Ukuran partikel tanah
Pori-pori tanah
Ketahanan/kemantapan agregat.
Erosi Selokan :
Lihat Gambar 1 : Perkembangan erosi selokan oleh Morgan.
Erosi Massa :
Terjadi : Sejumlah tanah secara bersama-sama berpindah
terangkut oleh air yang terkumpul, karena sebelumnya
7
terbentuk lapisan tanah yang tidak tembus air & jenuh air,
sedangkan lapisan bawah tidak dapat menyerap air → gaya
geser > kekuatan geser tanah → massa tanah pada lapisan
atas bergerak secara bersama.
8
Faktor ketahanan tanah : Erodibilitas, Kapasitas infiltrasi,
dan Pengelolaan Tanah.
Faktor pelindung : Tanaman penutup tanah dan tekanan
penduduk.
Gambar 1. Perkembangan Erosi Selokan (Morgan,
1979)
9
Lampiran 1.
Nilai Faktor Kedalaman 30 Sub Order Tanah
No Taxonomi Tanah Nilai Faktor
(Sub-Order) Kedalaman Tanah
1 Aqualf 0.90
2 Udalf 0,90
3 Ustalf 0,90
4 Aquent 0,90
5 Arent 1,00
6 Fluvent 1,00
7 Orthent 1,00
8 Psamment 1,00
9 Andept 1,00
10 Aquept 0,95
11 Tropept 1,00
12 Alboll 0,75
13 Aquoll 0,90
14 Rendoll 0,90
15 Udoll 1,00
16 Ustoll 1,00
17 Aquox 0,90
18 Humox 1,00
19 Orthox 0,90
20 Ustox 0,90
21 Aquod 0,90
22 Ferrod 0,95
23 Humod 1,00
24 Orthod 0,95
25 Aquult 0,80
26 Humult 1,00
27 Udult 0,80
28 Ustult 0,80
29 Udert 1,00
30 Ustert 1,00
Sumber : Arsyad (1989)
10
CONTOH PERHITUNGAN EROSI
YANG DIPERBOLEHKAN (Edp)
Contoh Soal 1 :
Diketahui :
Kedalaman Tanah (Hasil Pengukuran di Lapangan) : 1.250 mm.
Klasifikasi Jenis Tanah termasuk Sub-Order : Udult (UD)
Faktor Kedalaman : 0,80.
Hitunglah :
Nilai Erosi yang diperbolehkan (Edp) apabila Kelestarian Tanah yang
ditetapkan : 400 tahun.
Jawab :
Dengan menggunakan Rumus Hammer (1981) :
Kedalaman Tanah Ekivalen (KTe)
Edp =
Kelestarian Tanah
KTe = Kedalaman Tanah (hasil pengukuran lap.) x Faktor Kedalaman
11
Contoh Soal 2:
Diketahui :
Lahan akan dibuka untuk perkebunan Karet
Kedalaman Tanah = 118 cm
Jenis Tanah = Ultisol dengan Sub-Order : Aquult
Dengan Nilai Faktor Kedalaman = 0,80
Bobot Isi Tanah = 1,37 gram/cm3
Masa Pakai Tanah = 300 tahun
Laju Pembentukan Tanah = 2,5 mm/tahun
Hitunglah :
Nilai Laju Erosi yang dapat ditoleransi dengan menggunakan
persamaan :
ETOL = [ ( DE - Dmin ) / MPT ] + PT
Jawab :
DE = 118 cm x 0,8
= 94,4 cm = 944 mm.
Berdasarkan Tabel :
Nilai Dmin untuk Tanaman Karet = 50 cm = 500 mm
ETOL = [ ( 944 - 500 ) / 300 ] + 2,5 mm
= 3,98 mm / tahun
12
= 54,5 x 106 gram
= 54,5 ton / ha / tahun
13
Pelet tepung.
Angin juga sangat berpengaruh terhadap kecepatan jatuh
butiran hujan. Hujan yang disertai angin mempunyai
kecepatan jatuh yang lebih besar.
Angin berfungsi memperkecil gesekan udara, sehingga
mempercepat jatuhnya butiran hujan.
Oleh karena itu pada butiran hujan yang berukuran kecil,
karena mempunyai luas permukaan yang lebih besar, dengan
pengaruh angin akan mempercepat jatuhnya butiran hujan.
Terdapat hubungan langsung antara ukuran butiran dan
intensitas hujan.
Wischmeier dan Smith (1958), menghitung nilai Energi
kinetik hujan dari nilai intensitas hujan dengan persamaan :
Ek = 916 + 131 Log I
dimana :
Ek = Energi Kinetik (Foot-ton/acre.cm)
I = Intensitas hujan (Inchi/jam)
Jika dirubah dalam SI unit, Morgan (1979), mendapatkan :
Ek = 13,32 + 9,78 Log I
dimana :
Ek = Joule/m2.mm
I = mm /jam
14
Awalnya pakar beranggapan bahwa makin tinggi jumlah
curah hujan, akan semakin besar tingkat erosi yang terjadi.
Hasil pengamatan ternyata hubungan/korelasi ini tidak selalu
konsisten.
Jumlah curah hujan yang lebih tinggi ternyata tidak selalu
menyebabkan erosi yang besar. Ternyata curah hujan yang
sama, jatuh pada tanah yang sama, dapat menyebabkan
tingkat erosi yang berbeda.
Contoh pada suatu kejadian hujan dengan jumlah 100 mm
tidak menyebabkan terjadinya erosi, tetapi pada saat lain
ternyata hujan 100 mm yang jatuh pada tanah yang sama,
justru menimbulkan erosi yang hebat.
Contoh lain, jumlah hujan sebesar 3000 mm yang tersebar
merata sepanjang tahun mungkin tidak menyebabkan erosi
yang berarti, dibandingkan jika jumlah hujan sebesar 3000
mm ini terjadi selama 2-3 bulan saja secara terus menerus.
Jadi dengan hanya mengetahui jumlah curah hujan saja, kita
tidak dapat menjelaskan mengapa fenomena ini terjadi ?.
Ada 2 faktor yang dapat menyebabkan kejadian tersebut :
1. Tanah selalu dalam keadaan tertutup, sehingga butiran
hujan tidak langsung mengenai tanah.
15
2. Hujan yang sama yang turun dalam waktu pendek (2-3)
bulan, mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk
merusak tanah.
Diantara sifat-sifat hujan tersebut, intensitas hujan
mempunyai hubungan yang erat dengan erosi.
Makin besar intensitas hujan makin besar kemungkinan
terjadinya erosi.
Data intensitas hujan dapat dihitung dari alat penakar hujan
sederhana yakni dengan membagi jumlah hujan dengan lama
atau waktu kejadian hujan.
Pada alat sederhana ini data intensitas hujan diperoleh
dengan membagi jumlah curah hujan (mm) dengan lamanya
atau waktu kejadian hujan.
Pada alat yang lebih sempurna yaitu penakar hujan otomatis,
kenaikan curah hujan tercatat secara otomatis sebagai fungsi
waktu pada kertas grafik (chart).
Kadang-kadang juga peranan intensitas hujan yang tinggi
tetapi jatuh dalam waktu yang singkat tidak menimbulkan
erosi, tetapi hujan dengan intensitas sedang dalam waktu
yang lama, sehingga limpasan permukaan yang terjadi
semakin besar, dapat menimbulkan erosi yang berat.
Indeks erosivitas hujan (R) menunjukkan menunjukkan
kemampuan hujan hujan untuk menimbulkan erosi.
16
Karena erosi berhubungan erat dengan energi maka
penggunaan energi kinetik sebagai indeks erosivitas
memiliki koefisien korelasi yang paling tinggi.
Dalam Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT) atau
USLE, nilai EI30 digunakan sebagai indeks erosivitas hujan.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa energi kinetik hujan
memiliki hubungan (nilai koefisien korelasi) yang paling
tinggi (paling nyata).
EI30 = Energi kinetik & intensitas hujan maksimum
selama
30 menit.
Hudson (1976), meneliti ternyata, EI30 kurang
cocok untuk menghitung indeks erosivitas di daerah tropis,
karena itu Hudson mengembangan indeks erosivitas baru
yang disebut Ek ≥ 25.
