Anda di halaman 1dari 55

Mengkritisi RUU Omnibus Law:

RUU Cipta Kerja Bidang


Pendidikan
Disampaikan pada seminar nasional secara virtual di
Majelis Pimpinan Pusat ICMI
03 Juli 2020

Prof. Dr. Nanat Fatah Natsir, MS


Definisi Omnibus Law
Omnibus Law (OBL) berasal dari bahasa
latin artinya untuk semuanya.
Digandengkan dengan kata Law berarti
hukum untuk semua.
OBL semacam UU induk, UU utama, UU
pokok atau corner stone yang dapat
mencabut, merevisi, mengamandemen,
atau mengubah beberapa substansi UU
atau pasal-pasal UU secara sekaligus
agar lebih simpel, mudah, dan sederhana
(Darmawan: 2020)
OBL Bidang Cipta Kerja
10 Kluster
15 Bab
174 Pasal
1028 Lembar
akan merevisi 83 UU
Menurut Mudiyati Rahmatunisa (2020), Pasal-Pasal
RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang Ditolak
1. Merugikan pekerja 5. Pendidikan yang
berorientasi pasar
• Memperpanjang jam kerja 3. Monopoli tanah
dan lembur • Komersialisasi
• Penetapan upah minimum Berpotensi monopoli tanah • Link & match dengan industri
yang rendah untuk kepentigan investasi • Kurikulum pendidikan yang
• Berpotensi terjadi fokus ke dalam orientasi
pelanggaran hak berserikat kekrja
pekerja • Hilangnya prinsip nilai
• Hilangnya hak-hak perkeja 4. Memangkas dan kebudayaan dalam
pendidikan (Nanat Fatah
perempuan untuk cuti haid, mengubah konsep
Natsir)
hamil, dan keguguran administrasi
• Hilangnya sanksi pidana
• Sentralisasi kebijakan pelanggar etika akademik
• Menghilangkan perlibatan (Nanat Fatah Natsir)
2. Merugikan bidang masyarakat
pertanian • Fleksibilitas dan
penyesuaian tata ruang
• Hilangnya pembatasan • Menghilangkan IMB 6. Mengancam
impor pangan • Reduksi atas substansi kebebasan pers
• Monopoli oleh unit usaha AMDAL
terkait ekspor bibit unggul • PMA dalam pengembangan
• Penghapusan sanksipidana pers
tanaman lingkungan • Peningkatan sanksi denda
Omnibus Law Cipta Kerja dalam
Bidang Pendidikan
1. UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional → RUU Omnibus Law
Pasal 68
2. UU No. 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi → RUU Omnibus Law
Pasal 69
3. UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen → RUU Omnibus Law Pasal 70
Catatan Krusial RUU Omnibus Cipta Kerja Bidang
Pendidikan
Sulit dipahami landasan, tujuan, dan arah pendidikan dalam RUU OBL: Cipta Kerja Bidang Pendidikan
jika diukur dengan UUD '45.
1. Hilangnya Nilai Kebudayaan
Menghapus frasa nilai-nilai kebudayaan bangsa dalam pendidikan seperti Pasal 1 RUU OBL, hal ini
tidak tepat, sebab:
a. Mengandung potensi bertentangan dengan UUD '45 Pasal 32 ayat (1) yang berbunyi: negara
memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin
kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
b. Tidak sejalan dengan visi misi Presiden periode 2019-2024 poin 5 yang berbunyi: kemajuan
budaya yang mencerminkan keperibadian bangsa.
c. Tidak sejalan dengan program pemerintah tentang revolusi mental yang disosialisasikan ke
masyarakat.
d. Negara-negara maju di dunia, pengembangan pendidikannya, meletakan nilai-nilai budaya
sebagai pondasi pengembangan pendidikan. Misalnya, kemajuan perguruan tinggi yang dicapai
Malaysia dan Jepang saat ini sehingga masuk jajaran top 100 versi QS Ranking di dunia,
pondasi pengembangan PT nya berangakat dari budaya Melayu yang diwujudkan dalam UU.
Demikian juga kemajuan bangsa Jepang tidak lepas dari akar budaya bangsanya dalam
melakukan moderanisasi bangsa Jepang sehingga termasuk negara maju di Asia.
e. Apabila ingin menarik mahasiswa asing kuliah di PT kita, bukan menghilangkan nilai budaya
dalam penyelenggaraan pendidikan, tapi bisa dilakukan dengan memperbanyak prodi yang
terakreditasi internasional; Meningkatkan kualitas PT kita masuk jajaran universitas peringkat top
100 versi QS Ranking, kerjasama internasional di bidang pendidikan melalui double degree, joint
degree, student exchange, maupun joint research.
f. Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa adanya korelasi yang signifikan antara potensi
nilai-nilai budaya serta kearifan lokal bangsa kita dengan pengembangan karakter bangsa.
Karena itu, banyak nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang menjadi daya tarik mahasiswa asing
yang dijadikan referensi dalam karya ilmiah mereka.
Lanjutan...
2. Mekanisme Pasar
RUU OBL Pasal 63, menghapus prinsip nirlaba dalam penetapan otonomi
Pengelolaan Perguruan Tinggi. Hal ini tiidak tepat, karena:
a. Penyelenggaraan pendidikan berubah mengikuti prinsip mekanisme pasar,
terjebak mekanisme industri dan jasa yang lebih mempertimbangkan prinsip
profit finansial dibandingkan prinsip nirlaba dalam rangka peningkatan kualitas
SDM. Hal ini tidak sejalan dengan UUD '45 Pasal 31 ayat (1), (2), (3), (4) dan
(5), yaitu:
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
Undang-Undang.
(4) Negara memperioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua
puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk
memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Lanjutan...

