Anda di halaman 1dari 28

MAKNA LABA BAGI PELAKU BADAN USAHA MILIK DESA

(BUMDES) BERDASARKAN PERSPEKTIF ISLAM


(Studi pada BUMDes Yamfa’u Linnas Desa Gapura Timur Kecamatan
Gapura)

SKRIPSI

Oleh:
IKIMA NUR AULIA
NPM. 719221344

Program Studi Akuntansi


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS WIRARAJA
202
A. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya setiap badan usaha, baik itu usaha dagang, manufaktur,
ataupun jasa memiliki tujuan untuk memperoleh laba yang optimal sebab, laba
merupakan elemen yang menjadi perhatian pelaku usaha guna untuk
mempersentasikan kinerja perusahaan secara totalitas. Dalam sejarah
dijelaskan, bahwa sampai saat ini keuntungan menjadi tujuan dalam berdirinya
suatu bisnis.
Konsep Laba dalam laporan keuangan merupakan komponen penting yang
mampu menggambarkan kemampuan pelaku usaha dan mengoperasionalkan
bisnis dan usaha (Myers et al., 2007). Sebagai sebuah informasi dalam laporan
keuangan, konsep laba merupakan toools yang mampu menggambarkan
informasi terkait kemampuan pelaku usaha dalam mencapai kinerja organisasi
yang lebih positif (Lowe, Name, & Preda 2020). Oleh karena itu sebagai
sebuah indikator keberhasilan pelaku usaha serta gambaran laba kerap menjadi
tujuan utama yang selalu dikejar oleh pelaku bisnis maupun para penggiat
investasi (Kamrad et al., 2021).
Laba ialah kata yang tidak asing lagi bagi kalangan Stakeholder serta
makna laba telah banyak ditelaah dalam konteks akuntansi. Menurut
(Suwardjono, 2012: 495) laba dalam akuntansi diartiakan sebagai selisih
antara pendapatan dan biaya. dalam pandangan umum laba merupakan
keuntungan yang diperoleh suatu organisasi dari pendapatan dikurangi biaya
yang dikeluarkan. Sedangkan dalam pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No. 23 Tahun 2018 dijelaskan pendapatan (revenue) adalah
penghasilan (income) yang timbul dari aktivitas perusahaan yang biasa dikenal
dengan sebutan yang berbeda. Sehingga dapat disimpulkan bahwa income
merupakan perolehan hasil suatu organisasi dari hasil kegiatan sedangkan
revenue pendapatan yang diperoleh suatu organisasi baik kegiatan operasional
maupun dari kegiatan di luar operasionalnya. (Aldiwanto, Niswatin, Niswaty
2020)
Laba sebagai indikasi utama dan juga merupakan alasan mereka
mendirikan sebuah usaha. Seperti halnya Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes), Terbentuknya BUMDes dengan tujuan untuk meningkatkan
perekonomian desa, mengoptimalkan aset desa agar bermanfaat untuk
kesejahteraan masyarakat, membuka lapangan pekerjaan serta menciptakan
peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga.
Dengan memperoleh laba yang maksimal dari berbagai usaha yang telah
dijalankan, BUMDes dapat memenuhi tujuan tersebut.
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 1
ayat 6, BUMDes adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara lansung yang berasal
dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan
usaha lainnya untuk sebesar besarnya kesejahteraan masyarakat desa.
“(https://lifepal.co.id/, Diakses 21 Februari 2023).
BUMDes adalah terobosan terbaru yang patut diapresiasi dalam rangka
pemberdayaan ekonomi masyarakat yang baik dengan mengedepankan
partisipasi dan prakarsa masyarakat. masyarakat tidak boleh hanya menjadi
objek program, tetapi harus diperkuat kapasitasnya untuk mengawasi jalannya
usaha dari BUMDes. (Ni’matul Huda, 2015). menurut (Dewi 2014) BUMDes
adalah suatu lembaga atau badan perekonomian desa yang berbadan hukum
dibentuk dan dimiliki oleh pemerintah desa, diharapkan mampu menaungi dan
mewadahi usaha-usaha ekonomi dan dikelola secara ekonomis mandiri dan
profesional dengan modal seluruhnya atau sebagian besar merupakan
kekayaan desa yang dipisahkan.
Karena tujuan utama bisnis adalah untuk menghasilkan keuntungan,
sehingga tak jarang seorang pembisnis lupa bagaimana beretika dalam
mengambil dan menentukan keuntungan dalam islam. Maka tidak jarang
sebagai penjual atau pelaku usaha cenderung ingin mengambil keuntungan
sebanyak mungkin,yang akan mendorong perilaku negatif seperti kebohongan,
penipuan, dan lain-lain. Usaha dalam BUMDes yang berorientasi pada
transaksi sesuai dengan syariat islam seperti sifat saling kerjasama (gotong
royong). Berbanding lurus dengan corak kehidupan masyarakat desa yang
bersifat gemeinschaft yaitu diikat oleh sistem kekeluargaan yang kuat antar
penduduk desa saling mengenal satu sama lain. Dengan adanya nilai-nilai
tersebut tentunya memberikan pandangan bahwasanya di daerah pedesaan
sangat peduli budaya gotong-royong dan toleransi dalam melakukan suatu
pekerjaan dan tidak merugikan pihak lain dalam melakukan berbagai kegiatan
harus betul-betul transparan dan bertanggung jawab dalam pelaksanaanya,
sehingga laba yang didapat oleh BUMDes bermanfaat dan barokah.
Islam mengajarkan bahwa telah diberikan jalan hidup bagi seluruh
umat tanpa membedakan antra suku, agama, ras, dan lain sebagainya, oleh
karena itu setiap orang yang akan memimpin suatu daerah haruslah mampu
bersifat adil dan bijaksana bagi setiap golongan masyarakat termaksud dalam
pengelolaan badan usaha milik desa sihingga tidak ada perselisihan yang
timbul dikemudian sehingga menimbulkan pengelolaan usaha dari badan
usaha milik desa tidak berjalan sesuai harapan. Maka dari itu dalam islam itu
sendiri perbuatan atau pekerjaan yang harus bernilai ibadah, dan harus
dijalankan sesuai petunjukdari Allah SWT, karena untuk merubah dan
mengelola serta membangun desa harus memulai kerja kolektif dan kolegiat.
(Nata,Abdul 2021)
Konsep laba dalam Islam adalah asas suka sama suka, asas rida, dan
asas ikhlas dan juga menerima resiko yang ada. Prinsip “suka sama suka” ini
berarti islam menolak semua bentuk akad material yang mengandung unsur
riba karena berlawanan dengan akad ‘an taradin (contract consensual). Bisnis
yang ingat kepada Allah, tidak berorientasi pada keuntungan materi semata,
namun juga berorientasi pada keuntungan sosial dengan meningkatkan
ukhuwah islamiah. Seorang ahli hikmah, Jalaluddin Rumi berkomentar
“Saudagar yang teliti dengan hati yang arif, tak akan mengalami untung dan
rugi. Mungkin orang-orang yang rugi akan mersa kehilangan, tetapi perugi
yang kerja keras akan melihat cahaya, carilah keselamatan melalui imanmu”
Penerapan memaknai laba berdasarkan perspektif islam di lingkungan
BUMDes dapat memberikan dampak yang positif, yang mana dalam islam
manusia harus menjadikan Allah sebagai tujuan dengan senantiasa
mengaharap rida-Nya tidak semata-mata mengejar kenikmatan dunia (Dasuqi,
2008). Dunia adalah kehidupan yang sifatnya sementara dan apa yang telah di
perbuat manusia di dunia akan dipertanggungjawabkan kelak di kehidupan
yang kekal. Begitu pula dengan keuntungan yang telah di usahakan oleh
manusia di dunia akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Islam mengajarkan bahwa kehidupan di dunia tidak dapat dipisahkan
dengan kehidupan di akhirat, begitupun sebaliknya, apapun yang dikerjakan
manusia di dunia pasti akan mendapatkan balasan di dunia akhirat nanti oleh
Allah SWT. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an yang berbunyi :

َ‫ك لَنَ ْسـَٔلَنَّهُ ْم َأجْ َم ِعين‬


َ ِّ‫فَ َو َرب‬
“Maka demi Rabbmu, kami pasti akan menanyai mereka semua,
tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu.” (QS. Al-Hijr:92-93).

ۡ‫َو َما تَ ُك ۡونُ فِ ۡى َش ۡا ٍن َّو َما ت َۡتلُ ۡوا ِم ۡنهُ ِم ۡن قُ ۡر ٰا ٍن َّواَل ت َۡع َملُ ۡونَ ِم ۡن َع َم ٍل اِاَّل ُكنَّا َعلَ ۡي ُكم‬
‫اۡل‬ ۡ ۡ
‫ض َواَل فِى‬ ِ ‫ُشه ُۡو ًداـ اِذ تُفِ ۡيض ُۡونَ فِ ۡي ِه‌ؕ َو َما يَ ۡع ُزبُ ع َۡن َّربِّكَ ِم ۡن ِّمثقَا ِل َذ َّر ٍة فِى ا َ ۡر‬
‫ب ُّمبِ ۡي ٍن‬ٍ ‫ك َواَل ۤ اَ ۡكبَ َر اِاَّل فِ ۡى ِك ٰت‬
َ ِ‫ص َغ َر ِم ۡن ٰذ ل‬ ۡ َ‫ال َّس َمٓا ِء َواَل ۤ ا‬
“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu
ayat dari Al-Qur’an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan,
melainkan kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya
(QS. Yunus: 61).

Dari kedua ayat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa apapun yang manusia
kerjakan di dunia, pasti akan disaksikan oleh Allah SWT dan akan
diperanggung jawabkan di kehidupan akhirat kelak.
Dijelaskan oleh Amrullah (1987:6273), ayat tersebut diturunkan untuk
menjelaskan kepada manusia bahwa kehidupan bukan hanya kehidupan di
dunia saja, namun juga ada kehidupan di akhirat. Konsep maksimalisasi laba
akuntansi yang eksploitatif akibat pemaknaan laba yang hanya sebatas materi
kurang sejalan dengan laba secara islam yang tidak hanya diukur secara
material, tetapi juga secara sosial dan moral. Secara sosial adalah menciptakan
hubungan baik sesama manusia (hablum min al-nas) atau dengan kata lain
“berilah kepuasan pelanggan, dia akan datang lagi kepadamu memberi
keuntungan”. Sedangkan secara moral kita harus berpegang kepada tali Allah
(hablim minallah). Bagi Allah qudrat dan iradat (kekuasaan dan keinginan
yang bersifat mutlak).
Laba berdasarkan perspektif islam diterapkan oleh para pemangku
kepentingan, dimana pada aktivitasnya selalu melibatkan keberadaan tuhan
dan sesuai dengan yang terdapat dalam Al-Qur’an, maka tentu BUMDes
tersebut juga dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada seluruh
lapisan masyarakat untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan sejahtera.
Penerapan makna laba berdasarkan perspektif islam dapat memberikan
dampak positif bagi BUMDes Yamfa’u Linnas, sebagaimana dengan
pemangku kepentingan 100% muslim, alangkah baiknya jika dapat diterapkan
untuk memastikan setiap produk atau jasa yang dihasilkan dengan cara halal
dan tidak merugikan masyarakat sekitar. Oleh karena itu agar harta atau aset
yang di dapat di Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)Yamfa’u Linnas bisa
memberikan manfaat dan juga barokah yang tidak hanya berlaku di dunia saja
tetapi juga kelak di akhirat.
Penelitian yang terkait dengan makna laba diantaranya yaitu Mursy
dan Rosidi (2013). Yang berjudul Sentuhan Rasa Dibalik Makna Laba
memberikan hasil penelitian bahwa laba dimaknai sebagai rasa dalam wujud
rasa syukur kepada tuhan dan rasa bahagia atau rasa puas yang dapat
dirasakan oleh mata batin seseorang. Pada penelitian diatas terbukti bahwa
dari sekian banyak pelaku usaha yang melakukan usahanya dan berorientasi
pada laba materi, masih ada juga pelaku usaha yang melakukan usahanya
semata-mata ikhlas sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah dan sebagai
bentuk rasa bahagia. kemuadian Penelitian oleh Kurnia Ekasari (2014)
dengan judul Hermeneutika Laba Dalam Perspektif Islam. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa bisnis seharusnya dijalankan berdasarkan prinsip-
prinsip Al-Qur’an dan bisnis bukan hanya memaksimalkan pada laba tetapi
juga dapat memberikan kesejahteraan kepda sesama manusia, alam, dan
lingkunganya.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan pada BUMDes Yamfa’u
Linnas, pengurus BUMDes mengatakan bahwa desa kaya akan potensi yang
dapat dikelola untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan
masyarakat desa. Dengan meningkatkan perekonomian desa dan
mensejahterakan masyarakat desa Gapura Timur, tentu BUMDes perlu
memaksimalkan keuntungan dari beberapa segmen usaha yang dijalankannya
diantaranya, usaha Samsat, pelayanan BRI Link, jasa sewa tenda, pelayanan
penarikan PKH, dan unit usaha bersama lainnya. Yang belum terakomodasi
dan terkendala oleh banyak hal, mulai dari sumber daya desa yang belum
optimal dieksplorasi, juga usaha-usaha masyarakat.
Terbentuknya BUMDes Yamfau Linnas dapat meningkatkan
Pendapatan Asli Desa (PADesa) disetiap tahunnya, sehingga mampu menjadi
lembaga usaha desa yang dapat mensejahterakan masyarakat Desa Gapura
Timur. Beberapa penghargaan yang pernah diraih BUMDes Yamfa’u Linnas
salah satunya dinobatkan sebagai BUMDes yang paling bergeliat di Madura
dalam ajang Madura award 2017. Keberhasilan tersebut tentunya tidak
terlepas dari beragamnya pengelolaan bisnis serta manajemen laba yang
dilakukan oleh BUMDes Yamfa’u Linnas.
Penelitian terkait dengan interpretasi laba merupakan hal yang
menarik. Karena cara pandang seseorang terkait dengan makna laba
merupakan sebuah fenomena sosial yang secara nyata mempengaruhi aktivitas
sehari-hari (Tomkins & Groves, 1983) oleh karena itu, sehingga peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Makna Laba Bagi Pelaku
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes berdasarkan Perspektif Islam (studi
pada BUMDes Yamfa’u Linnas Desa Gapura Timur Kecamatan
Gapura)” dengan pendekatan fenomenologi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang
diangkat dalam penelitian ini adalah Bagaimana Upaya Pelaku Badan Usaha
Yamfa’u Linnas dalam Memaknai Laba Berdasarkan Perspektif Islam (studi
pada BUMDes Yamfa’u Linnas Desa Gapura Timur Kecamatan Gapura)?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana Upaya Pelaku Badan Usaha BUMDes Yamfa’u Linnas
dalam Memaknai Laba Berdasarkan Perspektif Islam (studi pada BUMDes
Yamfa’u Linnas Desa Gapura Timur Kecamatan Gapura)?

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan
menjadi referensi bagi mahasiswa khususnya mahasiswa Program
Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Wiraraja
Madura sebagai sumbangsih untuk pengembangan pengetahuan
tentang makna laba bagi pelaku usaha BUMDes berdasarkan
perspektif islam.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi penulis dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
makna laba dengan berdasarkan perspektif Islam.
1.4.3 Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian
sejenisnya dan bahan perbandingan bagi peneliti yang membahas
tentang makna laba bagi pelaku usaha BUMDes berdasarkan
perspektif islam.
1.4.4 Bagi Pemerintah
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi, menjadi
bahan rujukan dan pertimbangan untuk mengarahkan upaya makna
laba bagi pelaku usaha BUMDes berdasarkan perspektif islam.

1.5 Fokus Penelitian


Fokus penelitian bertujuan untuk membatasi penelitian dalam satu atau
lebih variabel, yang mana dengan adanya fokus penelitian ini maka
pembahasan dalam penelitian menjadi lebih terarah dan terpusat. Penelitian ini
difokuskan tentang makna laba bagi pelaku usaha BUMDes berdasarkan
perspektif islam.

B. Tinjauan Pustaka
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pengertian Akuntansi
Akuntansi sering dijuluki bahasa bisnis (the language of
business). Perubahan yang cepat dalam masyarakat telah menyebabkan
semakin kompleksnya bahasa tersebut, yang digunakan untuk mencatat,
meringkas, melaporkan, menginterpretasi data dasar ekonomi untuk
kepentingan perorangan, pengusaha, pemerintah, dan anggota
masyarakat lainnya.

Akuntansi adalah proses mengidentifikasikan, mengukur, dan


melaporkan informasi ekonomi untuk membuat pertimbangan dan
mengambil keputusan yang tepat bagi pemakai informasi tersebut.
Termasuk dalam definisi ini adalah keharusan bagi akuntansi untuk
mengetahui lingkungan sosial ekonomi sekitarnya. Tanpa pengetahuan
tersebut, mereka tidak akan dapat mengidentifikasikan dan membuat
informasi yang relevan.
2.1.2 Pengertian Laba
a. Laba
Laba adalah pendapatan oprasional dikurangi pajak, biaya
bunga, biaya penelitian dan pengembangan. Laba bersih disajikan
dalam laporan laba rugi dengan membandingkan pendaptan dan biaya.
Pengertian menurut (PSAK 46,2018) yaitu laba bersih selama satu
periode belum dikurangi beban pajak.
Menurut Suwardjono (2005;464) menjelaskan definisi laba
adalah: “Laba dimaknai sebagai imbalan atas upaya perusahaan
menghasilkan barang dan jasa. Ini berarti laba merupakan kelebihan
pendapatan diatas biaya (biaya total yang melekat dalam kegiatan
produksi dan penyerahan barang/jasa)”

b. Tujuan, Ciri dan Keunggulan Laba Dalam Ilmu Akuntansi


Laba dalam ilmu akuntansi memiliki tujuan sebagai berikut:
 Sebagai tolak ukur kinerja manajemen
 Untuk membedakan modal dengan laba
 Untuk memprediksi besaran dividen
 Sebagai salah satu dasar penentuan pajak
 Sebagai dasar pemberian bonus dan kompensasi kepada
manajemen

c. Ciri laba akuntansi yaitu:


 Laba akuntansi didasarkan pada transaksi akrual yang dilakukan
perusahaan dan disajikan dalam bentuk materi.
 Laba akuntansi dibatasi oleh periode yang merujuk pada kinerja
perusahaan selama periode tersebut.
 Laba akuntansi mensyaratkan bahwa pendapatan yang terjadi pada
suatu periode harus dikaitkan dengan biaya yang rlrvan dan layak.
Oleh sebab itu, konsep penandingan antara pendapatan dan beban
menjadi dasar utama laba akuntansi.
d. Keunggulan laba akuntansi adalah:
 Telah terbukti sepanjang sejarah bahwa laba akuntansi dapat
dijadikan dasar pengambilan keputusan.
 Laba akuntansi dilaporkan secara objektif dan dapat diuji
kebenarannya melalui bukti transaksi.
 Laba akuntansi dianggap bermanfaat untuk tujuan pengendalian
dan pertanggungjawaban manajemen.

e. Komponen laba
 Pendapatan
Pendapatan merupakan peningkatan manfaat ekonomi yang
berkaitan dengan kegiatan utama perusahaan yang ditujukan untuk
memperoleh laba dan pendapatan adalah kenaikan aset yang dimiliki
oleh perusahaan selain dari penambahan liabilitas dan kontribusi
pemilik.
 Beban
Beban adalah pengorbanan ekonomis yag dilakukan oleh
perusahaan dalam rangka untuk menghasilkan pendapatan dalam
dalam satu periode akuntansi.
 Biaya
Biaya adalah nilai kas atau ekuivalen kas yang digunakan untuk
barang atau jasa yang diperkirakan untuk membawa manfaat dimasa
sekarang atau dimasa depan pada suatu organisasi.
f. Jenis laba
 Laba kotor
Laba kotor adalah total pendapatan bersih atau penjualan bersih
yang dikurangi dengan harga pokok penjualan.
 Laba operasi
Laba operasi adalah laba kotor yang dikuragi dengan semua beban
yang terjadi selama satu periode selain beban bunga dan pajak.
 Laba sebelum pajak
Laba sebelum pajak adalah laba operasi yang sudah dikurangi
dengan beban bunga.
 Laba bersih
Laba bersih adalah laba sebelum pajak dikurangi dengan beban
pajak. Atau dengan kata lain, laba bersih adalah total dari
pendapatan atau penjualan bersih dikurangi dengan semua beban.

2.1.3 Pengertian Laba dalam perspektif kapitalisme


Makna laba dalam sistem kapitalisme berdasarkan pada ajaran
dari Adam Smith, seorang tokoh ekonomi kapitalisme liberal, yang
menjelaskan laba sebagai hasil dari pembagian kerja, kapital, pasar
bebas, dan harga pasar bebas serta dipengaruhi oleh tingkat upah buruh,
bunga, kolonialisme, kepastian kondisi ekonomi, dimana pasar harus
bebas dari intervensi pemerintah. Kebebasan ini mendorong
keserakahan kaum kapitalis untuk bersaing tajam dalam memperoleh
laba dengan memproduksi komoditi yang akhirnya menyebabkan
terjadinya kelebihan produksi. Akibatnya terjadi krisis ekonomi,
pengangguran, dan inflasi tinggi yang sulit dikendalikan. Bisa
disimpulakn dari penjelasan di atas adalah bahwa hakikatnya system
ekonomi kapitalis liberal adalah proses menciptakan laba. Tujuan utama
perusahaan adalah untuk menghasilkan dan memaksimalkan laba bagi
pemiliknya.
Hubungan antara kapital dan laba yang kemudian menentukan
pola perilaku manusia (Triyowono et al., 2016). Kapital yang
merupakan motor penggerak sistem sosial kapitalisme liberal harus
dikelola untuk mengasilkan laba yang akan diakumulasi menjadi kapital
baru. Perilaku pelaku ekonomi difokuskan untuk mengelola kapital
demi memaksimalkan laba. Salah satu aspek perilaku manusia yang
juga dipengaruhi oleh konsep laba yang dianut paham kapitalisme ini
adalah konsep akuntansi. Dampak negatif dari idealisme adalah
perilaku kecurangan akuntansi seperi window dressing atau manajemen
laba di mana manajemen berupaya untuk merekayasa laporan keuangan
perusahaan agar memperlihatkan kinerja keuangan yang diharapkan.
Hal ini tentu saja akan menyesatkan pihak yang berkepentingan.

2.1.4 Laba dalam perspektif islam


Berdirinya suatu usaha yang dilakukan tujuannya tidak lain
adalah untuk mencari keuntungan. Dapat diartikan keuntungan dalam
bahasa arab “al-ribh”. Dalam islam laba sering dikaitkan dengan
keberkahan rizki yang didapat. Banyak ulama’ yang menyampaikan
“untung sedikit yang penting berkah” sudut pandang dalam perspektif
islammenjadi tolak ukur yang sangat penting dalam memaknai laba.
Dan islam memberikan batasan dan arahan dalam memperoleh laba
sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an yang berbunyi:

‫ْأ‬ ٰ ٓ
ٍ ‫ٰياَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ا َمنُوْ ا اَل تَ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل آِاَّل اَ ْن تَ ُكوْ نَ تِ َجا َرةً ع َْن تَ َر‬
‫اض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل تَ ْقتُلُ ْٓوا‬
‫اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما‬
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar),
kecuaki dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka
diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah
Maha Penyayang kepadamu” (Q.S An-Nissa’ :29)

Dalam perniagaan, keridaan antara pihak tidak boleh dicedrai


dengan kecuranga. Seperti berpura-pura melakukan transaksi, misal
contoh ada pedagang yang sengaja menyewa orang untuk berpura-pura
menawar barang yang diminati oleh calon pembeli, supaya si calon
pembeli menaikkan harga tawarnya. Praktik seperti ini dilarang oleh
islam.
Lebih jauh dan lebih dalam, makna laba dalam bingkai
spiritualisme-religius yang didasarkan pada filsafat spiritualisme islam
Al-Ghazali bahwa laba adalah hasil kerja manusia yang diridai Allah
untuk dimanfaatkan demi kesejahteraan seluruh umat manusia,
lingungan sosial, dan kemakmuran lingkunagan alam (Triyuwono et al.,
2016). Laba tidak hanya dipandang sebagai hasil untuk memuaskan
tujuan berupa materi, tetapi untuk membangun akhlak mulia yang
sejlan dengan fitrah manusia yaitu rendah hati (Tawadhu’),
menguntungkan kepentingan umum (itsar), hidup sederhana, senang
membantu orang lain, dan selalu berbuat baik.
Dengan memandang laba sebagai rezeki dari Allah, maka
manusia harus mengupayakan meperolehnya tentu dengan cara-cara
yang diridai Allah dan menyalurkannya sesuai ketentuan ketentuan
syariah pula. Oleh karena itu, laba bukanlah sepeuhnya menjadi hak
pemilik modal karena modal diyakini sebagai titipan Allah untuk
dimanfaatkan dan dikelola sesuai denga ketentuannya. Dengan
memandang laba sebagai rezeki pemberian Allah, maka pemilik
perusahaan dan manjemen yang mengelola perusahaan tersebut akan
merasakan kedekatan kepada sang pemberi. Sehingga tujuan akhir dari
laba adalah untuk memperoleh keridhoan dan kedekatan kepada Allah.
Ada pendapat umum yang berkembang bahwa sistem ekonomi
Islam tidak mengenal maksimalisasi keuntungan karena dianggap tidak
berorientasi pada akhirat. Sayangnya tidak ada satu dalil dari Al-Qur’an
maupun As-sunnahnyang menyatakan hal tersebut. Sebaiknya, ada
beberapa dalil yang yang menyiratkan tentang bolehnya memperoleh
keuntungan dalam suatu aktivitas bisnis dan bahkan memandangnya
sebagai suatu berkah dan rahmat dari Allah yang harus diperjuangkan.
Terkait harta (termasuk keuntungan yang diperoleh darinya), hal yang
dipertanyakan pada hari pertanggumg jawaban kelak adalah “darimana
diperoleh” dan “kemana dibelanjakan” harta tersebut, bukan “mengpa”
diperoleh. Beberpa dalil baik Al-Qur’an maupun Al-Hadist yang
menjadi dasar diperbolehkannya menjadikan laba sebagai salah satu
tujuan suatu aktivitas ekonomi.
Masyarakat muslim yang memandang laba sebagai rahmat dari
Allah akan sangat hati-hati dalam hal cara perolehan serta
penggunaanya. Oleh karena itu, selain bertujuan untuk menyediakan
inforrrmasi keuangan kepada pengguna untuk pengambilan keputusan
ekonomi tujuan laporan keuangan dalam akuntansi syari’ah (Wiroso,
2011), sebagai berikut:

 Meningkatkan kepatuhan terhdap prinsip syariah dalam semua


transksi dan kegiatan usaha;
 Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah bila
ada perolehan dan penggunaannya;
 Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung
jawab entitas syariah terhadap amanah dalam mengamalkan dana,
menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak; dan
 Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh
penanam modal dan pemilik dana syirkah temporer, dan informasi
mengenai pemenuhan kewajiban fungsi sosial entitas syariah
termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, syadakah, dan
wakaf.

2.1.5 Pengertian BUMDes


Keseriusan pemerintah untuk memajukan desa desa sudah
dimulai dengan dikeluarkan peraturan pemerintah 75 Tahun 2005
tentang Desa, disebutkan bahwa untuk meningkatkan pendapatan desa
dan masyarakat, pemerintah desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik
Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi des. Hal tersebut berarti
pembentukan BUMDesa adalah atas prakarsa masyarakat desa.
Peraturan berikutnya adalah Pemendagri No. 39 Tahun 2010
tentang BUMDesa adalah usaha desa yang dibentuk atau didirikan oleh
pemerintah desa yang kepemilikan modal dan pengelolaanya dilakukan
oleh pemerintah desa dan masyarakat. Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat
dan pemerintah desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan
dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa. Menurut UU Nomor
32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah desa dapat mendirikan
badan usaha sesuai dengan potensi dan kebutuhan desa.

2.2 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu digunakan sebagai bahan referensi sebagai bahan
mengingat terhadap kesamaan konsep yang berkaitan dengan “makna laba
bagi pelaku badan usaha milik desa BUMDes (studi pada BUMDes Yamfa’u
Linnas Desa Gapura Timur Kecamatan Gapura)”. Adapun dari beberapa
penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, peneliti menyajikan
tujuh penelitian terdahulu yang dapat dijadikan referensi sebagai berikut:
Pertama, Desak Putu Dewanti Dewantara, Igan Budiasih, I Keut
Sujana dan I Gade Ary Wirajaya (2020) Accounting And Happiness:
Revealing The Meaning Of Profit From The Perpective Of Business Actors.
Berdasarkan penelitian tersebut Mengungkapkan makna laba dari perspektif
pelaku usaha, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif
dengan pendekatan fenomenologi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
keuntungan oleh pemilik merk “Donlos” dimaknai sebagai bentuk keuntungan
(materi) dan manfaat (non materi) dan diterima selama kegiatan usaha. Makna
laba dipengaruhi oleh perasaan (rasa suka terhadap apa yang dikerjakan) dan
pengalaman yang kemudian berkembang menjadi pengetahuan bagi
pengusaha.
Adapun perbedaan dalam penelitian ini adalah peneliti membahas
tentang makna laba bagi pelaku badan usaha milik desa (BUMDes)
berdasrkan perspektif Islam.
Kedua, Tenriwaru dan Fadlia Nararuddin (2019) Meaning Of
Profit For Students Of Accounting In Religious Based Education In The
City Of Makassar metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif deskriptif dengan pendekatan interpretif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak semua laba digunakan untuk kepentingan
operasional perusahaan, tetapi lebih dari itu laba juga harus digunakan untuk
ekspansi usaha. Setiap perusahaan mempunyai target labanya masing-masing,
dan jika sebagian dari laba tersebut dialokasikan untuk ekspansi perusahaan,
maka perusahaan akan bertahan dalam jangka waktu yang lama.
Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti akan menerapkan pemahaman
laba bagi pelaku BUMDes berdasarkna perspektif Islam agar dapat membantu
para pelaku BUMDes untuk mempertimbangkan dampak sosial dan moral
dalam kegiatan bisnis terebut.
Ketiga, Aldiwanto Landani, Niswatin, Nilawaty Yusuf (2020) yang
berjudul “Metafora Do’a Sebagai Makna Laba Dalam Perspektif Islam”
pendekatan yang digunakan adalah fenomenologi Islam untuk
mengekspolarasi ayat-ayat kauliyah deperoleh melalui pendapat para ulama’,
tafsir Qur’an, dan Hadist. Sedangkan untuk mengeksprolasiayat-ayat kauliyah
diperoleh melalui informasi pelaku bisnis. Hasil penelitian menunjukkan
makna laba dalam perspektif Islam adalah selamat dari kerugian didunia
dengan beriman, beramal sholih, berdakwah, dan bersabar. Iman sebagai dasar
utama, artinya mempunyai keyakinan bahwa yang mengatur semua yang ada
di dunia termasuk pergerakan bisnis adalah Allah SWT.
Perbedaan dalam penelitian ini ialah penelitian ini dilatar belakangi
oleh adanya BUMDes Yamfa’u Linnas Desa Gapura Timur, yang mana dalam
BUMDes tersebut para pelaku usahanya menganggap bahwa laba materi itu
penting sehingga dengan laba materi BUMDes dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat serta dapat membuat masyarakat Desa Gapura
Timur sejahtera. Maka peneliti akan merancang makna laba berdasarkan
perspektif Islam.
Keempat, “Hemeneutika Romantik Schleiermacher Mengenai
Laba Dalam Muqaddimah Ibnu Khaldun” artikel ini bertujuan untuk
mengungkapkan makna laba dalam pandangan Ibnu Khaldun yang
direfleksikan melalui Muqaddimah. dengan Hermeneutik Schleiermacher,
yaitu metode tafsir teks yang berorientasi pada wawasan historis dan
psikologis penulis, dapat dipahami bahwa Ibnu Khuldun memaknai laba
sebagai; 1) Tambahan nilai yang disebabkan karena adanya tambahan nilai
produksi, 2) Laba dipengaruhi oleh respon permintaan karena ada perubahan
harga dan kebutuhan masyarakat, 3) Laba harus tercipta dari kerja nyata yang
dapat menambah nilai barang/jasa, 4) Keuntu Natalia Paranaon (2020)
Perbedaan dalam penelitian ini adalah BUMDes Yamfa’u Linnas
memaknai laba masih berdasarkan pada materi. Maka dari itu peneliti akan
mengusulkan pemaknaan laba berdasarkan sudut pandang islam yang dimana
kehidupan yang dapat memberikan manfaat kepada masyarakat penting untuk
dilakukan
Kelima, “Makna Laba Bagi Pelaku Bisnis Waralaba” metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan satu orang informan kunci
untuk mengungkap secara mendalam, makna laba dalam bisnis waralaba Big
Bannas, hasil penelitian menunjukkan bahwa selama ini laba seringkali hanya
ditinjau berdasarkan penambahan materi belaka, yang diperlukan untuk
menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin
dikendalikan dimasa depan. Padahal laba juga mengenai konsekuensi lain atas
penyelenggaraan perusahaan bisnis, seperti pertanggung jawaban setinggi-
tingginya terhadap lingkungan alam disekitar bisnis itu dijalankan, termasuk
terkait aspek sumber daya karyawan, aspek kepemimpinan, serta aspek
persaingan dalam dunia bisnis. Maka laba bagi pemilik adalah laba materi,
laba kepuasan dan laba sosial.
Sedangkan perbedaan dalam penelitian ini adalah peneliti membahas
tentang pemaknaan laba bagi pelaku BUMDes berdasarkan perspektif Islam
agar dalam memaknai laba tidak hanya materi yang didahulukan sehingga
keuntungan atau laba tersebut tidak hanya didapat di dunia saja.
Keenam, “Laba Ketidakstabilan Makna” Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa laba memiliki makna denotasi konotasi. Laba tidak
hanya mengandung unsur materialisme, tidak hanya sebagai bentuk
kapitalisme, namun laba juga mengandung unsur-unsur humanisme. Realitas
para akuntan menghasilkan persepsi bahwa laba adalah hasil penandingan
(matching) antara penghasilan dan beban. Berbeda dengan kondisi tersebut,
realitas non akuntan justru lebih banyak menunjukkan aspek humanisme.
Persepsi tersebut sumuanya memiliki kebenaran masing-masing.
Pada penelitian ini membahas mengenai pemaknaan laba bagi pelaku
BUMDes berdasarkan perspektif islam sebagaimana islam tersebut merupakan
Rahmatan lil’Alamin yang artinya islam yang hadir di tengah kehidupan
masyarakat dan mampu mewujudkan kedamaian serta kasih sayang bagi
manusia maupun alam semesta.
Ketujuh, “Sentuhan Rasa Di Balik Makna Laba” studi ini berusaha
mengungkap makna laba sesuai dengan kebiasaan, tradisi dan kultur yang ada
di Rumah Sakit Aisyiyah. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan
pendekatan etnografi realis, mencoba mengungkap makna laba melalui
kebiasaan, adat istiadat, dan ritual yang telah berlangsung sejak lama di rumah
sakit.
Perbedaan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaku badan usaha
milik desa (BUMDes) memaknai laba berdasarkan pespektif islam, dengan
metode penelitian kualitatif serta tidak melibatkan angka atau statistik.
sehingga metode yang digunakan dalam penelitian ini berusaha mengkaji atau
menggambarkan secara mendalam dari fenomena yang dikaji.
Kedelapan, Kurnia Ekasari (2014) dengan judul Hermeneutika
Laba Dalam Perspektif Islam penelitian ini bertujuan untuk menggali
konsep laba dari perspektif islam. Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah konsep laba akuntansi konvensional dan ayat-ayat dalam
Al-Qur’an terutama yang berkaitan dengan perniagaan, perdagangan,
keuntungan dan kerugian. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa seharusnya
bisnis dibangun di atas prinsip-prinsip yang terdapat dalam Al-Qur’an. Tujuan
dari bisnis tidak hanya memaksimalkan laba perusahaan saja namun juga
harus memakmurkan sesama manusia, alam dan lingkungan sekitarnya. Bisnis
tidak hanya menguntungkan diri sendiri tetapi juga bermanfaat bagi
kemaslahatan umat
Adapun perbedaan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
fenomenologi, digunakannya pendekatan fenomenologi karena peneliti ingin
menggali makna laba bsgi pelaku BUMDes tanpa ada pengaruh dari siapapun.

2.3 Rancangan Isi

Latar Belakang
BUMDes Yamfa’u Linnas merupakan BUMDes yang terletak di Desa
Gapura Timur Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep. ang mana
dalam memaknai laba masih berdasarkan materi

Judul Penelitian
Makna Laba Bagi Pelaku Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
Berdasarkan Perspektif Islam

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada maka, rumusan
masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah Bagaimana Upaya
Pelaku Badan Usaha Yamfa’u Linnas dalam Memaknai Laba
Berdasarkan Perspektif Islam (studi pada BUMDes Yamfa’u Linnas
Desa Gapura Timur Kecamatan Gapura)?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Upaya
Pelaku Badan Usaha BUMDes Yamfa’u Linnas dalam Memaknai Laba
Berdasarkan Perspektif Islam (studi pada BUMDes Yamfa’u Linnas
Desa Gapura Timur.
Teknik Analisis Data dan Uji Keabsahan Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi
Harapan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah kemajuan terhadap
BUMDes Yamfa’u Linnas agar pemaknaan laba tidak hanya berfokus
2.4 pada
Kerangka Berfikir
laba materi saja, tetapi juga memikirkan akhirat.

Gambar 2.4

Kerangka Teori

Makna Laba

Teori Laba Teori Laba


Konvensional Islam

Pelaku Badan Usaha


Milik Desa Yamfa’u
Linnas di Desa Gapura
Timur

Bagaimana Pelaku
BUMDes Yamfa’u Linnas
Memahami Laba

Analisis Fenomenologi
Kesimpulan

C. Metodelogi Penelitian
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian tentang makna laba bagi pelaku Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) berdasarkan perspektif Islam studi pada BUMDes Yamfa’u Linnas
Desa Gapura Timur Kecamatan Gapura yang akan dilakukan oleh peneliti
dengan menggunakan motode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.
Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif yang memiliki tujuan agar
data yang diperoleh dari pelaku BUMDes mengenai makna laba agar dapat
terpaparkan secara jelas. Data yang dipaparkan secara jelas dan apa adanya
sesuai dengan kondisi sebenarnya, kedua dengan penelitian kualitatif lebih
mudah apanbila berhadapan dengan kenyataan, dan yang ketiga adalah adanya
kedekatan hubungan emosional antara peneliti dan responden sehingga akan
menghasilakn suatu data yang mendalam.
3.1.1 Fenomenologi
Fenomenologi merupakan studi interpretative yang bersifat apa
adanya twntang pengalaman manusia, yang bertujuan untuk memahami
dan menggambarkan situasi manusia, peristiwa dan pengalaman, “sebagai
sesuatu yang muncul dan hadir sehari-hari” (Von Eckartsberg, 1998: 3).
Pendekatan fenomenologi sebagai salah satu cara pembaruan untuk
memandang hubungan manusia dan lingkungan serta mempelajari kaitan
hubungannya. Tantangan besar dalam pendekatan fenomenologi yaitu
penggambaran hubungan yang erat antara manusia dengan dunia yang
saling terkait dengan subjek-objek formal. Untuk memahami hubungan
antar manusia dengan dunianya. Ada beberapa ciri-ciri pokok
fenomenologis yang dilakukan oleh peneliti fenomenologis menurut
Moleong (2007:8) yaitu: (a) memperhatikan pada keadaan yang ada,
dalam hal ini kesadaran tentang sesuatu benda secara jelas (b) memahami
arti peristiwa atau kejadian yang terjadi dan berkaitan dengan orang-orang
yang berada dalam situasi-situasi tertentu. (c) memulai dengan diam
kemudian dilanjutkan dengan pendeskripsian secara jelas fenomena yang
dialami secara langsung.
Peneliti melakukan penelitian dengan turun langsung ke lokasi
penelitian, mendeskripsikan dan menggambarkan kenyataan yang ada
serta melakukan pendekatan terhadap sumber informasi, sehingga
diharapkan data yang diperoleh akan lebih maksimal dan sesuai dengan
fenomena yang dialami oleh informan.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada pelaku Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) Desa Gapura Timur Kecamatan Gapura. Lama waktu penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dalam rentang waktu 6 bulan
terhitung dari bulan Maret 2023 sampai bulan Agustus 2023. Lokasi penelitian
dimaksudkan untuk mempermudah atau memperjelas lokasi yang menjadi
sasaran dalam penelitian. Adapun alasan dipilihnya lokasi penelitian di Desa
Gapura Timur Kecamatan Gapura sebagai lokasi penelitian yaitu karena di
Desa Gapura Timur belum pernah diadakan penelitian yang serupa khususnya
makna laba bagi pelaku BUMDes berdasarkan perspektif Islam. Selain itu,
karena BUMDes yang berada di Desa Gapura Timur merupakan salah satu
BUMDes di Kecamatan Gapura yang cukup maju dan memiliki usaha yang
banyak yang dapat meningkatkan perekonomian dengan demikian ingin
mengetahui bagaimana mereka memahami makna laba berdasarkan perspektif
Islam.

3.3 Sumber Data


Dalam penelitian ini ada dua sumber yang akan peneliti gunakan yaitu
seumber data primer dan sumber data sekunder.
1. Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
sumberyaitu data dari Pelaku BUMDes Yamfa’u Linnas Desa
Gapura Timur.
2. Sumber data sekunder adalah sumber data yang memberikan
informasi atau data tambahan yang dapat memperkuat data pokok,
yang berupa manusia atau benda (buku, penelitian terdahulu) dan
beberapa referensi buku akuntansi, serta data-data lain yang
berkaitan tentang pemahaman makna laba bagi dan penentuan laba
3.4 Informan
Pada penelitian ini peneliti menggunaakan informan sebagai
narasumber pada penelitian yang dikelompokkan sebagai berikut:

3.4.1 Informan Kunci


Informan kunci dalam penelitian ini adalah ketua BUMDes
Yamfa’u Linnas Bapak Mas’odi, S.Pd.I dan pelaku BUMDes
Yamfa’u Linnas Ilham Al Farisi, dan Wildan Al Ghafur
3.4.2 Informan Pendukung
Informan pendukung dalam penelitian ini adalah sekretaris
BUMDes Yamfa’u Linnas Adzima, S.Pd.I dan Aparatur Desa
Gapura Timur dan masyarakat desa Gapura Timur Bapak Hendri
dan bapak sutisno

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang dilakukan menggunakan metode
observasi (pengamatan), interview (wawancara), kuiseoner (angket),dan
dokumentasi. Observasi dilakukan dengan cara mengetahui pemaknaan laba
berdasarkan perspektif Islam bagi pelaku BUMDes Yamfa’u Linnas,
berdasarkan wawancara awal dilakukan dengan beberapa informan dalam hal
pemaknaan laba berdasarkan perspektif Islam, dan terdapat beberapa harapan
yang diinginkan oleh para pengurus BUMDes Yamfa’u Linnas untuk
mengatasi beberapa masalah yang terjadi pada BUMDes Yamfa’u Linnas.
Selain itu dilakukan kuiseoner dan dokumentasi yang ada didalam BUMDes
tersebut. Berikut teknik pengumpulan data yang dilakukan:

1. Observasi
Suatu bentuk penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan
pengamatan baik secara bertemu langsung maupun tidak. Melakukan
peninjauan lansung ke BUMDes Yamfa’u Linnas dengan tujuan untuk
mengetahui bagaimana pelaku BUMDes dalam memaknai laba berdasarkan
perspektif Islam.
Observasi secara lansung merupakan hal yang dianggap perlu untuk
dilakukan dari pada hanya sekedar menjadi saksi, karena peneliti secara
lansung melakukan wawancara mengenai pemahaman makna laba bagi
pelaku BUMDes berdasarkan fenomena yang terjadi dalam BUMDes
Yamfa’u Linnas
2. Metode Wawancara
Dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara yang
digunakan untuk menggali data BUMDes, baik dari sejarah, profil
BUMDes, visi misi BUMDes sampai informasi bagaimana pemaknaan laba
bagi pelaku BUMDes Yamfa’u Linnas berdasarkan perspektif Islam, yang
mengarah pada pertanyaan-pertanyaan berdasarkan informasi-informasi
yang diperoleh pada saat wawancara sedang berlansung, pertanyan yang
telah disiapkan oleh peneliti selanjutnya akan disampaikan selama
terjadinya proses percakapan antara peneliti dengan informan.
3. Metode Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode
observasi dan wawancara, sehingga akan lebih dapat terpercaya atau
mempunyai kredibilitas yang tinggi jika didukung oleh beberapa gambar,
foto-foto saat wawancara, serta data-data dalam bentuk hardcopy maupun
softcopy.

3.6 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif. Dengan pendekatan fenomenologi untuk mengamati,
memahami, menggali lebih dalam serta memberikan gambaran atas kejadian
yang dialami oleh orang-orang yang biasa dalam situasi tertentu. Penelitian
fenomenologi menjadi bagian dari penelitian kualitatif karena mencoba untuk
mengamati fenomena atau kejadian sosial yang secara natural terjadi
berdasarkan kejadian nyata sesuai yang terjadi dilapangan, terkait pemaknaan
laba bagi pelaku BUMDes berdasarkan perspektif Islam. Adapun tahapan
analisis terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Pada tahapan reduksi data peneliti akan mengumpulkan data penelitian
sebanyak mungkin melalui metode observasi, wawancara mendalam atau
dari berbagai dokumen yang berkaitan dengan subjek yang ditelitiyang
dilakukan pada BUMDes Yamfa’u Linnas Desa Gapura Timur Kecamatan
Gapura.
2. Display Data atau Penyajian Data
Data yang telah diperoleh melalui pengamatan dan observasi langsung
pada BUMDes Yamfa’u Linnas. Data yang diperoleh begitu kompleks
sehingga tidak memungkinkan untuk dijabarkan secara menyeluruh maka
dari itu perlu adanya penyajian data, yang harus dilakukan oleh peneliti
adalah harus menguraikan dan menjabarkan secara terstruktur dan secara
bersama-sama sehingga data yang diperoleh dari BUMDes Yamfa’u
Linnas akan sistematis sesuai dengan urutan serta dapat menjelaskan atau
menjawab topik dari permasalahan yang diteliti.
3. Mengambil Kesimpulan
Setelah penyajian data yang dilakukan selanjutnya menarik kesimpulan
dari analisis data-data penelitianyang dilakukan pada BUMDes Yamfa’u
Linnas. Mengambil kesimpulan merupakan satu bagian dari reduksi data,
dan display data sehingga peneliti dapat menyimpulkan desuai dengan
data-data atau fakta yang ditemukan dalam proses penelitian.
3.7 Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data sangat dibutuhkan dalam penelitian kualitatif, oleh
sebab itu, agar data yang diperoleh oleh peneliti dapat dipertanggung
jawabkan maka dilakukan keabsahan data serta dilakukan verifikasi pada
data tersebut. Uji keabsahan data dapat dilakukan melalui empat
komponen, yaitu:
1. Uji Kredibilitas
Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian
kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamat,
peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman
sejawat, analisis kasus negatif, dan membercheck. Dalam penelitian ini, uji
kredibilitas dengan cara triangulasi. Triangulasi dibagi menjadi tiga, yaitu
triangulasi sumber, triangulasi teknik dan triangulasi waktu.
1) Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa
sumber. Untuk menguji kredibialitas data tentang makna laba bagi
pelaku badan usaha milik desa (BUMDes) berdasarkan perspektif
Islam, maka pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh
dilakukan sekretaris BUMDes Yamfa’u Linnas desa Gapura Timur,
ketua BUMDes dan para pelaku BUMDes serta masyarakat desa
Gapura Timur. Data yang diperoleh dari dari ketiga sumber
tersebut dideskripsikan, dikategorikan, mana pandangan yang
sama, mana yang berbeda, dan mana spesifik dari tiga sumber
tersebut.
2) Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas dan dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan
teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara,
lalu dicek dengan observasi maupun dokumentasi.
3) Triangulasi Waktu
Waktu juga sering dipengaruhi kredibilitas data. Data yang
dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat
narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan
data yang lebih valid sehingga lebih kredibel.
2. Pengujian Transferability
Dalam penelitian kualitatif, proses ini akan membuat orang lain yang
membaca dapat memahami keseluruhan hasil penelitian, oleh sebab itu
peneliti saat membuat laporan akan memberikan uraian/gambaran yang
rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya (Sugiono, 2017:277). sehingga
pembaca menjadi lebih jelas dan paham terhadap hasil penelitian yang
peneliti lakukan, serta dapat atau tidaknya mengaplikasikan hasil
penelitian peneliti ini pada objek yang berbeda.
3. Pengujian Dependability
Dependability disebut reliabilitas, karena penelitian dikatakan reliabel,
apabila orang lain dapat mengulangi proses yang dilalui dalam penelitian
ini. Pengujian dilakukan dengan mengaudit terhadap keseluruhan proses
penelitian (Sugiono, 2017:277). Karena peneliti dibimbing oleh dua orang
pembimbing untuk dapat mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti saat
melakukan penelitian. Melaluui proses ini, akan dilihat bagaimana peneliti
mulai menemukan fokus kajian penelitian, memasuki obyek penelitian,
menentukan sumber data, melakukan analisis data maupun menguji
keabsahan data, hingga membuat kesimpulan dari rumusan yang dibuat.
4. Pengujian Confirmability
Confirmability disebut sebagai pengujian obyektivitas penelitian,
karena apabila hasil penelitian sudah disepakati oleh banyak orang yang
dilalui dengan serangkaian proses yang sudah dilakukan oleh peneliti.
Apabila hasil penelitian sudah memenuhi keseluruhan proses penelitian
yang dimaksud, maka penelitian yang peneliti lakukan dianggap
telahmemenuhi standart confirmability.

Anda mungkin juga menyukai