Ek ≥ 25 adalah energi kinetik yang diterima
pada waktu intensitas hujan melebihi 25 mm/hari.
Penggunaan salah satu sifat hujan untuk
menyatakan indeks erosivitas hujan (R) tidak dapat
digeneralisir.
Erosi yang terjadi di daerah beriklim tropis dan
sub-tropis jauh lebih tinggi dibandingkan di daerah beriklim
temperate.
17
Hal ini disebabkan :
1. di daerah tropis misal di Indonesia curah hujan sebesar
1.500 mm/tahun sudah tergolong beriklim kering,
sedangkan di daerah temperate, missal di Australia selatan
curah hujan sebesar 750 mm/tahun sudah tergolong tinggi.
2. Jumlah hujan yang dapat menimbulkan erosi di daerah
tropis lebih tinggi dibandingkan daerah temperate.
3. Energi kinetik hujan tropis lebih tinggi dari daerah
temperate.
4. Di daerah tropis curah hujan yang tinggi, pada umumnya
diikuti oleh intensitas hujan yang tinggi.
18
Amerika Serikat menggunakan nilai k1 = 0,079 dan k2 = 35
mendapatkan hasil yang cukup memuaskan.
Untuk Indonesia dengan keterbatasan alat penakar curah
hujan, dan penakar yang dipasang lebih sederhana Bols
(1978) & Utomo (1983) menggunakan data jumlah hujan
untuk menghitung indeks erosivitas.
Hal ini berdasarkan kenyataan :
1. Indeks erosivitas hujan yang dikembangkan oleh
Wischmeir, Hudson dan Lal memberikan hasil yang tidak
jauh berbeda.
2. Korelasi antara jumlah curah hujan dan erosi di beberapa
tempat di Indonesia tidak nyata.
Bols (1978) menyusun Formula :
19
Utomo, et.al menghitung indeks erosivitas hujan di DAS
Brantas dengan persamaan :
Rb = 10,80 + 4,15 Hb
20
Tabel 1. Nilai Indeks Erosivitas Hujan
R = EI30
jumlah curah hujan rata-rata tahunan (RAIN) pada daerah penelitian sebesar
310,26 cm dengan jumlah hari hujan (DAYS) sebesar 136,6 hari hujan serta
curah hujan maksimal selama 24 jam per bulan (MAXP) sebesar 74,53 cm
untuk periode 1996 – 2005. Dari data-data tersebut maka dapat dihitung nilai
21
Dari data tersebut dapat pula dilihat nilai erosivitas hujan bulanan (EI 30),
dimana bulan yang memiliki nilai erosivitas hujan bulanan tertinggi adalah pada
bulan Oktober yaitu 415,05 cm dengan nilai curah hujan rata-rata bulanan
sebesar 37,05 dan jumlah hari hujan rata-rata sebesar 16,3 hari hujan serta curah
hujan maksimal selama 24 jam per bulan sebesar 8,89 untuk waktu 10 tahun.
Sedangkan nilai erosivitas hujan bulanan terendah adalah pada bulan Juni yaitu
147,93 cm dengan nilai curah hujan rata-rata bulanan sebesar 16,09 dan jumlah
hari hujan rata-rata sebesar 9,4 hari hujan serta curah hujan maksimal selama 24
jam per bulan sebesar 5,23. Dari tabel 10 dapat disimpulkan bahwa nilai
erosivitas hujan yang tergolong tinggi terdapat pada bulan September, Oktober,
tergolong rendah terjadi pada bulan-bulan lainnya termasuk bulan Juni yang
adalah intensitas, jumlah dan distribusi hujan. Namun dari ketiga sifat tersebut
yang sangat mempengaruhi erosi tanah adalah intensitas hujan. Jumlah hujan
rata-rata tahunan yang tinggi tidak akan menyebabkan erosi yang berat apabila
hujan tersebut terjadi merata, sedikit demi sedikit sepanjang lahan. Sebaliknya
curah hujan tahunan yang rendah dapat menyebabkan erosi berat apabila hujan
22
IV. ERODIBILITAS TANAH
23
Kapasitas infiltrasi dipengaruhi oleh : distribusi ukuran pori;
kemantapan pori; kedalaman efektif tanah dan jenis mineral
liat.
24
K=
R
dimana :
A = Jumlah tanah yang hilang (ton/ha)
R = Indeks erosivitas hujan.
Kelebihan metode langsung : merupakan cara yang paling
akurat pada kejadian hujan yang sebenarnya.
Kekurangan metode langsung :
Biaya dan waktu yang tinggi
Tenaga yang banyak
Peralatan yang banyak
Untuk mengatasi hal ini dikembangkanlah metode curah
hujan buatan (rainfall simulator) :
Pengukuran erosi dilaksanakan di
laboratorium dan di lapangan.
Pengukuran di laboratorium dengan
membuat petak tanah seperti kondisi di lapangan.
Pengukuran di lapangan dengan
membawa alat curah hujan buatan.
Wischmeier (1971),
menghubungkan sifat fisik tanah dengan kehilangan tanah
(erosi) sehingga disusun persamaan :
100 K = 1,292 [2,1M1,14 (10-4) (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)]
25
dimana :
K = Indeks Erodibilitas tanah
M = (% pasir sangat halus + % debu) X (100 - % liat)
a = % bahan organik yaitu = (% c-organik x 1,724)
b = kelas struktur tanah
c = kelas permeabilitas
Wischmeier juga mengembangkan Nomograph Erodibilitas,
data sifat fisik tanah yang diperlukan :
1) Struktur tanah
2) % debu, % pasir sangat halus dan % pasir
3) Kandungan bahan organik
4) Permeabilitas tanah.
Kelebihan dari metode ini :
1) Dapat memberikan hasil yang cukup memuaskan, karena
mempunyai korelasi yang paling tinggi dengan hasil
pengukuran langsung dilapangan.
2) Pengukuran lebih cepat karena tidak tergantung musim.
Keterbatas metode ini :
Karena pada awalnya nomograph ini dikembangkan di USA,
pada tanah dengan lereng yang tidak terlalu curam dan curah
hujan yang rendah, maka untuk penerapannya di Indonesia
dengan kondisi lereng yang curam dan curah hujan tinggi
masih diperlukan penelitian secara lebih mendalam.
26
Prosedur/langkah-langkah penentuan indeks erodibilitas
dengan nomograph :
1) Memasukkan nilai (% debu + % pasir sangat halus)
kedalam nomograph erodibilitas.
2) Ditarik garis tegak lurus hingga memotong hingga
memotong nilai % pasir.
3) Ditarik garis mendatar hingga memotong nilai %
kandungan bahan organik.
4) Ditarik kembali garis tegak lurus hingga memotong kelas
struktur tanah.
5) Ditarik garis mendatar hingga memotong kelas
permeabilitas.
6) Ditarik garis tegak lurus kebawah, kemudian tentukan
nilai erodibilitas pada skala yang tepat.
Klasifikasi Kelas Struktur Tanah Menggunakan Nomograph
27
PERMEABILITAS
KETERANGAN KELAS
(CM/JAM)
>25,4 Cepat 1
12,7 – 25,4 Sedang sampai cepat 2
6,30 – 12,7 Sedang 3
2,00 – 6,30 Lambat sampai sedang 4
0,50 – 2,00 Lambat 5
<0,5 Sangat lambat 6
28
Soal :
29
Hasil Analisis Sampel Tanah dari lapangan diperoleh data
sebagai berikut :
% pasir debu + pasir sangat halus : 65%
% pasir : 5%
% bahan organik : 2,8 %
Struktur Tanah : Granuler Halus
Permeabilitas : 0,95 cm/jam
Tentukanlah Indeks Erodibilitas Tanah dengan menggunakan
Nomograph Erodibilitas ? 0,31
30
5.1. Sifat-Sifat Lereng
Sifat-sifat lereng yang mempengaruhi energi penyebab erosi:
1) Kemiringan (slope) lereng
2) Panjang lereng
3) Konfigurasi/Bentuk lereng
4) Keseragaman lereng
5) Arah lereng
Kemiringan Lereng :
Kemiringan lereng dinyatakan dlm derajat (º) dan persen (%)
Lereng mempunyai kemiringan 10% jika perbandingan
tinggi dan panjang kaki 1 : 10 yaitu 1/10 x 100%. Lereng
dengan kemiringan 100% berarti perbandingan tinggi dan
panjang kaki sama dan sama dengan kemiringan 45°.
