Anda di halaman 1dari 11

TUGAS ETIKA DALAM PROFESI KEBIDANAN

Medical Journey At Baut Bay


Dosen Pengampu: Dr. dr. Wening Prastowo, Sp. F

Disusun Oleh:
Nama : Anisa Setyowati
NIM : 226070400111007

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2023
Medical Journey at Baut Bay

- Identifikasikan dari kondisi di atas, yang tidak sesuai dengan prinsip prinsip implementasi
hak asasi manusia atas kesehatan
- Buatlah usulan penyelesaian dari kondisi tersebut!

Implementasi Hak Atas Kesehatan Dalam Konteks HAM


Dalam upaya untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to
fulfil) sebagai kewajiban negara mengimplementasikan norma-norma

HAM pada hak atas kesehatan harus memenuhi prinsip-prinsip :


1. Ketersediaan
Aspek ketersediaan (availability) memberikan panduan agar pelaksanaan fungsi
kesehatan publik dan fasilitas pelayanan kesehatan, barang dan jasa-jasa
kesehatan, juga program-program, harus tersedia dalam kuantitas yang cukup.
Kecukupan akan fasilitas barang dan jasa bervariasi dan bergantung pada banyak
faktor, termasuk tingkat pembangunan negara. Meskipun demikian juga
mencakup faktor-faktor tertentu yang berpengaruh terhadap kesehatan, misalnya,
air minum yang sehat, sanitasi yang memadai, rumah sakit, klinik, dan bangunan
yang berkaitan dengan kesehatan, serta tenaga medis yang berpengalaman dan
profesional dengan penghasilan yang kompetitif serta obat yang baik sebagaimana
yang dimaksud dalam WHO Action Programme on Essential Drugs. Pelayanan
kesehatan, dimana negara diharuskan memiiki sejumlah pelayanan kesehatan bagi
seluruh penduduk;
“Dusun yang kami kunjungi ini termasuk salah satu desa di kecamatan Jauh
Melayang. Letak puskesmasnya sendiri hanya sekitar 300 meter dari dusun
yang kami kunjungi. Puskesmas yang cukup lengkap, bahkan ada 2 dokter
umum yang ada (tapi setelah isu pencemaran ini meluas ke level nasional).
Dusun Baut Bay adalah dusun terujung dari kabupaten Suka Menjauh,
batas akhirnya adalah sebuah sungai”
Berdasakan kasus tersebut setelah isu pencemaran meluas ke level Nasional,
pemerintah memfasilitasi kecamatan jauh melayang sebuah puskesmas dengan
peralatan yang cukup lengkap dengan 2 dokter umum. Puskesmas tersebut berada
di Dusun Baut Bay. Prinsip keterjangkauan mewajibkan pemerintah menyediakan
layanan kesehatan bagi seluruh kelompok masyarakat di pelbagai lokasi
geografis. Distribusi tenaga kesehatan yang merata di semua wilayah termasuk di
wilayah perdesaan dan terpencil merupakan kunci dari keterjangkauan

2. Aksesibilitas
Aspek aksesibilitas (accesibility) memberikan panduan bahwa fasilitas kesehatan,
barang dan jasa, harus dapat diakses oleh setiap orang tanpa diskriminasi, dalam
yurisdiksi negara. Penyedia layanan kesehatan harus mengembangkan akomodasi
yang layak (reasonable accomodation) yang memenuhi kebutuhan kelompok
masyarakat secara inklusif. Aksesibilitas memiliki empat dimensi yang saling
terkait, yaitu.
a. Tidak diskriminatif. Fasilitas kesehatan, barang dan jasa harus dapat diakses
oleh semua, terutama oleh masyarakat yang marginal atau masyarakat yang
tidak terlindungi oleh hukum, tanpa diskriminasi atas dasar apapun.
b. Akses secara fisik. Fasilitas kesehatan, barang dan jasa harus dapat terjangkau
secara fisik dengan aman bagi semua, terutama bagi kelompok yang rentan
atau marginal, misalnya etnis minoritas atau masyarakat terasing, wanita,
anak-anak, penyandang disabilitas, orang lanjut usia, dan orang yang
mengidap HIV/AIDS. Aksesibilitas juga berarti bahwa pelayanan kesehatan
dan faktor-faktor penentu kesehatan, misalnya air minum sehat dan fasilitas
sanitasi yang memadai dapat dijangkau secara fisik, termasuk di daerah
pinggiran. Lebih jauh lagi, aksesibilitas mencakup akses ke bangunan-
bangunan bagi penyandang cacat.
c. Akses secara ekonomi. Fasilitas kesehatan, barang dan jasa harus dapat
terjangkau secara ekonomi bagi semua. Pembayaran pelayanan perawatan
kesehatan juga pelayanan yang terkait dengan faktor-faktor penentu kesehatan
harus didasarkan pada prinsip kesetaraan, dengan memastikan bahwa
pelayanan yang tersedia, baik secara privat maupun publik, terjangkau oleh
semua, termasuk kelompok yang tidak beruntung secara sosial. Kesamaan
mensyaratkan bahwa masyarakat miskin tidaklah harus dibebani biaya
kesehatan secara tidak proporsional dibandingkan dengan masyarakat kaya.
d. Akses informasi. Aksesibilitasnya mencakup hak untuk mencari dan
menerima atau membagi informasi mengenai masalah kesehatan. Akses
informasi ini harus dikelola dengan tetap melindungi kerahasiaan data
kesehatan.
“Dusun yang kami kunjungi ini termasuk salah satu desa di kecamatan Jauh
Melayang. Letak puskesmasnya sendiri hanya sekitar 300 meter dari dusun
yang kami kunjungi. Puskesmas yang cukup lengkap, bahkan ada 2 dokter
umum yang ada (tapi setelah isu pencemaran ini meluas ke level nasional).
Dusun Baut Bay adalah dusun terujung dari kabupaten Suka Menjauh,
batas akhirnya adalah sebuah sungai.
Dusun yang satu ini hanya mempunyai PUSTU yang kebetulan bidannya
sedang tidak ada di tempat. “Bu bidan memang jarang ke sini pak, karena
kebetulan beliau lagi hamil, jadi lebih sering kumpul sama suami dan
keluarganya”.
“Jauh pak, puskesmas untuk dusun kami, kurang lebih 40 km dari sini, dan
kendaraan umum yang ada hanya 1 kali dalam sehari melintas ke kota
kecamatan” Jelas tetua adat yang ikut urun rembug bersama warga dusun
lainnya.”
Berdasarkan kasus di atas, Dusun baut bay hanya memiliki PUSTU yang mana
bidan desanya tidak berada di tempat, kemudian sehingga hal tersebut tidak
sesuai dengan prinsip implementasi hak Kesehatan, yang mana tidak tersedianya
tenaga Kesehatan, kemudian akses menuju puskesmas yang jauh, lebih dari 40
Km dan sarana transportasi yang hanya 1 kali sehari dalam melintas ke kota
kecamatan, membuat dusun Baut Bay sulit untuk mengakses fasilitas Kesehatan.
Jangkauan pelayanan Kesehatan yang sulit mengakibatkan akses terhadap
pelayanan fasilits Kesehatan belum memenuhi prinsip HAM atas Kesehatan.

3. Penerimaan
Aspek keberterimaan (affordability) memberikan panduan agar segala fasilitas
kesehatan, barang dan pelayanan harus diterima oleh etika medis dan sesuai
secara budaya, misalnya menghormati kebudayaan individu-individu, kearifan
lokal, kaum minoritas, kelompok dan masyarakat, sensitif terhadap jender dan
persyaratan siklus hidup. Juga dirancang untuk penghormatan kerahasiaan status
kesehatan dan peningkatan status kesehatan bagi mereka yang memerlukan.
“Setelah kurang lebih satu jam kami menampung semua keluhan-keluhan
penduduk, kami pun dijamu. Hmmmm cakalang pedas sudah menantiku,
merayu tangan ini untuk memasukkan cakalang itu dalam mulutku.
Kuteguk air minum yang diberikan mereka, sambil kubuang jauh-jauh
pikiran jelek bahwa air ini mengandung limbah beracun seperti isu yang
merebak.”
Pada kasus itu, penulis berusaha untuk menampung aspirasi-aspirasi dari
masyarakat agar dapat menemukan solusi untuk masalah di dusun Baut
Bay, kemudian penulis menghormati jamuan makanan dari masyarakat
setempat, dengan membuang pikiran jelek bahwa air ini mengandung
limbah beracun

4. Kualitas
Aspek kualitas (quality) memberikan panduan bahwa selain secara budaya
diterima, fasilitas kesehatan, barang, dan jasa harus secara ilmu dan secara medis
sesuai serta dalam kualitas yang baik. Hal ini mensyaratkan antara lain, personil
yang secara medis berkemampuan, obat-obatan dan perlengkapan rumah sakit
yang secara ilmu diakui dan tidak kadaluarsa, air minum aman dan dapat
diminum, serta sanitasi memadai.
“Kumuh, bau amis menyengat, pemukiman yang padat dan sampah yang
berserakan membuat kadang kami harus menahan nafas sejenak.
Baut Bay adalah sebuah teluk yang indah, namun akhir-akhir ini lagi naik
daun. Selentingan tentang pencemaran yang dilakukan sebuah perusahaan
yang membuang limbahnya ke teluk ini membuat kami harus turun ke
dusun ini.
Dusun ini terletak pada daerah rawa payau, sumber air minum yang ada
cuma dua, ini pun keliatan baru dibuat. Ketika aku teliti dengan seksama
bangunan dan kran air yang ada. Sarana MCK pun memprihatinkan.
Begitu banyak data penyakit yang kami dapatkan, tapi logika keilmuanku
mencoba untuk tetap dalam kerangka logis. Semua ini karena
permasalahan lingkungan yang memang kurang memadai, sebagaimana
desa/dusun di daerah pantai pada umumnya.
“Lho bukannya di seberang sungai ada puskesmas ?” tanya teman tim ku
yang lain. “Kami tidak diterima berobat ke sana, kalau berobat ke sana
harus bayar. Karena kami bukan warga wilayah puskesmas tersebut, jadi
berobatnya harus ke bu dokter langsung (swadana,red)” lebih jauh mereka
menjelaskan.
“Jujur saja kami mau ga mau harus berobat ke puskesmas sebelah, di sini
obat-obatan bu bidan ga lengkap”.
“Jalan sih pak, tapi ya itu karena puskesmas wilayah kami jauh dari sini,
jadi tidak teratur” Jawabnya. “Pak dokter di puskesmas kami juga sedang
dimutasi, jadi kecamatan kami sekarang tidak punyai dokter” kepala dusun
ikut menambahkan keterangan yang diberikan kader tersebut.
Berdasarkan kasus tersebut, prinsip kualitas masih belum sesuai dengan HAM
atas Kesehatan yang mana keadaan sanitasi, SDM, obat-obatan yang tidak
tersedia. Pemerintah wajib meningkatkan pendanaan untuk perekrutan,
pengembangan, pelatihan, dan daya serap tenaga kerja kesehatan. Pemerintah
wajib melibatkan partisipasi tenaga medis dan tenaga kesehatan dalam formulasi
dan evaluasi kebijakan pemerintah maupun dalam perancangan dan pemberian
pelayanan kesehatan.
a) Sanitasi Lingkungan dan ketersediaan air minum:
Berdasarkan kasus di atas, kondisi sanitasi yang buruk di Baut bay terkait
pencemaran lingkungan, sampah yang berserakan, Sarana MCK yang tidak
tersedia, permasalahan lingkungan yang memang kurang memadai,
sebagaimana desa/dusun di daerah pantai pada umumnya.
Ketersediaan air minum dusun ini terletak pada daerah rawa payau, sumber air
minum yang ada cuma dua, ini pun keliatan baru dibuat. Ketika aku teliti
dengan seksama bangunan dan kran air yang ada. Akibat adanya pencemaran
limbah, sumber air minum di desa Baut bay kini tercemar limbah beracun.
b) SDM Kesehatan
Dokter dan Bidan tidak berada di Puskesmas, sehigga tidak tersedianya tenaga
Kesehatan yang stand by d puskesmas mapun pustu
c) Ketersediaan obat-obatan
Pada kasus tersebut, obat-obatan di Pustu tidak lengkap, sehingga masyarakat
harus harus berobat ke puskesmas sebelah dan harus membayar.

Sementara itu dalam kerangka 3 bentuk kewajiban negara untuk memenuhi hak
atas kesehatan dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Menghormati hak atas Kesehatan
Dalam konteks ini hal yang menjadi perhatian utama bagi negara adalah Tindakan
atau kebijakan “apa yang tidak akan dilakukan” atau “apa yang akan dihindari”.
Negara wajib untuk menahan diri serta tidak melakukan tindakan-tindakan yang
akan berdampak negatif pada kesehatan, antara lain : menghindari kebijakan
limitasi akses pelayanan kesehatan, menghindari diskriminasi, tidak
menyembunyikan atau misrepresentasikan informasi kesehatan yang penting,tidak
menerima komitmen internasional tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap
hak atas kesehatan, tidak menghalangi praktek pengobatan tradisional yang aman,
tidak mendistribusikan obat yang tidak aman.
b. Melindungi hak atas Kesehatan
Kewajiban utama negara adalah melakukan langkah-langkah di bidang legislasi
ataupun tindakan lainnya yang menjamin persamaan akses terhadap jasa
kesehatan yang disediakan pihak ketiga. Membuat legislasi, standar, peraturan
serta panduan untuk melindungi : tenaga kerja, masyarakat serta lingkungan.
Mengontrol dan mengatur pemasaran, pendistribusian substansi yang berbahaya
bagi kesehatan seperti tembakau, alkohol dan lain-lain, mengontrol praktek
pengobatan tradisional yang diketahu berbahaya bagi kesehatan.
c. Memenuhi hak atas Kesehatan
Dalam hal ini adalah yang harus dilakukan oleh pemerintah seperti menyediakan
fasilitas dan pelayanan kesehatan, makanan yang cukup, informasi dan
pendidikan yang berhubungan dengan kesehatan, pelayanan pra kondisi
Kesehatan serta faktor sosial yang berpengaruh pada kesehatan seperti :
kesetaraan gender, kesetaraan akses untuk bekerja, hak anak untuk mendapatkan.
identitas, pendidikan, bebas dari kekerasan, eksploitasi, kejatahan seksual yang
berdampak pada kesehatan.
Dalam rangka memenuhi hak atas kesehatan negara harus mengambil Langkah
langkah baik secara individual, bantuan dan kerja sama internasional, khususnya
di bidang ekonomi dan teknis sepanjang tersedia sumber dayanya, untuk secara
progresif mencapai perwujudan penuh dari hak atas kesehatan sebagaimana
mandat dari pasal 2 ayat (1) International Covenant on Economic, Social and
Cultural Right (ICESCR).

1) Hak ibu, Hak anak dan kesehatan reproduksi.


a) mengurangi angka kematian bayi dan anak di bawah usia 5 tahun; pelayanan
kesehatan seksual dan reproduksi; akses terhadap Keluarga Berencana (KB);
perawatan sebelum dan sesudah melahirkan; pelayanan gawat darurat dalam
bidang obstetri (kebidanan); akses dan sumber daya yang dibutuhkan
sehubungan dengan Kesehatan reproduksi.
2) Hak atas lingkungan alam dan tempat kerja yang sehat dan aman.
a) Tindakan preventif terhadap kecelakaan kerja dan penyakit;
b) Air minum yang sehat dan aman serta sanitasi dasar;
c) Pencegahan dan menurunkan kerentanan masyarakat dari substansi yang
membahayakan seperti radiasi, zat kimia berbahaya, kondisi lingkungan yang
membahayakan;
d) Industri yang higienis;
e) Lingkungan kerja yang sehat dan higienis;
f) Perumahan yang sehat dan memadai;
g) Persediaan makanan dan nutrisi yang cukup;
h) Tidak mendorong penyalahgunaan alkohol, tembakau, obat-obatan dan
substansi yang berbahaya lainnya.
3) Hak pencegahan, penanggulangan dan pemeriksaan penyakit.
a) Pencegahan dan penanggulangan serta pengawasan penyakit epidemik dan
endemik, penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan;
b) Pembentukan program pencegahan dan pendidikan bagi tingkah laku yang
berkaitan dengan kesehatan seperti penyakit menular seksual (PMS),
HIV/AIDS, penyakit yang berhubungan dengan kesehatan seksual dan
reproduksi;
c) Promosi menenai faktor sosial yang berpengaruh pada kesehatan, misalnya
lingkungan yang aman, pendidikan, pertumbuhan ekonomi dan keseteraan
gender;
4) Hak atas perawatan;
a) Bantuan bencana alam dan bantuan kemanusiaan dalam situasi darurat;
b) Pengendalian penyakit dengan menyediakan teknologi, menggunakan dan
meningkatkan ketahanan epidemi serta imunisasi.
5) Hak atas fasilitas kesehatan, barang dan jasa.
a) Menjamin adanya pelayanan medis yang mencakup upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif baik fisik maupun mental;
b) Penyediaan obat-obatan yang esensial;
c) Pengobatan atau perawatan mental yang tepat;
d) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya kesehatan seperti
organisasi bidang kesehatan, sistem asuransi, secara khusus partisipasi dalam
keputusan politik di level komunitas tertentu dan negara.
Penyelesaian Kondisi Tersebut:
Usulan yang dapat dilakukan yaitu mengadakan MMD (Musyawarah Masyarakat
Desa) yang melibatkan masyarakat, kader, lintas sector (Kelurahan maupun
kecamatan), pihak puskesmas, dan Pemangku Kebijakan dari Pemda (Dinas
Kesehatan) sehingga dalam MMD tersebut dapat dibahas menganai Permasalahan
yang muncul di baut Bay agar dapat dilakukan intervensi untuk mengatasi
beberapa kondisi sebagai berikut:
a. Masalah Pencemaran Lingkungan dan Sarana Air Bersih
Koordinasi dengan lintas sector terkait, terkait pencemaran lingkungan limbah
pabrik, sehingga dapat dilakukan audiensi kepada pihak pabrik agar dapat
melakukan pengelolaan limbah dengan baik, sehingga dapat memperbaiki
instalasi pembuangan limbah dengan baik.
Mengenai permasalahan sarana air bersih dan MCK, setelah pencemaran
lingkungan teratasi, limbah pabrik teratasi maka dapat berkoordinasi dengan
PDAM atau menggunakan PAMSIMAS dengan swadaya masyarakat dengan
anggaran dari dana desa sehingga kebutuhan sarana air bersih dan MCK dapat
terpenuhi.
b. Masalah Ketersediaan Tenaga Medis
Permasalahan ketersedianya tenaga kesehatan (bidan desa dan dokter umum),
melakukan koordinasi dengan kepala puskesmas terkait pengadaan tenaga
Kesehatan (SDM) melalui kerja sama dengan Dinas Kesehatan sehingga dapat
dilakukan penggantian bidan yang sedang hamil tersebut, dan menambah jumlah
dokter umum.
Pemerintah melakukan pengaturan penyaluran dana pada fasilitas kesehatan,
jumlah tenaga kesehatan yang tersedia, sehingga dapat meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan. Pemerintah harus menaikknan APBN minimal sebesar 5%
untuk kesehatan sebagaimana yang diamanatkan UU No. 39 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.
c. Masalah Akses menuju Puskesmas
Mengenai sulitnya transportasi umum yang hanya sehari sekali, dapat melakukan
koordinasi dengan dinas perhubugan agar dapat menambah moda transportassi
untuk memudahkan akses ke puskesmas. Selain itu Puskesmas dapat membuat
inovasi program untuk jemput bola melalui Puskesmas Keliling yang dapat
diadakan setiap minggunya di dusun-dusun tersebut, sehingga dapat memudahkan
masyarakat untuk berobat dan menjangkau layanan Kesehatan.
d. Masalah Ketersediaan Obat-obatan
Dinkes perlu memberikan tenaga Apoteker agar dapat melakukan monitoring
terkait ketersediaan stok obat atau pihak Puskesmasn Baut Bay melakukan
laporan stok obat kepada dinkes sehingga ketersedaan obat di Puskesmass dapat
terpenuhi.

Sumber Referensi:
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
2. Buletin Kontras BPJS, http://kontras.org/backup/buletin/indo/bpjs.pdf
3. Komnas HAM. 2020. Standar Norma Pengaturan Nomor 4 tentang Hak atas
Kesehatan, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai