(SKALA LABORATORIUM)
Skripsi
Oleh
FAJAR BAKTI KUSUMA
1715021008
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2021
i
PEMBUATAN DAN UJI PERFORMASI MESIN COAL CO-COMBUSTION
(SKALA LABORATORIUM)
ABSTRAK
Potensi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia cukup tinggi tetapi belum
bisa dimanfaatkat secara optimal sehingga belum dapat mencapai target bauran
energi seperti diamanatkan dalam kebijakan energi nasional. Penyediaan energi
saat ini didominasi oleh energi fosil batu bara karena sektor pembangkit listrik
didominasi oleh PLTU batu bara. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi
peningkatan gas rumah kaca menimbulkan ketertarikan yang mendunia pada
sistem energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, salah satunya adalah
energi biomassa. Kandungan energi pada biomassa relatif rendah maka kombinasi
bahan bakar biomassa dan batu bara menjadi salah satu penyelesaian untuk
mempertahankan kandungan energi yang optimal. Kombinasi dua bahan bakar
atau lebih tersebut merupakan sistem co-firing yang juga dikenal sebagai co-
combustion. Penelitian ini bertujuan untuk merancang cyclone burner yang dapat
mengumpankan bahan bakar secara kontinu dan menghasilkan temperatur
pembakaran yang tinggi unruk mengethui hasil pembakaran co-combustion batu
bara dan biomasaa. Hasil rancangan yang dibuat burner terdiri air blower, screw
feeder, system gas burner dan sebuah inverter. Dengan komponen tersebut alat
dapat berfungsi dengan baik ditandai dengan tercapainya parameter prestasi atau
unjuk kerja yang diinginkan yaitu temperatur tinggi dan panjang nyala api.
Temperatur maksimal yang dihasilkan yaitu 1022°C. Titik ini dicapai pada massa
aliran bahan bakar paling besar (1.2205 kg/menit). Panjang api optimum
dihasilkan dari masukan batubara sebesar 1.2205 kg/menit dihasilkan lidah api
sekitar 130,6 cm.
ii
key word : Burner, batu bara, Pulverized Coal, screw feeder.
iii
PEMBUATAN DAN UJI PERFORMASI MESIN COAL CO-
COMBUSTION (SKALA LABORATORIUM)
ABSTRACT
The potential for new and renewable energy (EBT) in Indonesia is quite high but
cannot be utilized optimally so that it has not been able to achieve the energy mix
target as mandated in the national energy policy. Energy supply is currently
dominated by coal fossil energy because the power generation sector is dominated
by coal-fired power plants. Efforts made to reduce the increase in greenhouse
gases have generated worldwide interest in sustainable and environmentally
friendly energy systems, one of which is biomass energy. The energy content of
biomass is relatively low, so the combination of biomass fuel and coal is one
solution to maintain optimal energy content. The combination of two or more
fuels is a co-firing system which is also known as co-combustion. This study aims
to design a cyclone burner that can feed fuel continuously and produce a high
combustion temperature to determine the results of co-combustion of coal and
biomass. The results of the design made by the burner consist of an air blower, a
screw feeder, a gas burner system and an inverter. With these components the tool
can function properly marked by the achievement of the desired performance
parameters or performance, namely high temperature and flame length. The
maximum temperature produced is 1022°C. This point is reached at the highest
mass of fuel flow (1.2205 kg/min). The optimum flame length is produced from
the coal input of 1.2205 kg/minute resulting in a flame of about 130.6 cm
iv
PEMBUATAN DAN UJI PERFORMASI MESIN COAL CO-COMBUSTION
(SKALA LABORATORIUM)
Skripsi
Oleh
FAJAR BAKTI KUSUMA
1715021008
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2021
v
LEMBAR PERSETUJUAN
MENYETUJUI
Pembimbing 1 Pembimbing 2
MENGETAHUI
vi
LEMBAR PENGESAHAN
1. Tim Penguji
vii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Apabila ternyata di dalam naskah Tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur
plagiat, saya bersedia Skripsi (SARJANA) dibatalkan, serta diproses sesuai
dengan peraturan perundangundangan yang berlaku (UU No.20 Tahun 2003,
pasal 25 ayat 2 dan pasal70).
viii
RIWAYAT HIDUP
ix
Saat Pendaftaran Masuk SMA penulis mendapatkan jalus khusus masuk SMA
yaitu jalur prestasi nilai rapot sehingga penulis masuk SMA N 1 Pringewu yang
terkenal bergesngsi dan berprestasi. Kemudian Saat masa SMA penulis mengikuti
Program SCI yaitu program SMA dengan jenjang sekolah 2 tahun untuk lulus
sehingga penulis dapat menyelesaikan program SMA lebih cepat 1 tahun dari
teman teman yang lain. Setelah lulus SMA penulis melanjutkan jenjang
pendidikan di Universitas Lampung jurusan S1 Teknik Mesin unila Melalui jalur
SNMPTN dan mendapatkan beasiswa Bidikmisi selama masa perkuliahan dengan
batas beasiswa selama 4 tahun.
Semasa kuliah pada tahun 2020, penulis melaksanakan Kerja Praktek di PT. PLN
tepatnya di PLTU Tarahan dengan subjek yang dikaji "Perhitungan Efektivitas
Heat Exchanger Pada Dry Air Compressor A PLTU Tarahan". Penulis dimasa
perkuliahan banyak mengikuti organisasi mahasiswa yaitu Forum Komukiasi
Bidikmisi Unila dan menjabat sebagai Sekdiv Divisi kesekretariatan pada tahun
2019-2020, Himpunan mahasiswa Teknik mesin unila sebagai anggota minat dan
bakat 2019-2020, dan menjadi panitia PKKMB Fakultas Teknik Unila 2019 di
divisi kedisiplinan. Kemudian Penulis Juga mengikuti program Magang BUMN
Selama 6 bulan pada tahun 2021.
x
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“PEMBUATAN DAN UJI PERFORMASI MESIN COAL CO-
COMBUSTION SKALA LABORATORIUM”. Skripsi ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan di Universitas
Lampung. Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari hambatan
yang datang baik dari luar maupun dalam diri penulis. Berkat bimbingan, saran
bantuan baik moral maupun spiritual serta arahan dan motivasi dari berbagai
pihak sehingga segala kesulitan dapat terlewati dengan baik. Dalam kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
xi
7. Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan dan doa bagi
penulis sehingga dapat terselesaikan skripsi ini.
8. Bapak Manajer PT PLTU TARAHAN yang telah memberikan pengadaan
bau bara serbuk untuk menunjang kegiatan penelitian ini.
9. Bapak sayamsudin (Supervisor) selaku pembimbing lapangan yang telah
membantu memberikan arahan dan bimbingan selama kerja praktik
10. Bapak shidki capriyandi (Pelaksana Operasional) selaku pembimbing
lapangan yang telah membantu memberikan arahan dan bimbingan selama
kerja praktik.
11. Kepada para teknisi, operator dan staff di PT PT PLTU TARAHAN yang
telah memberikan penjelasan dan data yang diperlukan selama kerja
praktik.
12. Cici Septiani, Irfan Nul hakim, Wahyu Rahmatulloh selaku teman
seperjuangan kerja praktik yang telah bersama-sama melewati setiap proses
selama kerja praktik berlangsung.
13. Yogi Satria Darma, I Putu Gedewahana, Zaenal Arifn, Nikolaus Derry
candra dan teman teman teman Penelitian torefaksi yang membantu dalam
pelaksanaan penelitian berlangsung.
14. Pihak-pihak lain yang telah memberikan ilmu, membantu serta memberi
arahan kepada penulis selama pelaksanaan dan penyusunan laporan kerja
praktik ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
penyajiannya. Akhirnya penulis berharap semoga dengan kesederhanaannya
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
xii
Motto
" Dua Musuh Terbesar Kesuksesan Adalah Penundaan Dan Alasan "
" Anda Mungkin Bisa Menunda Tapi Waktu Tidak Akan Menunggu "
" Bila Takut Kegagalan Berarti Kita Telah Membatasi Kemampuan Kita "
" Semua Impian Kita Bisa Terwuud Jika Kita Memiliki Keberanian Untuk
Mengejarnya "
" Kesuksesan Hanya Dapat Diraih Oleh Orang-Orang Yang Mempunyai Upaya
Dan Tekat Serta Usaha Yang Disertai Doa "
" Tidak Ada Hal Yang Sia Sia Dalam Belajar Karena Ilmu Akan Bermanfaat Pada
Waktunya "
" Ingatlah Allah Saat Hidup Tak Berjalan Sesuai Keinginanmu. Allah Pasti Punya
Jalan Yang Lebih Baik Untukmu ”
xiii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyajikan tulisan Skripsi yang berjudul:
“PEMBUATAN DAN UJI PERFORMASI MESIN COAL CO-
COMBUSTION SKALA LABORATORIUM"
Sangat disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki penulis,
walaupun telah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti, tetapi masih
dirasakan banyak kekurangtepatan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran
yang membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
COVER ............................................................................................................i
ABSTRAK .......................................................................................................ii
JUDUL..............................................................................................................iv
LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................v
PERNYATAAN ORISISINALITAS...............................................................vii
RIWAYAT HIDUP..........................................................................................viii
SANWACANA ...............................................................................................x
MOTTO ...........................................................................................................xii
KATA PENGANTAR......................................................................................xii
DAFTAR ISI....................................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR........................................................................................xvii
DAFTAR TABEL............................................................................................xix
DAFTAR NOTASI...........................................................................................xx
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Tujuan Penelitian..................................................................................4
xv
C. Batas Masalah.......................................................................................4
D. Sistematika Penelitian...........................................................................4
A. Bahan Bakar..........................................................................................6
B. Batu Bara..............................................................................................8
C. Karakteristik Batu bara.........................................................................11
D. Proses Pembakaran...............................................................................13
E. Pembakaran Stoikiometri......................................................................15
F. Pembakaran Dengan Udara Lebih (Aktual).........................................15
G. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Proses Pembakaran............16
H. Komponen-Komponen Utama Reaksi Pembakaran.............................17
I. Pembakaran Batu Bara Serbuk.............................................................20
J. Burner...................................................................................................23
K. Coal Burner..........................................................................................24
L. Co-combustion......................................................................................26
M. Teknologi Co-combustioan..................................................................27
N. Faktor faktor yang mempengaruhi nyala api........................................29
O. Indikator perfomance burner................................................................30
P. Fluidisasi...............................................................................................32
xvi
IV. DATA DAN PEMBAHASAN
A. Spesifikasi Alat.....................................................................................51
B. Data batu bara.......................................................................................53
C. Proses Pengayakan................................................................................54
D. Perhitungan laju masa bahan bakar......................................................54
E. Perhitungan laju masa udara bahan bakar............................................57
F. Distribusi temperatur pemanasan.........................................................59
G. Distribusi temperatur termokopel.........................................................63
H. Panjang nyala api..................................................................................64
V. PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................66
B. Saran.....................................................................................................66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.2 Profil kandungan zat air, zat volatile, karbon dan nilai kalor.......10
Gambar 2.3 Skema proses pembakaran bahan bakar batu bara bubuk.............19
Gambar 2.5 Waktu terbakarnya batu bara bubuk sebagai fungsi ukuran........23
xviii
Gambar 3.7 Meteran.........................................................................................39
xix
750 oC...........................................................................................58
850 oC...........................................................................................59
950 oC...........................................................................................60
xx
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.2 Hasil dari analisis proksimat dan ultimat batu bara milik PLTU
Tarahan.............................................................................................52
Tabel 4.10 Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai temperatur maksimum pada
xxi
DAFTAR NOTASI
xxii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan energi saat ini merupakan persoalan yang sangat penting di dunia.