Kemiringan mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan
permukaan.
Semakin tinggi kemiringan lereng maka jumlah/volume
aliran permukaan semakin besar, laju limpasan permukaan
semakin besar, dengan demikian akan memperbesar energi
angkut aliran permukaan.
Dengan semakin miringnya lereng, maka jumlah percikan
butiran tanah ke bagian bawah lereng oleh tumbukan butiran
hujan semakin banyak.
31
Hasil pengamatan menunjukkan besarnya erosi menjadi dua
kali lebih besar, dengan lereng menjadi dua kali lebih curam,
namun jumlah aliran permukaan tidak banyak bertambah,
bahkan cenderung mendatar. Hal ini disebabkan oleh karena
jumlah aliran permukaan dibatasi oleh jumlah air hujan yang
jatuh.
Zingg (1940) mendapatkan hubungan Antara kemiringan
lereng dengan erosi sebagai berikut :
X = C Sm
Dimana :
X = Berat tanah tererosi
S = Kemiringan lereng dalam %
C = Konstanta
m = Konstanta Lereng
32
Panjang Lereng :
Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal mulai terjadi
nya aliran permukaan sampai suatu titik dimana air masuk ke
dalam saluran atau sungai, atau dimana kemiringan lereng
berubah demikian rupa sehingga kecepatan aliran permukaan
berubah. Air yang mengalir di permukaan tanah akan
terkumpul di ujung lereng.
Di bagian bawah lereng lebih banyak volume air yang
terkumpul mengalir maka semakin besar kecepatannya
dibandingkan bagian atas lereng.
Akibatnya tanah di bagian bawah lereng mengalami erosi
yang lebih besar dibandingkan di bagian atas.
33
Panjang lereng mempengaruhi energi erosi melalui pengaruh
nya terhadap volume limpasan permukaan.
Penelitian (Lal, 1982), jika lereng makin panjang maka
limpasan permukaan semakin menurun.
dimana :
m & n = Konstanta (1,4 & 1,6)
S = Kemiringan lereng
L = Panjang lereng
34
Menurut Wischmeier (1971), perhitungan nilai LS
menggunakan persamaan :
LS = L0,5 x (0,0138 + 0,00965 S + 0,00138 S2)
Dimana :
L = Panjang Lereng (m)
S = Kemiringan Lereng (%).
Persamaan di atas digunakan untuk kemiringan lahan kurang
dari 20%.
Untuk kemiringan lahan lebih dari 20% menggunakan
rumus :
L 0,6
S 1,4
LS = x
22,1 9
Bentuk/Konfigurasi Lereng :
Lereng permukaan tanah dapat berbentuk cembung
(konvek) atau cekung (konkav).
Bentuk erosi lembar lebih hebat terjadi pada
permukaan cembung dibandingkan permukaan cekung.
Keseragaman Lereng :
Lereng permukaan tanah memiliki kemiringan yang
tidak seragam, artinya dimana lereng curam diselingi dalam
jarak pendek oleh lereng yang lebih datar.
35
Aliran permukaan dan erosi akan lebih besar pada
lereng yang tidak seragam dibandingkan lereng yang
seragam.
Arah Lereng :
Dibelahan bumi bagian utara, lereng yang
menghadap kea rah selatan mengalami erosi yang lebih
besar dibandingkan lereng yang menghadap ke utara.
Hal ini disebabkan karena tanah-tanah yang
berlerang menghadap ke selatan sebagai akibat pengaruh
cahaya matahari secara langsung dan proses pelapokan
bahan organiknya lebih intensif sehingga kandungan bahan
organiknya lebih rendah, maka tanahnya lebih mudah
terdispersi.
36
Kelas Bahaya Erosi :
Laju Erosi
Kelas
(ton/ha/tahun)
0 – 15 I
15 – 60 II
60 – 180 III
180 – 480 IV
>480 V
Dangkal (30-60) S B SB SB SB
37
5.3. Peranan Tanaman Dalam Menekan Erosi
Tanaman dapat menekan laju erosi dan limpasan permukaan.
Tanaman dapat mempengaruhi laju erosi karena peranan :
1) Intersepsi air hujan oleh tajuk tanaman
2) Pengaruh dari perakaran terhadap limpasan permukaan.
3) Pengaruh akar dan bahan organikterhadap sifat fisik tanah
4) Peningkatan kecepatan kehilangan air karena transpirasi.
Intersepsi hujan oleh tajuk daun dipengaruhi oleh jenis
tanaman dan kerapatan populasi.
Peranan tanaman ↔ Pembentukan dan pemantapan agregat
. ↕
Retakan ↔ aktivitas akar
↕
Dehidrasi air.
Agregat mantap ↔ menciptakan ruang pori
↕
Kapasitas infiltrasi meningkat :
Menurunkan volume limpasan perm.
Menyimpan lebih banyak air.
Tanaman ↔ menghasilkan bahan organik ↔ akan berpenga-
ruh baik terhadap : Agregat; Permeabilitas & Infiltrasi.
38
5.4. Efektivitas Tanaman
Efektivitas tanaman dalam menurunkan laju erosi
dipengaruhi oleh :
1) Tinggi dan kontinuitas mahkota daun
2) Bahan organik yang dihasilkan.
3) Sistim perakaran.
4) Kepadatan tanaman.
Indeks Efektivitas (IE) ↔ dapat dilihat dari :
1) Bahan kering yang dihasilkan (Kw/ha)
2) Kemampuan tanaman menutup tanah (%).
Tanaman yang berbatang tinggi, dengan tajuk daun yang
renggang akan kurang efektif dalam melindungi tanah,
sehingga memiliki nilai EI yang rendah dibandingkan
dengan tajuk daun rapat.
Tinggi tanaman menentukan energi air hujan yang jatuh me-
lalui tajuk. Batang pohon berfungsi sebagai pengumpul air
hujan sehingga dapat membentuk butiran yang besar.
Kepadatan tanaman akan berhubungan dengan luas per-
mukaan lahan yang tertutup.
Sistem perakaran tanaman akan mempengaruhi : pembentuk-
an dan pemantapan agregat serta ruang pori tanah.
39
VI. KEMAMPUAN LAHAN
40
2) Kelas.
3) Sub-Kelas
4) Satuan Pengelolaan.
Penggolongan ke dalam :
1) Kelas didasarkan intensitas faktor pembatas permanen
atau sulit/tidak dapat dirubah.
2) Sub-kelas didasarkan : macam faktor pembatas.
3) Satuan pengelolaan didasarkan : perlakuan pengawetan
tanah khusus & jumlah pupuk yang diperlukan.
Intensitas faktor penghambat/pembatas yang digunakan :
A. Faktor pembatas utama :
Kuantitas tanah sampel kecil :
1) Kedalaman efektif (k)
2) Tekstur tanah (t)
3) Permeabilitas (p)
Kualitas lahan sample besar :
4) Kemiringan lereng (l)
5) Erosi (e)
6) Drainase (d)
B. Faktor pembatas tambahan/khusus :
1) Faktor yang menghambat pengolahan tanah
2) Horizon pembatas
3) pH tanah
41
4) Potensi Banjir
5) Salinitas
6) Warna tanah
7) Kapasitas penyimpanan air tersedia
8) Bahan induk
42
t3 : sedang; yaitu: debu; lempung berdebu; lempung
t4 : agak kasar; yaitu: lempung berpasir
t5 : kasar; yaitu: pasir berlempung dan pasir.
C. Permeabilitas (p)
Pengelompokan permeabilitas (Indonesia) → 5 kelas
p1 : lambat (< 0,5 cm/jam)
p2 : agak lambat (0,5 – 2,0 cm/jam)
p3 : sedang (2,0 – 6,25 cm/jam)
p4 : agak cepat (6,25 – 12,5 cm/jam)
p5 : cepat ( > 12,5 cm/jam)
D. Kedalaman efektif (k)
k0 (1) : Dalam > 90 cm (93 cm)
k1 (2) : Sedang 50 – 90 cm (50 – 93 cm)
k2 (3) : Dangkal 25 – 50 cm (25 – 50 cm)
k3 (4) : Sangat dangkal (<25 cm)
E. Drainase (d)
d0 : baik; yaitu: tanah mempunyai peredaran udara baik
d1 : agak baik; tanah mempunyai peredaran udara baik
d2 : agak buruk, lapisan atas peredaran udara baik
d3 : buruk
d4 : sangat buruk
F. Erosi (e)
e0 : tidak ada erosi
43
e1 : ringan, jika 25% lapisan tanah atas hilang
e2 : sedang, jika 25 – 75% lapisan tanah atas hilang
e3 : berat, jika 75% lapisan tanah atas hilang
e4 : sangat berat, jika > 25% lapisan tanah bawah hilang
II. Faktor Khusus
A. Batuan kasar di dalam tanah (b)
b0 : tidak ada atau sedikit : 0-15% volume tanah
b1 : sedang: 15-50% volume tanah
b2 : banyak : 50-90% volume tanah
b3 : sangat banyak > 90% volume tanah
B. Batuan di atas tanah (b)
b0 : tidak ada: 0,01% luas areal
b1 : sedikit : 0,01 – 3 % luas areal
b2 : sedang : 3 – 15 % luas areal
b3 : banyak : 15 – 90 % luas areal
b4 : sangat banyak : 90 % luas areal
C. Ancaman banjir (o)
o0 : tidak pernah; dalam waktu 1 tahun tidak pernah me-
ngalami banjir untuk waktu 24 jam.
o1 : kadang-kadang, banjir >24 jam terjadi tidak teratur
dalam jangka waktu kurang dari satu bulan.
o2 : selama satu bulan dalam setahun secara teratur terjadi
banjir > 24 jam
o3 : 2 – 5 bulan dalam setahun secara teratur terjadi banjir
> 24 jam.
44
o4 : 6 bulan atau lebih dilanda banjir secara teraturlebih
dari 24 jam
6.3. Kelas Kemampuan Lahan
Tabel 1. Kelas Kemampuan Lahan.
Kelas kemampuan
Faktor pembatas
I II III IV V VI VII VIII
1. Tekstur tanah (t)
a. Lapisan atas
t2/t3 t1/t4 t1/t4 * * * * t5
(40cm)
t2/t3 t1/t4 t1/t4 * * * * t5
b. Lapisan bawah
10 11 12 13 * 14 15 16
2. Lereng (%)
d0/d1 d2 d3 d4 ** * * *
3. Drainase
k0 k0 k1 k2 * k3 * *
4. Kedalaman efektif
e0 e1 e1 e2 * e3 e4 *
5. Tingkat erosi
b0 b0 b0 b1 b2 * * b3
6. Batu/kerikil
00 01 02 01 04 * * *
7. Bahaya banjir
*) dapat mempunyai nilai faktor penghambat dari kelas yang lebih rendah
**) permukaan tanah selalu tergenang
45
6.4. Sub-Kelas Dan Satuan Pengelolaan
Sub Kelas merupakan jenis faktor penghambat/pembatas
Sub Kelas ditulis setelah Kelas dengan symbol huruf kecil,
contoh: III d3.
Satuan Pengelolaan :
Keterangan satuan pengelolaan ditulis, dengan angka di
belakang Sub-Kelas dengan tanda titik diantaranya,
contoh: III k1 d3 1.
III k1 d3 1. berarti: lahan tersebut termasuk kelas III,
dengan dengan faktor pembatas kedalaman efektif <50 cm
dan karena drainase buruk, sehingga tanah tersebut hanya
dapat ditanami dengan tanaman semusim dengan syarat
46
harus dibuat saluran drainase, dilakukan pemupukan dan
pengapuran.
47
48
49
50