Anda di halaman 1dari 25

1) Anti Korupsi dan Anti Narkoba 2) Budaya Hukum 3) Entrepreneur dan atau

Technopreneur 4) Hak Azasi Manusia 5) Kedaulatan Energi 6) Kedaulatan Maritim 7)


Kedaulatan Pangan 8) Partisipasi Publik 9) Pelestarian Budaya Indonesia 10)Pemerataan
Pembangunan 11)Penguatan Iptek dan Inovasi 12)Politik Luar Negeri Indonesia 13)Restorasi
Sosial 14)Sistem Pendidikan Nasional 15)Tata Kelola Pemerintah dan Reformasi Birokrasi

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/aldaniputri/bagaimana-seleksi-mahasiswa-
berprestasi_56b31b81539773180835095b

Pengertian Televisi Fungsi Sebagai Media


Komunikasi Massa dan Pengaruh Siaran
Televisi
22:23:00
Komunikasi
Pengertian Televisi Fungsi Sebagai Media Komukasi Massa - Menurut Effendy (2002 :
21) yang dimaksud dengan televisi adalah televisi siaran yang merupakan media dari jaringan
komunikasi dengan ciri-ciri yang dimiliki komunikasi massa, yaitu berlangsung satu arah,
komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum, sasarannya menmbulkan
keserampakan, dan komunikasinya bersifat heterogen.

Perkembangan teknologi melahirkan suatu media baru yang dapat menyajikan informasi
sacara cepat kepada masyarakat yaitu Televisi. TV sebagai alat penangkap siaran dan gambar.
Televisi berasal dari kata Tele ; tampak dan vision ; jauh atau jika digabungkan menjadi suatu
makna yang berarti “jauh dan tampak” atau dengan kata lain TV merupakan suatu alat untuk
“melihat dari jarak jauh”.

Segi jauhnya diwakili oleh prinsip radio yaitu dapat mendengarkan suara sedangkan segi
”penglihatan” diwakili dengan adanya gambar. Tanpa gambar tidak ada apa- apa yang dapat
dilihat. Para penonton dapat manikmati gambar karena adanya pemancar, dan gambar yang
dipancarkan itu dapat adalah gambar yang bergerak (Dalam hal terrtentu juga gambar diam,
still picture).

Televisi merupakan jaringan komunikasi dengan peran seperti komunikasi massa  yaitu  satu
arah,  menimbulkan  keserempakan  dan  komunikan     bersifat heterogen. Televisi
merupakan media massa yang berfungsi sebagai alat pendidikan, penerangan, dan hiburan.
Selain itu sifat negatif TV adalah sepintas lalu, tidak terlalu dapat diterima dengan sempurna,
dan menghadapi publik yang heterogen (Dominick, 2000 : 192).

Tayangan televisi dapat diartikan sebagai adanya suatu pertunjukan acara yang ditampilkan
atau disiarkan melaui media massa televisi. Tayangan tersebut bisa bersifat hiburan,
informasi, ataupun edukasi seperti tayangan mengenai paendidikan.

Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa Komunikasi Massa

Komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (Human Comunication) yang
bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat mekanik, yang mampu melipat gandakan
pesan komunikasi yaitu semenjak ditemukannya mesin cetak oleh Johanes Gutenberg dan
semenjak saat itu dimulailah era komunikasi massa. Yang dimaksud dengan komunikasi
massa adalah komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi surat kabar yang
memiliki sirkulasi yang sangat luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan secara umum,
dan film yang dipertunjukan gedung-gedung dibioskop (Effendy, 2000 : 79).

Komunikasi massa dengan media televisi merupakan proses komunikasi antara komunikator
dengan komunikan (massa) melalui sebuah sarana, yaitu televisi. Kelebihan media televisi
terletak pada kekuatannya menguasai jarak dan ruang, sasaran yang dicapai untuk mencapai
massa cukup besar. Nilai aktualitas terhadap suatu liputan atau pemberitaan sangan cepat.
Menurut Effendy, seperti halnya media massa lain, televisi pada pokoknya mempunyai tiga
fungsi pokok berikutnya.

Fungsi Televisi Sebagai Media Massa

Pada hakikatnya media televisi sebagai media komunikasi pandang dan dengar mempunyai
tiga fungsi yaitu :

a. Fungsi Informasi (The Information Function)


Dalam melaksanakan fungsinya sebagai sarana informasi tidak hanya dalam bentuk siaran
pandang mata, atau berita yang dibacakan penyiar, dilangkapi gambar-gambar yang faktual,
akan tetapi juga menyiarkan bentuk lain seperti ceramah, diskusi dan komentar. Televisi
dianggap sebagai media massa yang mampu memuaskan pemirsa dirumah jika dibandingkan
dengan media lainnya. Hal ini dikarenakan efek audio dan visual yang memiliki unsur
immediacy dan realism.

Immediacy, mencakup pengertian langsung dan dekat. Peristiwa yng disiarkan oleh stasiun
televisi dapat dilihat dan didengar olah para pemirsa pada saat periatiwa itu berlangsung.
Penyiar yang sedang membaca berita, pemuka masyarakat yang sedang membaca pidato atau
petinju yang sedang melancarkan pukulannya,  tampak  dan  terdengar  oleh  pemirsa,
seolah-olah  mereka    berada ditempat peristiwa itu terjadi, meskipun mereka berada dirumah
masing-masing jauh dari tempat kejadian, tapi mereka dapat menyaksikan pertandingan
dengan jelas dari jarak yang amat dekat. Lebih-lebih ketika menyaksikan pertandingan
sepekbola, misalnya mereka akan dapat melihat wajah seorang penjaga gawang lebih jelas,
dibandingkan dengan jika mereka berdiri di tribun seagai penonton.

Realism, yang berarti bahwa stasiun televisi menyiarkan informasinya secara audio dan
visual dengan perantara mikrofon dan kamera apa adanya sesuai dengan kenyataan ketika
suatu acara ditayangakan secara langsung (Live). Jadi pemirsa langsung dapat melihat dan
mendengar sendiri. Bedanya televisi dengan media cetak adalah berita yang disampaikan
langsung direkam dan hanya menggunakan sedikit editan untuk mendapatkan inti dari
kajadian yang ingin disampaikan, sedangkan bila di media cetak, berita yang sama harus
mengalami pengolahan terlebih dahulu oleh wartawan baru kemudian disajikan pada
pembaca.

b. Fungsi Pendidikan (The Education Function)


Televisi merupakan sarana yang ampuh untuk menyiarkan pendidikan kepada khalayak yang
jumlahnya begitu banyak dan disampaikan secara simultan. Sesuai dengan makna
pendidikan, yakni meningkatkan pengetahuan dan  penalaran masyarakat televisi menyiarkan
acaranya secara teratur dan terjadwal seperti pelajaran bahasa indonesia, matematika, dan
lainnya. Selain itu televisi juga menyajikan acara pendidikan yang bersifat informal seperti
sandiwara, legenda dan lain-lain.
c. Fungsi Hiburan (The Entartaint Function)
Dalam negara yang masyarakatnya masih bersifat agraris, fungsi hiburan yang melekat pada
televisi siarannya tampaknya lebih dominan. Sebagian besar dari alokasi waktu siaran diisi
oleh acara-acara hiburan. Hal ini dapat dimengerti karena pada layar televisi dapat
ditampilkan gambar hidup beserta suaranya bagaikan kenyataan, dan dapat dinikmati di
rumah-rumah oleh seluruh keluarga, serta dapat dinikmati oleh khalayak yang tidak
dimengerti bahasa asing bahkan yang tuna aksara.

Program Siaran Televisi

Pengaruh siaran televisi terhadap sistem komunikasi tidak pernah terlepas dari pengaruh
terhadap aspek-aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Menurut Prof. Dr. R, Mar’at, acara
televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, dan perasaan bagi para
penontonnya. Hal ini disebabkan  oleh pengaruh psikologis dari televisi itu sendiri, di mana
televisi seakan-akan menghipnotis penonton, sehingga mereka terhanyut dalam keterlibatan
akan kisah atau peristiwa yang disajikan oleh televisi (Effendy, 2002 : 122).

Frank Jefkins (Effendy, 2002 : 105-108) menyebutkan ada sejumlah karakteristik khusus
dalam program acara, yaitu :

1. Selain menghasilkan suara, televisi juga menghasilkan gerakan, visi, dan


warna.
2. Pembuatan program televisi lebih mahal dan lama.
3. Karena menghandalkan tayangan secara visual, maka segala sesuatu yang
nampak haruslah dibuat semenarik mungkin. Sedangkan program acara
televisi terdiri dari :
o Buletin berita nasional, seperti : Siaran berita atau buletin berita
regional ang dihasilkan oleh stasiun televisi swasta lokal.
o Liputan-liputan khusus yang membahas tentang berbagai masalah
aktual secara lebih mendalam.
o Program-program acara olahraga, baik olah raga di dalam atau diluar
ruangan, yang disiarkan langsung atau tidak langsung dari dalam atau
luar negeri.
o Program acara mengenai topik-topik khusus yang bersifat informatif,
seperti : acara memasak, berkebun, dan acara kuis.
o Acara drama, terdiri dari : sinetron, sandiwara, komedi, film, dan lain
sebagainya.
o Acara musik, seperti konser musik pop, musik rock, dangdut, klasik,
dan lain sebagainya.
o Acara bagi anak-anak, seperti penayangan film kartun.
o Acara-acara keagamaan, sepert : siraman rohani, acara ramadhan, dan
hari-hari besar keagamaan lainnya.
o Program acara yang membahas tentang ilmu pengetahuan dan
pendidikan.
o Acara bincang-bincang atau sering juga disebut dengan talkshow.

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering memperoleh berbagai pemgalaman. Hal ini
dikarenakan terintegrasinya kelima indera yang dimiliki, tetapi dengan menonton
audiovisual, akan mendapatkan 10% dari informasi yang diperoleh sebelumnya. Ini sebagai
akibat timbulnya pengalaman tiruan (Stimulated Experience) dari media audiovisual tadi
(Darwanto 2007 :119)

Darwanto juga mengemukakan, dalam kaitannya terhadap peningkatan pengetahuan, suatu


tayangan televisi hendaknya memperhatikan beberapa hal, antara lain :

1. Frekuensi menonton. Melalui frekuensi menonton komunikan, dapat diihat pengaruh


tayangan terhadap pengetahuan komunikan.
2. Waktu penayangan. Apakah waktu penayangan suatu acara sudah tepat atau sesuai
dengan sasaran komunikan yang dituju. Misalnya tayangan yang dikhususkan bagi
pelajar, hendaknya ditayangkan pada jam setelah kegiatan belajar di sekolah usai.
3. Kemasan Acara. Agar mampu menarik perhatian pemirsa yang menjadi sasaran
komunikannya, suatu tayangan harus dikemas atau ditampilkan secara menarik.
4. Gaya penampilan pesan. Dalam menyampaikan pesan dari suatu tayangan, apakah
host atau pembawa acara sudah cukup komunikatif dan menarik, sehingga dapat
menghindari rasa jenuh pemirsanya dan juga memahami pesan yang disampaikan.
5. Pemahaman pesan. Apakah komunikan dapat mengerti dan memahami setiap materi
atau pesan yang disampaikan oleh suatu tayangan.
6. http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-televisi-fungsi-sebagai.html
PENGARUH TELEVISI TERHADAP PENDIDIKAN

PENGARUH TELEVISI TERHADAP PENDIDIKAN

Oleh : Irfan Fauzi

A. Sejarah Televisi

Sebelum lebih jauh menulis pengaruh televisi terhadap pendidikan, maka alangkah baiknya
jika kita mengetahui terlebih dahulu akan sejarah televisi.

Pada tahun 1873 seorang operator telegram menemukan bahwa cahaya mempengaruhi
resistansi elektris selenium. Ia menyadari itu bisa digunakan untuk mengubah cahaya
kedalam arus listrik dengan menggunakan fotosel silenium (selenium photocell). Kemudian
piringan metal kecil berputar dengan lubang-lubang didalamnya ditemukan oleh seorang
mahasiswa yang bernama Paul Nipkow di Berlin, Jerman pada tahun 1884 dan disebut
sebagai cikal bakal lahirnya televisi. Sekitar tahun 1920 John Logie Baird dan Charles
Francis Jenkins menggunakan piringan karya Paul Nipkow untuk menciptakan suatu sistem
dalam penangkapan gambar, transmisi, serta penerimaannya. Mereka membuat seluruh
sistem televisi ini berdasarkan sistem gerakan mekanik, baik dalam penyiaran maupun
penerimaannya. Pada waktu itu belum ditemukan komponen listrik tabung hampa (Cathode
Ray Tube).

Televisi elektronik agak tersendat perkembangannya pada tahun-tahun itu, lebih banyak
disebabkan karena televisi mekanik lebih murah dan tahan banting. Bukan itu saja, tetapi juga
sangat susah untuk mendapatkan dukungan finansial bagi riset TV elektronik ketika TV
mekanik dianggap sudah mampu bekerja dengan sangat baiknya pada masa itu. Sampai
akhirnya Vladimir Kosmo Zworykin dan Philo T. Farnsworth berhasil dengan TV
elektroniknya. Dengan biaya yang murah dan hasil yang berjalan baik, orang-orang mulai
melihat kemungkinan untuk Vladimir Zworykin, yang merupakan salah satu dari beberapa
pakar pada masa itu, mendapat bantuan dari David Sarnoff, Senior Vice President dari RCA
(Radio Corporation of America). Sarnoff sudah banyak mencurahkan perhatian pada
perkembangan TV mekanik, dan meramalkan TV elektronik akan mempunyai masa depan
komersial yang lebih baik. Selain itu, Philo Farnsworth juga berhasil mendapatkan sponsor
untuk mendukung idenya dan ikut berkompetisi dengan Vladimir.

Runtutan diatas dan seterusnya sampai sekarang, maka ditemukanlah sebuah alat yang
dinamakan televisi. Televisi itu pun dalam perkembangannya tidak langsung seperti sekarang
ini. Dahulu hasil dari televisi itu masih hitam-putih, sampai akhirnya sekarang muncullah
model-model baru dalam televisi, mulai dari yang berwarna, digital, dll.

B. Pengaruh Positif Televisi

Televisi tentunya mempunyai pengaruh yang positif dalam perkembangannya di dunia,


diantaranya :

* Dalam hal penyajian berita, televisi umumnya selalu up to date, mampu menyajikan berita
terbaru langsung dari lokasi kejadian. Hal ini tentu akan membuat Anda tidak ketinggalan
informasi dan memberikan wawasan yang cukup luas pada Anda secara cepat.
* Bila televisi menyajikan acara-acara yang berhubungan dengan pendidikan, hal ini tentu
sangat berguna bagi para pelajar. Seorang pelajar bisa mengambil manfaat berupa informasi
pendidikan dari acara televisi tersebut.
* Salah satu pengaruh positif televisi adalah Anda bisa menyegarkan otak dengan menonton
beragam tayangan hiburan yang disajikan oleh stasiun televisi. Mulai dari acara kuis, film,
sinetron, atau hiburan-hiburan yang lain.
* Televisi banyak menampilkan tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh, baik dalam dunia
pendidikan, dunia usaha, hiburan, atau yang lainnya. Figur-figur yang ditampilkan dalam
televisi ini bisa memicu Anda untuk mencontoh kesuksesan mereka.

C. Pengaruh Negatif Televisi

Selain memiliki pengaruh positif, televisi tentunya mempunyai pengaruh yang negatif dalam
perkembangannya di dunia, diantaranya :

* Pengaruh negatif televisi yang paling utama adalah membuat Anda lupa waktu. Bila sudah
menonton televisi, Anda mungkin akan merasa malas untuk melakukan suatu pekerjaan. Bagi
pelajar, pengaruh negatif televisi yang satu ini tentu sangat merugikan, karena mereka bisa
saja akan lupa untuk belajar.
* Banyaknya acara-acara yang tidak mendidik di televisi bisa mempengaruhi kejiwaan
seorang anak. Film kekerasan atau berita kriminal adalah beberapa acara yang tidak patut
ditonton oleh anak kecil maupun remaja. Mereka bisa saja meniru adegan kekerasan atau
tindak kriminal yang mereka tonton di televisi.
* Televisi mampu meningkatkan daya konsumtif masyarakat. Di televisi, banyak sekali iklan-
iklan yang menyajikan berbagai barang. Baik orang dewasa maupun anak kecil, siapapun bisa
menjadi korban iklan televisi.
* Menonton televisi terus-menerus tidak hanya akan melalaikan Anda dari pekerjaan, tapi
juga merusak kesehatan. Mata Anda perlu istirahat dan tidak menonton televisi dalam waktu
lama.
* Orang yang menonton televisi secara terus-menerus umumnya akan menjadi pemalas
karena badannya tidak banyak bergerak. Biasanya hanya duduk diam atau tidur-tiduran di
depan televisi. Kalau selalu dalam posisi seperti itu setiap hari dalam waktu lama, tubuh tidak
akan terbiasa bekerja berat, akibatnya adalah tubuh menjadi lemah dan lemas.

D. Penanggulangan Pengaruh Negatif Televisi

Untuk menanggulangi atau meminimalisir pengaruh negative televisi, hendaknya kita


melakukan hal-hal sebagai berikut :

* Sebagai orang tua, hendaknya kita mengingatkan kepada anak kita agar melakukan tugas
utamanya yaitu belajar. Jangan sampai karena menonton televisi anak menjadi lupa akan
waktu belajarnya.
* Sebagai orang tua, hendaknya kita ikut membimbing anak dalam menonton tayangan
televisi agar prilaku anak nantinya tidak konsumtif gara-gara menyaksikan beragam iklan
yang menarik.
* Sebagai orang tua, hendaknya kita memilih program televisi kepada anak yang mendidik,
bukan yang menjerumuskan. Hal yang perlu di ingat kembali adalah berikan pengawasan
terhadap anak.
E. Manfaat Televisi untuk Dunia Pendidikan

Televisi memang tidak dapat difungsikan mempunyai manfaat dan unsur positif yang berguna
bagi pemirsanya, baik manfaat yang bersifat kognitif, afektif maupun psikomotor. Namun
tergantung pada acara yang ditayangkan televisi
Manfaat yang bersifat kognitif adalah yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan atau
informasi dan keterampilan. Acara-acara yang bersifat kognitif di antaranya berita, dialog,
wawancara dan sebagainya. Manfaat yang kedua adalah manfaat afektif, yakni yang
berkaitan dengan sikap dan emosi. Acara-acara yang biasanya memunculkan manfaat afektif
ini adalah acara-acara yang mendorong pada pemirsa agar memiliki kepekaan sosial,
kepedulian sesama manusia dan sebagainya. Adapun manfaat yang ketiga adalah manfaat
yang bersifat psikomotor, yaitu berkaitan dengan tindakan dan perilaku yang positif. Acara
ini dapat kita lihat dari film, sinetron, drama dan acara-acara yang lainnya dengan syarat
semuanya itu tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada di Indonesia ataupun
merusak akhlak pada anak.

F. Kesimpulan dan Saran

Dari pemaparan diatas, kita dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

Sebagai media elektronik, televisi mempunyai pengaruh yang kuat dalam kehidupan kita.
Dengan adanya televisi anak dapat berbuat sesuatu yang lebih baik, dan dapat pula
sebaliknya. Namun ketika membicarakan manfaat, ternyata ada juga manfa’at dari televisi
dalam dunia pendidikan. Sebagai salah satu contoh adalah dapat digunakan sebagai media
pembelajaran baik iti dalam bidang kognitif, afektif maupun psikomotor. Hal terpenting jika
kita sebagai orang tua adalah membimbing anak dalam menonton acara televisi, dan memilih
program yang memang dapat membantu dalam proses pendidikan, agar pendidikan anak
dapat terus berkembang.
Diposkan oleh El - Zie di 10.48

http://irfauzi.blogspot.co.id/2011/01/pengaruh-televisi-terhadap-pendidikan.html
Pengaruh Tayangan Televisi Bagi Mutu Pendidikan 01 Februari 2014 14:09:49 Diperbarui:
23 Juni 2015 19:15:12 Dibaca : 1,217 Komentar : 2 Nilai : 0 Durasi Baca : 2 menit Televisi
sendiri adalah salah satu sumber belajar yang menggunakan media Audio Visual. Dalam hal
ini Televisi sudah menjadi tontonan rutin buat anak-anak, tidak hanya anak-anak saja bahkan
orang dewasa sampai orang Lansiapun yang mungkin masih normal dalam pendengaran dan
penglihatannya televisi menjadi teman Rumah yang setia. Apalagi banyak sekali tayangan
pertelevisian yang sangat menarik dari mulai informasi dalam negri sampai keluar negri,dan
ada juga dalam lingkup dunia anak-anak sampai yang membutuhkan bimbingan orang tua.
Tapi seiring berkembangnya zaman tayangan dunia pertelevisian lebih banyak
mempertontonkan hiburan dan tayangan-tayangan yang membuat motivasi anak untuk belajar
menurun. Nilai-nilai Edukatifnya mulai tersingkirkan dan lebih banyak mempertontonkan
tentang hal-hal yang tidak semestinya dilihat oleh anak-anak,karena selain menurunkan
motivasi belajar anak, bisa juga berdampak terhadap kepribadian anak dan juga menjadi salah
satu penyebab Lunturnya kebudayaan negri kita. Tak sedikit film-film yang ditayangkan
mengandung unsur-unsur yang kurang baik misalnya dari model pakaian yang lebih ke
modernitas, kata-kata yang tak sesuai dengan bahasa negara kita,sikap tingkah laku adegan
yang dipertontonkan dan itu semua bisa berdampak sangat buruk jika tidak adanya bimbingan
dari keluarga/ orang tua,sedangkan dalam faktanya tontonan yang bersifat Edukatif sendiri
hanya beberapa dan terhalang pula oleh waktu aktifitas anak-anak pada umumnya, bayangkan
saja pada waktu anak-pulang sekolah tayangan yang bersifat edukatif hanya ada pada
beberapa stasiun Televisi dan itu juga waktunya sangat singkat, mungkin bagi sebagian anak
tayangan pada waktu itu menjadi teman makan siang, teman menjelang tidur istirahat. Tapi,
tak sedikit pula anak-anak tak sempat menonton tayangan Edukatif tersebut pada waktu
itu,karena biasanya waktu pulang sekolah digunakan untuk bermain dengan temannya/
mengikuti pendidikan keagamaan atau sering disebut juga DTA. Sebagian besar waktu anak-
anak menonton televisi pada saat sesudah waktu ibadah shalat maghrib, pada saat itulah
tayangan-tayangan yang mempertontonkanhal-hal yang positif sangat jarang sekali terlihat,
bahkan lebih banyak sekali tayangan-tayangan yang tidak mendidik. Dalam hal ini peranan
orang tua atau pihak keluarga harus bisa mengatur waktu untuk anak-anaknya. Supaya
senantiasa berada dalam kaidah-kaidah yang benar ,perlu adanya bimbingan-bimbingan agar
anak mampu memfilterisasi mana yang baik dan tidak dalam tayangan pertelevisian tersebut.
Jangan terlalu memporsir anak-anak untuk terpaku pada tayangan pertelevisian, ajak anak-
anak untuk bermain sambil belajar sesibuk apapun kegiatan orangtua luangkan sedikit waktu
untuk mendidik dan membimbing anak. Amati seberapa jauh perkembangan anak baik dari
sikap,sifat,pengetahuan, dll. Apakah lebih banyak Negatifnya apakah Positifnya. Dalam hal
ini pula sangat berpengaruh terhadap mutu pendidikan ,misalnya anak yang terlalu larut
menonton televisi tayangan kesukaanya mungkin keesokan harinya ketika ia harus sekolah,ia
bisa kesiangan sering mengantuk dikelas sehingga menghambat proses pembelajaran dan
lebih tidak terfokus, ibadahnya juga tertinggalkan, Sikap moral dalam pergaulan
dilingkungan yang buruk dll.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/retno.purnamasari02/pengaruh-tayangan-
televisi-bagi-mutu-pendidikan_55297f33f17e611e7ad623d8

http://www.kompasiana.com/retno.purnamasari02/pengaruh-tayangan-televisi-bagi-mutu-
pendidikan_55297f33f17e611e7ad623d8

Pengaruh Televisi ke Minat Baca Anak

YOGYAKARTA (by Diksia.com)

Minat baca di Indonesia memang sangat memprihatinkan. Salah satu faktornya adalah anak
lebih memilih bersantai sambil emnonton televisi. Televisi yang pertama kali diciptakan
seorang insinyur berkebangsaan Inggris, John Logie Baird, yang terbentuk dari kayu dan
kardus, merupakan sebuah kotak ajaib yang saat ini banyak digilai oleh semua kalangan. Baik
pelaku bisnis, maupun penonton yang menikmatinya.
Televisi merupakan produk inovasi teknologi yang saat ini telah masuk sebagai bagian dari
globalisasi. Fungsi penyampaian informasi pada awalnya telah bergeser menjadi fungsi-
fungsi lain yang lebih kompleks, seperti halnya fungsi hiburan, dan sebagainya.
Dengan perkembangan waktu yang selalu dinamis, produsen industri televisi semakin
meningkatkan kapasitas inovasinya demi kompetisi merebut hati pemirsa. Dengan latar
belakang itulah, banyak dibuat program-program yang diprediksikan menarik untuk
menjaring pasar konsumen yang lebih banyak. Muaranya jelas pada orientasi profit, sebagai
penunjang utama keberlangsungan industri televisi. Hal ini menyebabkan produsen televisi
dengan gencar menciptakan acara-acara menarik, menghibur, dengan mengesampingkan
dampak positif atau negatif jangka panjang masyarakat konsumennya.
Fungsi hiburan tampaknya digali lebih dalam lagi oleh para produsen TV dan menghasilkan
program-program yang menurut sebagian besar para pakar pertelevisian, pemerhati media,
maupun masyarakat dengan tingkatan pendidikan yang cukup, boleh dikatakan instan,
pragmatis, atau semacamnya. Dunia fantasi yang jauh dari realita sehari-hari banyak
dimunculkan untuk memanjakan harapan-harapan masyarakat yang sebagian besar masih
tergolong marjinal.
Anak-anak merupakan pangsa pasar potensial untuk semua produk, termasuk televisi. Usia
anak-anak merupakan usia yang memungkinkan mereka menjadi imitasi dari apa yang
dilihat, didengar, dan dirasakannya. Anak-anak akan dengan mudah menerima tayangan
televisi dan bahkan ’melahapnya’ tanpa proses ’mengunyah’
Dalam ilmu psikologi, anak usia 9-10 tahun belum mampu membedakan antara kenyataan
dengan fantasi. Akibat rangsangan televisi, anak akan dibenturkan pada banyak hal, seperti
tayangan amoral, apalagi bila itu diperkuat dengan realitas sosial yang ia lihat di
lingkungannya sehari-hari. Bisa jadi, apa yang ia lihat di TV merupakan tindakan yang benar
menurutnya.
Memang tidak selamanya televisi memberikan dampak negatif, tetapi selama konsumen,
terutama anak-anak, tidak memiliki bekal pengetahuan yang cukup untuk memilah-milah
mana yang baik dan mana yang tidak, maka efek negatif akan terlihat cukup dominan. Tak
heran bila anak-anak Indonesia tumbuh dengan nilai-nilai dan pengetahuan yang banyak
didapat dari nilai TV. Hasil studi Dr. Jay Martin dari Universitas Southern, California
menunjukkan fakta yang memiriskan hati. Dari hasil penelitiannya terhadap 732 anak selama
beberapa tahun, anak yang menonton TV terpacu untuk berbuat kasar terhadap orang tuanya,
berkelahi sesama anak, dan kejahatan remaja. Dari sini, bisa dilihat bahwa televisi menjelma
menjadi pembentuk pengetahuan, sikap, dan nilai. Televisi yang penuh warna dan gerak
memang sangat menarik perhatian anak-anak, sehingga hal ini memungkinkan bagi mereka
untuk menjadikan aktivitas menonton televisi sebagai rutinitas sehari-hari, terlebih bila orang
tua mereka disibukkan dengan rutinitasnya masing-masing. Sehingga, peran orang tua untuk
mendampingi anak-anaknya menonton TV menjadi penting.
Pangsa pasar televisi yang juga dipandang potensial selain anak-anak adalah remaja.
Mengapa ? Menurut Narsbitt dan Aburdene dalam Armando, kalangan muda adalah kalangan
yang memang dipandang sebagai motor utama terbentuknya budaya global. Budaya global
disini menyangkut istilah kapitalisme. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, apapun
produk inovasi pasti akan berujung pada orientasi profit. Program-program menarik dibuat
sedemikian rupa, tidak lain juga untuk menarik iklan-iklan masuk. Dengan kata lain, iklan
diandalkan sebagai sumber dana utama kehidupan industri pertelevisian.
Korelasinya dengan remaja, melalui iklan, perlahan-lahan dibentuklah jiwa konsumerisme
dalam diri remaja kita. Hal ini merupakan efek yang boleh dibilang negatif bila dipelihara
dan dijadikan sebagai gaya hidup.
Selain itu, remaja ABG (Anak Baru Gede) pada usia 14-15 tahun, masih memiliki
kecenderungan perilaku yang tidak menentu. Setelah melewati proses meniru,
mengidentifikasi, dan mengembangkan perilaku pada usia sebelumnya, pengaruh yang
diterimanya sejak kecil lambat laun tertanam sedikit demi sedikit.
Selain efek membentuk budaya konsumerisme yang menggila di kalangan remaja, efek dari
nilai-nilai yang terkandung dalam tayangan remaja saat ini bisa dibilang penuh dengan
kesemrawutan global. Serial-serial TV yang banyak mengisahkan gaya hidup remaja
metropolitan banyak mengandung unsur kekerasan (baik kata-kata maupun perilaku), nilai-
nilai anti pendidikan, penyimpangan pola asuh, pendewaan materi, bahasan seks yang vulgar,
dan masih banyak lagi. Bahkan, pengaruhnya juga sampai pada merusak empati remaja,
karena berbagai tayangan memaksanya menjadi orang lain di luar dirinya. Sehingga, mereka
pun menjadi lentur, tidak memiliki pengalaman empiris untuk meletakkan empati sosialnya.
Secara psikologis, masa remaja merupakan fase pertengahan yang banyak didominir proses
pencarian jati diri. Emosi remaja yang meluap-luap, ekspresif, dan labil sangat rentan
terpengaruh faktor eksternal.
Nampaknya, budaya komunal yang sarat dengan nilai-nilai solidaritas dalam lingkungan
pergaulan remaja juga menjadi alasan seorang remaja melakukan dan memilih aktivitasnya,
termasuk menonton televisi. Apalagi bila tayangan televisi yang ditontonnya juga menjadi
tren di lingkungan pergaulannya.
Kekuatan televisi sebagai media elektronik yang mengedepankan efek audio visual menjadi
magnet tersendiri bagi masyarakat kita untuk menjadikan TV sebagai media kesayangan.
Audio visual mampu menangkap mata orang yang melihatnya dan seakan-akan menghipnotis
orang tersebut untuk tidak mengalihkan pandangannya sedikitpun.
Sifat-sifat televisi yang menyampaikan pesan secara sederhana atau sebagai transistor,
menggunakan bahasa simbol yang mudah dipahami, menggunakan idiom gambar, membuat
pemirsa berinteraksi satu arah dan cenderung pasif. Dan bila dilanjutkan lebih jauh, hal ini
akan membuat pemirsa secara universal menjadi kurang kritis, kurang kreativitas imajinatif,
dan memiliki perkembangan kognitif yang rendah. Ini masih dampak dari TV dilihat dari
sifat-sifat penyampaiannya, belum pada efek tayangan-tayangannya.
Efek tayangan TV bisa jadi beragam. Terdapat pula pro kontra terhadap televisi. Pendapat
yang pro mengatakan bahwa TV dapat : 1) Mempercepat penyebaran informasi, 2)
Meningkatkan industri musik dan hiburan (production house), 3) Memperluas wawasan yang
tidak bisa diperoleh dari lingkungan sekitarnya, dan 4) Memotivasi memperoleh
pengetahuan. Sedangkan pendapat yang kontra mengatakan bahwa TV dapat berdampak
negatif dengan penayangan kekerasan, muatan seks yang berlebihan, buaian iklan yang
membentuk jiwa konsumtif, penciptaan stereotipe tokoh yang ditayangkan, timbul ketakutan
dan kerisauan, dan lain-lain.
Penelitian Greenberg menyatakan bahwa ada empat alasan tertinggi mengapa masyarakat
melihat TV, yaitu : 1) Mengisi waktu luang, 2) Melupakan kesulitan, 3) Santai, 4) Sekadar
kebiasaan. Selain itu, tampaknya budaya lisan yang mengakar dalam tradisi bangsa ini juga
mempunyai andil besar dalam mempengaruhi masyarakat untuk lebih memilih media TV
daripada media cetak seperti buku.
Buku yang kaya akan kosa kata dan menggunakan hanya media visual diinterpretasi sebagai
hal yang kurang menarik sejak masa kanak-kanak. Berbicara mengenai minat baca, tentu saja
harus dirunut sejak awal, yaitu sejak usia anak-anak. Dan tentunya peran orang tua sebagai
pemegang kendali pengasuhan dan pembinaan dalam rumah menjadi sangat dominan.
Karena sifatnya yang visual dan tidak bergerak, buku dapat menciptakan interaksi yang lebih
hidup dalam alam pikiran pembaca. Pembaca diajak untuk aktif melalui berpikir, dan hal ini
akan mencetak individu yang kreatif, kritis, dan evaluatif. Memang secara tampilan, bahan
bacaan semisal buku tidak semenarik televisi, namun efeknya, membaca merupakan gerbang
menuju kekayaan imajinasi, karena kemampuan memvisualisasikan kemungkinan-
kemungkinan berdasarkan kenyataan. Ini berhubungan juga dengan sisi kreatif. Sedangkan
sisi kritis dan evaluatif muncul saat seseorang membaca kisah-kisah dalam buku,
imajinasinya akan digunakan untuk mengevaluasi efektivitas sebuah rencana dengan
membayangkan hasil akhir yang mungkin.
Semakin banyak kisah dan situasi yang dibacanya, semakin banyak solusi dan fakta
mengenai informasi yang bermanfaat terkumpulkan, dan akan semakin dalam kemampuan
seseorang dalam berimajinasi. Selanjutnya, pikiran dan akalnya akan berkembang. Praktis, ini
akan sangat berguna bagi anak atau remaja untuk berekspresi dan menentukan sikap di
kehidupan nyata. Nyatanya, bila menonton TV sudah menjadi rutinitas pada anak, akan
sangat sulit mengalihkan perhatiannya pada aktivitas membaca. Kecenderungan TV yang
mengajak anak-anak untuk berimajinasi dengan alam pikirannya secara pasif, membuat anak
menjadi introvert, yang nantinya bila diteruskan akan menjadi salah satu karakter kuatnya.
Minat baca anak menjadi terkikis. Anak akan merasa memiliki dunianya sendiri dengan
menonton TV, seakan-akan ia tidak memerlukan orang lain, dan sulit mengungkapkan apa
yang ada dalam pikirannya. Hal ini karena sel-sel otaknya tidak terbiasa untuk berpikir kritis
seperti halnya membaca buku.
Selain itu, anak juga merasa memiliki kebebasannya melalui TV. Sebab, porsi tayangan TV
tidak menyebutkan garis-garis yang jelas antara segmen tontonan anak dan orang dewasa.
Terlebih, TV tidak pernah mensosialisasikan budaya baca sebagai budaya yang juga perlu
dikembangkan, semisal promosi buku melalui TV.
Sedangkan pada remaja, TV lebih menjanjikan dalam menampilkan gaya hidup hedonis yang
lagi tren dan digaungkan para remaja. Visualisasinya lebih nyata dan gampang diadopsi. Juga
karena tayangan TV lebih dapat diterima oleh jiwa muda yang ekspresif.   Penutup
Akhirya, remaja yang sedang berada dalam masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju
dewasa, akan lebih sulit mengubah kebiasaan menonton TV menjadi membaca. Akan lebih
baik bila budaya membaca disosialisasikan sejak dini, terutama oleh para orang tua.
Mungkin kosa kata ’membaca’ perlu dibuat lebih ringan, dan tidak terbatas hanya pada buku.
Ya, membaca apa saja yang ada di sekitar kita. Papan informasi, baliho, spanduk, papan
penunjuk jalan, brosur, kemudian berlanjut ke media cetak seperti koran, majalah, buku.
Agar membaca tak dianggap membosankan, pengenalan gaya membaca secara online juga
bisa diperkenalkan sebagai variasi dan mengikuti tuntutan zaman. Ya, membaca perlu dikenal
sebagai aktivitas yang menyenangkan, lebih dari sekedar membaca textbook.
Survei  UNDP (United Nation Development Program) menyebutkan  Indonesia merupakan
negara yang rendah minat bacanya. Laporan UNDP itu menyimpulkan rata-rata orang
Indonesia hanya membaca satu judul buku atau bahkan tidak membaca sama dalam sekali
satu tahun.
“Keadaan kita beda jauh dengan masyarakat Belanda yang membaca 30 judul buku dalam
satu tahun. Untuk kawasan Asia, Indonesia kalah dari Thailand yang membaca 5 judul dalam
satu tahun,” kata Sani B Herwaman, psikolog anak dan direktur Lembaga Psikologi Daya
Insani.
Minat baca harus ditumbuhkan sejak anak-anak lahir. “Penelitian mengungkapkan anak yang
sejak lahir diajak berkomunikasi dan dibacakan cerita akan mempunyai kemampuan verbal
lebih tinggi dibandingkan yang didiamkan saja,” kata Sani.
Orang tua masa kini lebih cenderung mengajak anak-anak mereka ke mal daripada membaca
buku. “Anak-anak itu juga lebih tertarik untuk bermain game atau menonton televisi daripada
membaca buku. Hasilnya anak-anak tidak suka membaca buku,” katanya.
Sani mengatakan bahwa untuk merangsang minat baca anak-anak usia sekolah, orang tua
harus mengurangi faktor penghambat seperti game dan televisi. “Saat bermain game anak-
anak cenderung tidak memperhatikan keadaan sekeliling dan membuat mereka menjadi
individualis,” katanya.
Buku merupakan media yang sangat baik untuk melakukan transfer nilai kepada anak serta
menstimuli kreativitas, kemampuan berpikir empirik dan kemampuan linguistik anak. “Hal
itu menjawab kebutuhan akan pendidikan budi pekerti selain kebutuhan akademis,” katanya.
“Membaca bermanfaat untuk meningkatkan mental alertness, daya tangkap, kreativitas dan
logika berpikir dan meningkatkan wawasan pengetahuan.  Membaca juga menanamkan nilai
positif seperti rasa empati, solidaritas, toleransi dan tolong menolong,” katanya.
Menurut Sani, membaca juga bermanfaat membentuk karakter positif dan membangun
hubungan emosional hangat dengan orang tua. “Hubungan itu akan terbentuk bila orang tua
mengajak anak-anak mereka berdiskusi mengenai suatu topik yang dibaca,” katanya.
Dia juga menyarankan orang tua,  agar mengajak anak-anak ke toko buku dan membiarkan
mereka memilih buku sendiri.

Sumber :  http://diksia.com/2011/02/pengaruh-televisi-ke-minat-baca-anak/

http://indrihartatiek.blogspot.co.id/2011/11/pengaruh-televisi-ke-minat-baca-anak.html

Pada masa kini, televisi adalah media paling banyak digunakan dan juga sangat
mempengaruhi budaya banyak orang. Masalahnya adalah fungsi televisi sebagai informatif
dan edukasi telah tergeser.    Berdasarkan  penelitian Yayasan Pengembangan Media Anak
(YPMA) pada tahun 2006,  batas maksimal anak untuk menonton televisi adalah 2 jam dalam
sehari.     Tetapi ironisnya   anak usia SD justru menghabiskan waktu di depan televisi
berkisar 30-35 jam seminggu, ini berarti mereka dapat bertahan untuk menonton televisi
sekitar 4-4,5 jam dalam sehari.    Belum lagi dengan tambahan waktu untuk bermain video
game sekitar 10 jam dalam seminggu.    Angka yang cukup besar bagi anak usia SD hanya
dengan menghabiskan waktunya untuk hiburan yang kurang sehat.

Dampak negatif lain dari menonton televisi adalah muatan atau content dari acara televisi
tersebut.    Banyak tayangan yang disajikan tidak bermakna, hanya sekedar hiburan, tidak
mendidik, bersifat hedonis dan konsumtif.       Hal ini akan berpengaruh terhadap perilaku
negatif anak. Misalnya anak yang menonton sinetron atau infotainment, walau hanya 30
menit tetapi dampak negatifnya begitu besar.  Apalagi bila anak menonton sinetron sampai
berjam-jam, dan tanpa didampingi orang tua.
Waktu yang terbuang di depan televisi  telah mengambil porsi jam aktivitas anak.    Ini berarti
kegiatan anak untuk belajar dan membaca semakin berkurang.      Bagaimana mungkin
membangkitkan minat baca anak bila mereka hanya statis di depan televisi  tanpa ada
stimulasi yang mendukung minat membaca tersebut?   Apalagi televisi telah menjadi moto
bagi sebagian besar anak, yaitu “TV is my life”.     Sampai-sampai ketika anak baru bangun
tidur saja, aktifitas pertama yang dilakukan adalah menonton televisi.

Faktor penyebab kenapa televisi lebih dipilih oleh anak-anak dibandingkan dengan membaca
buku karena buku dianggap sebagai hal yang kurang menarik.     Buku hanya bersifat visual
dan tidak bergerak.    Sedangkan televisi visualisasinya lebih nyata dan gampang diadopsi.    
Buku dianggap sebagai sesuatu yang berat karena harus berpikir dan harus menciptakan
interaksi yang lebih hidup dalam alam pikiran mereka.    Sedangkan menonton televisi adalah
sesuatu hal yang ringan, bahkan dianggap dapat mengisi waktu luang, melupakan kesulitan,
santai dan sekedar kebiasaan. Hal ini seperti diungkapkan oleh Greenberg dalam
penelitiannya tentang empat alasan tertinggi kenapa masyarakat senang menonton televisi.

Terlalu banyak menonton televisi terbukti telah mengikis minat baca anak.      Anak merasa
memiliki dunianya sendiri dan cenderung tidak memperhatikan keadaan sekeliling sehingga
membuat mereka menjadi individualis.     Anak seakan-akan tidak memerlukan orang lain
dan sulit mengungkapkan apa yang ada di alam pikirannya.     Hal ini karena sel-sel otak
mereka tidak terbiasa untuk berpikir kritis seperti halnya membaca buku, melainkan justru
terbiasa berpikir pasif sehingga sulit untuk mengemukakan ide-ide dan kreatifitasnya.

Secara tampilan memang buku tidak semenarik televisi.      Tetapi efeknya membaca
merupakan gerbang menuju kekayaan imajinasi.    Karena dalam proses membaca anak
diajak berpikir dan menciptakan interaksi yang lebih hidup di alam pikiran mereka.    Oleh
karena itu anak yang sejak dini sudah terbiasa memiliki minat baca akan memiliki
kemampuan memvisualisasikan kemungkinan-kemungkinan berdasarkan kenyataan.    Anak
akan terbiasa berpikir kreatif, kritis dan evaluatif.    Semakin banyak kisah dan situasi yang
dibacanya, anak akan semakin memilik banyak solusi dan fakta.    Pikiran dan akal yang
semakin berkembang dapat menentukan sikap di kehidupan nyata.

Buku juga merupakan salah satu media yang sangat baik untuk melakukan transfer nilai
kepada anak.    Karakter positif anak akan terbentuk dan dapat membangun hubungan
emosional antara orang tua dan anak.   Terbiasa membaca buku juga dapat merangsang
kreatifitas untuk berpikir logis, meningkatkan kemampuan verbal anak,  meningkatkan daya
tangkap dan menambah wawasan pengetahuan.

Cara termudah untuk menghilangkan kebiasaan anak menonton televisi menurut konsultan
parenting Ayah Edy dalam bukunya “Ayah Edy Menjawab” adalah dengan memutuskan
berlangganan TV kabel.    Bahkan ada pula yang ekstrim sampai meniadakan televisi di
rumah, karena sadar betul akan bahaya televisi bagi anaknya.     Lalu ganti dengan film DVD
yang bagus dan pantas ditonton anak-anak, misalnya serial Dora dan Barney. Sebaiknya
sebelum film tersebut diberikan ke anak, orang tua harus menontonnya terlebih dahulu karena
banyak film kartun yang diselipkan adegan orang dewasa yang tidak layak di tonton oleh
anak-anak.

Untuk mengalihkan perhatian anak dari televisi sebaiknya orang tua memberikan aktivitas
positif lainnya kepada anak.     Namun sebelum itu dilaksanakan diskusikan dan rencanakan
terlebih dahulu dengan anak, kegiatan apakah yang mereka ingin ikuti.    Sekitar tiga bulan di
awal anak pasti akan merasa kaget karena seperti ada yang hilang dari kebiasaannya.    
Namun sesudah itu akan biasa saja. Susah atau mudahnya melepaskan anak dari jerat televisi,
tergantung dari orang tua.     Kalau kita berpikir sulit untuk melepaskan anak dari jeratan
televisi, maka anak akan sulit melepasnya.     Tetapi sebaliknya, bila kita berpikir mudah
untuk melepas anak dari jeratan televisi maka akan mudah bagi anak untuk melepas
kebiasaannya menonton televisi.

Semakin dekat anak dengan televisi, semakin menurunkan minat baca mereka.     Ini berarti
menunjukkan juga semakin tidak dekatnya kita sebagai orang tua dengan anak.(Bunda Ranis)

Referensi :

Chatib, Munif. 2013. Orang tuanya  Manusia : Melejitkan potensi dan kecerdasan dengan
menghargai fitrah setiap anak, Bandung : Kaifa

Edy, Ayah. 2013. Ayah Edy Menjawab : 100 Persoalan sehari-hari orang tua yang tidak ada
jawabannya di kamus mana pun, Jakarta : Noura Books

http://www.bimba-aiueo.com/hati-hati-televisi-menurunkan-minat-baca/

Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%.
Artinya, dari 1000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca.

Riset berbeda bertajuk "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut
State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61
negara soal minat membaca. 

Ini artinya, Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari
segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca peringkat Indonesia berada di atas negara-
negara Eropa.

Quote: http://edukasi.kompas.com/read/2016/08/29/07175131/minat.baca.indonesia.ada.di.uruta

n.ke-60.dunia
Quote:
Ada banyak penyebab mengapa masyarakat (semoga tidak termasuk kita) mala

membac

Pertama, lingkungan keluarga tidak mendukung. Contoh konkret, di rumah tidak ad

perpustakaan. Adanya cuma ruang nonton.

Kedua, Lebih senang menonto

Ketiga, harga buku mahal, terutama di daerah luar Jaw

Keempat, susah mendapat buku berkualitas. Terutama di tingkat kabupaten da

kecamatan

Kelima, lebih doyan main smartphone. Jika dulu kita sering melihat penumpang d

kereta atau bis membaca buku, sekarang semua orang kelihatan menggunaka

smartphone. Sok sibuk berkomunikasi. Syukur-syukur di smartphone mereka baca e

-book

Lalu apa solusinya

Pertama, Galakkan gerakan perpustakaan keluarg

Kedua, Menulis minimal satu buku seumur hidup. Dengan banyaknya karya tulis, maka banya
pilihan bahan bacaan

Ketiga, Gerakan berbagi buku. Ini barangkali solusi yang paling banyak dilakukan untuk mengatas
masalah krisis literasi. Mulai dari komunitas anak muda hingga perusahaan raksasa, kita serin
temukan ajakan berbagi buku.

Kegiatan sosial berbagi buku ini misalnya, rutin dilakukan oleh Kick Andy Foudnation bersam
Yayasan Agung Podomoro Land (YAPL). Baru-baru ini kedua yayasan yang diinisias oleh Yayasa
Agung Podomoro Land mendonasikan buku ke beberapa daerah

Melalui program bernama "Berbagi Buku Untuk Anak Indonesia" YAPL bekerjasama dengan Kic
Andy Foundation (KAF), dalam 3 tahun belakangan ini, telah menyalurkan bantuan untuk sekolah
-sekolah atau taman bacaan komunitas hasil swadaya masyarakat.
"Program itu selain berupa bantuan buku-buku kepada perpustakaan sekolah dan taman bacaan non
pemerintah, juga renovasi gedung sekolah," kata Cosmas Batubara selaku pengawas YAPL dalam
keterangan pers, Sabtu (31/12/2016) .

Bantuan itu terutama diberikan kepada sekolah-sekolah informal, komunitas belajar dan membaca,
taman bacaan komunitas, dan bentuk-bentuk aktivitas serupa lain.

Salah satu penerima bantuan yakni komunitas Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) membatik
untuk ibu-ibu dan remaja di Desa Pepe, Kecamatan Kedung Jati, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.

Komunitas yang didirikan oleh Anni Heru Purwanti ini, tak hanya sekedar kelompok belajar semata,
melainkan juga kelompok kegiatan ekonomi rumah tangga.

Selain membatik, mereka juga menggerakkan usaha ekonomi masyarakat sekitar berupa usaha
pengolahan keripik pisang dan keripik singkong, yang terdaftar di Dinas Usaha Masyarakat Kecil
Menengah (UMKM) Kabupaten Grobogan. Komunitas ini dipandang layak dibantu, karena mampu
mendorong kegiatan ekonomi mandiri masyarakat setempat.

Selain itu, bantuan juga diberikan kepada DR Ariella Hana Sinjaya, seorang motivator dan pakar
pendidikan.

Ariella Hana Sinjaya telah dikenal banyak merintis dan memelopori kegiatan-kegiatan pendidikan
berbasis komunitas, seperti mendirikan Yayasan Anak Bangsa Berakhlak Mulia (YABBM) yakni
yayasan yang mengajarkan karakter dan rasa bangga menjadi rakyat Indonesia, terutama ditujukan
untuk anak-anak pra sejahtera, komunitas pemulung dan anak jalanan, di Makassar, Sulawesi
Selatan.

Dia juga mendirikan Perpustakaan Keliling Anak Bangsa (PERKASA), yang dikenal melalui
perpustakaan keliling dengan motor yang membawa kotak berisi buku-buku dan keliling di desa-desa
pedalaman.

Apa yang dilakukan oleh kedua penerima bantuan ini merupakan bentuk kontribusi nyata dalam
bidang pendidikan, yang juga mampu meningkatkan kualitas ekonomi dan kehidupan masyarakat
sekitar. Ini sesuai sekali dengan Visi dan Misi YAPL.

"YAPL Peduli Negeri, menjalankan program berbagi buku dan rehabilitasi sekolah," ujar Cosmas.

Selain bantuan langsung ke komunitas-komunitas pendidikan yang disalurkan melalui YAPL seperti
contoh diatas, APL juga berkomitmen mengembangkan sektor pendidikan melalui proyek-proyek
properti yang sedang dikerjakan. Seperti kerjasama dengan Universitas Gunadarma dan Yayasan
Kanisius untuk mendirikan sekolah d

https://www.kaskus.co.id/thread/586b09af54c07a306e8b4567/unesco--minat-baca-indonesia-
cuma-0001-persen-ini-sebabnya/
Kenapa minat baca masyarakat indonesia
PDF 
rendah ?

Oleh: SETIAWAN HARTADI


Pustakawan STIE Perbanas Surabaya

“Negara disebut maju dan berkembang kalau penduduknya atau masyarakatnya mempunyai minat baca yang tinggi dengan
dibuktikan dari jumlah buku yang diterbitkan dan jumlah perpustakaan yang ada di negeri tersebut.”
Minat Baca di Indonesia
Kalau kita berbicara mengenai minat baca, maka sudah sering ditulis di berbagai media masa dan juga sering dibicarakan dan
diseminarkan, namun masih saja topik ini masih sangat manarik dibicarakan, hal ini disebabkan karena sampai detik ini
peningkatan minat baca masyarakat masih tetap berjalan ditempat walaupun disana-sini usaha telah dilakukan oleh pihak
pemerintah dengan dibantu oleh pihak-pihak tertentu yang sangat berkaitan dengan minat baca masyarakat, seperti Guru,
Pustakawan, Penulis, Media masa dan Gerakan Cinta Buku. Padahal jika dicermati sejenak penerbitan majalah dan koran,
dalam sepuluh tahun terakhir jumlah nama/judulnya sangat meningkat tajam. Mestinya semakin banyak penerbitan Koran dan
majalah, maka akan berimbas pada peningkatan minat baca terhadap buku. Tetapi sayang, minat baca ini hanya sebatas
peningkatan minat bacara masyarakat terhadap koran dan majalah saja. Sebagai masyarakat, khususnya masyarakat
pendidikan kita mesti bertanya, kenapa hal ini terjadi atau apa penyebabnya sehingga minat baca masyarakat Indonesia
dikatakan rendah dan berjalan di tempat ?. 
 
 

Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat minat baca

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dan bisa menghambat masyarakat untuk mencintai dan menyenangi buku sebagai
sumber informasi layaknya membaca koran dan majalah, yaitu:

1. Sistem pembelajaran di Indonesia belum membuat siswa/mahasiswa harus membaca buku lebih banyak dari apa
yang diajarkan dan mencari informasi atau pengetahuan lebih dari apa yang diajarkan di kelas.
2. Banyaknya hiburan TV dan permainan di rumah atau di luar rumah yang membuat  perhatian anak atau orang
dewasa untuk menjauhi buku. Sebenarnya dengan berkembangnya teknologi internet akan membawa dampak
terhadap peningkatan minat baca masyarakat kita, karena internet merupakan sarana visual yang dapat disinosimkan
dengan sumber informasi yang lebih abtudate, tetapi hal ini disikapi lain karena yang dicari di internet kebanyakan
berupa visual yang kurang tepat bagi konsumsi anak-anak.
3. Banyaknya tempat-tempat hiburan seperti taman rekreasi, karaoke, mall, supermarket dll. 
4. Budaya baca masih belum diwariskan oleh nenek moyang kita, hal ini terlihat dari kebiasaan Ibu-Ibu  yang sering
mendongeng kepada putra-putrinya sebelum anaknya tidur dan ini hanya diaplikasikan secara verbal atau lisan saja
dan tidak dibiasakan mencapai pengetahuan melalui bacaan.
5. Para ibu disibukan dengan berbagai kegiatan di rumah/di kantor serta membantu mencari tambahan nafkah untuk
keluarga, sehingga waktu untuk membaca sangat minim.
6. Buku dirasakan oleh masyarakat umum sangat mahal dan begitu juga  jumlah perpustakaan masih sedikit dibanding
dengan jumlah penduduk yang ada dan  kadang-kadang letaknya jauh.

Peran Orang Tua dalam menumbuhkan minat baca


Untuk mensiasati supaya masyarakat kita gemar membaca dan membaca adalah suatu kebutuhan sehari-hari, maka tidak ada
jalan lain peranan orang tua sangat dibutuhkan dengan cara membiasakan anak-anak usia dini untuk mengenal apa yang
dinamakan buku dan membiasakan untuk membaca.dan bercerita terhadap buku yang dibacanya. Hal ini harus dilakukan
secara berulang-ulang dan terus menerus dengan harapan akan terbentuk kepribadian yang kuat dalam diri si anak sampai
dewasa, sehingga membaca adalah suatu kebutuhan bukan sekedar hobi melulu.

Peran Pemerintah dalam menumbuhkan minat baca


Peranan pemerintah daerah dibantu oleh kalangan dunia pendidikan, media masa, gerakan masyarakat cinta buku
untuk bersama-sama merangkul pihak-pihak swasta yang mempunyai kepentingan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa
untuk mensponsori pendirian perpustakaan-perpustakaan kecil dilingkungan masyarakat seperti desa/kampung dengan
bantuan berupa sarana dan prasarana dan koleksi perpustakaan yang pengelolaannya diserahkan kepada Ibu-Ibu PKK atau
Karang Taruna.   Supaya gebyarnya lebih meluas perlu diadakan lomba yang bisa di ekspos oleh media massa lokal
maupun nasional dengan iming-iming berupa hadiah yang menarik sebagaimana  lomba green and clean di Surabaya, dan ini
harus dilakukan secara continue setiap tahunnya. 

Peran Lembaga Pendidikan dalam menumbuhkan minat baca


Peranan kepala sekolah sangat penting sebagai ujung tombak terhadap pendirian perpustakan dan fungsi guru dan pustakawan
sebagai pengembangan perpustakaan harus selalu mendapat perhatian serius dari pihak pemerintah daerah,  karena banyak
sekolah dasar sampai menengah belum memiliki perpustakaan dan kalaupun ada sifatnya stagnasi  dan tidak berkembang
karena kesulitan dana.  Pemerintah Daerah yang  sebenarnya harus memfasilitasi perpustakaan sekolah dengan cara
menggandeng pihak-pihak swasta sebagai sponsor atau sebagai mitra. Perpustakaan keliling yang sudah ada sekarang ini
perlu ditingkatnya dan  diperluas jangkauannya dengan penambahan armada dan koleksi setiap tahunnya dan bukan malah
sebaliknya semakin tahun semakin menurun dan akhirnya tidak beroperasi lagi dan ini harus mendapat perhatian serius dari
kita semua kalau  menginginkan bangsa kita cerdas dan pandai sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang sudah maju.

Kalau kita cermati secara seksama sebenarnya untuk menciptakan dan mengembangkan minat baca masyarakat akan bisa
terwujud  kalau semua pihak dari mulai pemerintah, kalangan swasta, pustakawan, dunia pendidikan,  Orang tua, pecinta buku
maupun elemen masyarakat  mau duduk bersama-sama satu meja dan sama-sama berusaha untuk saling melengkapi dari apa
yang kurang dan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan bersama yaitu mencerdaskan masyarakat melalui
pemasyarakatan perpustakaan. Kalau semua sekolah/perguruan tinggi maupun dalam lingkungan kampung/desa tersedia
perpustakaan maka tentu banyak buku yang diperlukan untuk mengisi perpustakaan tersebut.  Dengan demikian betapa banyak
penulis buku, penerbit, dan toko buku yang memproduksi dan mengedarkan buku serta mengisi perpustakaan di seluruh negeri.
Dengan demikian lapangan kerja terbuka luas dan berpotensi besar dan inilah yang diharapkan oleh pengarang maupun
penerbit  supaya dunia buku tidak lesu dan gulung tikar.

http://library.perbanas.ac.id/news/kenapa-minat-baca-masyarakat-indonesia-rendah-.html

Anda mungkin juga menyukai