KAJIAN PUSTAKA
bahwa bahan ajar adalah seperangkat alat pembelajaran yang didalamnya terdapat
beragam sumber materi pelajaran yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
agar pendidik (guru) mengembangkan RPP, dan didalam RPP terdapat sumber
belajar yang dipakai siswa. Seperti diketahui bahwa bahan ajar bagian dari sumber
belajar yang telah tersusun sistematis. Hal ini sejalan dengan Peraturan
belajar adalah bagian dari bahan/materi ajar. Sehingga, bahan ajar memiliki
kesamaan dengan materi ajar. Bahan ajar juga termasuk bagian dari perangkat ajar
audio, visual, audio-visual, dll.. Contoh dari bahan ajar bisa berupa buku,
seperangkat materi yang disusun sistematis sesuai dengan kurikulum yang berlaku
untuk digunakan sebagai sumber belajar siswa. Pada ahli Sungkono, dkk (2003: 1)
menerangkan bahwa bahan ajar adalah seperangkat bahan yang berisikan materi
materi pelajaran yang mengacu pada kurikulum dan digunakan untuk tercapainya
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditentukan. Seperti diketahui
melakukan pembaruan dan inovasi pada pendidikan di Indonesia, serta hal inilah
sesuai pada kebutuhan siswa. Sehingga, bahan ajar didalamnya berisikan konsep,
teori, ide, fakta, dll yang menjadi bagian dari sumber belajar siswa untuk
mencapai tuntutan dari kurikulum yang digunakan. Oleh sebab itu, pentingnya
yang dianut.
yakni jenis bahan ajar cetak dan bahan ajar noncetak. Jenis bahan ajar cetak
adalah bahan ajar yang hasil produknya berbentuk lembaran kertas. Contoh bahan
ajar cetak diantaranya: buku, modul, lembar kerja peserta didik (LKPD), dan
handout. Sedangkan, jenis bahan ajar noncetak adalah bahan ajar yang hasilnya
berupa inovasi teknologi tanpa dicetak. Contoh bahan ajar noncetak diantaranya:
bahan ajar diam dan display, audio, video, dan overhead transparencies (OHT)
a. Bahan Cetak (Printed), yakni suatu materi yang dituangkan dalam bahan
LKS, brosur, leaflet, wallchartt, foto atau gambar, dan model atau maket.
dituangkan dalam bentuk suara radio untuk dimainkan atau didenger oleh
lembar kerja siswa, brosur (bahan ajar yang hanya berisi selembaran kertas
b) Bahan Ajar Dengar (Audio) dapat berupa kaset (merekam dan menyimpan
data dalam bentuk audio), radio, piringan hitam (memutar lagu), dan
c) Bahan Ajar Pandang Dengar (Audio Visual) dapat berupa video compact
subjeknya dibedakan menjadi dua, yaitu: (a) bahan ajar yang dirancang dengan
seperti buku, LKS, handout, dan modul; dan (b) bahan ajar yang tidak dirancang
namun dapat digunakan sebagai media untuk belajar bagi siswa, seperti kliping,
film, koran, berita atau iklan. Peneliti tersebut juga mengelompokkan jenis bahan
ajar berdasarkan fungsinya, yaitu bahan presentasi, bahan referensi, dan bahan
belajar mandiri.
Jenis bahan ajar yang dikelompokkan berdasarkan cara kerja menurut Heinich,
proyeksi computer;
2) bahan ajar yang tidak diproyeksikan (gambar tidak dibuat benda secara
menampilkan), model;
3) bahan ajar audio (penyajian materi dalam bentuk suara), yakni kaset dan
compact disc;
4) bahan ajar video (penyajian materi dalam bentuk video), yakni video dan
film;
Menurut ahli Ellington dan Race (1997), jenis bahan ajar dikelompokkan
berdasarkan bentuknya, yaitu: 1) bahan ajar cetak dan duplikatnya, 2) bahan ajar
display yang tidak diproyeksikan, bahan ajar display diam yang diproyeksikan,
bahan ajar audio, 3) bahan ajar visual, 4) bahan ajar audio dengan visual diam, 5)
bahan ajar display diam yang diproyeksikan, 6) bahan ajar video, dan 7) bahan
sifatnya, yaitu:
a) bahan ajar berbasis cetak, seperti buku, pamplet, panduan belajar siswa,
bahan tutorial, peta, diagram, foto, bahan yang berasal dari majalah dan
koran, dst;
rekaman suara), siaran radio, slide, filmstrips (film panjang), film, video
cassette (kaset yang berisi video), siaran televisi, video interaktif,
conference.
tuntutan dari komponen kurikulum yang berlaku. Pada pembuatan bahan ajar
disusun dengan beberapa tujuan. Tujuan dari penyusunan bahan ajar yang baik
Tujuan dari penyusunan bahan ajar juga dibagi empat hal pokok, yaitu:
b. menyediakan variasi dari jenis pilihan bahan ajar untuk menarik minat
Fungsi dari bahan ajar dibedakan menjadi dua, bagi pendidik dan peserta
waktu.
1) Peserta didik dapat belajar secara mandiri, tanpa harus ada pendidik
2) Peserta didik bisa beradaptasi dengan mudah dan dapat belajar kapan
saja.
masing.
4) Peserta didik bisa belajar dari urutan materi yang dipilih olehnya.
pengalaman dan masukan agar dapat meningkatkan kualitas bahan ajar ataupun
disampaikan bahwa pengembangan bahan ajar adalah kegiatan yang diawali oleh
identifikasi kebutuhan bahan ajar yang diperlukan agar sesuai materi pelajaran,
untuk melakukan uji coba hingga evaluasi untuk mengetahui ketepatan dari
Bahan ajar memiliki tujuan untuk mengembangkan bahan ajar, diantaranya yaitu:
1) Bagi Guru
a. Diperolehnya bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dan kebutuhan
siswa.
b. Mendapatkan sumber belajar yang menjadi alternative belajar siswa selain buku
teks.
c. Sumber belajar siswa lebih luas karena menggunakan lebih dari dua referensi.
2) Peserta Didik
atau hukum dasar. Secara umum, asar adalah prinsip dasar yang
Sehingga, dapat dikatakan bahwa suatu bahan ajar perlu untuk memperhatikan
belajar bagi siswa. Maka, berikut ini asas dari mengembangkan bahan ajar adalah
sebagai berikut:
b. Asas Psikologis
c. Asas Pendidikan
d. Asas Kebahasaan
bahan ajar juga dapat berisikan tentang ciri-ciri dari beberapa bagian tubuh
tumbuhan.
2) Prinsip konsistensi (tetap/keajegan), yakni bahan ajar yang dikembangkan
generative, maka materi yang diajarkan pada bahan ajar harus pada alat
3) Prinsip kecukupan (tidak kurang dan tidak lebih), yakni bahan ajar yang
materi pada bahan ajar yang diajarkkan tidak boleh terlalu sedikit untuk
Mardia Hayati terdapat tiga prinsip pengembangan dengan tambahan satu prinsip
materi lain.
apabila materi nya terlalu sedikit bisa kurang membantu untuk mencapai
materi nya terlalu banyak dapat menghabiskan waktu terlalu lama yang
kurikulum.
d. Aktivitas
aktivitas, mulai dari aktivitas fisik dan psikis. Aktivitas fisik tersebut bisa
e. Motivasi
Pengembangan bahan ajar harus didukung dengan adanya motivasi
pemberi apresiasi, dan pemberi nasehat yang baik kepada siswa untuk
f. Individualitas
g. Lingkungan
h. Konsentrasi
kompetensi yang dimiliki pada setiap muatan pelajaran dan menjadi acuan
belajar adalah aktivitas dari hasil perencanaan guru agar siswa mampu
dilanjurkan pada pemilihan dan penentuan bahan ajar yang tepat dengan
beberapa hal, yakni: 1) pertimbangan dari tujuan yang hendak dicapai dalam
Model pembelajaran yang baik bagi siswa juga telah diatur pada PP No.
memotivasi siswa untuk aktif dalam berkreativitas secara mandiri sesuai dengan
mempelajari cara belajar siswa, bukan hanya mempelajari bagian dari suatu materi
sosiologis, system pembelajaran, atau teori lainnya. Sehingga, pada dasarnya tidak
ada model pembelajaran yang paling baik, tetapi yang ada adalah model
dari siswa.
Hal ini sesuai dengan teori kontruktivisme terkait pembelajaran sains yang
mengikutkan siswa pada proses sosial dengan adanya interaksi siswa terhadap
pembelajaran menjadi lebih efektif karena siswa dapat belajar untuk menemukan
dengan teori kontruktivistik yang didukung juga dari pendapat Ajeyalemi (2003),
terlihat dari belajar kolaboratif siswa dapat belajar suatu kasus atau kejadian yang
ditemui atau benar-benar terjadi disekitar siswa adalah sumber belajar yang tepat
konsep dan memecahkan masalah. Jannah et al, (2017) berpendapat juga bahwa
menemukan sumber belajar. Jadi dari banyaknya pendapat sumber dari peneliti
kehidupan sehari-hari.
kolaborasi.
11) Fenomena nyata yang terjadi dihubungkan atau berkaitan dengan materi
pembelajaran.
(misalnya, belajar materi tentang akar pada kunyit dari segi sains,
dikaitkan pada fungsi kunyit sebagai obat herbal, dan dikaitkan harga dari
yang berfokus pada konsep pemahaman dan dihubungkan pada topik atau
pengetahuannya sendiri.
model pembelajaran berbasis masalah. Sama halnya seperti model yang lain,
(Gerakan Literasi Nasional). Definisi dari literasi pada Buku Saku Gerakan
dan menulis.
dikembangkan karena diperlukan pada abad 21. Adapun, adanya tuntutan zaman
menjadikan GLN membentuk literasi dasar berikutnya selain literasi baca tulis,
Forum pada tahun 2015 untuk dimiliki dan digunakan oleh setiap individu. Maka,
dapat dikatakan bahwa seseorang yang mampu menguasai enam literasi dasar
unsur digital yang sesuai dengan pendapat dari Hoechman dan Poyntz bahwa
peran guru harus menggunakan literasi digital yang sesuai dengan anak-anak pada
yang harus dimiliki oleh siswa. Pembelajaran multiliterasi jika dilakukan secara
dan keterampilan untuk dapat digunakan dalam pembelajaran. Kondisi ini yang
dipelajari.
memahami konsep secara luas untuk dipahami dan tersimpan pada memori
jangka panjang.
mengajarkan siswa.
2.1.5 Pembelajaran IPAS di Sekolah Dasar
IPAS (Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial) muncul pada muatan pelajaran
Berdasarkan Buku Saku Kurikulum Merdeka yang dibuat oleh Direktorat Sekolah
dibentuknya kurikulum Merdeka adalah adanya hasil studi kasus terkait anak-anak
di Indonesia yang memiliki minat baca rendah dan tidak mampu memahami
dasar, yakni fase A untuk kelas I dan kelas II, fase B untuk kelas III dan IV, serta
pelajaran antara IPA dan IPS menjadi Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial. Tujuan
dari penggabungan kedua muatan pelajaran tersebut menurut buku saku adalah
menjadikan siswa lebih memahami lingkungan sekitar yang tentunya tidak hanya
mencakup tentang alam, tetapi juga interaksi sosialnya. Selain itu, penggabungan
kedua muatan pelajaran mengacu pada perkembangan anak sekolah dasar yang
melihat segala sesuatu secara utuh atau konkret disekitarnya. Seperti diketahui
bahwa lingkungan siswa tidak hanya ada orang-orang, tetapi juga alam. Jadi,
kajian penelitian tersebut kuat, maka diperlukan kajian empiris dari penelitian
sebelumnya. Hal ini berguna untuk memperkuat kajian pengembangan bahan ajar
ajar ini dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan generic siswa.
Hal ini terlihat dari kriteria kevalidan bahan ajar adalah sangat valid dengan skor
3,26 yang berada pada interval 3,25 ≤ Va < 4,00. Maka, hal ini juga mengacu
pada rata-rata dari penilaian validator, yakni pada silabus dengan skor 3,19
(valid), RPP dengan skor 2,97 (valid), dan alat evaluasi/penilaian (sangat valid).
Pada aktivitas guru berada pada kriteria yang sangat baik setelah melakukan
dibuktikan melalui hasil uji paired sample t-test dengan thitung = 4,2976 > ttabel
= 2,131, dan KKM melebihi 65, serta hasil belajar klasikal mencapai ketuntasan
dengan terlihat dari hasil Zhitung = 1,218 > Ztabel = 0,82 atau dalam bentuk
persentase 75 %. Hasil pada uji t diperoleh nilai thitung 0,7421 untuk data pada
hasil belajar dari kelas eksperimen dan kelas control. Maka, perbandingan thitung
= 0,7421 > ttabel = 0,032, hal ini menandakan bahwa hasil belajar pada kelas
yang dilakukan oleh peneliti adalah keterampilan pada generic siswa meningkat
dan kepraktikan dari bahan ajar yang dikembangkan memberikan 100 % respond
2.2.2 Hasil Penelitian oleh Tesa Liantika Putri, Azizahwati, Nur Islami (2018)
siswa. Adapun, instrument pengumpulan data menggunakan tes dari hasil belajar
analisis deskriptif dan inferensial. Pada hasil analisis deskriptif didapatkan rata-
rata kelas eksperimen 71,05 % dan kelas kontrol 63,33 % dengan kategori
pembelajaran berada pada kondisi baik dan cukup baik. Hasil dari paired sample t-
test menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar pada kognitif siswa
test dari analisis inferensial kepada kedua kelas didapatkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sehingga,
hasil dari penelitian adalah model PhenoBL dapat meningkatkan hasil belajar
2.2.3 Hasil Penelitian oleh Bella Pratiwi, Jimmi Copriady, Lenny Anwar
(2021)
berpikir kritis pada materi termokimia. Metode yang digunakan pada penelitian
keterampilan berpikir kritis menggunakan metode tes skor N-gain, yakni meliputi
rata-rata kelas eksperimen pada skor 0,72 dengan kategori tinggi, dan rata kelas
kontrol pada skor 0,34 dengan kategori sedang. Selanjutnya, dilakukannya analisis
0,000 < 0,05, diartikan Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini menandakan bahwa e-
modul berbasis fenomena mengalami perbedaan signifikan pada kemampuan
2.2.4 Hasil Penelitian oleh Naimitil Jannah, Noor Fadiawati, Lisa Tania
(2017)
dengan model yang digunakan setelah menggunakan bahan ajar. Hasil penelitian
didapatkan bahwa telah diperoleh e-book interaktif pada materi pemisahan cahaya
Persentasi dari hasil validasi ini didasarkan oleh penilaian para ahli pada aspek
secara berturut-turut 100 % - 100 % - 96,77 %. Selain itu respond dari guru
dikatakan valid pada aspek kesesuaian isi dengan kurikulum yang berlaku 100 %,
dan respond siswa yang valid terhadap aspek keterbacaan adalah 91,67 %.
kelayakan, uji respond guru dan siswa, serta wawancara tidak terstruktur.
sangat layak terhadap aspek media, 90 % dalam kategori sangatt baik terhadap
respond guru, dan respond siswa 81 % dalam kategori sangat baik. Maka, dapat
learning layak digunakan sebagai sumber belajar untuk dapat mengarahkan pada
dilakukan dengan pemerolehan data melalui wawancara, observasi, dan tes. Hasil
pembelajaran terbilang tinggi sebesar 83,33 % pada aktivitas siswanya. Hal ini
didukung dari peningkatan minat belajar dilihat dari perubahan sikap siswa
menjadi antusias dan aktif untuk berdiskusi contoh dari fenomena social.
Peningkatan minat juga diperoleh dari hasil evaluasi kuesioner, yakni pada skor
minat belajar rendah, dan pada skor kedua menggunakan modul berbasis
fenomena social memperoleh rata-rata 4,18 dengan kategori minat belajar tinggi.
ada yang terletak pada penggunaan bahan ajarnya dan phenomenan based learning
bahan ajar dilakukan untuk mempermudah dalam penyajian materi IPAS pada
memunculkan minat, dan berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPAS. Tujuan
yang paling utama dari penelitian pengembangan bahan ajar berbasis phenomenon
fenomena atau kejadian disekitar peserta didik sebagai cara untuk menemukan
pembelajaran yang dimana suatu kejadian yang dialami atau berada disekitar
itu dikenal dengan 6 literasi dasar, yakni literasi baca tulis, literasi numerasi,
literasi sains, literasi digital, literasi finansial, literasi budaya dan kewargaan.
Literasi baca tulis diartikan sebagai kemampuan memahami isi dari suatu
symbol pada matematika dasar. Literasi sains diartikan sebagai kemampuan dalam
memahami dan memiliki sikap sesuai budaya Indonesia, serta sebagai warga
negara. Maka, multiliterasi menjadi tuntutan abad 21 yang harus dimiliki oleh
siswa.
terdapat berbagai sumber yang sesuai kompetensi dasar yang harus dikuasai pada
multiliterasi didapatkan dari kejadian nyata atau berada di sekitar siswa, sehingga
social. Maka, model pembelajaran berbasis fenomena ini tentunya akan banyak
terlibat pada kehidupan alam dan sosialnya, serta adanya keterhubungan dengan
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir