Anda di halaman 1dari 5

"Penerapan Etika Bisnis Dalam Ekosistem E-Commerce"

Latar Belakang

E-Commerce bukan lagi menjadi hal yang tabu bagi masyarakat saat ini. Beriringan dengan
berkembangnya teknologi, kegiatan jual beli sudah banyak melakukan perubahan. Dari yang
tadinya pembeli harus melihat barang ke tempat penjual atau penjual yang menjual barangnya ke
rumah pembeli (atau sering dikenal dengan istilah jemput bola), kini semua bisa dilakukan lewat
sistem daring (dalam jaringan). Sayangnya, seringkali penulis menemukan dalam perkembangan
ini tidak diikuti perubahan dari sisi sikap masyarakat itu sendiri.

Melihat perkembangan E-Commerce itu sendiri, saat ini sudah banyak sekali E-Commerce
yang hadir dan berkembang bersama masyarakat. Seperti yang kita tahu dan sering kita pakai
contohnya seperti Shopee, Tokopedia, BukaLapak, dsb yang berbentuk B2C (Business to
Customer) atau seperti Electronic City, Kawan lama, dsb yang berbentuk B2B (Business to
Business), dan berbagai E-Commerce lainnya yang berbentuk C2C ataupun C2B dan lain - lain.
Dengan maraknya perkembangan E-Commerce ini seharusnya sikap masyarakat juga harus bisa
mengikuti.

Cara bersikap saat pertemuan dilakukan tatap muka langsung akan berbeda dengan cara
bersikap saat seseorang bertemu dalam lingkup daring (dalam jaringan). Namun bukan berarti saat
pertemuan daring seseorang bisa berkelakuan sebebasnya. Etika akan selalu hadir dalam setiap
aktivitas manusia. Karena lewat etika, kegiatan bisnis akan memiliki standar benar atau tidaknya
tindakan seseorang. Dari hal itulah penjual atau pembeli dapat memilih untuk melanjutkan
pembelian atau penjualan ataupun memberikan tingkat kepuasan terhadap rekan bisnisnya.

Lebih mengerucut lagi, sudah banyak viral di media sosial bagaimana penyimpangan etika
yang terdapat dalam ekosistem E-Commerce. Seperti penjual yang kabur setelah mendapatkan
uang dengan segala triknya, pembeli yang berpura-pura belum menerima barang agar duit
dikembalikan, regulasi COD yang sering disalahgunakan pembeli, penjual tidak ramah, dan
lainnya. Lewat jurnal ini, penulis ingin mengetahui seberapa penting penerapan etika dalam
berbisnis khususnya di ekosistem E-Commerce. Apakah akan berdampak baik bagi pembeli
maupun penjual ? Dan bagaimana seharusnya atau yang diharapkan baik dari sisi penjual maupun
pembeli cara beretika di dalam ekosistem E-Commerce ini ?

Fenomena ini sudah banyak terjadi baik penerapannya maupun penyimpangannya di


kegiatan berbisnis sehari - hari di E-Commerce. Hal ini membuat penulis tergerak untuk membuat
penelitian ini agar dapat disebarluaskan nantinya ke masyarakat luas sebagai bahan evaluasi
bersama.

Literatur

Literatur yang akan kami pakai adalah Literatur Sekunder, Berikut adalah acuan literatur yang
kami pakai.
- Business Ethics And Entrepreneurship ( Saban Echdar )
- The digital archipelago: How online commerce is driving Indonesia’s economic
development ( Mc Kinsey )
- Etika Bisnis Islam ( Aselina Endang Trihastuti S )
- Pengaruh era globalisasi terhadap hukum bisnis di Indonesia ( Edy Santoso )

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif – kualitatif, yakni penelitian yang berusaha
memberikan gambaran dan menginterpretasikan sebuah objek sesuai dengan realitas aslinya serta
memberikan gambaran secara sistematis berkaitan dengan fakta-fakta dan karakteristik objek yang
diteliti secara tepat. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah hasil observasi ke dalam objek
penelitian yaitu e-commerce ( shope dan tokopedia ). Sementara itu, sumber data sekunder
diperoleh dari buku dan literatur tertulis lainnya yang menunjang penelitian ini. Objek penelitian
ini adalah e-commerce (Shopee dan tokopedia ). yaitu beberapa e-commerce terbesar yang
menguasai Indonesia.
Hasil Penelitian

Penelitian penulis lakukan dengan mewawancarai beberapa seller dan konsumen e-commerce
Shopee dan Tokopedia. Dari hasil wawancara dengan seller, kami menemukan kesamaan
permasalahan etika yang sering dialami seller atas perilaku konsumen dimana seller salah satunya
adalah sistem COD atau Cash on Delivery, yaitu sistem dimana konsumen baru akan membayar
setelah produk sampai. Permasalahan ini terletak pada perilaku konsumen yang sering kali tidak
bertanggungjawab, yaitu tidak mau membayar produk yang dipesan. Selain itu, pelanggaran etika
yang sering kali dialami adalah konsumen berpura-pura barang yang dipesan tidak sampai
sehingga meminta pengembalian uang. Hal tersebut merugikan penjual serta menunjukkan adanya
pelanggaran etika terkait kejujuran.

Dua masalah di atas juga didukung dengan berbagai video yang beredar di media sosial seperti
Twitter, Tiktok, Instagram, dan Facebook. Dimana pelanggan belum bisa mengerti dengan baik
apa yang dimaksud dengan sistem COD. Menurut beberapa seller, hal ini bisa terjadi karena
kurangnya perhatian konusmen terhadap syarat dan ketentuan dari sistem COD itu sendiri. Padahal
pada syarat dan ketentuan sudah jelas bahwa konsumen harus membayar barang yang sudah
dikirm. Apabila ada kekurangan atau kerusakan bisa diproses melalui customer service atau
pengaduan terkait hal yang ingin di keluhkkan. Melihat masalah kedua, banyak seller yang
mengeluhkan adanya kejadian tersebut dan sangat merugikan. Tidak sedikit dari para konsumen
yang mencurahkan kekesalan dan keresahan yang mereka alami di sosial media milik mereka. Para
seller sangat menyangkan adanya kejadian ini. Dimana e-commerce beroprasi dan hadir di tengah
masyarakat agar terjalin aktivitas jual beli yang aman dan nyaman tanpa merugikan suatu pihak.
Seller merasa sudah jujur dalam menjual barang yg di jualnya, tanpa ada pengurangan bahkan
beberapa dari mereka melakukan pengecekan berulang sebelum dikirim. Namun, sayangnya masih
banyak konsumen yang memanfaatkan sistem yang belum maksimal ini untuk meraup
keuntungan.

Yang selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen, penulis mendapati bahwa
permasalahan etika yang sering dialami konsumen adalah seller atau penjual tidak ramah. Di
beberapa kesempatan konsumen sering kali mengontak seller untuk menanyakan informasi lebih
lanjut mengenai produk yang ditawarkan, tetapi respon yang diberikan sering kali kasar atau tidak
ramah. Jawaban yang menyatakan bahwa sudah ada di deskripsi produk namun nyatanya deskripsi
yang diberikan tidak detail.

Hal ini juga disayangkan oleh konsumen karena penjual atau seller tidak jujur dan hanya ingin
mengambil keuntungan dengan kualitas barang yang rendah. Dari hasil wawancara, konsumen
sangat merasa terbantu dengan adanya sistem rating dan komen terhadap suatu produk di toko
tersebut. Dua hal tersebut sangat membantu konsumen dalam memilih barang. Dan tidak sedikit
dalam rating tersebut yang menyebutkan bahwa seller tidak ramah ataupun barang rusak. Beberapa
dari konsumen menyangkan walaupun sudah diberi rating dan komen yang buruk, namun
seringkali tidak ada evaluasi ataupun perubahan dari seller tersebut. Tidak ramahnya seller akan
sangat mengganggu aktivitas jual beli di platform e-commerce ini. Karena jika seller tidak bisa
jujur terhadap konsumen, maka ada konsumen yang akan dirugikan dan memberikan pengalaman
yang tidak baik. Alhasil, banyak dari mereka yang merasa melakukan kegiatan transaksi di e-
commerce tidak aman dan tidak nyaman. Selain keramahan seller kejujuran juga sangat penting.
Deskripsi yang tidak sesuai dengan keadaan produk akan sangat membunuh ekspektasi konsumen.
Setiap konsumen memiliki suatu hal yang ingin didapatkan dari suatu produk tersebut, sehingga
saat di produk tersebut ada yang kurang maka hal itu akan membuat konsumen merasa dirugikan
karena tidak sesuai dengan ekspektasi mereka dari details atau deskripsi produk tersebut.
Konsumen sangat berharap, kegiatan etika yang menyimpang ini dapat dibenarkan lewat sistem
yang diperketat oleh pihak e-commerce sehingga konusmen dapat beraktivitas di platform tersebut
dengan aman dan nyaman.

Dalam wawancara, penulis juga menanyakan kepada kedua pihak sikap seperti apakah yang di
ekspetasikan dalam proses transaksi yang dilakukan di e-commerce baik dari segi proses maupun
komunikasi. Seller berharap bahwa konsumen dapat berkomitmen dan jujur dalam bertransaksi,
dimana apabila melakukan pembelian bersedia membayar sesuai dengan yang dibeli atau tidak hit
and run. Sedangkan dari sisi konsumen berharap bahwa seller dapat memberikan pelayanan yang
ramah dan informatif.
Kesimpulan

E-commerce saat ini sudah menjadi tempat bertransaksi yang sering digunakan. Baik untuk
membeli kebutuhan primer, sekunder, hingga tersier semuanya ada di e-commerce. Kualitas
aktivitas jual beli atau transaksi yang terjadi akan sangat mempengaruhi intensitas aktivitas itu
sendiri. Sehingga keberadaan etika sangat mempengaruhi untung ruginya seller. Sebagai seller
dan konsumen, sudah selayaknya saling menjaga keamanan dan kenyamanan aktivitas jual beli ini
dengan beretika dalam beraktivitas di e-commerce manapun. Etika dalam berbisnis atau dalam
aktivitas jual beli juga dapat mempengaruhi harga barang itu sendiri. Karena pelayanan yang baik
akan memberikan rating yang baik. Sehingga toko dengan rating yang baik dapat dipercaya apabila
toko tersebut menaikan harganya karena memang ada biaya layanan yang harus dibayar.

Dalam penelitian ini, penulis melihat bahwa di lingkup e-commerce, dalam penelitian ini Shopee
dan Tokopedia, ternyata masih banyak penyimpangan etika yang dilakukan baik oleh seller
ataupun oleh konsumen. Penyimpangan etika ini mengakibatkan timbulnya rasa tidak nyaman dari
kedua belah pihak. Seller dan konsumen sama-sama memiliki keresahannya masing-masing. Seller
merasa dirugikan saat mendapatkan konsumen yang melakukan penipuan dengan berbohong
seakan-akan barang tidak pernah sampai dan juga minimnya pengetahuan COD. Sedangkan
konsumen merasa tidak nyaman saat mendapatkan seller yang tidak ramah dan tidak jujur dengan
deskripsi produk. Baik seller maupun konsumen berharap adanya kesadaran bahwa aktivitas
transaksi akan sama-sama menguntungkan apabila tidak ada yang melakukan penyimpangan etika
di dalamnya. Dan semua harapan tersebut di sampaikan agar terbentuk sebuah lingkup e-commerce
yang aman dan nyaman.

Anda mungkin juga menyukai