Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

Etika pemerintahan adalah ajaran tentang berperilaku secara benar dan benar sesuai
dengan nilai-nilai kebajikan yang terkait dengan fitrah manusia. Sumaryadi (2010)
menyatakan bahwa etika mengacu pada kode etik profesi khusus bagi mereka yang
bekerja dan untuk pemerintah. Etika pemerintahan yang berbeda menyiratkan aturan
dan pedoman untuk memandu pemikiran dan perilaku berbagai kelompok di lembaga
pemerintah, termasuk pemimpin terpilih (seperti menteri dan menteri kabinet), DPR
(staggota politik publik)

Lebih lanjut, etika tata pemerintahan juga diartikan sebagai etika terapan yang berperan
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Etika pemerintahan merupakan bagian dari
yurisprudensi praktis atau filsafat hukum yang mengatur urusan pemerintahan dalam
berhubungan dengan individu yang mengatur dan mengurus lembaga pemerintahan.
Etika pemerintahan mencakup isu-isu transparansi dan transparansi dalam
pemerintahan dalam segala hal seperti; yang pada gilirannya berurusan dengan hal-hal
seperti; penyuapan (bribery); korupsi politik (political corruption); korupsi polisi
(police corruption); etika legislatif (legislatif ethics); etika peraturan (regulatory
ethics); konflik kepentingan (conflict of interest); pemerintahan yang terbuka (open of
government); etika hukum (legal ethics).

Menurut Plato, filsafat adalah ilmu yang memperjuangkan kebenaran murni. Seorang
ilmuan Prancis, Rene Descartes, mengatakan bahwa filsafat adalah tubuh pengetahuan
yang bidang pembahasannya menyangkut Tuhan, manusia dan alam semesta. Secara
umum filsafat berarti ilmu dan penelitian dengan akai haengen hababal haengen, segan
hägen. Filosofi tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan kemampuan akal manusia
dalam menerjemahkan setiap fenomena alam dan gejala lain yang ditemui dalam
kehidupan manusia. Dengan kata lain, orang berusaha mencari berbagai jenis
kehidupan yang ada untuk menemukan sikap yang lebih tepat dan sesuai. Biasanya,
dalam konteks dasarnya, filsafat mengacu pada upaya manusia untuk menemukan
pemahaman tentang kebenaran hakiki dari suatu fenomena kehidupan dengan
menggunakan fakultas akal. Jika dilihat dari segi perkembangannya, filsafat dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu filsafat Timur dan filsafat Barat.
PEMBAHASAN

Filsafat Timur adalah istilah untuk pemikiran filosofis dari Timur. Disebut sebagai
filsafat Timur untuk sebenarnya merujuk pada pemikiran filosofis dari Timur atau
Asia. Filsafat Timur telah berkembang menurut basis geografis dan sistem kepercayaan
tertentu untuk mengakui keberadaan filsafat Islam, filsafat India, filsafat Cina, filsafat
Nusantara dan sebagainya. Masing-masing jenis filsafat ini merupakan sistem
pemikiran yang luas, mendalam, dan pluralistik.

a. Asta Brata

Asta Brata merupakan suatu trains theory yaitu teori sifat-sifat yang mengajarkan
bahwa raja atau pemimpin harus memiliki sifat-sifat delapan (asta) dewa. Serat
Rama (Soetomo, Sujata, Astusi, 1993), dikisahkan sebagai wejangan Rama kepada
Wibisana untuk memimpin kerajaan Ngalengka. Serat Rama merupakan gubahan
dari Ramayana Kakawin yang ditulis dalam bahasa Jawa modern oleh Yasadipura I
(1729-1803 M) seorang sastrawan Jawa kuno yang berasal dari Kasunanan
Surakarta (Ricklefs, 1991). Asta Brata berasal dari bahasa Sansekerta, yang di
dalamnya mencakup Asta (delapan) dan Brata (perilaku atau tindakan pengendalian
diri). Asta Brata melambangkan kepemimpinan ideal yang merupakan manifestasi
delapan unsur alam, yaitu; bumi, matahari, api, samudra, langit, angin, bulan, dan
bintang.

