LANDASAN TEORI
5
6
ukuran tanah jenis pasir maupun lanau, dan mungkin saja terdapat beberapa
campuran bahan organik. Ukuran-ukuran partikel dari tanah terdapat beberapa
bervariasi dan bahkan lebih besar dari 100 mm sampai ke yang lebih kecil dari
0,001 mm.
2.2 Ukuran Tanah
Menurut (Bowles 1984:25) Tanah merupakan campuran partikel-partikel
yang terdiri dari semua atau salah satu dari jenis tanah berikut:
Berangkal (boulders) potongan batuan yang besar, biasanya lebih besar dari 250 -
300 mm. untuk kisaran ukuran 150 - 250 mm, fragmen batuan ini disebut
kerakal (cobbles) atau pebbles.
Kerikil (gravel) partikel batuan yang berukuran 5 - 150 mm.
Pasir (sand) partikel batuan yang berukuran 0,074 - 5 mm. Berkisar dari kasar (3 -
5 mm) sampai halus (<1 mm).
Lanau (silt) partikel batuan yang berukuran dari 0,002 - 0,074 mm.
Lempung (clay) partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm.
Koloid (colloids) partikel mineral yang “diam”, berukuran lebih kecil dari 0,001
mm.
Menurut (Hardiyatmo 2019:2) Batas-batas interval ukuran butiran kerikil,
pasir, lanau dan lempung menuurut USCS (Unified Soil Classification System),
MIT (Massachusetts Institude of Technology) dan British Standard, AASHTO
(American Association of State Highway and Transportation Officials), USDA
(United State Departement of Algiculture), dan ASTM (American Society for
Testing and Materials) ditunjukkan pada Tabel 2.1, umumnya lebih banyak
digunakan klasifikasi tanah USCS dan AASHTO.
7
MIT (Massachusetts
0,06 -
Institude of Technology) 60 - 2 2 - 0,06 < 0,0002
0,002
dan British Standard
AASHTO (American
Association of State
0,075 - 0,005 -
Highway and 75 - 2 2 - 0,075 < 0,001
0,005 0,001
Transportation
Officials)
USDA (United State
0,05 -
Departement of 75 - 2 2 - 0,05 < 0,002
0,002
Algiculture)
ASTM (American
4,75 - 0,075 - 0,005 -
Society for Testing and 75 - 4,75 < 0,001
0,075 0,005 0,001
Materials)
penting artinya dalam sejarah perkembangan sistem batasan ukuran golongan jenis
tanah. Pada saat sekarang, Sistem Unified (USCS) telah diterima di seluruh dunia.
Sistem ini sekarang telah dipakai pula oleh American Society of Testing and
Materials (ASTM). Gambar 2.1 menunjukkan batasan-batasan ukuran dalam
bentuk grafik.
Kerikil (gravels) adalah kepingan-kepingan dari batuan yang kadang-
kadang juga mengandung partikel-partikel mineral quartz, feldspar, dan mineral-
mineral lain.
Pasir (sand) sebagian besar terdiri dari mineral quartz dan feldspar. Butiran
dari mineral yang lain mungkin juga masih ada pada golongan ini.
Lanau (silts) sebagian besar merupakan fraksi mikroskopis (berukuran
sangat kecil) dari tanah yang terdiri dari butiran-butiran quartz yang sangat halus,
dan sejumlah partikel berbentuk lempengan-lempengan pipih yang merupakan
pecahan dari mineral-mineral mika.
Lempung (clays) sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan
submikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis
biasa) yang berbentuk lempengan- lempengan pipih dan merupakan partikel-
partikel dari mika
Massachusset Institute of
>2 2 - 0,06 0,06 - 0,002 < 0,002
Technology (MIT)
U.S. Department of
>2 2 - 0,05 0,05 - 0,002 < 0,002
Agriculture (USDA)
American Association of
State Highway and
76,2 - 2 2 - 0,075 0,075 - 0,002 < 0,002
Transportation Official
(AASHTO)
Sistem Klasifikasi Unified pada umumnya lebihdisukai oleh para ahli geoteknik
untuk keperluan-keperluan teknik yang lain. Sedangkan Sistem Klasifikasi
AASHTO pada umumnya dipakai oleh Departemen Jalan Raya di semua Negara
bagian di Amerika Serikat.
2.4.1 Sistem Klasifikasi Unified
Menurut (Hardiyatmo 2019:60) Pada sistem Unified, tanah
diklasifikasikan kedalam tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) jika kurang
dari 50% lolos saringan 200, dan sebagai tanah berbutir halus
(lanau/lempung) jika lebih dari 50% lolos saringan nomor 200. Selanjutnya
tanah diklasifikasi dalam jumlah kelompok dan subkelompok yang dapat
dilihat pada Tabel 2.3 Sistem Klasifikasi Tanah Unified, Simbol-simbol
yang digunakan tersebut adalah:
G = kerikil (gravel)
S = pasir (sand)
C = lempung (clay)
M = lanau (silt)
O = lanau atau lempung organik (organic silt or clay)
Pt = tanah gambut dan tanah oraganik tinggi (peat and highly
organic soil)
W = gradasi baik (well-graded)
P = gradasi buruk (poorly-graded)
H = plastisitas tinggi (high-plasticity)
L = plastisitas rendah (low-plasticity)
Prosedur untuk menentukan klasifikasi tanah Sistem Unified yaitu:
1) Tentukan apakah tanah berupa butiran halus atau butiran kasar secara
visual atau dengan cara menyaringnya dengan saringan nomor 200.
2) Jika tanah berupa butiran kasar:
a) Saring tanah tersebut dan gambarkan grafik distribusi butiran
b) Tentukan persen butiran lolos saringan nomor 4. Bila presentase yang
lolos kurang dari 50%, klasifikasikan tanah tersebut sebagai kerikil.
Bila persen yang lolos lebih dari 50%, kasifikasikan sebagai pasir.
13
d) Jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plstisitas jatuh pada area
yang diarsir, dekat dengan garis A atau nilai LL sekitar 50, gunkan
simbol dobel.
15
tahan saringan
ada b u t i r a n Kerikil gradasi buruk dan *campuran
halus) GP pasir-kerikil, atau tidak mengandung
no. 4 (4,75mm)
butiran halus
tertahan saringan no. 200 (0,075 mm)
pasir-lempung
kandungan
butiran halus Kerikil berlempung, campuran kerikil
GC
pasir-lempung
Pasir gradasi baik, pasir berkerikil,
Kerikil bersih SW sedikit atau tidak mengandung butiran
(sedikit atau tak halus.
fraksi kasar lolos sari-
ngan no. 4 (4,75mm)
Pasir lebih dari 50%
Kriteria Laboratorium
𝐷60 (𝐷10 )2
𝐶𝑢 = > 4, 𝐶𝑐 = 𝐷 antara 1 dan 3
kurang dari 5% lolos saringan no. 200. GW, GP, SW,
SP. Lebih dari 12% lolos saringan no. 200. GM, GC,
𝐷10 10 × 𝐷60
Batasan klasifikasi yang mempunyai simbol dobel
Klasifikasi berdasarkan prosentase butiran halus,
Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488
Material granuler
Klasifikasi Umum
(<35% lolos saringan no. 200)
Analisis saringan
(% lolos)
50
2,00 mm (no. 10) - - - - - -
maks
30 50
0,425 mm (no. 40) 51 min - - - -
maks maks
15 25 10 35 35 35
0,075 mm (no. 200) 35 maks
maks maks maks maks maks maks
Sifat fraksi lolos
saringan no. 40
40
Batas cair (LL) - - - 40 maks 41 min 41 min
maks
10
Indeks plastis (PI) 6 maks Np 10 maks 11 min 11 min
maks
Indeks kelompok
0 0 0 4 maks
(GI)
Tipe material yang
Pecahan batu, Pasir Kerikil berlanau atau berlempung dan
pokok pada
kerikil dan pasir halus pasir
umumnya
Penilaian umum
Sangat baik sampai baik
sebagai tanah dasar
(Sumber: Hardiyatmo, 2019)
19
Tanah-tanah lanau-lempung
Klasifikasi Umum
(>35% lolos saringan no. 200)
A-7
Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-7
A-7-5/A-7-6
2. Analisa Hydrometer
Menurut (Budi 2011:38) Analisa hydrometer merupakan cara tidak
langsung yang digunakan agar penyebaran butiran tanah yang mempunyai
ukuran lebih kecil dari 0.075 mm dapat ditentukan. Metode yang digunakan
didasarkan pada perumusan Stokes, yang mengkolerasikan diameter-
diameter kecepatan penurunan butiran tanah didalam cairan.