Peningkatan permintaan bahan bakar semakin hari meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk. Oleh sebab itu kondisi saat ini sekali lagi
mengajarkan kita untuk berusaha serius dalam mengembangkan dan
menerapkan sumber energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan
terhadap penggunaan energi fosil, perlu untuk segera dilakukan. Terdapat
beberapa sumber energi terbarukan di Indonesian yang ramah lingkungan
serta dapat diterapkan di tanah air, seperti biomassa, , biodiesel, tenaga panas
bumi, tenaga surya atau matahari, mikrohidro, tenaga angin, dan
sampah/limbah (Kholiq, 2015).
Potensi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia cukup tinggi tetapi belum
bisa dimanfaatkat secara optimal sehingga belum dapat mencapai target
bauran energi seperti diamanatkan dalam kebijakan energi nasional.
Penyediaan energi saat in didominasi oleh energi fosil. Energi fosil yang
tumbuh paling pesat adalah batu bara karena sektor pembangkit listrik
didominasi oleh PLTU batu bara (BPPT, 2020). Batu bara digunakan sebagai
pembangkit energi memiliki suatu kendala, yaitu dihasilkannya emisi gas
rumah kaca (GRK) sebagai penyebab utama pemanasan global yang marak
diperdebatkan (Suganal dan Gandhi, 2019). Untuk menanggulangi hal
tersebut biomassa menjadi salah satu kunci untuk mengurangi emisi gas
rumah kaca (GRK). Menurut Yokoyama (2008); Macqueen & Korhaliller
(2011), biomassa sebagai sumber energi memiliki beberapa nilai keunggulan
salah satunya adalah adalah netral karbon. Biomassa yang berasal dari
tanaman dan limbah perkebunan, pertanian, hutan, limbah peternakan ataupun
1
sampah dapat menjadi sumber energi yang ramah lingkungan karena
biomassa berasal dari bahan organik non fosil yang tidak menimbulkan emisi
GRK dari hasil pembakarannya.
Pengolahan biomassa untuk menjadi energi memliki banyak cara, salah satu
cara yang paling sederhana adalah membakarnya secara langsung. Namun
nilai kalor yang dihasilkan rendah sehingga menjadi hambatan sebagai
pengganti bahan bakar fosil. Tetapi Semakin berkembangnya teknologi
pengolahan biomassa untuk dikonversi sebagai bahan bakar semakin maju
mulai dari konversi biokimia dan konversi termokimia. Salah satu cara
konversi termokimia yang paling efisien adalah torefaksi. Torefaksi saat ini
sedang dipertimbangkan untuk pemanfaatan biomassa yang efektif sebagai
bahan bakar padat yang bersih dan nyaman. Dalam proses ini, biomassa
secara perlahan dipanaskan hingga 200-300oC tanpa atau sedikit oksigen.
Torefaksi mengubah struktur kimia biomassa hidrokarbon untuk
meningkatkan kandungan karbonnya sekaligus mengurangi oksigennya (basu,
2013).
2
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi pasokan bahan bakar fosil dan
pencegahan peningkatan gas rumah kaca menimbulkan ketertarikan yang
mendunia pada sistem energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, salah
satunya adalah energi biomassa. Kandungan energi pada biomassa relatif
rendah maka kombinasi bahan bakar biomassa dan batu bara menjadi salah
satu penyelesaian untuk mempertahankan kandungan energi yang optimal.
Kombinasi dua bahan bakar atau lebih tersebut merupakan sistem co-firing
yang juga dikenal sebagai co-combustion, yaitu proses pembakaran dua jenis
bahan bakar berbeda dalam perangkat pembakaran yang sama. Pada dasarnya
dioperasikan dalam ketel pembangkit uap. Dalam pengertian sederhana,
pembakaran co-combustion dari batu bara dengan biomassa dapat dipandang
sebagai bagian dari sistem yang melengkapi perangkat boiler berbahan bakar
batu bara (Wijayapala dan Mudunkotuwa, 2016).
Untuk mengetahui hasil dari pembakaran batu bara dan biomassa maka
diperlukan mesin co-combustion yang membantu pembakaran campuran
antara batu bara dan biomassa. Kemudian dilakukan analisis terhadap
distribusi temperatur dan emisi gas buang yang dihasilkan dari proses
pembakaran. Sehubungan dengan hal itu maka perlu dibuatnya mesin co-
combustion skala laboratorium yang membantu dalam penelintian tersebut.
Kemudian menguji apakah mesin co-combustion layak digunakan sebagai
mesin pencampuran bahan bakar antara batu bara dan biomassa sebagai alat
bantu dalam penelitian. Dengan adanya alat ini nantiya akan mempermudah
penelitian yang terfokus pada biomassa jenis baru tertorefaksi sebagai bahan
campuran batu bara dalam pegurangan emisi gas rumah kaca. Dari campuran
tersebut nantinya akan terbentuk bahan bakar yang cukup memadai untuk
pembangkitan energi termal pada industri yang lebih efektif dan efisien
(optimal). Penerapan pemanfaatan sumber daya alam domestik dan
berdampak pada pengurangan emisi terutama CO2, sekaligus merupakan
upaya pemanfaatan sumber energi reneweable dari biomassa tertorefaksi dan
mengurangi energi fosil non renewable.
3
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Merancang dan membuat mesin co-combustion skala laboratorium yang
nantinya dapat digunakan untuk peneitian campuran batu bara dan
biomassa tertorefaksi.
2. Melakukan pengujian dan menganalisis hasil data temperatur dan panjang
nyala api dari variasi flow batu bara pada mesin coal co-combusition.
C. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang digunakan pada perancangan mesin coal co-
combustion batu bara dan biomassa tertorefaksi adalah sebgai berikut:
1. Alat uji yang dirancang adalah mesin co-combustion batu bara dan
biomassa tertorefaksi dan bahan bakar yang digunakan adalah batu bara.
2. Indikator perfomance yang dicari adalah panjang lidah api, distribusi
temperatur.
D. Sistemtika Penulisan
Adapun sitematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang, tujuan penelitiaan, batasan masalah, dan
sistematika penulisan.
4
III. METODOLOGI PENELITIAN
Berisikan tentang langkah langkah yang dilakukan untuk perancangan dan
pembuatan mesin co-combustion batu bara dan pengambilan data mesin
co-combustion batu bara dan biomassa tertorefaksi.
DAFTAR PUSTAKA
Memuat referensi yang digunakan penulis untuk menyelesaikan laporan
tugas akhir.
LAMPIRAN
Berisikan perlengkapan laporan penelitian.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bahan Bakar
Bahan bakar merupakan bahan yang mudah terbakar, mengandung karbon(C),
hidrogen (H), dan sulfur (S) sebagai penyusun utamanya, yang jika dibakar
secara tepat akan menghasilkan panas yang besar, sehinga dapat digunakan
untuk keperluan rumah tangga dan indutri. Contoh bahan bakar antara lain
seperti kayu, arang, batu bara, minyak tanah, LPG, dll. Selama proses
pembakaran, karbon, hidrogen, dll, bereaksi dengan oksigen untuk
melepaskan panas. Reaksi pembakaran dapat dijelaskan sebagai berikut :
C+ O2 → C O2+ kalor
1
H 2 + O2 → H 2 O+kalor
2
S+O2 → S O2+ kalor
Nilai kalor suatu bahan bakar terutama bergantung pada jumlah atom karbon
dan hidrogennya. Bahan bakar yang baik harus memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1. Nilai kalor yang tinggi
2. Temperatur penyalaan cukup/moderat
3. Kandungan zat-zat yang tidak mudah terbakar rendah
4. Kelembaban rendah
5. Bebas dari gas yang tidak menyenangkan dan berbahaya seperti CO, SOx,
H2S
6. Kecepatan pembakaran moderate
7. Pembakaran harus dapat dikontrol
8. Mudah diangkut dan tersedia dengan biaya rendah
6
Bahan bakar terbagi menjadi 3 jenis yaitu bahan bakar padat, cair, dan gas.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai ketiga jenis bahan bakar sebagai
berikut:
1. Bahan Bakar Padat
Bahan bakar padat adalah bahan bakar yang secara fisik berupa padatan
yang berasal dari alam maupun buatan. Seperti contohnya kayu serta batu
bara. Energi panas yang dihasilkan dari bahan bakar padat pada umumnya
digunakan sebagai pemanas pada boiler di pembangkit listrik untuk
menggerakan turbin.
Gambar 2.1 Bahan bakar padat dan nilai kalornya (LIPI, 2014)
7
2. Bahan Bakar Cair
Bahan bakar cair adalah bahan bakar yang bentuknya berupa cairan dan
mudah menguap ke udara. Antara lain adalah bensin, premium, minyak
tanah, ataupun minyak solar .bahan bakar jenis ini banyak digunakan
oleh masyarakat sebagai bahan bakar untuk transportasi dan masih
banyak lagi kegunaan bahan bakar cair menurut Naif Fuhaid (2011).
3. Bahan Bakar Gas
Bahan bakar gas adalah bahan bakar yang berupa gas antara lain yakni
gas alam, dan gas dari pabrik gas. Bahan bakar gas biasanya didapatkan
secara langsung di alam tetapi saat ini gas juga bisa didapatkan dari batu
bara. Serta ada dua tipe, yaitu compressed alami gas (CNG) serta liquid
petroleum gas (LPG). Sering sekali kita jumpai bahan bakar gas dengan
tipe liquid petroleum gas (LPG). LPG sendiri sudah menjadi pengganti
bahan bakar minyak tanah bagi kebutuhan rumah tangga untuk memasak.
Bahan bakar gas biasanya didapatkan secara langsung di alam tetapi saat
ini gas LPG juga bisa didapatkan dari batu bara.
B. Batu Bara
Batu bara dapat diklasifikasikan berdasarkan nilai kalor dan kandungan
karbon tetap. Batu bara dapat di tentukan dengan klasifikasi batu bara
dengan metode analisa untuk mengetahui kandungan batu bara berdasarakan
kandungan karbon yang ada didalamnya. Karbon dalam batu bara dapat
memberikan gambaran pada proses terjadinya pembakaran batu bara di boiler
PLTU. Proses pembakaran batu bara halus, melibatkan proses pengeringan,
penyalaan dan pembakaran zat terbang (volatile matter) dan karbon ( BPPT,
2015).
1. Pengenalan Batu bara
Batu bara terbentuk melalui proses dekomposisi parsial zat tumbuh-
tumbuhan dibawah tanah dalam kondisi udara terbatas dan terakumulasi
membentuk lapisan dalam rawa dalam waktu yang lama. Proses
dekomposisi yang berkelanjutan mengakibatkan lapisan sedimen
8
sebelumnya menjadi terpendam lebih dalam dan mengalami tekanan dan
temperatur yang semakin besar menghasilkan proses dewatering.
Dekomposisi ini dapat terjadi melalui proses biologis yang dilakukan oleh
mikroba (peatification) dengan bantuan tekanan dan pemanasan
(coalification). Gambut merupakan proses awal terjadinya batu bara.
Batu bara menurut standar ASTM, pada standar ini dilakukan berdasarkan
pengklasifikasian level karbon tetap dan nilai kalor. Terdapat 12 grup batu
bara mulai dari soft lignit sampai meta-antrasit yang keras seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.2. Berikut ini pengklasifikasikan Batu bara
menurut BPPT (2015) :
a. Gambut
Tahapan awal barubara merupakan gambut yang pembentukannya
memiliki kandungan air sangat tinggi sehingga nilai kalorinya rendah.
Pada fase ini batu bara yang berbentuk gambut masih berwarna kuning
hingga kecoklatan yang heterogen. Kandungan air yang tinggi
mengakibatkan proses pembakaran pada baru bara menjadi kurang
maksimal karena nilai kalornya menjadi semakin sedikit diakibatkan
oleh enegi yang terbuang untuk menguapkan air. Gambut, berpori dan
memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.
9
Gambar 2.2 Profil kandungan air, zat volatile, karbon dan nilai kalor
masing-masing peringkat batu bara menurut ASTM (Smoot dan
Smith ,1985).
b. Lignit
Kata lignit berasal dari bahasa latin lignum yang artinya kayu.
Kandungan air dan zat terbang (volatile matter) yang tinggi
menjadikan nilai kalorinya terendah. Lignit mempunyai warna
coklat dan biasanya lunak yang sering kali mengandung bagian
tanaman yang mudah dikenali dari struktur selnya. Karena
kandungan zat terbangnya yang tinggi, lignit menjadi sangat mudah
terbakar, yang mengakibatkan sering terjadi pembakaran spontan
pada penyimpanan. Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara
yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.
10
c. Sub bituminus
Sub bituminus merupakan batu bara peringkat menengah. Batu
bara jenis ini sudah tidak memiliki sifat kayu lagi dan berwarna
hitam kecoklatan sampai hitam. Batu bara ini memiliki
kecenderungan merapuh bila diekspos ke udara dan terjadi
pembakaran spontan seperti lignit. Sub bituminus mengandung
sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi
sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan
bituminus.
d. Bituminus
Batu bara bituminus merupakan batu bara yang memiliki nilai
kalor tinggi dari kandungan karbon yang tinggi . Batu bara jenis
ini banyak digunakan sebagai bahan bakar PLTU. Batu bara ini
memiliki karakteristik lain yaitu bila dipanaskan menjadi massa
yang kohesif, mengikat dan melekat dengan warna hitam yang
mengkilat dan menunjukkan sifat caking dan agglomerating,
sehingga cocok untuk bahan baku pembuatan kokas bagi industri
besi baja. Bituminous mengandung 68 - 86% unsur karbon (C)
dan berkadar air 8 sampai 10% dari beratnya. Kelas batu bara
yang paling banyak ditambang di Indonesia, tersebar di pulau
Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
e. Antrasit
Batu bara dengan kandungan karbon tertingi adalah Antrasit. Batu
bara ini memiliki kandungan zat terbang yang relatif rendah dan
sebagian besar partikelnya berupa karbon tetap sehingga berwarna
hitam kemilau. Antrasit memiliki struktur paling padat, keras, dan
homogen sehingga menjadi getas. Batu bara jenis ini biasanya
digunakan untuk pemanas rumah, kokas maupun untuk
memproduksi gas. Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan
warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86-
98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
11
C. Karakteristik Batu bara
Masing-masing jenis batu bara memiliki karakteristik yang berbeda- beda.
Menurut BPPT (2015) Berdasarkan sifat kimia karakteristik batu bara
dibedakan menjadi dua bagian yaitu analisa proksimat dan analisa ultimat.
a. Analisa proksimat
Analisa proksimat sifat kimia yang didapatkan batu bara berupa
presentase kandungan air (moisture), zat terbang (volatile matter),
presentase abu atau kadar abu, karbon tetapnya (fixed carbon) sehingga
dapat digunakan untuk mengevaluasi sifat reaktivitas penyalaan dan
pembakaran batu bara, basis data dalam perancangan boiler, dan
pengklasifikasian batu bara.
1) Kandungan air (moisture)
Kandungan air atau moisture dalam batu bara sangat berpengaruh
terhadap kandungan panas per kilo gram batu bara. Sampel batu bara
dipanaskan dalam oven sampai pada temperatur sekitar 200 Cº
kemudian didinginkan mencapai temperatur kamar. Berat yang hilang
ketika dilakukan penimbangan setelah dilakukan pemanasan dan
pendinginan merupakan kandungan air yang terkandung dalam batu
bara.
2) Zat terbang (volatile matter)
Zat terbang atau volatile matter merupakan zat hidrokarbon yang
mudah menguap atau mudah terbang. Zat terbang yang dimiliki oleh
batu bara antara lain adalah metan, hidrokarbon, hidrogen. Karbon
monoksida dan gas yang mudah terbakar seperti karbon dioksida dan
nitrogen. Zat terbang pada batu bara mempengaruhi karakteristik
pembakaran batu bara. Semakin tinggi zat terbang yang dimiliki batu
bara, maka karakteristik panjang nyala api lebih pendek karena batu
bara akan lebih cenderung mudah menyala dan cepat terbakar habis.
3) Kadar Abu
Kadar abu dalam batu bara tidak ikut terbakar selama proses
pembakaran, namun komponen abu dalam batu bara dapat bereaksi
12
diantara komponen abu tersebut maupun komponen organik batu bara.
Hal ini akan mempengaruhi karakteristik pembakaran dan
pembentukan deposi abu pada tungku.
4) Karbon Tetap (Fixed Carbon)
Karbon tetap merupakan bahan padat berupa karbon yang tertinggal di
dalam furnace setelah proses pembakaran selesai. Selain karbon
didalamnya masih mengandung hidrogen, oksigen, sulfur dan sedikit
nitrogen.
b. Analisa Ultimat
Analisa ultimat batu bara yang diperoleh diantaranya adalah kadar unsur-
unsur kimia karbon, hidrogen, nitrogen, dan sulfur sehingga dapat
dilakukan penghitungan kebutuhan udara minimum untuk dapat terbakar
sempurna, perhitungan presentase udara lebih (percentage of exces air),
perhitungan konsentrasi gas buang termasuk polutan oksida sulfur dan
nitrogen, perhitungan rasio atom oksigen dan karbon, dan rasio atom
hidrogen dan karbon.
D. Proses Pembakaran
Pembakaran dapat didefinisikan sebagai suatu proses kimiawi dari unsur
oksigen dengan unsur yang mudah terbakar dari bahan bakar yang
berlangsung secara cepat maupun lambat pada temperatur dan tekanan
tertentu. Pada reaksi yang berlangsung cepat di hasilkan sejumlah energi
elektromagnetik (cahaya), energi panas dan energi mekanik. Pada
pembakaran, campuran udara dan bahan bakar merupakan faktor utama yang
harus diperhatikan untuk mendapatkan campuran yang sempurna, pada
reaksi pembakaran pada unsur yang dapat terbakar dari bahan bakar
menghasilkan pembebasan energi yang tergantung pada produk
pembakaran yang terbentuk tiga unsur utama yang dapat terbakar pada
sebagian besar bahan bakar adalah karbon, hidrogen dan belerang.
13
Pada reaksi pembakaran, berlaku kekekalan massa sehingga massa dari
produk pembakaran sama dengan massa dari hasil reaktan. Total massa untuk
masing- masing unsur yang bereaksi sebelum dan sesudah reaksi nilanya
sama, meskipun masing-masing unsur memiliki rumus kimia yang berbeda.
Oksigen yang digunakan dalam proses pembakaran biasanya berasal dari
udara yang mengakibatkan unsur lain tidak dapat terbakar ikut dalam bahan
bakar dan akan melewati proses pembakaran tanpa mengalami proses
pembakaran dan tidak mengalami perubahan dan akan membentuk polutan.
14
E. Pembakaran Stoikiometri
Kondisi pembakaran stoikiometri adalah dimana relatif jumlah bahan bakar
dan udara secara teoritis dibutuhkan minimal untuk memberikan pembakaran
yang sempurna, dan dapat dihitung melalui analisa pada bahan bakar gas
yang bereaksi dengan oksigen. Pembakaran ini akan terjadi jika oksigen
mencukupi proses pembakaran bahan bakar. Pembakaran stoikiometrik atau
pembakaran sempurna terjadi sebagai berikut : (Niessen, 2010)
15
Terjadinya pembakaran tergantung pada tumbukan molekul bahan bakar
dengan molekul oksigen. Jika terjadi kekurangan campuran pada kedua
fluida tersebut, maka oksigen harus diberikan untuk menambah terjadinya
tumbukan molekul. Metode yang tepat untuk menentukan udara aktual
didalam sebuah sistem pembakaran terhadap jumlah ketentuan
teoritisnya diekspresikan sebagai ratio udara aktual yang digunakan
(volume udara /volume bahan bakar) terhadap kebutuhan udara stoikiometri (
Rosyid dkk, 2020).
Dimana :
A F adalah air fuel ratio
16
cukup akan dapat mencegah pembakaran yang tidak sempurna, sehingga
CO dapat bereaksi lagi dengan O2 untuk membentuk CO2.
3. Temperatur
Temperatur yang tidak terecapai atau tidak bisa dipertahankan pada
temperatur nyala dari bahan bakar, mengakibatkan pembakaran akan
berhenti karena tidak mencapai titik nyala bahan bakar.
4. Waktu
Sebelum terbakar, bahan bakar akan mengeluarkan volatile meter agar
dapat terbakar. Waktu pada saat bahan bakar melepas volatile meter itulah
yang dinamakan sebagai waktu pembakaran, atau time delay.
5. Kerapatan
Kerapatan yang cukup (untuk pembuatan api) diperlukan guna menjaga
kelangsungan pembakaran.
17
2kg H 2 +32 kg O2 →3 4 H 2 O
1 kgH +16 kgO 2 →17 H 2 O
Belerang terbakar akan membentuk SO2 menurut persamaan:
S+O2 → S O2
32kg S+32 O2 → 64 S O 2
1 kgS+1 kgO 2 →2 kgS O2
Nitrogen terbakar membentuk NO2 menurut persamaan:
N +O2 → N O2
14kg N +32 O2 → 46 kgN O 2
1 kgN +2,29 kgO 2 →3,29 kgN O2
Udara primer
Udara yang bercampur dengan bahan bakar dalam ruang bakar.
Udara sekunder
Udara yang masuk dari sekeliling ruang bakar.
Udara tersier
Udara yang menembus celah pada ruang bakar.
18
udara aktual dengan udara teoritis, yang berbanding dengan jumlah udara
aktual (rosyid dan dkk, 2020).
Gambar 2.3 Skema proses pembakaran bahan bakar batu bara bubuk
(Spliethoff, 2010).
19
Pada skema di atas, dua proses pertama dalam gambar 2.3 merupakan
dekomposisi termal yang terjadi akibat pemanasan bahan bakar. Kandungan
air menurun, dan senyawa kimia dirubah menjadi energi panas. Sedangkan
dua proses terakhir merupakan proses pembakaran zat terbang dan karbon sisa
yang mempengaruhi burnout (waktu pembakaran total) dan merupakan awal
terbentuknya fly ash (abu terbang). Menurut Spliethoff (2010) detail tentang
proses pembakaran batu bara bubuk sebagai berikut:
1. Pengeringan
Pengeringan merupakan proses awal yang harus dilakukan dalam
pembakaran batu bara. Pengeringan pada material padat melalui tiga fase
yaitu, fase cair, uap, dan pengeroposan padatan. Air mulai menguap pada
temperatur di atas 100Cº, pada saat ini batu bara mengalami penurunan
kandungan air. Air di dalam pori-pori batu bara terlepas dan berubah
fasenya menjadi uap. Selain itu terjadi pula pengeroposan padatan
sehingga gas-gas seperti metana, karbon dioksida, dan nitrogen ikut
terlepas ke udara. Pengeringan dilakukan sampai kandungan air dalam
batu bara turun mencapai 10-15% dari kondisi awal bubuk dengan cara
meniupkan udara panas berkisar 70-150⁰C diatasnya. Waktu yang
digunakan untuk melakukan pengeringan disesuaikan dengan tipe batu
bara. Semakin banyak kandungan air yang terkandung dalam batu bara,
maka proses pengeringannya pun semakin lama.
2. Pirolisis
Langkah selanjutnya adalah terjadinya pirolisis atau disebut juga dengan
devolatalisasi. Pirolisis merupakan proses komplek yang terdiri dari
beberapa reaksi, mencakup transfer panas dan massa yang dihasilkan dari
percampuran gas organik dan anorganik dan larutan dari partikel yang
berada di dalam atmosfer. Terdapat tiga fraksi yang terbentuk selama
proses pirolisis yaitu gas (H2, CO, CO2, H2O, dan CH4), tar, dan char atau
karbon (sisa padatan). Kandungan air dalam batu bara akan menurun
drastis seiring dengan adanya kenaikan temperatur. Tingkatan pirolisis
dapat bervariasi dari beberapa persen hingga 70-80% dari total berat
20
partikel dan dapat terjadi pada beberapa milidetik atau beberapa menit
tergantung pada ukuran partikel, tipe batu bara, dan kondisi temperatur
(Smoot dan Smith, 1985).
3. Penyalaan
Penyalaan partikel batu bara adalah langkah awal yang sangat penting
dalam proses terjadinya pembakaran batu bara. Banyak penelitian yang
telah dilakukan pada mekanisme penyalaan yang terjadi pada partikel batu
bara dimana dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) jenis yaitu: (Essenhigh,
1989).
a. Penyalaan homogenous, yaitu penyalaan yang melibatkan pelepasan
zat volatil (volatile matter) dari batu bara.
b. Penyalaan heterogeneous, yaitu penyalaan yang terjadi pada
permukaan batu bara.
c. Penyalaan hetero-homogeneous, yaitu penyalaan yang terjadi secara
simultan pada zat volatil dan permukaan batu bara.
4. Pembakaran Zat Terbang
Zat volatil terbakar melalui proses pembakaran homogen. Pembakaran ini
ditandai dengan adanya kecepatan reaksi yang sangat tinggi sehingga
waktu pembakaran ditentukan oleh percampurannya dengan udara. Pada
posisi ini, zat terbang berada pada kondisi dengan konsentrasi yang tinggi.
Semakin jauh jaraknya dengan partikel maka konsentrasi zat terbang
semakin berkurang. Pembakaran zat terbang stabil di dalam nyala api
difusi ketika terdapat konsentrasi stoikiometri pada zat terbang dan
oksigen.
5. Pembakaran karbon
Ketika zat terbang telah dibebaskan dari partikel, partikel batu bara masih
memiliki struktur berpori yang hampir semuanya hanya terdiri dari karbon
dan abu. Karbon, pada temperatur permukaan partikel yang cukup tinggi
dioksidasi oleh oksigen, karbon monoksida, karbon dioksida dan uap air.
Dan pada temperatur yang sama terjadi pembakaran heterogen karbon sisa
(char) dengan kecepatan reaksi yang lebih rendah dibandingkan
pembakaran homogen pada zat terbang. Pembakaran karbon sisa
21
menentukan waktu terjadinya pembakaran total (burnout) yang sangat
menentukan untuk desain sistem pembakaran.
Pergeseran zona temperatur tergantung pada ukuran partikel dan tipe batu
bara. Dimana pori dan lapisan kulit berdifusi tergantung pada kecepatan
reaksi pada level temperatur di atas 1450Cº atau untuk partikel batu bara
20 μm dan dijaga di suatu tempat dengan temperatur 1150C o dengan
ukuran partikel lebih besar dari 200 μm. Selama proses pembakaran
tersebut , partikel batu bara yang mengandung zat terbang dan karbon
semakin berkurang dan fraksi abu relatif dalam partikel batu bara mulai
meningkat. Lapisan abu membungkus sisa pembakaran secara terus
menerus sehingga oksigen agak terhambat lapisan abu, sehingga kecepatan
pembakaran semakin menurun. Pembakaran melambat, abu lebih banyak,
pori dan bahan bakar berkurang. Batu bara dengan kandungan zat terbang
yang lebih tinggi, cenderung lebih mudah terbakar menyebabkan
permukaan partikel batu bara lebih porous dan memberikan lebih banyak
22
area permukaan yang lebih besar pada karbon sisa (char) dibandingkan
pirolisis pada karbon sisa batu bara bituminus.
Gambar 2.5 Waktu terbakarnya batu bara (s) bubuk sebagai fungsi
ukuran pada temperatur 1300 Co (Spliethoff, 2010).
J. Burner
Bunsen burner merupakan alat pembakar (burner) pertama yang dapat
menghasilkan nyala api premix (premix flame). Alat ini ditemukan oleh
Robert William Bunsen (1811-1899) pada tahun 1855. Bunsen burner ini
menggunakan prinsip pengaturan aliran campuran udara-bahan bakar gas
secara kontinyu. Bahan bakar gas masuk ke dalam burner melalui saluran
masuk pipa di dasar burner yang ujung pipanya berbentuk nozzle agar bahan
bakar gas langsung dapat bercampur dengan baik dengan udara primer
(primary air) yang masuk secara radial melalui control ring. Sepanjang
melewati tabung pembakar (barrel), gas dan udara akan bercampur dengan
baik mendekati campuran homogen dan mengalir keluar dari ujung tabung
pembakar secara kontinyu.
Sumber energi kalor atau panas diperoleh dari proses pembakaran. Proses
pembakaran pada mesin tenaga uap terjadi ada furnace. Pada furnace terdapat
burner. Furnace ditempatkan menyatu dengan boiler dan terpisah dengan
fluida kerja air yang mengalir pada pipa-pipa boiler. burner saat ini memiliki
23
banyak model baik berupa jenis dan berdsarkan bahan bakar. Berdasarkan dari
jenis bahan bakar yang digunakan, burner diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:
1. Burner untuk bahan- bakar cair
2. Burner untuk bakar bakar gas
3. Burner untuk bahan bakar padat
K. Coal Burner
Coal Burner merupakan perangkat mekanis yang membakar bubuk batu bara
menjadi api secara terkendali. Burner batu bara terutama terdiri dari mesin
batu bara bubuk, sejumlah mesin pembakaran (termasuk ruang bakar, otomatis
bolak-balik sistem gerak, sistem rotasi otomatis, pembakaran sistem suplai
udara) sistem kontrol, sistem pengapian, dan lain-lain. Manfaat Coal Burner
dalam Pembakaran batu bara bubuk memiliki berbagai macam kegunaan
dalam produksi industri seperti menyediakan panas untuk boiler, pabrik aspal
hotmix, kiln semen, tungku logam, anil, pendinginan tungku, pengecoran
presisi shell pembakaran tungku, tungku peleburan, penempaan tungku dan
tungku pemanas atau kiln.
24
Gambar 2.6 Coal burner pada indutri aspal (Sumaryono, 2009).
1. Keunggulan Pulverize Coal Burner (PCB)
a. Mudah dalam pengoperasian Unit ini dilengkapi dengan main
kontroller sehingga proses pembakaran yang terjadi disesuaikan
dengan keperluan. Masuknya batu bara ke dalam unit Combustion
Chamber diatur oleh main kontroller.
b. Pembakaran sempurna Ukuran batu bara yang masuk dalam ruang
bakar 0–0.08 mm memungkinkan batu bara untuk langsung
terbakar saat melalui temperatur yang tinggi di dalam Combustion
chamber ( ± 6000C).
c. Tidak ada Batu bara yang Terbuang Karena proses pembakaran
yang sempurna dalam Combustion chamber, maka semua batu bara
akan habis terbakar.
d. Pemeliharaan mudah
e. Limbah ramah lingkungan, Abu batu bara dari sisa pembakaran
yang keluar melalui unit dryerakan ditangkap oleh dust collector.
f. Pemanasan Awal yang Singkat, di dalam Combustion chamber
bata tahan api akan menyimpan panas yang cukup tinggi, sehingga
bila pengoperasian unit dryer mengalami jeda waktu <5 jam maka
untuk pemanasan awal hanya < ½ jam, bila berhenti produksi
waktu yang diperlukan < 2 jam.
g. Hemat Bahan Bakar
25
Harga bahan bakar batu bara yang relatif murah dan cenderung
stabil dibandingkan dengan penggunaan BBM maka unit ini
memberikan keuntungan materi yang sangat tinggi
Di industri, kompor batu bara bekerja dengan pulverizer batu bara dan
hopper batu bara biasanya. Batu bara dalam hopper disampaikan kepada
pulverizer batu bara dengan sekrup konveyor. The pulverizer batu bara
akan menghancurkan batu bara menjadi batu bara bubuk dan mentrasnfer
batu bara. Dalam burner batu bara, batu bara bubuk bercampur dengan
udara (aliran udara kecepatan tinggi yang dihasilkan oleh draft fan pada
burner batu bara), dan dinyalakan oleh penyala pembakaran minyak.
26
L. Co-combustion
Co-combustion adalah proses pembakaran dua jenis bahan bakar yang berbeda
dalam boiler yang sama atau berbeda untuk menghasilkan energi. Tujuan
utamanya adalah mengganti bahan bakar primer dengan bahan bakar sekunder
untuk mencapai berbagai manfaat. Dalam konteks global saat ini, dua bahan
bakar yang akan digunakan dalam sebagian besar kasus adalah batu bara dan
biomassa. Penembakan bersama tidak harus disamakan dengan pembakaran
beberapa bahan bakar dalam boiler yang dirancang khusus untuk hal yang
sama (Suganal dan Gandy, 2019).
M. Teknologi Co-combustion
Co-combustion merupakan proses pembakaran langsung dengan
mengkombinasikan bahan bakar antara batu bara dengan biomassa untuk
menghasilkan energi dengan menggunakan tungku fixed bed combustion,
fluidized bed combustion, dan pulverized fuel combustion. Teknologi Co-
combustion dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Direct co-combustion
Biomassa (sebagai bahan bakar sekunder) dimasukkan bersamaan dengan
batu bara (sebagai bahan bakar primer) ke dalam boiler yang sama seperti
yang terlihat pada Gambar 2.8. hal ini hanya dapat dicapai dengan
persentase rasio rendah co-combustion di bawah 5%. Pilihan ini hanya
cocok untuk boiler konvensional yang menggunakan dinding atau sudut.
Direct co-combustion lebih umum digunakan karena paling murah. Pada
direct co-combustion sendiri, ada dua pendekatan yang dapat dilakukan.
Pendekatan pertama dengan mencampuran dan memberikan pre-treatment
terhadap biomassa dan batu bara dilakukan bersamaan sebelum
diumpankan ke ruang pembakaran. Pendekatan kedua, pre-treatment
biomassa dan batu bara dilakukan secara terpisah, kemudian diumpankan
ke ruang pembakaran (Koppejan, 2016).
27
Gambar 2.8 .Direct co-combustion (Koppejan, 2016).
2. Indirect Co-combustion
Pada proses indirect co-combustion mengacu pada proses gasifikasi
biomassa, Gambar 2.9. Menunjukan dimana gas hasil gasifikasi biomassa
kemudian diumpankan ke dalam pembakar dan dibakar bersama batu bara.
Dengan menggunakan konfigurasi ini, abu dari biomassa akan terpisah
dari abu batu bara dengan tetap menghasilkan rasio co-combustion yang
sangat tinggi. Kekurangan dari indirect co-combustion adalah biaya
investasinya yang tinggi (Emery & Mosier, 2015).
28
Gambar 2.9 Indirect co-combustion (Koppejan, 2016).
3. Parallel Co-combustion
Parallel co-combustion melibatkan suatu pembakar dan boiler terpisah
untuk biomassa, seperti yang terlihat pada Gambar 2.10 hasil pembakaran
dari biomassa akan menghasilkan steam yang kemudian akan digunakan
pada sirkuit power plant pembakaran batu bara. Walaupun konfigurasi ini
membutuhkan investasi yang lebih besar daripada direct co-combustion,
konfigurasi ini memiliki kelebihan tersendiri. Dengan menggunakan direct
co-combustion memungkinkan untuk digunakan bahan bakar dengan
kandungan logam alkali dan klorin tinggi dan abu dari hasil pembakaran
batu bara serta biomassa akan dihasilkan terpisah.
29
maka campuran akan kaya dan oksigen berkurang, kecepatan pembakaran
turun dan api akan padam, hal ini juga berkaitan dengan batas nyala yang
dinamakan batas nyala atas.
Pergerakan penjalaran nyala api dan bentuk dari kestabilan selalu dipengaruhi
oleh kesetimbangan antara laju aliran massa dinamik gas yang melibatkan
perhitungan kekekalan massa, kekekalan momentum, dan kekekalan energi.
Ada beberapa ketidakstabilan dalam burner yaitu:
1. Ketidakstabilan sistem, meliputi interaksi aliran pada komposisi reaksi
sistem yang berbeda.
2. Ketidakstabilan akustik, meliputi interaksi gelombang suara dengan
proses pembakaran.
3. Ketidakstabilan Taylor, meliputi efek gaya apung atau percepatan pada
fluida dengan perubahan densitas.
4. Ketidakstabilan Landau, Ketidakstabilan hidrodinamika dari bentuk
pembakaran yang diasosiasikan tidak meliputi akustik ataupun
buoyancy tetapi hanya meliputi penurunan kerapatan yang dihasilkan
oleh pembakaran aliran tak mampu mampat (incompressible).
5. Ketidakstabilan diffusivitas termal, meliputi hubungan reaksi difusi
dan kalor dengan nyala primer. Suatu hal yang sangat penting dalam
perencanaan pembakaran gas adalah mencegah terjadinya flashback dan
lift-off. Batas kestabilan nyala berhubungan dengan fenomena flashback,
lift-off, blow-off , dan warna nyala pada tabung pembakar (burner).
1. Gas buang
Batubara identik sebagai bahan bakar yang kotor dan tidak ramah
lingkungan karena komposisinya yang terdiri dari C, H, O, N, S dan abu.
30
Sehingga gas buang hasil pembakaran menghasilkan polutan gas SOx dan
NOx menyebabkan terjadinya hujan asam yang dapat merusak hutan dan
lahan pertanian, CO2 berperan dalam proses pemanasan global yaitu
kenaikan temperatur dipermukaan bumi, dan merkuri ( Hg ) yang
berbahaya bagi makhluk hidup.
31
laminer dan dimensi dari panjang nyala api akan bertambah seiring
dengan bertambahnya kecepatan aliran bahan bakar. Sehingga pada titik
tertentu apabila kita terus menaikkan kecepatan alir maka nyala api
terdifusi akan berubah menjadi nyala api yang turbulent pada titik tertentu
pada burner port. Apabila kita naikkan lagi kecepatan alir maka seluruh
dari nyala api akan menjadi turbulen terdifusi (TDF) dan lapisan break
point akan mendekati burner dan panjang dari nyala api terdifusi akan
berkurang. Sampai akhirnya fully turbulent region akan terbentuk dan
nyala api terdifusi akan bersifat independen terhadap perubahan angka
reynold dan angka frounde dari aliran yang keluar burner port ( Cahyo,
2015).
P. Fluidisasi
Fluidisasi dapat didefinisikan sebagai suatu operasi dimana hamparan zat
padat diperlakukan seperti fluida cair atau gas. Di dalam kondisi terfluidisasi,
gaya gravitasi pada butiran – butiran zat padat diimbangi oleh gaya seret dari
fluida yang bekerja pada hamparat zat padat. Bila zat cair atau gas dilewatkan
melalui lapisan hamparan partikel pada kecepatan rendah, partikel itu tidak
akan bergerak. Jika kecepatan fluida berangsur angsur naik, maka partikel itu
akan mulai bergerak dan melayang di dalam fluida, serta berprilaku seakan-
akan seperti fluida.
32
Kualitas fluidisasi adalah faktor paling utama yang mempengaruhi efisiensi
sistem fluidized bed. Umumnya, biomassa sangat sulit difluidisasi mengingat
bentuknya yang tidak seragam dan ringan. Pembakaran dengan fluidized bed
muncul sebagai alternatif yang memungkinkan dan memiliki kelebihan yang
cukup berarti dibanding sistim pembakaran yang konvensional dan
memberikan banyak keuntungan, dari rancangan yang kompak, fleksibel
terhadap bahan bakar, efisiensi pembakaran yang tinggi dan berkurangnya
emisi polutan yang merugikan seperti SOx dan NOx. fluidisisasi juga
mempermudah dalam proses transfer bahan bakar ke dalam ruang bakar
sehingga proses ditribusi bahan bakar dapat bercampur baik dengan udara
sehihingga terjadi pembakran yang lebih sempurna (Nyoman dan bagus,
2010).
1. Kecepatan Minimum
Pada penelitian ini kecepatan minimum fluidisasinya dihitung dahulu
sehingga nantinya variasi kecepatan fluidisasi yang akan diteliti ditentukan
lebih besar dari kecepatan minimum yang didapat berdasarkan
perhitunngan. Kecepatan minimum yang direkomendasikan adalah sebesar
15 m/s untuk menghidari batu bara yang memilik ukuran lebih besar dari
200 mesh ini dalam dengan ukuran diameter 13.25 in. jika diameter lebih
kecil mungkin kecepatan yang dibutuhkan juga lebih kecil (ICT,2018).
(Kecepatan minimum fluidisasi, umfuntuk tiap partikel secara teoritis
dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini :
ρ p− ρ g
Umf =Dp 2 g ....................................................................................................................(2.3)
μ1650
33
3
ρ p ( ρ p−ρ g ) g Dp
Ar = ..................... ............................................ ...........
μ
(2.4)
Dimana :
Ar = Bilangan Archimedes
Dp = Diameter partikel (m)
G = Gravitasi (m/s2)
ρg = Densitas udara (kg/m3)
μ = Viskositas gas (kg/m2.s)
34
III. METODOLOGI PENELITIAN
Beberapa tahapan yang dilalui pada penelitian ini diantaranya: tahap pertama
adalah tahap studi literatur dari beberapa referensi seperti handbook, jurnal,
browsing internet dan lain-lain. Tahap berikutnya adalah perancangan dan
pembuatan alat eksperimen. Setelah itu dilakukan pengujian terhadap
performance alat dengan melakukan pengambilan data, pengolahan data dan
analisis data.
1. Tempat Penelitian
Proses penelitian melibatkan tempat yang berbeda sesuai dengan
tahapan pengerjaan yang dilakukan sebgai berikut:
a. Proses perancangan gambar teknik dilakukan di Laboratorium
Termodinamika di Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.
b. Proses pembuatan dilakukan di Jurusan Teknik Mesin Universitas
Lampung.
35
c. Proses pengujian alat dan pengambilan data dilakukan di
pelataran laboratorium Termodinamika Jurusan Teknik Mesin
Universitas Lampung.
d. Sumber data batu bara dan bahan batu bara di dapatkan di PT. PLN
PLTU Tarahan.
36
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan januari 2021 sampai dengan
bulan september 2021. Tabel Waktu penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1
Dibawah ini.
Tabel 3.1 Waktu penelitian
Tahun 2021
No Kegiatan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep
Tahap Persiapan
Penelitian
a. Penyusunan
dan Pengajuan
1 Judul
b. Pengajuan
Proposal
c. Perijinan
Penelitian
Tahap
Pelaksanan
a. Perancangan
Alat
b. Pembuatan
Alat
2
C. Persiapan Alat
dan Bahan
d. Pengujian Alat
e. Pengumpulan
data
f. Analisis Data
Tahap
3 Penyusunan
Penelitian
37
3. Perancangan, pembuatan dan pengujian co-combustion batu bara
a. Perancangan
Proses perancangan alat dilakukan di Laboratorium Termodinamika
Jurusan Teknik Mesin Unila. Dalam proses perancangan terdapat
2 pekerjaan utama yang dilakukan yakni menghitung dimensi reaktor
dan membuat desain reaktor. Dalam menghitung dimensi reaktor
terdapat tahapan yang harus dikerjakan antara lain:
1. Merancang ukuran hopper
2. Merancang blower utama
3. Merancang dimensi burner
4. Merancang diameter flow udara
5. Merarancang screw conveyor
38
1. Persiapan Peralatan Perkakas Untuk Pembuatan Reaktor
a) Mesin Bubut
Mesin bubut ini akan digunakan untuk membuat poros utama
screw coveyor. Proses kerjanya bergerak memutar benda kerja dan
menggunakan mata potong pahat sebagai alat untuk menyayat
benda kerja. Mesin bubut dapat dilihat pada Gambar 3.3
39
Gambar 3.5 Mesin bor duduk
d) Mesin LAS listrik
Mesin las listrik akan digunakan untuk penyatuan setiap komponen
buner diantaranya: hopper, pipa burner, dan kerangka burner.
Mesin las listrik dapat dilihat pada Gambar 3.6 dibawah ini.
40
Gambar 3.8 Mesin gerinda
2. Pemilihan Bahan Material dan Proses Pembuatan
Penentuan bahan material burner yang digunakan terlebih dahulu
dilakukan pengkajian terhadap karakteristik bahan, sehingga
diperoleh jenis material yang sesuai dengan kebutuhan. Tahapan
pembuatan reaktor adalah sebagai berikut :
a) Pembuatan Tabung Burner
Pengkajian terhadap karakteristik bahan yang telah dilakukan,
bahan yang sesuai untuk tabung reaktor menggunakan jenis
carbon steel JIS G3116 SG 295. Bahan tabung burner carbon
steel JIS G3116 SG 295 dapat dilihat pada Gambar 3.9. Baja jenis
ini termasuk dalam klasifikasi baja karbon rendah (low carbon
steel), aplikasinya banyak digunakan untuk membuat tabunng
gas, memiliki butiran dan sifat mekanik yang baik, dapat menahan
tekanan gas dan mampu menghantarkan panas pada reaktor.
41
Gambar 3.10 Combustion Chamber
b) Pembuatan Screw Conveyor
Screw conveyor berfungsi untuk transfer material. Bagian utama
dari screw conveyor ini adalah poros dan ulir screw yang
berbentuk spiral atau helical fin. Jenis bahan yang digunakan
adalah baja pejal untuk poros dan pelat baja untuk ulir screw. Alat
ini bekerja dengan berputar dalam suatu saluran berbentuk U
(through) tanpa bersentuhan sehingga helical fin mendorong
material ke through. Shaft digerakkan oleh electromotor 2 HP.
Screw conveyor dibuat dengan ukuran panjang poros 0.5 meter
dan diameter 0.04 meter dengan jumlah pitch sebanyak 10 pitch
dan jarak antar pitch 0.025 meter. Proses pembuatan screw
conveyor dapat dilihat pada Gambar 3.10 , sementara hasil akhir
pembuatan tabung reaktor dan screw dapat dilihat pada Gambar
3.11.
42
Gambar 3.12 Hasil akhir pembuatan screw
c) Pembuatan kerangka
Kerangka berfungsi sebagai dudukan untuk menopang tabung
reaktor dan sebagai tempat dari komponen lain seperti
electromotor, hopper, dan pulley. Bahan yang digunakan adalah
baja profil dengan ketebalan 5 mm seperti ditunjukkan pada
Gambar 3.12. Bahan kemudian dipotong sesuai dengan
dimensi yang telah ditentukan dan disambung dengan
menggunakan las listrik.
43
3. Perlengkapan Komponen Pendukung dan Instrumentasi
Komponen pendukung dan instrumentasi tidak dilakukan
pembuatan sendiri, tapi diperoleh dengan membeli peralatan
yang sudah jadi. Komponen pendukung dan instrumentasi
diantaranya:
44
Pertamina dengan komposisi kurang lebih terdiri dari 50%
propana (C3H8) dan 50% butana (C4H10) berdasarkan volume.
45
Gambar 3.18 Kabel, mcb (miniatur circuit breaker) dan
terminal.
f) Pematik api
Pemantik api digunakan untuk memberikan percikan api pada
ujung buner supaya terjadi proses pembakaran LPG pada burner.
Pemantik api dapat dilihat pada Gambar 3.19.
46
Gambar 3.20 Timbangan digital
C. Prosedur Pengujian
47
Pembuatan alat dan pengujiannya dilakukan di laboratorium manufaktur
Jurusan Teknik Mesin FT. Unila. Pada penelitian ini yang digunakan
merupakan skala laboratorium dengan desain yang berbeda dari yang ada di
pasaran. Burner yang digunakan merupakan jenis Cyclone Burner modifikasi
skala laboratorium seperti yang tampak pada Gambar 3.23 dibawah ini.
48
Gambar 3.23 Burner jenis cyclone burner
Keterangan Gambar :
1. Blower primer air Untuk menghembuskan bahan bakar padat menuju
burner dan suplai udara primer.
2. Frame atau rangka adalaha kerangka mesin coa- combustion.
3. Screw Conveyor atau feeder berfungsi Untuk metrasfer secara kontinyu
material bahan bakar. Hopper Sebagai tempat untuk masuknya biommasa
dan batu bara serbuk.
4. Burner atau Combustion chamber merupakan tempat terjadinya
pembakaran dan mixing antara bahan bakar dan udara.
5. Motor penggerak digunakan sebagai penggerak blower utama.
6. Box control adalah tempat pengontrol temperatur dan kecepatan transfer
batu bara.
7. Alas motor sebagai alas atau tempat meletakan motor di kerangka mesin.
8. V-belt digunakan untuk mentraser gaya dari motor ke blower utama agara
bergerak.
9. Dinamo screw adalah Motor penggerak digunakan sebagai penggerak
screw feeder.
10. Blower secondary air dan saluran gas berfungsi Memberikan udara
tambahan agar pemabakaran sempurna sekaligus jalur gas saat penyalaan
awal.
11. Frame atau Kerangka blower sekunder adalah tempat meletakan blower
sekunder.
12. Alas blower sekunder sebagai tempat meletakan blower.
49
4. Memasang thermocouple Pada thermometer digital untuk melihat
temperatur dan merekam data Temperatur.
5. Memanaskan Combustion chamber menggunakan gas lpg dengan
membuka valve nozzle lpg dan menyalakan dengan pematik api sampai
temperatur 750 ºC , 850 ºC, dan 950 ºC.
6. Menyalakan Air blower dengan putaran tertentu untuk menyuplai udara
pembakaran.
7. Setelah temperatur penyalaan dicapai langkah berikutnya adalah
menyuplai bahan bakar dengan mengatur frekuensi pada inverter.
8. Menjaga kapasitas Hopper berisi pulverized coal agar selalu terisi dan
memiliki aliran yang konstan dengan udara dari air blower menuju
Combustion chamber.
50
Gambar 3.24 Sistem Conveyor
Keterangan Gambar :
1. Motor
2. Udara masuk
3. Coal silo atau hopper
4. Leher hopper
5. Screw conveyor
6. A. Jatuhnya batu bara
51
IV. DATA DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini membahas tentang proses pengujian yang dilakukan setelah mesin
yang dibuat sesuai dengan ukuran dan dimensi pada gambar teknik. Adapun
pembahasan dalam bab ini merupakan proses persiapan alat dan bahan sebelum
proses pengujian hingga mendapatakan hasil pengujian yang dituangkan dalam
bentuk grafik dan data tabel.
A. Spesifikasi alat
Adapun data spesifikasi alat yang telah dibuat yang diukur dengan
menggunakan meteran. Dapat dilihat pada gambar 4.1 merupkan gambar
mesin coal co-combustion skala laboratorium yang sudah selesai dibuat.
Berikut ini adalah tabel spesifikasi alat mesin coal co-combustioan yang
dapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut:
52
Tabel 4.1 Spesifikasi mesin coal co-combustioan
Blower utama
Diameter inlet 0.08 m
Diameter otlet 0.08 m
Diamater inlet bahan bakar 0.04m
Motor 1.5 Hp
Combustion chamber
Diameter inlet 0,085 m
Diameter otlet 0,095 m
Diameter inlet secondary air 0,05 m
Kemiringan inlet secondary air 65 o
Panjang ruang bakar 0,6 m
Panjang keseluruhan 0,79m
Diamater ruangan 0,22 m
Diameter luar 0,3 m
Tebal dinding ruangan 0,04 m
Tebal dinding mocong 0,055 m
Screw feeder
Diamter ulir 0,06 m
Screw pitch 0,0025 m
Motor 0,5 Hp
Kapasitas maksimum 73,23 kg/jam
Blower secondary air
Diamater 0,0254 m
Hopper
Panjang hopper 0,22 m
Tinggi hopper 0,155 m
Diamter bawah hopper 0,05 m
Kapasitas hopper 0,00357 m3
Type Direct co-combustion
53
B. Data Batu Bara
Data batu bara yang ada merupakan data yang didapatkan dari PLTU Tarahan
yang sudah dilakukan pengujian berupa analisis proksimat dan analisis
ultimat.
1. Analisis proksimat
2. Analisis ultimat
Tabel 4.2 Hasil darl analisis proksimat dan ultimat batu bara milik PLTU
Tarahan
54
C. Proses pengayakan
55
saluran distribusi juga berpengaruh pada terhambatnya bahan bakar yang
melewatinya. Setelah didapat data putaran rpm pada screw maka dapat
dihitung pula kapasitas dan kapasitas volumetrik dengan menggunakan
persamaan berikut: (rosyadi dkk, 2015).
2
60 π ( D−d) S n ψ ρ
Q=
4
Diketahui:
Massa jenis batu bara subbituminus (ρ) = 1100 kg/m3
Diameter Ulir (D) = 0,06 m
Diameter Ulir (d) = 0,02 m
Screw pitch (S) = 0,025 m
RPM screw (n) = 150, 200, 235
Loading efficiency (Ψ) = 0,15
Factor of inclination of conveyor (C) = 1
56
Setelah menghitung laju masa secara teoritik kemudian membandingkan
laju aktual pada screw feeder. Percobaan dilakukan dengan cara
memasukan batu bara kedalam hopper kemudian screw feeder dinyalakan
selama 1 menit. Hasil yang keluar ditimbang dan dibagi waktu 1 menit dan
disajikan pada tabel 4.5 sebagai berikut:
No Waktu Frkuensi
Percobaan
Percobaan 35 40 55
(s)
1 60 0,77 kg 1,05 kg 1,23 kg
2 60 0,76 kg 1,07 kg 1,22 kg
3 60 0,76 kg 1,09 kg 1,19 kg
4 60 0,75 kg 1,07 kg 1,18 kg
5 60 0,75 kg 1,06 kg 1,25 kg
6 60 0,79 kg 1,06 kg 1,21 kg
7 60 0,76 kg 1,07 kg 1,26 kg
rata rata 0,762857 1,06714286 1,220571429
kg/s 0,01271 0,01778 0,02034
Laju masa
kg/menit 0,762 1,067 1,2205
kg/jam 45,77 64,02 73,23
57
E. Perhitungan Laju Masa Udara Bahan Bakar
Batu bara sub bituminus mengandung 58.8% C, 1,3% N2, 12,2% O2 ,3,8% H
dan 0,3% S. Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan kandungan
karbon, sulfur, nitrogen, hidrogen, oksigen dalam batu bara maka kebutuhan
udara dapat dihitung sebagai berikut:
kebutuhan
Laju BB [kg/jam] Laju udara [kg/jam]
Udara BB per kg
45,77 7,75 354,7175
64,22 7,75 497,705
73,23 7,75 567,5325
Pembakaran (ṁ udara) Pengukuran laju udara yang berasal dari air blower
dapat diketahui dengan menggunakan persamaan dengan nilai Vb didapat dari
hasil pengukuran kecepatan udara menggunakan alat ukur Anemometer
sehingga didapat hasil sebagai berikut dan disajikan pada Tabel 4.8.
A pipa =π (0,05)2=0,000=785 m2
58
2. Perhitungan udara sekunder (satu blower tambahan dengan bukaan
maksimum)
ṁu=(V ¿¿ b) ( A pipa ) ( ρb ) ( 3600) ¿
A pipa =π (0,0254)2=0,0020 m 2
ṁu=380,76 kg / jam
59
F. Pengaruh Suplay Bahan Bakar Terhadap Distribusi Temperatur Burner
Pada Pemanasan Awal 750 Co, 850 Co dan 950 Co
Indikator performance burner dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti : AFR,
turbulensi aliran, gas buang, temperatur. Sebelum melakukan pengujian pada
mesin hal pertama kali dilakukan adalah melakukan pemanasan mesin dengan
menggunakan gas LPG 12 kg. Pemanasan dilakukan dengan cara memasukan
gas ke saluran inlet udara sekunder kemudian menyalakan gas dengan pematik
api. Setelah gas menyala kemudian mengatur suplay gas kedalam keadaan
maksimum kemudian tambahkan suplay udara dengan menggunkan blower
utama yang mengakibatkan udara didalam burner menjadi lebih besar dan
mengakibatkan peningkatan temperatur di ruang burner dan nyala api yang
besar. Pada saat ruangan burner mencapai temperatur yang telah diinginkan
kemudian masukan suplay bahan bakar kedalam burner dan udara sekunder.
Peningkatann temperatur setiap 3 menit adalah 100 Co. Saat temperatur udara
ruang bakar mencapai 750 Co 850 Co, dan 950 Co Kemudian batu bara mulai
disuplay ke dalam ruang bakar.
60
Gambar 4.4 Grafik distribusi pembakaran dengan temperatur awal sebesar
750 co
Gambar 4.4 menunjukan hasil pengambilan data dilakukan pada saat
temperatur ruang bakar mencapai temperatur 750 oC dan kemudian bahan
bakar mulai di suplay secara kontinu. Pada suplay bahan bakar flow 1 dengan
flow batu bara 0.01271 kg/s didapatkan kenaikan temperatur yeng relatif
konstan dengan kenaikaan temperatur maksimum yang dapat dicapai adalah
sebesar 817.3 Co dan dicapai temperatur konstan mulai terjadi pada detik 220.
Pada suplay bahan bakar flow 2 dengan flow batu bara 0.01778 kg/s
didapatkan kenaikan temperatur yang relatif konstan dengan kenaikan
temperatur maksimum 896.4 Co dan dicapai temperatur kosntan mulai terjadi
pada detik 340. Pada suplay bahan bakar flow 3 dengan flow batu bara 0.02034
kg/s didapatkatkan kenaikan temperatur yang konstan dengan kenaikan
temperatur maksimum 999.4 Co dan temperatur konstan terjadi mulai terjadi
pada detik 480. Kenaikan temperatur pada Proses pemanasan awal 750 Co di
setiap percobaan disebabkan karena pengaruh suplay bahan bakar, semakin
banyak bahan bakar maka laju reaksi akan semakin cepat dan semakin besar
mengakibtakan temperatur dan tekanan diruang burner menjadi naik dan
menimbulkan nyala api yang semakin besar sehingga terjadi proses
pembakaran. Proses pembakaran menghasilkan kalor yang dapat digunakan
untuk memanasakan boiler.
61
Gambar 4.5 Grafik distribusi pembakaran dengan temperatur awal sebesar
850 Co
Gambar 4.5 menunjukan hasil pengambilan data dilakukan pada saat
temperatur ruang bakar mencapai temperatur 850 Co dan kemudian bahan
bakar mulai di suplay secara kontinu. Pada suplay bahan bakar flow 1dengan
flow batu bara 0.01271 kg/s didapatkan temperatur konstan sebesar 817.7 Co
mulai terjadi pada detik 160. Pada suplay bahan bakar flow 2 dengan flow batu
bara 0.01778 kg/s didapatkan temperatur konstan 898.2 Co mulai terjadi pada
detik 140. Pada suplay bahan bakar flow 3 dengan flow batu bara 0.02034 kg/s
didapatkan temperatur konstan 998.2 Co mulai terjadi pada detik 380.
Proses yang terjadi dengan pemanasan awal 850 Co , flow 1 dengan besar
0.01271 kg/s terjadi penurunan temperatur pada ruang pembakaran dan
berhenti pada temperatur 817.7 Co. Hal tersebut terjadi dikarenakan
pembakaran dengan batu bara 0.01271 kg/s tidak mampu menghasilkan panas
yang cukup untuk mempertahanakan panas didalam ruangan sehingga kondisi
tersebut mengakibatakan temperatur berangsur angsur turun hingga mencapai
batas maksimum temperatur yang dihasilkan yaitu pada temperatur 817 Co.
Sedangkan flow 2 dengan batu bara 0.01778 kg/s dan flow 3 dengan batu
bara 0.02034 kg/s temperatur yang dihasilkan dalam pembakaran kedua flow
tersebut menghasilkan temperatur yang lebih besar dari 850 C o sehingga
temperatur yang dihasilkan akan terus meningkat hingga ke titik maskimal
temperatur pembakaran.
62
Gambar 4.6 Grafik distribusi pembakara n dengan temperatur awal sebesar
950 Co
Gambar 4.6 menunjukan hasil pengambilan data dilakukan pada saat
temperatur ruang bakar mencapai temperatur 950 Co dan kemudian bahan
bakar mulai di suplay secara kontinu. Pada suplay bahan bakar flow 1 dengan
flow batu bara 0.01271 kg/s didapatkan temperatur konstan sebesar 819.9 Co
mulai terjadi pada detik 300. Pada suplay bahan bakar flow 2 dengan flow batu
bara 0.01778 kg/s didapatkan temperatur konstan 896.2 Co mulai terjadi pada
detik 240. Pada suplay bahan bakar flow 3 dengan flow batu bara 0.02034 kg/s
didapatkan temperatur konstan 998.4 Co mulai terjadi pada detik 90. Proses
yang terjadi dengan pemanasan awal 950 Co , flow 1 dan flow 2 Terjadi
penurunan temperatur diakibatkan karena kedua flow tidak mampu
mempertahankan panas yang dihasilkan sehingga temperatur berangasur
angsur turun hingga kebatas maksimum. sedangkan pada flow 3 karena kalor
pembakran yang dihasilkan besar sehinggga mampu mempertahankan
temperatur burner sampai 998 Co.
63
Kg/Jam. Temperatur maksimum dapat dilihat pada tabel 4.10 yang sudah
disajikan. Pemanasan awal juga berpengaruh terhadap proses penstabilan
temperatur dapat dilihat pada setiap grafik pembakaran untuk mencapai
temperatur maksimum dan stabil waktu tercepat pada flow 1 terjadi pada
pemasan 850 Co dengan waktu 160 detik. Pada flow 2 waktu tercepat untuk
mencapai temperatur maksimun dan stabil terjadi pada pemasan menggunakan
temperatur 850 Co dengan waktu 140 detik. Pada flow 3 waktu tercepat untuk
mencapai temperatur maksimun dan stabil terjadi pada pemasan menggunakan
temperatur 950 Co dengan waktu 90 detik. Hal ini membuktikan bahwasanya
pemanasan temperatur tidak berpengaruh terhadap temperatur maksimum
tetapi mempengaruhi waktu kesetabilan temperatur, sehingga dapat di
gunakan sebagai patokan untuk menghemat bahan bakar pada proses
penyalaan awal.
64
Gambar 4.7 Grafik distribusi temperatur termokopel burner.
Akibat terjadinya aliran yang terhambat pada ujung burner pada titik
termokopel 2 yang mengakibatkan pusat pembakaran terjadi. Laju aliran masa
mempengaruhi distribusi temperatur, yaitu pada flow 3 merupakan temperatur
tertinggi terjadi di titik termokopel 2 sebesar 1022 Co. Fenomena ini terjadi
akibat laju aliran bahan bakar paling besar. kemudian di ikuti oleh flow 2
dengan besar 935 Co dan flow 1 sebesar 840 Co.
65
seperti yang dilakukan oleh Bambang Nur Cahyo (2015) pada studi
eksperimen pengaruh variasi kecepatan swirler air terhadap panjang nyala
pada pembakaran bahan bakar batubara. Tujuan dari melihat lidah api ini
salah satunya yaitu nantinya untuk aplikasi secara langsung dalam
menggunkan pembuatan boiler tipe fire tube boiler.
Dapat dilihat pada setiap percobaan nyala api yang dihasilkan sangat stabil
yang membuktikan bahwasanya aliran yang terjadi tidak trubulen. Disana juga
terlihat nyala api yang ditengah itu berwarna putih, ini mengindikasikan
temperatur pada tengah lidah api itu semakin besar daripada bagian pinggir,
ini dikarenakan karbon dari batubara terbakar seutuhnya pada bagian tengah
dari semua percobaan yang paling bagus terjadi pada percobaaan flow 3 laju
masa bahan bakar sebesar 73.23 kg/jam dengan temperatur yang dihasilkan
sebesar 998.2 °C dan panjangn nyala api sebesar 130,6 cm.
Gambar 4.8 Panjang nyala api (a) Flow 1 = 70 cm (b) Flow 2 = 99.5 cm dan
(c) flow 3= 130,6 cm.
66
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan yaitu dengan laju aliran masa
sebesar 45,77 kg/jam, 64,22 kg/jam, dan 73,23 kg/jam didapatkan hasil
sebagai berikut:
1. Cyclone burner dengan komponen-komponen pendukung seperti screw
feeder, combustion chamber, air blower dan system gas burner dapat
berfungsi dengan baik.
2. Dalam pelapisan ruang pembakaran, baja carbon steel JIS G3116 SG
yang di lapisi tanah liat mengisolasi panas yang dihasilkan dari
combustion chamber sehingg pada lapisan luar burner tidak terlalu panas.
3. Sistem pengumpan batubara menggunakan screw feeder untuk dapat
mencegah terjadinya penyumbatan pada saluran pengumpan serbuk
batubara.
4. Lokasi terjadinya nyala api paling tinggi suhunya berada pada titik B,
yaitu sekitar 50 cm dari sumber keluaran bahan bakar dan merupakan
lokasi terjadinya nyala api dengan temperatur yaitu 1022°C. Titik ini
dicapai pada massa aliran bahan bakar paling besar (73.23 kg/jam).
5. Panjang nyala api yang dihasilkan bertambah besar seiring degan laju
aliran masa yang di suplay pada burner.. Pada laju aliran sebesar 73.23
kg/jam didapatkan panjang api terbesar dengan panjang 130,6 cm.
kemudian dikuti dengan laju aliran masa 64,22 kg/jam dengan panjang
nyala api sebesar 99,5 cm dan pada laju aliran masa 45,77 kg/jam
didapatkan panjang nyala api sebesar 70 cm.
6. Temperatur yang dihasilkan bertambah besar seiring dengan laju aliran
masa yang di suplay pada burner. Temperatur terbesar didapatkan pada
laju aliran masa 73,23 kg/jam dengan temperatur sebesar 998.2-999.4 Co.
67
kemudian di ikuti laju aliran masa 64,22 kg/jam didapatkan temperatur
sebesar 896.4-898.2 Co dan pada laju aliran masa 45,77 kg/jam didapatkan
temperatur sebesar 817-819.9 Co
B. Saran
Berdasarkan pengujian dan analisis yang telah dilakukan maka untuk
menyempurnakan pengembangan penelitian, perlu diusulkan saran-saran
untuk perbaikan sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan pembuatan belt conveyor untuk menghindari terjadinya
selip pada screw feeder.
68
DAFTAR PUSTAKA
BPPT, 2020. Outlook Energi Indonesia 2020 : Edisi Khusus Dampak Pandemi
Covid-19 Terhadap Sektor Energi Di Indonesia. ISBN: 978-602-1328-14-9.
Jakarta
69
Cristian, hans. 2008. Modifikasi sistem burner dan pengujian aliran dingin
fluidized bed incinerator UI = Modification of burner system and cold flow
experiment of fluidized bed incinerator UI. Skripsi Teknik Mesin
Universitas Indonesia. daiakses dari (http://lontar.ui.ac.id/detail?id=125414#)
Fuhaid, Naif. 2011. Pengaruh Medan Magnet Terhadap Konsumsi Bahan Bakar
Dan Kinerja Motor Bakar Bensin Jenis Daihatsu Hijet 1000. Jurnal Proton,
Vol. 3 No. 2/Hal. 26 – 31.
70
Macqueen, D. & Korhaliller, S. (2011). Bundles of Energy: The Case of
Renewable Biomass Energy. IIED Natural Resources Issues. UK. pp. 15–
24.
M. Miyamoto et al., 1995. International Journal of Heat Mass Transfer, Vol. 38,
No.17, pp. 3263.
Nyoman, I Suprapta W dan bagus, Ida A D S. 2010. /Jurnal Ilmiah Teknik Mesin
Cakra.M
Vol. 4 No.2. Oktober 2010 (180-188). Jurusan Teknik Mesin Fakultas
Teknik Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran Bali.
Rosyadi dkk. 2015. Pembuatan Cyclone Burner Dengan Bahan Bakar Serbuk
Batubara Dengan Kapasitas 76 Kg/Jam. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas
Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
71
Rosyid dkk. 2020. Analisis Kebutuhan Udara Untuk Pembakaran Batubara Pada
Boiler Unit 3 Di Pltu Suralaya. Indonesian Mining and Energy Journal Vol.
3, No. 2, November 2020 : 36 - 41. Program Studi Teknik Pertambangan,
Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti. Jakarta.
Smooth, I.D., Smith P.J. (1985) Coal combustion and gasification, New York,
Plenum Press.
Spliethoff H. (2011). Power Generation from Solid Fuels, Springer, NY, US.
Suganal dan Gandhi. 2019. Bahan Bakar Co-Firing Dari Batubara Dan Biomassa
Tertorefaksi Dalam Bentuk Briket (Skala Laboratorium). Jurnal Teknologi
Mineral dan Batubara Volume 15, Nomor 1, Januari 2019.
Sumaryono. 2009. Development Of Cyclone Coal Burner For Fuel Oil Burner
Substitution In Industries. INDONESIAN MINING JOURNAL Vol. 12,
No. 13, February 2009 : 28 - 33. Tekmira Bandung.
72
Yokoyama, S. (Ed.). (2008). Buku Panduan Biomassa Asia. Japan: The Japan
Institute of Energy.
C.
73
LAMPIRAN 1
74
LAMPIRAN 2
A pipa =π (0,05)2=0,000=785 m2
2. Perhitungan laju masa udara sekunder dengan kecepatan udara 2,7 m/s, 24.4
m/s dan, 34,9 m/s.
v= 2.7 m/s
(
ṁu= 2.7
m
s ) (
( 0,0020 m2 ) 1,11 kg3 ( 3600 )
m )
ṁu=425,661 kg/ jam
v=24.4 m/s
(
ṁu= 24.4
m
s ) (
( 0,0020 m2 ) 1,11 kg3 ( 3600 )
m )
ṁu=597,246 kg / jam
v=34.9 m/s
(
ṁu= 34.9
m
s ) (
( 0,0020 m2 ) 1,11 kg3 ( 3600 )
m )
75
ṁu=681.039 kg / jam
76
LAMPIRAN 3
77
Lampiran 4
78
LAMPIRAN 5
Gambar Teknik
1. Blower utama
2. Box pengontrol
3. Cerobong uji
4. Coal combustion dengan cerobong uji 3d
5. Coal combustion dengan tanpa cerobong uji 3d
6. Coal combustion dengan cerobong uji 2d
7. Coal combustion dengan tanpa cerobong uji 2d
8. Combustion chamber
9. Frame secondary air
10. Frame utama
11. Kipas blower utama
12. Alas secondary air
13. Screw conveyor
14. Hopper dan screw feeder
79