b. Tujuan PT menyebarkan pengetahuan kepada


publik, sedangkan industri hanya perlu pengetahuan
yang dibutuhkan dengan pendekatan profit oriented.
c. Pengalihan tanggung jawab dari pemerintah ke
masyarakat. Hal ini bertentangan dengan amanah
konstitusi bahwa tugas negara adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa (Pembukaan UUD ‘45).
d. Ketidak jelasan kehadiran negara dalam melindungi
warga negara untuk memperoleh hak-hak pendidikan
seseuai dengan amanah konstitusi.
Lanjutan...
3. Menghapus sanksi hukum
UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 tentang sanksi pidana
dan denda, dalam RUU OBL Pasal 67, 68 dan 69
sanksi pidana dihapus
Bagi pelanggar pengguna ijazah/sertifikat, gelar
akademik, jabatan akademik, dan penyelenggara
perguruan tinggi yang melanggar ketentuan tidak
diberi sanksi pidana dan denda. Hal ini mengganggu
budaya disiplin, norma-norma kepatutan dan etos
kerja berbangsa.
Lanjutan...
4. Sertifikasi Pendidik
Pasal 8 dan 45 RUU Omnibus Law
Dosen dan guru lulusan PT negara lain kalau mengajar di
Perguruan Tinggi (PT) Indonesia tidak dipersyaratkan memiliki
sertifikasi pendidik. Dosen dan guru lulusan PT dalam negeri
dipersyaratkan memiliki sertifikasi pendidik. Hal ini tidak tepat:
a. Perlakuan diskriminatif antara sarjana lulusan PT dalam dan
luar negeri, mengakibatkan terjadinya ketidak adilan dan
dampaknya munucul kecemburuan antar sesama alumni PT
dalam dan luar negeri.
b. Tidak mendidik dan merendahkan lulusan sarjana PT bangsa
sendiri.
c. Diduga pemuda-pemuda kita akan berduyun-duyun memilih
masuk PT asing dibandingkan PT bangsa sendiri.
Lanjutan...
5. Kompetensi Guru dan Dosen
Pasal 10 dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen → RUU OBL dihapus
1. Kompetensi Pedagogik
2. Kompetensi Kepribadian
3. Kompetensi Sosial
4. Kompetensi Profesional
Penghapusan 4 kompetensi ini tidak teppat karena,
Empat kompetensi ini sangat relevan dengan
semangat percepatan peningkatan SDM sesuai
dengan program pemerintah saat ini.
Lanjutan...
6. Pergeseran Tanggung Jawab dari Menteri ke
Presiden
RUU OBL Pasal 7
Pemerintah pusat bertanggung jawab atas
penyelenggaraan PT, yang sebelumnya
penyelenggaraan PT tanggung jawab menteri terkait.
Hal ini tidak tepat, sebab:
a. Tidak Fleksibel, sehingga tidak efisien dan efektif.
b. Cenderung sentralistik, yang mengakibatkan berbelit-
belitnya proses, sehingga menghambat dan lamban.
Lanjutan...
7. Persyaratan pendirian Perguruan Tinggi Asing di
Indonesia Dihapus
Pasal 90 persyaratan Perguruan Tinggi asing dihapus
1. Terakreditasi di negaranya
2. Bekerja sama dengan perguruan tinggi Indonesia
3. Mengutamakan dosen warga negara Indonesia
4. Wajib mendukung kepentingan nasional
Penghapusan persyaratan ini tiidak tepat. Karena,
kehadiran PT asing diharapkan memiliki dampak
positif untuk kemajuan PT dalam negeri. Karena itu,
persyaratan terakreditasi di negaranya,
mengutamakan kerjasama dengan PT Indonesia,
mengutamakan dosen warga negara Indonesia,
wajib mendukung kepentingan nasional, harus tetap
menjadi persyaratan utama.
Lanjutan...
8. Globalisasi Pendidikan
Globalisasi pendidikan tinggi dan sains tidak
dapat dihindari, tapi globalisasi tidak
berubah menjadi neo kolonialisme.
PERBEDAAN ANTARA TIGA
UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN
DENGAN RUU OMNIBUS LAW:
CIPTA KERJA BIDANG PENDIDIKAN

Uraian perbedaan ini, dikutif dari tiga Undang-Undang yaitu UU


No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, UU No.
12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, UU No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, serta Draf Rancangan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor.....Tahun.....Tentang Cipta Kerja
Pasal 68 RUU Omnibus Law Cipta Kerja

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang


Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Lembaran Negar Republik Indonesoa
Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
negara Republik Indonesia Nomor 4301) diubah:
UU Sisdiknas RUU Omnibus Law
Pasal 28 Ketentuan Pasal 28 disamping diubah sehingga
(1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan berbunyi sebagai berikut:
sebelum jenjang pendidikan dasar. Pasal 28
(2) Pendidikan anak usia dini dapat (1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan
diselenggarakan melalui jalur pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar.
formal, nonformal, dan/atau informal. (2) Pendidikan anak usia dini dapat
(3) Pendidikan anak usia dini pada jalur diselenggarakan melalui jalur pendidikan
pendidikan formal berbentuk Taman Kanak- formal, nonformal, dan/atau informal.
kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), atau (3) Ketntuan mengenai pendidikan anak usia
bentuk lain yang sederajat. dini diatur lebih lanjut dengan peraturan
(4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pemerintah.
pendidikan nonformal berbentuk Kelompok
Bermain (KB), Taman Penitipan Anak
(TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
(5) Pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan informal berbentuk pendidikan
keluarga atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan.
(6) Ketntuan mengenai pendidikan anak usia
dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
UU Sisdiknas RUU Omnibus Law
Pasal 35 Ketentuan Pasal 35 disamping diubah sehingga
berbunyi sebagai berikut:
(1) Standar nasional pendidikan terdiri atas
Pasal 35
standar isi, proses, kompetensi lulusan,
tenaga kependidikan, sarana dan (1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar
isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga
prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
penilaian pendidikan yang harus pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus
ditingkatkan secara berencana dan ditingkatkan secara berencana dan berskala.
berskala. (2) Standar nasional pendidikan digunakan sebagai
(2) Standar nasional pendidikan digunakan acuan pengembangan kurikulum, tenaga
sebagai acuan pengembangan kurikulum, kependidikan, sarana dan prasarana, penhelolaan
tenaga kependidikan, sarana dan dan pembiayaan.
prasarana, pengelolaan dan pembiayaan. (3) Pengembangan standar nasional pendidikan serta
pemantauan dan pelaporan pencapaiannya
(3) Pengembangan standar nasional secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan
pendidikan serta pemantauan dan standarisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu
pelaporan pencapaiannya secara nasional pendidikan.
dilaksanakan oleh suatu badan (4) Selain standar nasional pendidikan sebagaimana
standarisasi, penjaminan, dan pengendalian dimaksud pada ayat (1), pendidikan tinggi juga
mutu pendidikan. harus memiliki standar penelitian dan standar
pengabdian kepada masyarakat.
(4) Ketentuan mengenai standar nasional
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar nasional
pendidikan sebagaimana dimaksud dalam pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
lanjut dengan peraturan pemerintah. peraturan pemerintah.
UU Sisdiknas RUU Omnibus Law
Pasal 51 Ketentuan Pasal 51 disamping diubah sehingga
(1) Pengelolaan satuan pendidikan anak usia berbunyi sebagai berikut:
dini, pendidikan dasar, dan pendidikan Pasal 51
menengah dilaksanakan berdasarkan (1) Pengelolaan satuan pendidikan formal
standar pelayanan minimal dengan prinsip dilakukan oleh Pemerintah Pusat,
manajemen berbasis sekolah/madrasah. Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
(2) Pengelolaan satuan pendidikan tinggi (2) Pengelolaan satuan pendidikan anak usia
dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi dini, pendidikan dasar, dan pendidikan
akuntabilitas, jaminan mutu dan evaluasi menengah dilaksanakan berdasarkan
yang transparan. standar pelayanan minimal dengan prinsip
(3) Ketenteuan mengenai pengelolaan satuan manajemen berbasis sekolah/madrasah.
pendidikan sebagaimana dimaksud dalam (3) Pengelolaan satuan pendidikan tinggi
ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi
dengan Peraturan Pemerintah. akuntabilitas, jaminan mutu dan evaluasi
yang transparan.
(4) Ketenteuan lebih lanjut mengenai
pengelolaan satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
UU Sisdiknas RUU Omnibus Law
Pasal 53 Ketentuan Pasal 53 disamping diubah sehingga
(1) Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan berbunyi sebagai berikut:
formal yang didirikan oleh pemerintah atau Pasal 53
masyarakat berbentuk badan hukum (1) Penyelenggara satuan pendidikan formal
pendidikan. dan nonoformal yang didirikan oleh
(2) Badan hukum pendidikan sebagaimana masyarakat berbentuk badan hukum
dimaksud dalam ayat (1) berfungsi pendidikan.
memberikan pelayanan pendidikan kepada (2) Badan hukum pendidikan sebagaimana
peserta didik. dimaksud dalam ayat (1) berfungsi
(3) Badan hukum pendidikan seagaimana memberikan pelayanan pendidikan kepada
dimaksud dalam ayat (1) berprinsip nirlaba peserta didik.
dan dapat mengelola dana secara mandiri (3) Badan hukum pendidikan seagaimana
untuk memajukan satuan pendidikan. dimaksud dalam ayat (1) dapat berprinsip
(4) Ketentuan tentang badan hukum nirlaba dan dapat mengelola dana secara
pendidikan diatur dengan Undang-Undang mandiri untuk memajukan satuan
tersendiri. pendidikan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai dapat
berprinsip nirlaba dan pengelolaan dana
secara mandiri diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
UU Sisdiknas RUU Omnibus Law
Pasal 62 Ketentuan Pasal 62 disamping diubah sehingga
(1) Setiap satuan pendidikan formal dan berbunyi sebagai berikut:
nonformal yang didirikan wajib memperoleh Pasal 62
izin Pemerintah atau Pemerintah daerah. (1) Penyelenggaraan satuan pendidikan formal
(2) Syarat-syarat untuk memperoleh izin dan nonformal yang diselenggarakan oleh
meliputi isi pendidikan, jumlah dan masyarakat wajib memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat.
kualifikasi pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana (2) Syarat untuk memperoleh Perizinan Berusaha
pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem meliputi isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi
pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan
evaluasi dan sertifikasi, serta manajemen
prasarana pendidikan, pembiayaan
dan proses pendidikan.
pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi,
(3) Pemerintah atau Pemerintah Daerah serta manajemen dan proses pendidikan.
memberi atau mencabut izin pendirian (3) Pemerintah Pusat menerbitkan atau mencabut
satuan pendidikan sesuai dengan peraturan Perizinan Berusaha terkait pendirian satuan
perundang-undangan yang berlaku. pendidikan yang diselenggarakan oleh
(4) Ketentuan mengenai pendirian satuan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
pendidikan sebagaimana dimaksud dalam (1) sesuai dengan ketentuan peraturan
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih perundang-undangan.
lanjut dengan Peraturan Pemerintah. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
Berusaha terkait satuan pendidikan formal dan
non formal yang diselenggarakan oleh
masyarakat diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
UU Sisdiknas RUU Omnibus Law
Pasal 65 Ketentuan Pasal 65 disamping diubah sehingga
(1) Lembaga pendidikan asing yang terakreditasi atau berbunyi sebagai berikut:
yang diakui di negaranya dapat Pasal 65
menyelenggarakan pendidikan di wilayah Negara
(1) Lembaga pendidikan asing dapat
Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan
peraturan perundangundangan yang berlaku.
menyelenggarakan pendidikan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai
(2) Lembaga pendidikan asing pada tingkat
dengan ketentuan peraturan perundang-
pendidikan dasar dan menengah wajib
memberikan pendidikan agama dan undangan.
kewarganegaraan bagi peserta didik Warga (2) Lembaga pendidikan asing pada tingkat
Negara Indonesia. pendidikan dasar dan menengah wajib
(3) Penyelenggaraan pendidikan asing wajib bekerja memberikan muatan pendidikan agama,
sama dengan lembaga pendidikan di wilayah bahasa Indonesia, dan kewarganegaraan bagi
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan peserta didik Warga Negara Indonesia.
mengikutsertakan tenaga pendidik dan pengelola (3) Kegiatan pendidikan yang menggunakan
WargaNegara Indonesia. sistem pendidikan negara lain yang
(4) Kegiatan pendidikan yang menggunakan sistem diselenggarakan di wilayah Negara Kesatuan
pendidikan negara lain yang diselenggarakan di Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ketentuan peraturan perundang-undangan.
dilakukan sesuai dengan peraturan
perundangundangan yang berlaku. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
penyelenggaraan pendidikan asing
(5) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan
asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah.
UU Sisdiknas RUU Omnibus Law
Pasal 67 Ketentuan Pasal 67 dihapus.
(1) Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara
pendidikan yang memberikan ijazah, sertifikat
kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/ atau
vokasi tanpa hak dipidana dengan pidana
penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Penyelenggara perguruan tinggi yang
dinyatakan ditutup berdasarkan Pasal 21 ayat
(5) dan masih beroperasi dipidana dengan
pidana penjara paling lama sepuluh tahun
dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Penyelenggara pendidikan yang memberikan
sebutan guru besar atau profesor dengan
melanggar Pasal 23 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama sepuluh tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Penyelenggara pendidikan jarak jauh yang
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama sepuluh
tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
UU Sisdiknas RUU Omnibus Law
Pasal 68 Ketentuan Pasal 68 dihapus.
(1) Setiap orang yang membantu memberikan ijazah,
sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi,
dan/atau vokasi dari satuan pendidikan yang tidak
memenuhi persyaratan dipidana dengan pidana
penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
(2) Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat
kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi
yang diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak
memenuhi persyaratan dipidana dengan pidana
penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
(3) Setiap orang yang menggunakan gelar lulusan yang
tidak sesuai dengan bentuk dan singkatan yang
diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling lama dua
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(4) Setiap orang yang memperoleh dan/atau
menggunakan sebutan guru besar yang tidak sesuai
dengan Pasal 23 ayat (1) dan/atau ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama lima tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
UU Sisdiknas RUU Omnibus Law
Pasal 69 Ketentuan Pasal 69 dihapus.
(1) Setiap orang yang menggunakan ijazah,
sertifikat kompetensi, gelar akademik,
profesi, dan/atau vokasi yang terbukti palsu
dipidana dengan pidana penjara paling
lama lima tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja tanpa
hak menggunakan ijazah dan/atau sertifikat
kompetensi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3) yang terbukti
palsu dipidana dengan pidana penjara
paling lama lima tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
UU Sisdiknas RUU Omnibus Law
Pasal 71 Ketentuan Pasal 71 disamping diubah sehingga
Penyelenggara satuan pendidikan yang berbunyi sebagai berikut:
didirikan tanpa izin Pemerintah atau Pasal 71
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud Penyelenggara satuan pendidikan yang
dalam Pasal 62 ayat (1) dipidana dengan didirikan tanpa Perizinan Berusaha dari
pidana penjara paling lama sepuluh tahun Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud
dan/atau pidana denda paling banyak Rp dalam Pasal 62 ayat (1) dipidana dengan
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). pidana penjara paling lama sepuluh tahun
dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 69 RUU Omnibus Law Cipta Kerja

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang


Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
(Lembaran Negar Republik Indonesoa Tahun
2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran negara
Republik Indonesia Nomor 5336) diubah:
UU Pendidikan Tinggi RUU Omnibus Law
Pasal 1 Ketentuan Pasal 1 angka 2 dan angka 19
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud disamping diubah sehingga berbunyi sebagai
dengan: berikut:
• (2) Pendidikan Tinggi adalah jenjang Pasal 1
pendidikan setelah pendidikan menengah Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud
yang mencakup program diploma, program dengan:
sarjana, program magister, program doktor, • (2) Pendidikan Tinggi adalah jenjang
dan program profesi, serta program pendidikan setelah pendidikan menengah
spesialis, yang diselenggarakan oleh yang mencakup program diploma, program
perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan sarjana, program magister, program doktor,
bangsa Indonesia. dan program profesi, serta program
• (19) Pemerintah pusat, selanjutnya disebut spesialis, yang diselenggarakan oleh
Pemerintah, adalah Presiden Republik perguruan tinggi.
Indonesia yang memegang kekuasaan • (19) Presiden Republik Indonesia yang
pemerintahan negara Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
sebagaimana dimaksud dalam negara Republik Indonesia yang dibantu
UndangUndang Dasar Negara Republik oleh wakil Presiden dan menteri
Indonesia Tahun 1945. sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
UU Pendidikan Tinggi RUU Omnibus Law
Pasal 7 Ketentuan Pasal 7 disamping diubah sehingga
1)Menteri bertanggung jawab atas berbunyi sebagai berikut:
penyelenggaraanPendidikan Tinggi. Pasal 7
2)Tanggung jawab Menteri atas 1)Pemerintah Pusat bertanggung jawab atas
penyelenggaraan Pendidikan Tinggi penyelenggaraan Pendidikan Tinggi.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 2)Tanggung jawab Pemerintah Pusat atas
mencakup pengaturan, perencanaan, penyelenggaraan Pendidikan Tinggi
pengawasan, pemantauan, dan evaluasiserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pembinaandan koordinasi. mencakup pengaturan, perencanaan,
3)Tugas dan wewenang Menteri atas pengawasan, pemantauan, dan evaluasi serta
penyelenggaraanPendidikan Tinggi meliputi: pembinaan dan koordinasi.
a.kebijakan umum dalam pengembangan dan 3)Tugas dan wewenang Pemerintah Pusat atas
koordinasi Pendidikan Tinggi sebagai bagian penyelenggaraan Pendidikan Tinggi meliputi:
dari sistem pendidikan nasional untuk a.kebijakan umum dalam pengembangan dan
mewujudkan tujuanPendidikan Tinggi; koordinasi Pendidikan Tinggi sebagai bagian
b.penetapan kebijakan umum nasional dan dari sistem pendidikan nasional untuk
penyusunan rencana pengembangan jangka mewujudkan tujuan Pendidikan Tinggi;
panjang, menengah, dan tahunan Pendidikan b.penetapan kebijakan umum nasional dan
Tinggi yangberkelanjutan; penyusunan rencana pengembangan jangka
panjang, menengah, dan tahunan Pendidikan
Tinggi yang berkelanjutan;
UU Pendidikan Tinggi RUU Omnibus Law
c. Peningkatan penjaminan mutu, relevansi, c. Peningkatan penjaminan mutu, relevansi,
keterjangkauan, pemerataan yang berkeadilan, dan keterjangkauan, pemerataan yang berkeadilan,
akses Pendidikan Tinggi secara berkelanjutan; dan akses Pendidikan Tinggi secara
d. Pemantapan dan peningkatan kapasitas pengelolaan berkelanjutan;
akademik dan pengelolaan sumber daya Perguruan d. Pemantapan dan peningkatan kapasitas
Tinggi;
pengelolaan akademik dan pengelolaan sumber
e. Pemberian dan pencabutan izin yang berkaitan daya PerguruanTinggi;
dengan penyelenggaraan Perguruan Tinggi kecuali
pendidikan tinggi keagamaan; e. Pemberian dan pencabutan Perizinan Berusaha
yang berkaitan dengan penyelenggaraan
f. Kebijakan umum dalam penghimpunan dan
pendayagunaan seluruh potensi masyarakat untuk PerguruanTinggi;
mengembangkan PendidikanTinggi; f. Kebijakan umum dalam penghimpunan dan
g. Pembentukan dewan, majelis, komisi, dan/atau pendayagunaan seluruh potensi masyarakat untuk
konsorsium yang melibatkan Masyarakat untuk mengembangkanPendidikan Tinggi;
merumuskan kebijakan pengembangan Pendidikan g. Pembentukan dewan, majelis, komisi, dan/atau
Tinggi; dan • h. pelaksanaan tugas lain untuk konsorsium yang melibatkan Masyarakat untuk
menjamin pengembangan dan pencapaian tujuan merumuskan kebijakan pengembangan
Pendidikan Tinggi. Pendidikan Tinggi; dan
4) Dalam hal penyelenggaraan pendidikan tinggi
h. Pelaksanaan tugas lain untuk menjamin
keagamaan, tanggung jawab, tugas, dan wewenang
pengembangan dan pencapaian tujuan
dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang agama. Pendidikan Tinggi.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab
Menteri atas penyelenggaraan Pendidikan Tinggi atas penyelenggaraan Pendidikan Tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tugas dan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) serta tugas
wewenang Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diatur dalam Peraturan Pemerintah. (3) diaturdengan Peraturan Pemerintah.
UU Pendidikan Tinggi RUU Omnibus Law
Pasal 33 Ketentuan Pasal 33 disamping diubah sehingga
(1) Program pendidikan dilaksanakan melalui berbunyi sebagai berikut:
Program Studi.
Pasal 33
(2) Program Studi memiliki kurikulum dan metode
pembelajaransesuai dengan programPendidikan. (1) Program pendidikan dilaksanakan melalui
(3) Program Studi diselenggarakan atas izin Menteri
Program Studi.
setelah memenuhi persyaratanminimum (2) Program Studi memiliki kurikulum dan
akreditasi. metode pembelajaran sesuai dengan
(4) Program Studi dikelola oleh suatu satuan unit program Pendidikan.
pengelolayang ditetapkan oleh PerguruanTinggi. (3) Pogram Studi dikelola oleh suatu satuan
(5) Program Studi sebagaimana dimaksud pada ayat unit pengelola yang ditetapkan oleh
(1) mendapatkan akreditasi pada saat
Perguruan Tinggi.
memperoleh izin penyelenggaraan.
(6) Program Studi wajib diakreditasi ulang pada saat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai program
jangka waktu akreditasinya berakhir. studi dan Perizinan Berusaha diatur dengan
(7) Program Studi yang tidak diakreditasi ulang Peraturan Pemerintah.
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat
dicabut izinnyaoleh Menteri.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai metode
pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), pemberian izin Program Studi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), dan pencabutan izin
Program Studi sebagaimana dimaksud pada ayat
(7) diatur dalam PeraturanMenteri.
UU Pendidikan Tinggi RUU Omnibus Law
Pasal 35 Ketentuan Pasal 35 disamping diubah sehingga berbunyi
1)Kurikulum pendidikan tinggi merupakan seperangkat sebagai berikut:
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan Pasal 35
bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai 1)Kurikulum pendidikan tinggi merupakan seperangkat
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
untuk mencapai tujuanPendidikan Tinggi. ajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
2)Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana tujuan Pendidikan Tinggi.
dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh setiap
2)Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud
Perguruan Tinggi dengan mengacu pada Standar
pada ayat (1) dikembangkan oleh setiap Perguruan Tinggi
Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap Program dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan
Studi yang mencakup pengembangan kecerdasan Tinggi untuk setiap Program Studi yang mencakup
intelektual, akhlak mulia, dan keterampilan. pengembangan kecerdasan intelektual, akhlak mulia, dan
3)Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana keterampilan.
dimaksud pada ayat (1) wajib memuat mata kuliah: 3)Warga negara Indonesia pada Pendidikan Tinggi
a.agama; Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mengikuti Kurikulum Pendidikan Tinggi yang memuat mata
b.Pancasila;
kuliah:
c.Kewarganegaraan;dan a.agama;
d.Bahasa Indonesia. b.Pancasila;
4)Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana c.kewarganegaraan; dan
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan d.bahasa Indonesia.
kurikuler, kokurikuler,dan ekstrakurikuler.
4)Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud
5)Mata kuliah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan kurikuler,
dilaksanakan untuk program sarjana dan program kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
5)Mata kuliah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaksanakan untuk program sarjana dan program diploma.
UU Pendidikan Tinggi RUU Omnibus Law
Pasal 54 Ketentuan Pasal 54 dihapus.
1) Standar Pendidikan Tinggi terdiri atas:
a.Standar Nasional Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh
Menteri atas usul suatu badan yang bertugas menyusun dan
mengembangkan StandarNasionalPendidikan Tinggi; dan
b.Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh setiap
Perguruan Tinggi dengan mengacu padaStandarNasional
Pendidikan Tinggi.
2) Standar Nasional Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a merupakan satuan standar yang meliputi
standar nasional pendidikan, ditambah dengan standar
penelitian, dan standar pengabdiankepada masyarakat.
3) Standar Nasional Pendidikan Tinggi dikembangkan dengan
memperhatikan kebebasan akademik, kebebasan mimbar
akademik, dan otonomi keilmuan untuk mencapai tujuan
Pendidikan Tinggi.
4) Standar Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b terdiri atas sejumlah standar dalam bidang akademik
dan nonakademik yang melampaui StandarNasionalPendidikan
Tinggi.
5)Dalam mengembangkan Standar Pendidikan Tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b Perguruan Tinggi
memiliki keleluasaan mengatur pemenuhan
StandarNasionalPendidikan Tinggi.
6) Menteri melakukan evaluasi pelaksanaan Standar
Pendidikan Tinggi secara berkala.
7) Menteri mengumumkan hasil evaluasi dan penilaian Standar
Pendidikan Tinggi kepada Masyarakat.
8)Ketentuan mengenai evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) diaturdalam Peraturan Menteri.
UU Pendidikan Tinggi RUU Omnibus Law
Pasal 60 Ketentuan Pasal 60 disamping diubah sehingga
(1) PTN didirikan oleh Pemerintah. berbunyi sebagai berikut:
(2) PTS didirikan oleh Masyarakat dengan Pasal 60
membentuk badan penyelenggara (1) PTN didirikan oleh Pemerintah Pusat.
berbadan hukum yang berprinsip nirlabadan (2) PTS yang didirikan oleh Masyarakat wajib
wajib memperolehizin Menteri. memenuhi Perizinan Berusaha dari
(3) Badan penyelenggara sebagaimana Pemerintah Pusat dan dapat berprinsip
dimaksud pada ayat (2) dapat berbentuk nirlaba.
yayasan, perkumpulan, dan bentuk lain (3) Perguruan Tinggi wajib memiliki Statuta.
sesuai dengan ketentuan peraturan (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian
perundang-undangan. PTN dan PTS diatur dengan Peraturan
(4) Perguruan Tinggi yang didirikan harus Pemerintah.
memenuhi standar minimum akreditasi.
(5) PerguruanTinggi wajib memiliki Statuta.
(6) Perubahan atau pencabutan izin PTS
dilakukan oleh menteri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian
PTN dan PTS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sampai dengan ayat (5) serta
perubahan atau pencabutan izin PTS
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur
dalam PeraturanPemerintah.
UU Pendidikan Tinggi RUU Omnibus Law
Pasal 63 Ketentuan Pasal 63 disamping diubah sehingga
Otonomi pengelolaan Perguruan Tinggi berbunyi sebagai berikut:
dilaksanakan berdasarkan prinsip: Pasal 63
a. Akuntabilitas; Otonomi pengelolaan Perguruan Tinggi
b. transparansi; dilaksanakan berdasarkan prinsip:
c. nirlaba; a. Akuntabilitas;
d. penjaminan mutu; dan b. transparansi;
e. efektivitas dan efisiensi. c. penjaminan mutu; dan
d. efektivitas dan efisiensi.
UU Pendidikan Tinggi RUU Omnibus Law
Pasal 90 Ketentuan Pasal 90 disamping diubah sehingga
1)Perguruan Tinggi lembaga negara lain dapat berbunyi sebagai berikut:
menyelenggarakan Pendidikan Tinggi di wilayah
Pasal 90
Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. (1) Perguruan Tinggi lembaga negara lain
2)Perguruan Tinggi lembaga negara lain sebagaimana dapat menyelenggarakan Pendidikan Tinggi
dimaksud pada ayat (1) sudah terakreditasi dan/atau di wilayah Negara Kesatuan Republik
diakui di negaranya. Indonesia.
3)Pemerintah menetapkan daerah, jenis, dan Program (2) Perguruan Tinggi Lembaga negara lain
Studi yang dapat diselenggarakan Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
lembaga negara lain sebagaimana dimaksud pada
memenuhi Perizinan Berusaha dari
ayat (1).
Pemerintah Pusat.
4)Perguruan Tinggi lembaga negara lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib: (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perguruan
a.memperoleh izin Pemerintah; Tinggi lembaga negara lain diatur dengan
b.berprinsip nirlaba; Peraturan Pemerintah.
c.bekerja sama dengan Perguruan Tinggi Indonesia
atas izin Pemerintah; dan
d.mengutamakan Dosen dan tenaga kependidikan
warga negara Indonesia.
5)Perguruan Tinggi lembaga negara lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib mendukung kepentingan
nasional.
6)Ketentuan lebih lanjut mengenai Perguruan Tinggi
lembaga negara lain sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) sampai ayat (5)
UU Pendidikan Tinggi RUU Omnibus Law
Pasal 92 Ketentuan Pasal 92 disamping diubah sehingga
1)Perguruan Tinggi yang melanggar ketentuan Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:
ayat (3), Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 ayat (3), Pasal 20
Pasal 92
ayat (3), Pasal 21 ayat (4), Pasal 22 ayat (3), Pasal 23
ayat (3), Pasal 24 ayat (4), Pasal 25 ayat (4), Pasal 28 (1) Perguruan Tinggi yang melanggar
ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), atau ayat (7), ketentuan Pasal 8 ayat (3), Pasal 18 ayat
Pasal 33 ayat (6), Pasal 35 ayat (3), Pasal 37 ayat (1), (3), Pasal 19 ayat (3), Pasal 20 ayat (3),
Pasal 41 ayat (1), Pasal 46 ayat (2), Pasal 60 ayat (5), Pasal 21 ayat (4), Pasal 22 ayat (3), Pasal
Pasal 73 ayat (3) atau ayat (5), Pasal 74 ayat (1), 23 ayat (3), Pasal 24 ayat (4), Pasal 25 ayat
Pasal 76 ayat (1), Pasal 78 ayat (2), atau Pasal 90
(4), Pasal 28 ayat (3), ayat (4), ayat (5),
ayat (5) dikenai sanksi administratif.
ayat (6), atau ayat (7), Pasal 37 ayat (1),
2)Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa: Pasal 41 ayat (1), Pasal 46 ayat (2), Pasal
a.Peringatan tertulis;
60 ayat (2) atau ayat (3), Pasal 73 ayat (3)
atau ayat (5), Pasal 74 ayat (1), Pasal 76
b.penghentian sementara bantuan biaya Pendidikan
dari Pemerintah; ayat (1), Pasal 78 ayat (2), atau Pasal 90
c.penghentian sementara kegiatan penyelenggaraan
ayat (2) dikenai sanksi administratif.
Pendidikan; (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi
d.penghentianpembinaan;dan/atau administratif sebagaimana dimaksud pada
e.pencabutanizin. ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
3)Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
PeraturanMenteri.
UU Pendidikan Tinggi RUU Omnibus Law
Pasal 93 Ketentuan Pasal 93 dihapus.
Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara
Pendidikan Tinggi yang melanggar Pasal 28
ayat (6) atau ayat (7), Pasal 42 ayat (4), Pasal
43 ayat (3), Pasal 44 ayat (4), Pasal 60 ayat
(2), dan Pasal 90 ayat (4) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 70 RUU Omnibus Law Cipta Kerja

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang


Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
(Lembaran Negar Republik Indonesoa Tahun
2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran negara
Republik Indonesia Nomor 4586) diubah:
UU Guru dan Dosen RUU Omnibus Law
Pasal 1 Ketentuan Pasal 1 angka 1 disamping diubah
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
dengan: Pasal 1
(1) Guru adalah pendidik profesional dengan Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud
tugas utama mendidik, mengajar, dengan:
membimbing, mengarahkan, melatih, (1) Guru adalah pendidik profesional dengan
menilai, dan mengevaluasi peserta didik tugas utama mendidik, mengajar,
pada pendidikan anak usia dini jalur membimbing, mengarahkan, melatih,
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan menilai, dan mengevaluasipeserta didik.
pendidikan menengah.
UU Guru dan Dosen RUU Omnibus Law
Pasal 2 Ketentuan Pasal 2 disamping diubah sehingga
(1) Guru mempunyai kedudukan sebagai berbunyi sebagai berikut:
tenaga profesional pada jenjang pendidikan Pasal 2
dasar, pendidikan menengah, dan (1) Guru mempunyai kedudukan sebagai
pendidikan anak usia dini pada jalur tenaga profesional pada jenjang pendidikan
pendidikan formal yang diangkat sesuai dasar, pendidikan menengah, dan
dengan peraturan perundang-undangan. pendidikan anak usia dini yang diangkat
(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai sesuai dengan ketentuan peraturan
tenaga profesional sebagaimana dimaksud perundang-undangan.
pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat (2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga
pendidik. profesional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dibuktikan dengan sertifikat
pendidik.
UU Guru dan Dosen RUU Omnibus Law
Pasal 3 Ketentuan Pasal 3 disamping diubah sehingga
(1) Dosen mempunyai kedudukan sebagai berbunyi sebagai berikut:
tenaga profesional pada jenjang pendidikan Pasal 3
tinggi yang diangkat sesuai dengan (1) Dosen mempunyai kedudukan sebagai
peraturan perundang-undangan. tenaga profesional pada jenjang pendidikan
(2) Pengakuan kedudukan dosen sebagai tinggi yang diangkat sesuai dengan
tenaga profesional sebagaimana dimaksud ketentuan peraturan perundang-undangan.
pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat (2) Pengakuan kedudukan dosen sebagai
pendidik. tenaga profesional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dibuktikan dengan
sertifikat pendidik.
UU Guru dan Dosen RUU Omnibus Law
Pasal 8 Ketentuan Pasal 8 disamping diubah sehingga
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, berbunyi sebagai berikut:
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani Pasal 8
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk (1) Guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
(2) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak wajib dimiliki oleh guru
yang berasal dari lulusan perguruan tinggi
lembaga negara lain yang terakreditasi.
UU Guru dan Dosen RUU Omnibus Law
Pasal 9 Ketentuan Pasal 9 disamping diubah sehingga
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud berbunyi sebagai berikut:
dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan Pasal 9
tinggi program sarjana atau program diploma Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi
empat. akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
UU Guru dan Dosen RUU Omnibus Law
Pasal 10 Ketentuan Pasal 10 dihapus.
(1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui
pendidikan profesi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
kompetensi guru sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
UU Guru dan Dosen RUU Omnibus Law
Pasal 11 Ketentuan Pasal 11 dihapus.
(1) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang
telah memenuhi persyaratan.
(2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh
pergunia.n tinggi yang memiliki program
pengadaan tenaga kependidikan yang
terakreditasi dan ditetapkan oleh
Pemerintah.
(3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara
objektif, transparan, dan akuntabel.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi
pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
UU Guru dan Dosen RUU Omnibus Law
Pasal 12 Ketentuan Pasal 12 dihapus.
Setiap orarig yang telah memperoleh sertifikat
pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk
diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan
tertentu.
UU Guru dan Dosen RUU Omnibus Law
Pasal 35 Ketentuan Pasal 35 disamping diubah sehingga
(1) Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok berbunyi sebagai berikut:
yaitu merencanakan pembelajaran, Pasal 35
melaksanakan pembelajaran, menilai hasil (1) Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok
pembelajaran, membimbing dan melatih yaitu merencanakan pembelajaran,
peserta didik, serta melaksanakan tugas melaksanakan pembelajaran, menilai hasil
tambahan. pembelajaran, membimbing dan melatih
(2) Beban kerja guru sebagaimana dimaksud peserta didik, serta melaksanakan tugas
pada ayat (1) adalah sekurangkurangnya tambahan.
24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban
sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam kerja guru sebagaimana dimaksud pada
tatap muka dalam 1 (satu) minggu. ayat (1) diatur dengan Peraturan
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban Pemerintah.
kerja guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (l) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
UU Guru dan Dosen RUU Omnibus Law
Pasal 45 Ketentuan Pasal 45 disamping diubah sehingga
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, berbunyi sebagai berikut:
kornpetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani Pasal 45
dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang (1) Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik,
dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
bertugas, serta memiliki kemampuan untuk jasmani dan rohani, dan memenuhi
mewujudkan tujuanpendidikan nasional. kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan
pendidikan tinggi tempat bertugas, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.
(2) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak wajib dimiliki oleh dosen
yang berasal dari lulusan Perguruan Tinggi
Lembaga negara lain yang terakreditasi.
UU Guru dan Dosen RUU Omnibus Law
Pasal 46 Ketentuan Pasal 46 disamping diubah sehingga
1)Kualifikasi akademik dosen sebagaimana berbunyi sebagai berikut:
dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui Pasal 46
pendidikan tinggi program pascasarjana yang Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi
terakreditasisesuai dengan bidang keahlian. akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
2)Dosen memiliki kualifikasi akademik jasmani dan rohani, dan kualifikasi lain diatur
minimum: dengan Peraturan Pemerintah.
a.Lulusan program magister untuk program
diplomaatauprogram sarjana;dan
b.Lulusan program doktor untuk program
pascasarjana.
3)Setiap orang yang memiliki keahlian dengan
prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi
dosen.
4)Ketentuan lain mengenai kualifikasi akademik
sebagaimana dimaksud, pada ayat (1) dan ayat
(2) dan keahlian dengan prestasi luar biasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditentukan oleh masing-masing senat akademik
satuan pendidikantinggi.
UU Guru dan Dosen RUU Omnibus Law
Pasal 47 Ketentuan Pasal 47 dihapus.
1)Sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 diberikan setelah
memenuhi syarat sebagai berikut.
a.Memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik
pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun;
b.Memiliki jabatan akademik sekurang-k-urangnya
asisten ahli; dan
c.Lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan
tinggi yang menyelenggarakan program
pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan
tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
3)Pemerintah menetapkan perguruan tinggi yang
terakreditasi untuk menyelenggarakan program
pengadaan tenaga kependidikan sesuai dengan
kebutuhan.
4)Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat
pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan penetapan perguruan tinggi
yang terakreditasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
UU Guru dan Dosen RUU Omnibus Law
Pasal 77 Ketentuan Pasal 77 disamping diubah sehingga berbunyi
1)Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau sebagai berikut:
pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajiban Pasal 77
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi (1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah Pusat atau
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah Daerah yang tidak menjalankan
2)Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
berupa: dikenai sanksi administratif.
a.Teguran; (2) Guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 yang tidak
b.Peringatan tertulis;
melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian
c.Penundaan pemberian hak guru; kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi
d.Penurunan pangkat; sanksi administratif.
e.Pemberhentian dengan hormat; atau (3) Guru yang diangkat oleh penyelenggara
f.Pemberhentian tidak dengan hormat. pendidikan atau satuan pendidikan yang
3)Guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana diselenggarakan oleh masyarakat, yang tidak
dimaksud dalam Pasal 22 yang tidak melaksanakan menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud
tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau dalam Pasal 20 dikenai sanksi administratif.
kesepakatan kerja bersama diberi sanksi (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan tata
sesuaidengan perjanjian ikatan dinas. cara pengenaan sanksi administratif diatur dengan
4)Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan Peraturan Pemerintah.
atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi
sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatankerja
bersama.
5)Guru yang melakukan pelanggaran kode elik dikenai
sanksi oleh organisasi profesi.
UU Guru dan Dosen RUU Omnibus Law
Pasal 78 Ketentuan Pasal 78 disamping diubah sehingga
1)Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang tidak berbunyi sebagai berikut:
menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 78
Pasal 60 dikenai sanksisesuaidengan peraturan
perundangundangan. (1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang
2)Sanksi sebagaimana d maksud. pada ayat (1) tidak menjalankan kewajiban sebagaimana
berupa: dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi
a.Teguran; administratif.
b.Peringatan tertulis; (2) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara
c.Penundaan pemberian hak dosen; pendidikan atau satuan pendidikan tinggi
d.Penurunan pangkat dan jabatan akademik; yang diselenggarakan oleh masyarakat
e.Pemberhentian dengan hormat; atau yang tidak menjalankan kewajiban
f.Pemberhentian tidak dengan hormat. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60
3)Dosen yang diangkat oleh penyelenggara dikenai sanksi administratif.
pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang (3) Dosen yang berstatus ikatan dinas
diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62
menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam yang tidak melaksanakan tugas sesuai
Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja
dengan perjanjian kerja atau kesepakatan
atau kesepakatan kerja bersama.
kerja bersama dikenai sanksi administratif.
4)Dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62 yang tidak melaksanakan (4) Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana
tugas sesuai dengan pcrjanjian kerja atau dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan ayat
kesepakatan kerja bersama diberi sanksi (4) mempunyai hak membela diri. • (5)
sesuaidengan perjanjian ikatan dinas. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan
5)Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud tata cara pengenaan sanksi administratif
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
mempunyai hak membela diri.
UU Guru dan Dosen RUU Omnibus Law
Pasal 79 Ketentuan Pasal 78 disamping diubah sehingga
(1) Penyelenggara pendidikan atau satuan berbunyi sebagai berikut:
pendidikan yang melakukan pelanggaran Pasal 79
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud (1) Penyelenggara pendidikan atau satuan
dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 39, Pasal pendidikan yang melakukan pelanggaran
63 ayat (4), Pasal 71 dan Pasal 75 diberi terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
sanksi sesuai dengan peraturan dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 39, Pasal
perundang-undangan. 63 ayat (4), Pasal 71, atau Pasal 75 diberi
(2) Sanksi bagi penyelenggara pendidikan sanksi administratif.
berupa: (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan
a. Teguran; tata cara pengenaan sanksi administratif
b. Peringatan tertulis; diatur dalam Peraturan Pemerintah.
c. Pembatasan kegiatan penyelenggaraan
satuan pendidikan; atau
d. pembekuan kegiatan penyelenggaraan
satuan pendidikan.
Kepustakaan
1. UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional
2. UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen
3. UUD ’45 Dan Amandemennya Edisi 2011
4. UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi
5. Draf Rancangan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor.....Tahun.....Tentang Cipta
Kerja

Anda mungkin juga menyukai