Menurut (Das 1991:18) Analisa hydrometer didasarkan pada prisip
sedimentasi (pengendapan) butiran-butiran tanah dalam air. Jika suatu
contoh tanah yang dilarutkan dalam cairan, kecepatan mengendap partikel-
partikel tanah berbeda-beda tergantung pada berat, bentuk dan ukurannya.
Semua partikel tanah tersebut berbentuk bola (bulat) dan kecepatan
mengendap partikel-partikel tersebut dinyatakan dalam hokum Stokes pada
persamaan 2.2 berikut, yaitu:
γs − γw
v= D2 ... (2.2)
18ɳ
di mana :
v = kecepatan pengendapan
𝛾𝑠 = berat volume partikel tanah
𝛾𝑤 = berat volume air
ɳ = kekentalan air
D = diameter partikel tanah
dimana :
IF = indeks aliran
𝑤1 = kadar air (%) pada 𝑁1 pukulan
𝑤2 = kadar air (%) pada 𝑁2 pukulan
Catatan: nilai 𝑤1 dan 𝑤2 dapat ditukarkan untuk memperoleh nilai
positifnya, walaupun kemiringan kurvanya negatif.
dimana :
LL = batas cair
WN = kadar air
N = jumlah pukulan pada kadar air
tanβ = 0,121 (tidak semua jenis tanah mempunyai harga
tanβ = 0,121)
2. Batas Plastis (Plastic Limit)
Menurut (Hardiyatmo 2019:50) Batas Plastis (PL), ditentukan
sebagai kadar air antara keadaan semi padat dan daerah plastis, yaitu
persentase kadar air dimana tanah dengan diameter silinder 3,2 mm mulai
retak-retak ketika digulung.
Menurut (Das 1991:47) Batas Plastis (PL) ditentukan sebagai kadar
air dan dinyatakan dalam persen (%), apabila tanah digulung sampai
berukuran 1/8 in (3,2 mm) terjadi retakan. Batas plastis merupakan batas
terendah dari tingkat keplastisan suatu tanah.
26
dimana :
SL = batas susut
m1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan (g)
m2 = berat tanah kering oven (g)
V1 = volume tanah basah dalam cawan (cm3)
V2 = volume tanah kering oven (cm3)
γw = baerat volume air (g/cm3)
4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Menurut (Das 1991; Hardiyatmo 2019) Indeks Plastisitas (PI) adalah
perbedaan antara batas cair dan batas plastis suatu tanah. Indeks Plastisitas
(PI) dapat dihitung dengan pendekatan rumus 2.6 sebagai berikut:
PI = LL − PL ... (2.6)
27
dimana:
PI = indeks Plastisitas
LL = batas cair
PL = batas plastis
PI merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis.
Karena itu, indeks plasitas menunjukkan sifat keplastisan tanah. Pada Tabel
2.6 Atterberg memberikan batas-batas mengenai indeks, sifat, macam tanah
dan kohesi.
dimana:
Gs = berat jenis tanah
𝛾𝑠 = berat volume butiran padat
𝛾𝑤 = berat volume air
𝑉𝑠 = volume butiran padat
28
Berat jenis (Gs) atau berat spesifik tidak berdimensi dan berkisar
antara 2,65 - 2,75. Nilai-nilai berat jenis tanah dari berbagai macam jenis
tanah dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Humus 1,37
dimana:
w = Kadar air
Ww = Berat air
Ws = Berat tanah kering
2. Angka Pori (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume ruang
kosong atau volume rongga (Vv) dan volume butir padat (Vs). Semakin
besar nilai angka pori maka daya dukung tanah semakin kecil. Angka pori
dapat dihitung dengan rumus 2.12 sebagai berikut:
V
e = Vv ... (2.12)
s
dimana:
e = Angka pori
Vv = Volume pori
Vs = Volume butir padat
3. Porositas (n) didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume
ruang kosong atau volume rongga (Vs) dengan volume keseluruhan
massa tanah atau volume total (V). Porositas dapat dihitung dengan
rumus 2.13 sebagai berikut:
Vv
n= × 100 % ... (2.13)
V
dimana:
n = porositas
Vv = volume rongga
V = volume keseluruhan massa tanah
4. Derajat Kejenuhan (S) didefinisikan sebagai perbandingan antara
volume air (Vw) dan volume pori atau volume total rongga pori (Vv).
Nilai derajat kejenuhan dapat dihitung dengan rumus 2.14 sebagai
berikut:
31
V
S(%) = Vw × 100 % ... (2.14)
v
dimana:
S = derajat kejenuhan (%)
Vv = volume pori
Vw = volume air
Derajat kejenuhan dinyatakan dalam presentase dan nilainya berkisar
antara 0% sampai 100% atau 0 sampai 1. Bila tanah dalam keadaan jenuh
maka nilai derajat kejenuhannya adalah 1 (100%), jika tanah dalam keadaan
kering maka nilai derajat kejenuhannya adalah 0 (0%). Pada Tabel 2.8
menunjukan berbagai macam derajat kejenuhan (S) pada kondisi tanah.
Tanah Kering 0
volume kering bertambah. Pada kadar air nol (w = 0) massa volume kering
(γd) sama dengan ) berat volume tanah basah (γb).
2.7 Timbunan
Timbunan adalah pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan elevasi
tanah dasar (sub-grade) agar permukaan tanah menjadi datar atau rata. (Prasetio
and Rismalinda 2019). Menurut (Spesifikasi Umum Bina Marga 2018) Timbunan
merupakan pekerjaan yang mencangkup pengadaan, pengangkutan, penghamparan
dan pemadatan tanah. Untuk penimbunan kembali pada umumnya yang diperlukan
untuk membentuk ukuran timbunan sesuai dengan elevasi penampang melintang,
kelandaian dan garis yang disetujui dan disyaratkan oleh Pengawas Pekerjaan.
Pekerjaan penimbunuan yang mencangkup mengenai pekerjaan timbunan
ini terbagi menjadi 4 jenis yaitu Timbunan Biasa, Timbunan Pilihan, Timbunan
Pilian Berbutir di atas Tanah Rawa dan Timbunan Kembali Berbutir (Granular
backfill).
1. Timbunan Biasa
Timbunan Biasa merupakan pekerjaan urungan atau penimbunan yang
dilakukan untuk mencapai elevasi akhir pada lapisan subgrade yang disyaratkan
dalam gambar perencanaan.
2. Timbunan Pilihan
Timbunan Pilihan merupakan pekerjaan yang dilakukan untuk meningkatkan
kapasitas daya dukung tanah dasar atau DDT pada lapisan penompang dan jika
diperlukan di daerah galian. Timbunan pilihan juga dapat digunakan untuk
pekerjaan stabilisasi lereng yang curam atau pelebaran timbunan dikarenakan
keterbatasan tempat.
3. Timbunan Pilihan Berbutir
Timbunan Pilihan Berbutir ini digunakan di atas tanah berair atau daerah yang
berawa dan lokasi-lokasi yang serupa. Pada timbunan ini bahan timbunan biasa
dan timbunan pilihan tidak dapat dipadatkan dengan memuaskan
4. Timbunan Kembali Berbutir (Granular Backfill)
Timbuanan Kembali Berbutir merukan pekerjaan penimbunan kembali di daerah
yang terpengaruh dari struktur seperti abutmen dan dinding penahan tanah serta
daerah kritis yang memiliki keterbatasan dengan alat pemadatan.
38