Ilmu Asta Brata mulai diperkenalkan melalui lakon pewayangan Wahyu


Makutharama. Pemimpin yang menguasai ilmu Asta Brata ini akan mampu
melakukan internalisasi diri (pengejawantahan) ke dalam delapan sifat agung yang
mewakili simbol kearifan dan kebesaran Sang Pencipta. Yasadipura I (1729-1803
M), pujangga keraton Surakarta menuliskan Asta Brata sebagai delapan prinsip
kepemimpinan sosial yang meniru filosofi atau sifat alam, yaitu:

 Mahambeg Mring Kismo (meniru sifat bumi). Pemimpin harus memiliki unsur


bumi yang mampu mengayomi dan melindungi anak buahnya. Secara praktik,
sifat bumi juga memunculkan perhatian kepada kaum lemah dan mengarahkan
kekuasaannya untuk mensejahterakan rakyat dan mengentaskan kemiskinan.
(Sudharta, 2006)
 Mahambeg Mring Warih (meniru sifat air). Seorang pemimpin harus
mempunyai sifat air yang mengalir. Implementasinya pemimpin harus memiliki
kemampuan menyesuaikan diri baik dengan orang lain maupun dengan
lingkungan sekitarnya. Ia juga mampu memperhatikan potensi, kebutuhan dan
kepentingan pengikutnya dan memiliki kemampuan untuk membuka pikiran
seluruh tim kerjanya secara luas. Selain itu, pemimpin memiliki kemampuan
untuk menerima pendapat dari bawahan dan memikirkan baik-baik semua
pendapat yang ada. (Sudharta, 2006)
 Mahambeg Mring Samirono (meniru sifat angin). Pemimpin yang menguasai
sifat angin adalah ia yang selalu terukur bicaranya. Implementasinya adalah
pada perilaku kehati hatian dalam bertindak dan perkataannya selalu disertai
argumentasi serta dilengkapi data dan fakta. Kehati-hatian ini termasuk
didalamnya melakukan check and recheck sebelum berbicara atau mengambil
keputusan. (Sudharta, 2006)
 Mahambeg Mring Condro (meniru sifat bulan). Pemimpin melandasi tindakan
dan perkataannya dengan mempertimbangkan aspek-aspek sosio-emosional.
Implementasinya, pemimpin memperhatikan harkat dan martabat pengikutnya
sebagai sesama. Dalam istilah Jawa, perilaku tersebut dinamakan nguwongke.
Selain itu, dalam perilaku kesehariannya ia mampu menjadi penuntun dan
memberikan pengarahaan baik bersifat konkrit maupun ideologis kepada
bawahannya. Konsep ini juga berkaitan erat dengan kemampuan pemimpin
dalam memahami dan mengamalkan ajaran luhur yang terkandung dalam
agama (religiusitas) dan menjunjung tinggi nilai-nalai moralitas. (Sudharta,
2006)
 Mahambeg Mring Suryo (meniru sifat matahari). Seorang pemimpin yang
menguasai sifat matahari mampu memberikan energi positif berupa inspirasi
dan semangat kepada rakyatnya. Implementasinya adalah kemampuan
pemimpin untuk mendorong penyelesaian masalah. Hal ini meliputi
kemampuan memberi petunjuk dan solusi atas masalah yang dihadapi
bawahannya. (Mittal, 2006)
 Mahambeg Mring Samodra (meniru sifat laut/ samudra). Dalam Pustakaraja
Purwa disebut langit. Dalam Manawa Dharmacasta, Serat Rama dan Niti Sruti
disebut Baruna (Lautan). Seorang pemimpin hendaknya mempunyai keluasan
hati dan pandangan. Implementasinya adalah perilaku pemimpin yang mampu
menampung semua aspirasi dari oranglain dengan sabar, penuh kasih sayang,
dan pengertian terhadap rakyatnya.  Selain itu, Pemimpin harus memiliki
wawasan yang luas berkaitan dengan pekerjaan ataupun bidang keilmuan lain
yang relevan. (Sudharta, 2006)
 Mahambeg Mring Wukir (meniru sifat gunung). Seorang pempimpin hendaknya
memiliki sifat gunung yang teguh dan kokoh. Implementasinya adalah ia harus
memiliki keteguhan-kekuatan fisik dan psikis. Pempimpin tidak mudah
menyerah untuk membela kebenaran maupun membela bawahannya. (Sudharta,
2006)
 Mahambeg Mring Dahono (meniru sifat api). Seorang pemimpin hendaknya
menguasai sifat api. Implementasinya adalah ia harus cekatan dan tuntas dalam
menyelesaikan persoalan. Pemimpin harus menunjukkan konsistensinya
terhadap suatu tugas maupun prinsip. Ia juga mampu objektif dalam
menegakkan aturan, tegas dan tidak memihak. (Pudja, 1980)

b. Amanat Galunggung 
Amanat Galungan adalah nama yang diberikan untuk sekumpulan naskah yang
ditemukan di Kabuyutan, Kabupaten Garut. Judul Amanat Galunggung diberikan
oleh Saleh Danasasmita dkk (1987). Naskah ini diperkirakan disusun pada abad ke-
11, ditulis pada daun lontar dan nipah, menggunakan bahasa Sunda kuno dan aksara
Buda. Sayang, naskah ini tak bertarikh dan juga tak lengkap. Yang tersedia hanya
enam helai daun. Dilihat dari penulisan kata-katanya, dapat ditafsir bahwa naskah
ini lebih tua dari Sanghyang Siksakandang Karesian (1518 M) dan Carita
Parahyangan (1580 M) yang ditulis pada abad ke-16. Dalam Amanat Galungggung
ejaannya ditulis: kwalwat, gwareng, anwam, dan hamwa; yang di dalam Carita
Parahyangan dieja: kolot, goreng, anom, dan hamo. Teksnya berisi tentang usaha
Darmasiska dan orang-orang yang “membuka” wilayah Galungggung (nya nyusuk
na Galungggung). Selebihnya teks ini berisi nasihat perihal budi pekerti yang
disampaikan Rakyan Darmasiksa, Raja Kerajaan Sunda, yang duduk di
Galunggung, kepada putranya, yakni Ragasuci atau Sang Lumahing Taman. Karena
itu, sering pula naskah ini disebut Amanat Prabuguru Darmasiksa. Dari naskah ini
diketahui peran kabuyutan, bukan hanya sebagai tempat pemujaan, melainkan
dijadikan sebagai salah satu cara penopang integritas terhadap negara, sehingga
tempat itu dilindungi dan disakralkan oleh raja.

c. Adat Minangkabau
Nilai-nilai etika masyarakat minangkabau dibatasi pada tiga pokok bahasan, yaitu
ketentuan dalam pergaulan nilai-nilai dasar, dan sifat priadi.
1) Ketentuan dalam pergaulan hidup
Menurut adat Minangkabau ada beberapa ketentuan yang menjadi ukuran
dalam hingga nan yang harus diamalkan oleh setiap orang untuk mencapai
tujuannya secara baik dalam kehidupan bergaul ketentuan tersebut
dinamakan yang terdiri atas 8 macam yaitu nak lurui rantangan tali, nak
tinggi naik akan Budi nak halloweh baso Jo basi, nan elok lapangkan hati,
enak teguah paham dikunci, nak mulia tepati janji nak labo buek lah rugi,
nak ayo kuat mencari.
2) Nilai Dasar Minangkabau
Sebuah nilai adalah sebuah konsepsi , eksplisit atau implisit yang menjadi
milik khusus seorang atau ciri khusus suatu kesatuan sosial (masyarakat)
menyangkut sesuatu yang diingini bersama (karena berharga) yang
mempengaruhi pemilihan sebagai cara, alat dan tujuan sebuah tindakan.
Nilai nilai dasar yang universal adalah masalah hidup yang menentukan
orientasi nilai budaya suatu masyarakat, yang terdiri dari hakekat hidup,
hakekat kerja, hakekat kehidupan manusia dalam ruang waktu, hakekat
hubungan manusia dengan alam, dan hakekat hubungan manusia dengan
manusia. Adat Bugis
3) sifat pribadi Minang
Tujuan adat Minang pada khususnya adalah membentuk individu yang
berbudi luhur, manusia yang berbudaya dan manusia beradab

d. Adat Bugis

Menurut Toriolo, yang menentukan manusia adalah berfungsi dan berperan nya
sifat-sifat kemanusiaan sehingga orang menjadi manusia dan begitu jugalah nilai-
nilai kebudayaan Bugis titik adapun nilai-nilai kejujuran cendekiawan kepatuhan
ketangguhan dan usaha sebagai nilai-nilai utama.
1) Nilai Alempureng ‘Kejujuran’ Nilai kejujuran sangat penting diterapkan di ranah
pendidikan terkhusus pada perserta didik yan menginjak usia pubertas. Jujur
adalah modal dasar menuju suatu keberhasilan.
2) Nilai Amaccang ‘Kecendekiaan’ Pengetahuan merupakan penilaian pertama
dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Oleh karena itu, peserta didik
perlu menerapkan nilai-nilai kecendekiaan untuk menambah ilmu
pengetahuaannya.
3) Nilai Assitinajang ‘Kepatutan’ Peserta didik ataupun setiap insan di muka bumi,
selayaknya mendapatkan hak sesuai dengan yang berlaku.
4) Nilai Agettengeng ‘Keteguhan’ Nilai keteguhan ialah teguh terhadap keyakinan
yang telah ditanamkan di dalam hati sanubari.
5) Nilai Réso ‘Usaha’ Réso adalah kegiatan yang dikerjakan secara sungguh-
sungguh tanpa mengenal lelah atau berhenti sebelum target kerja tercapai. Sifat
réso ialah selalu mengutamakan dan memperhatikan kepuasan hasil pada setiap
kegiatan yang dilakukan.

KESIMPULAN

Filsafat Timur adalah istilah untuk pemikiran filosofis dari Timur. Disebut sebagai
filsafat Timur untuk sebenarnya merujuk pada pemikiran filosofis dari Timur atau
Asia. Asta Brata merupakan suatu trains theory yaitu teori sifat-sifat yang
mengajarkan bahwa raja atau pemimpin harus memiliki sifat-sifat delapan (asta) dewa.
Serat Ramayana dan naskah galungan yang merupakan naskah-naskah etika asli
Indonesia yang berupa serat atau tulisan pada daun lontar yang dibuat kira-kira pada
abad ke-11 dan abad-abad berikutnya di samping kedua naskah tersebut yang lain
adalah serat nitisastra Sanghyang siksakanda nangkeresian. isi semua naskah tersebut
termasuk kode etik pemerintahan yang terdiri atas aturan perilaku titik perbuatan
dikaitkan dengan baik buruknya dengan tujuan mencapai masyarakat yang adil
makmur dan bahagia

Menurut adat Minangkabau, ada 8 peraturan dalam pergaulan. Adapun nilai-nilai inti
universal dalam adat Minangkabau adalah masalah kehidupan yang menentukan
keselarasan nilai-nilai budaya suatu masyarakat yang terdiri dari hakikat kehidupan,
hakikat pekerjaan, dan hakikat kehidupan manusia dan dalam ruang dan waktu, sifat
hubungan antara manusia dan alam, dan sifat hubungan manusia-manusia. Sifat-sifat
pribadi yang ideal menurut adat Minangkabau meliputi kehidupan berpikir, moderasi
dan sopan santun dalam pergaulan, ketegangan selera, semua orang, adil, penuh
perhatian, waspada, berani karena dia benar, Arif bijaksana, akomodatif dan sabar,
pekerja keras dan rendah hati. Sedangkan nilai terpenting dalam masyarakat Bugis
adalah kejujuran, ketaatan, keuletan dan usaha.
REFERENSI

Djohan, Djohermansyah dan Milwanosi, (2021), Etika Pemerintahan, Tanggerang


Selatan: Universitas Terbuka.
1987, Etika Dasar, Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Yogyakarta:
Kanisius.
Marzuki. 2012. Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran di
Sekolah. Jurnal Pendidikan Karakter, 2(1):33-44.
Anshari,EndangSaifuddin, 1981, IlmuFilsaftdanAgama, Surabaya: BinaIlmu
Bahtiar, Amsal, 2004, Filsafat llmu, Jakarta: T. Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai