Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ZAKAT PROFESI

Dosen Pengampu : Ghoffar ismail, S.Ag., M.A.

Disusun oleh :

Farah Rahayuni Amanda 20170720067

Pratika Nur Indriyana 20170720153

Rifka Maulida 20170720163

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2018
A. PENDAHULUAN
Islam merupakan agama yang sempurna dan satu satunya agama yang
diridhai oleh Allah ta’ala. Segala aspek kehidupan manusia telah ditentukan
aturan dan pedomannya oleh Islam. Mulai dari hubungan antara manusia
dengan tuhannya maupun antara sesama manusia. Hubungan antar manusia
inilah yang di sebut muamalah. Sebagai bentuk dari tugas sebagai khalifah
dimuka bumi ini. Yaitu menjalin hubungan yang baik dengan sesama maupun
menjaga dan memakmurkan bumi Allah ini dan salah satu bentuk dari
menjalin hubungan antara manusia adalah kegiatan ekonomi.

Kegiatan ekonomi merupakan suatu upaya sebagai bentuk untuk


memenuhi kebutuhan manusia. Mereka mendapatkan kebutuhannya dengan
sebuah usaha yang mana dalam usaha tersebut nantinya akan menghasilkan
sesuatu seperti uang sebagai alat pembayaran yang digunakan. Untuk
menjamin kemakmukan serta kesejahteraan dalam hidup maka Islam
mengatur bagaimana bermuamalah dengan baik yang berlandaskan dengan al-
Qur’an dan as-Sunnah. Oleh sebab itu untuk mewujudkan suatu masyarakat
yang adil makmur dan sejahtera Islam mengatur sistem ekonominya agar
terorganisir sedemikian rupa sehingga harta tidak hanya berputar pada orang
orang yang berekonomi menengah keatas

Islam mempunyai peraturan yang sistematis dalam hal keharta


bendaan. Salah satunya perihal zakat, infaq, dan shodaqah. Aturan tersebut
telah ditetapkan oleh Allah agar nantinya harta yang di zakatkan maupun yang
di shodaqahkan dapat di berikan kepada orang orang yang berhak
menerimanya. Zakat merupakan sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan
setiap muslim yang mampu sebagai bentuk untuk membersihkan diri.zakat
dibagi menjadi dua yaitu zakat fitrah dan zakat mall. Dalam pandangan al-
Ghazali zakat merupakan jenis ibadah yang berbentuk ritual sekaligus material
tidak seperti ibadah syahadat, shalat atau puasa (marimin, 2015) Salah satu
bagian dari zakat mall adalah zakat profesi. Pada Makalah ini akan membahas
lebih lanjut mengenai ketentuan dan jenis-jenis zakat profesi.
B. Pengertian Zakat Profesi
Zakat secara bahasa sebagaimana dijelaskan oleh Abu Muhammad Ibnu
Qutaibah berasal dari kata az-zaka` wa an-nama` wa az-ziyadah. Dinamakan
demikian karena zakat menumbuhkembangkan harta. Sedangkan dalam literatur
Arab memperkenalkan zakat profesi dengan sebutan zakatu kasb al-amal wa al-
ِ ‫ ) َك ْس‬yang secara terjemahan bebas berarti
mihan al- hurrah ( ُ‫بُال َع َم ِلُوالم َه ِنُالح َّر ُِة زكاة‬
zakat atas penghasilan kerja dan profesi bebas.
Perbedaan zakat profesi dengan zakat maal dan fitrah sebagai berikut
Zakat Nafs (jiwa), juga disebut Zakat Fitri diwajibkan setelah bulan ramadhan
sebelum shalat 'id sebanyak satu sha’(± 2,5 kg / 3,5 liter) beras untuk
membersihkan puasa dan mencukupi kebutuhan orang-orang miskin di hari raya
Idul Fitri.
Zakat Maal (Harta) baik dari hasil usaha atau hasil bumi Yaitu zakat yang
dikenakan atas harta (maal) yang dimiliki oleh seorang atau lembaga dengan
syarat-syarat dan ketentuanketentuan yang telah ditetapkan.
Menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 3 Tahun 2003,
“penghasilan” adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan
lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara,
pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan,
dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.
(Aflah, 2009: 128-130).
Dalam pedoman zakat yang disusun oleh LAZIMU disebutkan bahwa
hasil profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, dll) merupakan
sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa terdahulu. Oleh
karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khususnya yang berkaitan
dengan “zakat”. Lain halnya dengan bentuk kasab yang lebih populer saat itu
seperti pertanian peternakan dan perniagaan mendapatkan porsi pembahasan yang
sangat memadai dan detail. Meskipun demikian bukan berarti harta yang
didapatkan dari hasil profesi tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada
hakikatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk
dibagikan kepada orang-orang miskin di antara mereka (sesuai dengan ketentuan
syara’).
Dengan demikian apabila seseorang dengan hasil profesinya ia menjadi
kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak
mencukupi kebutuhan hidup (dan keluarganya), maka ia menjadi mustahiq
(penerima zakat). Sedang jika hasilnya hanya sekadar untuk menutupi kebutuhan
hidupnya, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup
yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan biaya
yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.
Syaikh Yusuf al-Qardhawi (1973: 487) sebagai salah seorang ulama yang
mempopulerkan zakat profesi, mendefinisikan zakat profesi sebagi zakat yang
dikeluarkan dari penghasilan yang didapat dari pekerjaan yang dikerjakan sendiri
dikarenakan kecerdasannya atau keterampilannya sendiri seperti dokter, penjahit,
tukang kayudan lainya atau dari pekerjaan yang tunduk pada perseroan ataupun
perseorangan dengan mendapat upah, gaji, honorarium seperti pegawai negeri
sipil.

C. Hukum Zakat Profesi


Terdapat dua pendapat mengenai hukum dari zakat profesi. Kedua
pendapat tersebut juga memiliki dasar masing-masing. Secara umum, segala jenis
zakat telah disebutkan Al-Baqarah ayat 267. (Hertina, 2013)

ُ‫ُو ِم َّماُأ َ ْخ َر ْجنَاُلَك ْم‬ َ ‫ت ُ َماُ َك‬


َ ‫سبْت ْم‬ ِ ‫ط ِيبَُا‬ ِ ‫يَاُأَيُّ َهاُالَّذِينَ ُآ َمنواُأ َ ْن ِفق‬
َ ُ ‫واُم ْن‬
ُ‫آخذِي ِهُإِ ََّلُأ َ ْن‬
ِ ‫ُولَ ْست ْمُ ِب‬َ َ‫ُم ْنهُت ْن ِفقون‬ِ ‫يث‬ ْ ‫ُۖو ََلُت َ َي َّمم‬
َ ‫واُال َخ ِب‬ َ ُ‫ض‬ ِ ‫ُاْل َ ْر‬
ْ َ‫ِمن‬
ُ‫يُ َح ِميد‬
ٌّ ‫غ ِن‬ َّ ‫ُۚوا ْعلَمواُأ َ َّن‬
َ َُ‫َُّللا‬ َ ُ‫ت ْغ ِمضواُ ِفي ِه‬
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami
keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-
buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak
mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya.
dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Al-
Baqarah 267)
Kata “ ‫ “ ما‬adalah termasuk kata yang mengandung pengertian yang
umum, yang artinya “apa saja” jadi ” ‫ “كسبتمما‬artinya “sebagian dari hasil(apa
saja) yang kamu usahakan yang baik-baik.” maka jelaslah, bahwa semua macam
penghasilan (gaji, honorarium, dan lain-lainnya) terkena wajib zakat berdasarkan
ketentuan surat al-Baqarah ayat 267 tersebut yang mengandung pengertian yang
umum, asal penghasilan tersebut telah melebihi kebutuhan pokok hidupnya dan
kelurganya yang berupa sandang, pangan, papan beserta alat-alat rumah tangga,
alat-alat kerja/ usaha, kendaraan, dan lain-lain yang tidak bisa diabaikan termasuk
bebas dari beban hutang , baik terhadap Allah seperti nazar haji yang belum
ditunaikan maupun terhadap sesama manusia; kemudian sisa penghasilannya
masih mencapai nisab.

Kata ‫كسبتمما‬ itu bersifat umum ‫عام‬ dan memang sudah mendapat

takhsisnya (khusus), yaitu hadits rasulullah SAW. Tentang bentuk dan jenis harta
yang wajib dikeluarkan zakatnya. Akan tetapi, hukum ‘am dan khas(khusus) ini
sama, maka keumuman itu tetap berlaku secara utuh untuk menetapkan zakat
profesi.

D. Ketentuan Zakat Profesi


Zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun
perempuan. Zakat diwajibkan atas beberapa jenis harta dengan berbagai syarat
yang harus dipenuhi. Syarat-syarat ini dibuat untuk membantu pembayar zakat
agar dapat membayar zakat hartanya dengan ikhlas sehingga target suci
disyari’atkan zakat dapat tercapai. Para ulama fiqh telah menetapkan beberapa
syarat yang harus terpenuhi dalam harta, sehingga harta tersebut tunduk kepada
zakat atau wajib zakat. Syarat-syarat tersebut adalah:

a. Milik sempurna
b. Berkembang secara riil atau estimasi.
c. Sampai nishab.
d. Melebihi kelebihan pokok.
e. Tidak terjadi zakat ganda.
f. Cukup haul.
Didalam zakat profesi terdapat syarat atau ketentuan dalam
mengeluarkannya, yiatu :
a. Memenuhi nisab (jumlah minimal), yang nilainya setara dengan 85
gram emas.
b. Penghasilan tersebut sudah terkumpul atau telah dimiliki selama satu
tahun (haul).
c. Jumlahnya melebihi dalam pemenuhan kebutuhan pokok.
d. Bebas dari kewajiban hutang.
Nisab Zakat Profesi dan Cara Perhitungannya
Nisab merupakan batas minimal atau jumlah minimal harta yang dikenai
kewajiban zakat. Karena zakat profesi ini tergolong baru, nisabnya pun mesti
dikembalikan (dikiaskan) kepada nishab zakat-zakat yang lain, yang sudah ada
ketentuan hukumnya. Terdapat dua cara dalam pengukuran zakat profesi ini,
yaitu:
1. Disamakan dengan nishab zakat emas dan perak, yaitu dengan
mengkiaskannya nilai uang dengan emas senilai 85 gram.
2. Disamakan dengan zakat hasil pertanian, yaitu setara dengan 5 wasq (
sekitar 750 kg beras), dengan zakat yang dikeluarkan dari hasil profesi
tersebut sejumlah 5 atau 10 % sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.
Alasan dalam penggunaan kedua nishab zakat tersebut dalam zakat profesi
dengan dua pertimbangan. Pertimbangan pertama, untuk jenis-jenis profesi yang
menghasilkan bayaran atas keahlian, seperti, dokter, arsitek, kontraktor, akuntan,
advokat, pejabat tinggi negara, guru besar dan profesi-profesi lain yang sejenis,
nishab zakatnya sejajar dengan zakat hasil pertanian, yakni senilai kurang lebih 5
wasq (750 kg beras). Meskipun kelihatannya pekerjaan tersebut bukan usaha yang
memakai modal, namun ia sebenarnya tetap memakai modal, yaitu untuk
peralatan kerja, transportasi, sarana kominikasi seperti telephon, rekening listrik,
dan lain-lain, zakatnya dikiaskan atau disamakan dengan zakat hasil pertanian
yang memakai modal, yakni 5 %, dan dikeluarkan ketika menerima bayaran
tersebut. Ini sama dengan zakat pertanian yang yang menggunakan biaya irigasi
(bukan tadah hujan).
Maka, jika harga beras 1 kg Rp. 10.000, sedangkan nisab (batas minimal
wajib zakat) tanaman adalah 750 kg, maka untuk penghasilan yang mencapai Rp.
10.000 x 750 = Rp. 7.500.000., wajib mengeluarkan zakatnya sebanyak 5% nya
yakni Rp. 120.000. Pendapat semacam ini sesuai dengan pendapat Muhammad
Ghazali, sebagaimana yang dikutip Yusuf Qardawi, bahwa dasar dan ukuran zakat
penghasilan tanpa melihat modalnya, dapat disamakan dengan zakat pertanian
yaitu 5 atau 10 persen. Kata Ghazali, siapa yang memiliki pendapatan tidak
kurang dari pendapatan seorang petani, terkena kewajiban zakat. Maka gologan
profesionalis wajib mengeluarkan zakatnya sebesar zakat petani tersebut, tanpa
mempertimbangkan keadaan modal dan persyaratan lainnya. (Marimin & Fitria,
2015)
Seperti ini pula yang ditetapkan oleh Kamar Dagang dan Industri kerajaan
Arab Saudi, bahwa penghasilan profesi yang bukan bersifat perdagangan,
dikiaskan nisab zakatnya kepada zakat hasil tanam-tanaman dan buahbuahan
dengan kadar zakat sebesar 5%.
Pertimbangan kedua, bagi profesi lain yang berpenghasilan dibawah dari nasab
pertanian yang disebutkan diatas, seperti pegawai pemerintah, guru, dokter yang
bekerja dirumah sakit ataupun pekerja yang bekerja disuatu perusahaan. Maka
nasabnya disamakan dengan zakat emas dan perak, yaitu senilai 85 gram. Jika
diperkirakan harga pergram emas sekarang 600.000, maka nilai nishab emas
adalah Rp. 5.100.000, dengan kadar zakat 2,5 %. Jika pada akhir tahun jumlah
mencapai satu nisab, dikeluarkan zakatnya 2,5 persen, setelah dikeluarkan biaya
pokok dari yang bersangkutan dan keluarganya.

Hal tersebut sejalan dengan apa yang ada dalam Fatwa Majelis Ulama
Indonesia yaitu:
Dan semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat
telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram. Dengan
kadar zakat yang deikeluarkan 2,5 %. Dikeluarkanya zakat profesi setelah
penghasilan sudah mencapai nashab nya dalam satu tahun, namun jika tidak
mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun,
kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab
E. Jenis Profesi yang di Zakati
Menurut jenis profesi ada dua :
1. Penghasilan atau profesi yang sudah ada ketentuaanya langsung dalam
islam dan sudah terdapat pada zaman Rasulullah. Sudah memiliki ketetapan dalam
setiap bidang nya masing-masing dan tidak masuk dalam pembahasan zakat
profesi. seperti dalam bidang, pertanian, perdagangan, peternakan, dll.
2. Penghasilan atau profesi yang belum ada ketentuannya dijaman
Rasulullah, karena berkembangnya beragam profesi dijaman ini, maka profesi-
profesi ini dalam hal zakat penghasilnnya diqiyaskan dengan nishab dan haul pada
profesi masa lalu yang terdapat pada jaman Rasulullah, seperti, dokter, pengacara,
guru besar, pegawai perusahaan dll.

F. Analisis Permasalahan
1. Hukum Zakat Profesi
a. Pendukung Zakat Profesi beserta Argumennya
Kalangan pendukung zakat profesi saat ini semakin banyak. Didalam negeri
Indonesia MUI, Pemerintah dan Ormas-Ormas besar agama mendukung adanya
zakat profesi. Dukungan dari pemerintah juga jelas dengan disahkannya UU
Pengelolaan Zakat terbaru tahun 2014. Sementara beberapa tokoh ulama dan
cendekiawan muslim baik secara gamblang maupun tersirat menyatakan
persetujuan dan dukungan kewajiban zakat profesi.

Di level internasional ada beberapa ulama yang dikenal luas gencar


menyuarakan zakat profesi sebut saja sebagian diantaranya Syaikh Yusuf al-
Qardhawi, Abdurrahman Hasan, Syaikh Muhammad Abu Zahrah, Syaikh
Muhammad al-Ghazali (2005), Abdullah Nashih Ulwan (Ulwan, t.t: 13) dan juga
ulama besar lainnya seperti Abdul Wahhab Khalaf. Namun dari sekian tokoh yang
disebut nama Yusuf al-Qardhawi (1973) yang paling jelas konsep dan ajarannya
tentang zakat profesi lewat kitab Fiqh az-Zakah.

Sementara MUI mendukung zakat profesi dengan mengeluarkan fatwa


MUI tanggal 7 Juni tahun 2003 bahwa, Semua bentuk penghasilan halal wajib
dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun,
yakni senilai emas 85 gram.

1. Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup
nishab.

2. Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu
tahun; kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup
nishab. Muhammadiyah mendukung zakat profesi melalui Musyawarah Nasional
Tarjih XXV yang berlangsung pada tanggal 3–6 Rabiul Akhir 1421 H bertepatan
dengan tanggal 5 – 8 Juli 2000 M bertempat di Pondok Gede Jakarta Timur dan
dihadiri oleh anggota Tarjih Pusat. Keputusan Munas Tarjih XXV tentang Zakat
Profesi dan Zakat Lembaga :

1. Zakat Profesi
2. Zakat Profesi hukumnya wajib.
3. Nisab Zakat Profesi setara dengan 85 gram emas 24 karat
4. Kadar Zakat Profesi sebesar 2,5 %

Sikap NU terhadap zakat profesi dapat dibaca dari situs resmi yang pada dasarnya
menyetujui dan mengakui kewajiban zakat profesi.

Kelompok pendukung zakat profesi membangun argumen berdasarkan


teks keagamaan dan nash-nash. Dari ayat al-Quran, kelompok pendukung zakat
profesi mengajukan keumuman kandungan Surat Al-Baqarah ayat 267 : Wahai
orang-orang yang beriman, nafakahkanlah sebagian dari usahamu yang baik-
baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Bagi
pendukung zakat profesi, ayat tersebut berlaku umum meliputi hasil usaha
manusia yang diperoleh secara halal yang dikenal pada setiap kurun waktu.
Quraish Shihab pada tahun 2002 dalam mengomentari ayat berikut,
mengatakan bahwa: Ayat ini menguraikan nafkah yang diberikan serta sifat
nafkah tersebut. Yang pertama digarisbawahinya adalah bahwa yang dinafkahkan
hendaknya yang baik-baik. Tetapi, tidak harus semua dinafkahkan, cukup
sebagian saja. Ada yang berbentuk wajib dan ada juga yang berbentuk anjuran.
Selanjutnya dijelaskan bahwa yang dinafkahkan itu adalah dari usaha kamu dan
dari apa yang Kami keluarkan dari perut bumi. Tentu saja hasil usaha manusia
bermacam-macam, bahkan dari hari ke hari dapat muncul usah-usaha baru yang
belum dikenal sebelumnya seperti usaha jasa dan keanekaragamannya. Semua
dicakup oleh ayat ini dan semuanya perlu dinafkahkan sebagian darinya.
Demikian juga yang Kami keluarkan dari perut bumi untuk kamu, yakni hasil
pertanian. Kalau memahami ayat ini dalam arti perintah wajib, semua hasil usaha,
apapun bentuknya, wajib dizakati, termasuk gaji yang diperoleh seorang pegawai
jika gajinya telah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam konteks zakat.
Demikian juga hasil pertanian, baik yang telah dikenal pada masa Nabi maupun
yang belum dikenal, atau tidak dikenal di tempat turunnya ayat ini. Hasil
pertanian seperti cengkeh, lada, buah-buahan, dan lain-lain semua dicakup oleh
makna kalimat yang Kami keluarkan dari perut bumi.

Hadis yang dijadikan argumen dalam mendukung zakat profesi yang


artinya sebagai berikut :

Dari Abu Musa al-Asy’ari, dari Nabi saw., beliau bersabda :

Bercerita kepada kami Muslim bin Ibrahim, bercerita kepada kami Syu’bah,
bercerita kepada kami Sa’id bin Abi Burdah, dari ayahnya dari kakeknya, dari
Nabi SAW beliau bersabda, “Setiap muslim wajib mengeluarkan zakat
(shadaqah). Mereka bertanya, ‘Hai Nabi Allah, bagaimana jika ia tidak punya?’
Nabi menjawab, ‘Hendaklah ia bekerja dengan tenaganya. Maka akan memberi
manfaat untuk dirinya dan dapat mengeluarkan zakat.” Mereka bertanya lagi,
‘Bagaimana jika ia tidak bisa?’ Nabi menjawab, ‘Menolong orang yang
membutuhkan lagi menderita’ Mereka bertanya lagi, ‘Bagaimana jika ia tidak
bisa?’ Nabi menjawab, ‘berbuat baiklah dan menahan diri dari kejahatan, karena
hal itu menjadi shadaqah baginya” (HR Bukhari). Hadis Ibnu Umar.

Selain argumen naqli, kelompok pendukung ini juga memiliki argumen


aqli, yang dapat disebutkan sebagai berikut, logika keadilan, berbicara keadilan
dalam Islam, maka mewajibkan zakat profesi adalah keniscayaan. Bagaimana
tidak, Islam mewajibkan zakat kepada petani yang pendapatannya tidak seberapa,
namun ‘meloloskan’orang kaya baru dari beragam profesi seperti pengacara,
dokter, artis, atlet, dan profesi prestise lainnya (Rofiq, 2012: 270). Sementara
mereka hanya dihimbau bersedekah atau berinfak yang cuma dipahami sebagai
tambahan yang sering diabaikan, karena mind set masyarakat sudah terlanjur
memahami sunah itu kalau ditinggalkan ya tidak apa-apa (Hafidhudin, 2002: 95-
96).

Perspektif maqashid asy-syari’ah. Berbicara maqashid syari’ah (tujuan dan


maksud syariat), mewajibkan zakat profesi adalah sah dan tepat. Karena lebih
sesuai dengan tujuan pensyariatan zakat yang intinya diambil dari orang kaya dan
diberikan fakir miskin (Rofiq, 2012: 296-297). Demikian beberapa argumen yang
diajukan para pendukung kewajiban zakat profesi baik dari segi naqli maupun
‘aqli.

b. Penentang Zakat Profesi beserta Argumennya

Pihak yang menolak, umumnya para ulama Arab Saudi dan yang
sependapat dengan mereka. Sebab al-Quran dan as-Sunnah secara tekstual tidak
menyebutkannya. Ustadz dan ulama salafi di Indonesia umumnya juga menolak
keberadaan zakat profesi, kelompok ini malah tidak segan menolak dengan
menghukumi bid’ah. Sementara Syaikh Ibnu al-‘Utsaimin, Syaikh Shalih Al-
Munajjid dan lainnya mengatakan bahwa zakat penghasilan itu ada, tetapi seperti
zakat lainnya, mesti mencapai nishab, dan menunggu selama satu haul. Dengan
kata lain, tidak diwajibkan zakat penghasilan pada gaji bulanan. Hanya saja
nishab-nya itu adalah setara 85 gram emas dan dikeluarkan 2,5% setelah satu
haul.

Argumentasi dari para Penentang Zakat Profesi

Umumnya para penentang zakat profesi dalam menolak adanya zakat ini
selain mempertanyakan dalil sebagai dasar landasan, juga mengkritik teknis
pelaksanaan yang dianggapnya rancu dan penuh alasan.
Berikut beberapa keberatan dari para penentang zakat profesi :

Para penentang zakat profesi ketika menolak keberadaannya umumnya selain


mempertanyakan dalil yang dijadikan landasan, juga mengkritik teknis
pelaksanaannya yang dianggapnya rancu dan ambigu. Beberapa keberatan yang
diajukan kalangan penolak zakat profesi dapat dikemukakan hal-hal sebagai
berikut:

a. Zakat adalah Ibadah Mahdhah

Dalil yang paling sering dan cenderung diulang-ulang oleh mereka yang
menentang keberadaan zakat profesi adalah bahwa zakat merupakan ibadah
mahdhah, dimana segala ketentuan dan aturannya ditetapkan oleh Allah SWT
lewat pensyariatan dari Rasulullah SAW. Kalau ada dalil yang pasti, maka barulah
zakat itu dikeluarkan, sebaliknya bila tidak ada dalilnya, maka zakat tidak boleh
direkayasa. Dalam hal ibadah mahdhah tidak ada wewenang akal manusia selain
dari apa yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya (Rofiq, 2012: 296).

b. Tidak ada Nash dari Al-Quran dan Sunnah


Prinsip kelompok ini selama tidak ada nash dari Allah dan Rasulullah
SAW, maka manusia tidak punya wewenang untuk menetapkan jenis zakat baru.
Kelompok ini keberatan kalau ditetapkan kewajiban atas harta atas nama zakat.
Kalau disebut infak atau sedekah kelompok ini juga menganjurkan kaum
muslimin buat mengeluarkannya. Jika para artis, atlet, dokter, lawyer atau
pegawai itu ingin menyisihkan gajinya sebesar 2,5 % per bulan untuk
disedekahkan, maka hal ini sangat dianjurkan. Namun janganlah ketentuan itu
dijadikan sebagai aturan baku dalam bab zakat. Sebab bila tidak, maka semua
orang yang bergaji akan berdosa karena meninggalkan kewajiban agama dan salah
satu dari rukun Islam. Sedangkan bila hal itu hanya dimasukkan ke dalam bab
infaq sunnah atau sedekah, tentu akan lebih ringan dan tidak menimbulkan
konsekuensi hukum yang parah
c. Tidak Pernah Ada Sepanjang 14 Abad
Bukan karena tidak melihat perkembangan zaman, namun karena mereka
memandang bahwa masalah zakat bukan semata-mata mengacu kepada rasa
keadilan. Tetapi yang lebih penting dari itu, zakat adalah sebuah ibadah yang
tidak terlepas dari ritual. Sehingga jenis kekayaaan apa saja yang wajib
dizakatkan, harus mengacu kepada nash yang shahih dan kuat dari Rasulullah
SAW, bukan semata-mata ditetapkan melalui ijtihad atau akal.

Setelah memaparkan argumen pendukung dan penentang dari zakat


profesi, pemakalah lebih kuat dan yakin kepada pendukung zakat profesi dari
pada penentang nya, dilihat dari segi teks terlebih dalam maqasid asysyari’ah.

Argumen-argumen yang dipaparkan oleh penolak zakat profesi dapat


ditentang dikritik dan di ajukan keberatan didalamnya.

Menurut penolak zakat profesi, zakat adalah ibadah mahdhah dimana


segala ketentuannya sudah ditetapkan dengan jelas oleh Allah, dan tidak dapat
menerima ijtihad. Hal ini dapat dibantah dan dijawab bahwa tidak sepenuhnya
tepat jika mengatakan zakat adalah ibadah mahdhah, karena jika melihat aturan
dan aspek-aspek dalam zakat itu bersifat ta’aqquli dan tidak semata-mata
ta’abbudi, maksudnya tujuan dan maksud didalam zakat jelas dapat ditangkap
oleh akal manusia. Yang mana ibadah jika jelas dan dapat ditangkap oleh akal
manusia, maka ibadah itu lebih dekat ke ibadah muamalah dan tidak masuk
ibadah mahdhah. Didalam kekayaan, jenis harta, kriteria fakir miskin dan lain-lain
terbuka untuk pendapat baru seiring dengan perkembangan zaman. Dan bukankah
ciri ibadah muamalah selalu dinamis dan fleksibel, dan bukan hanya terpaku dan
terbekukan pada masa lalu saja.

Pendapat bahwa tidak ada dalil didalam Al-Quran dan Hadis juga tidak
sepenuhnya tepat, justru jika melihat di surat Al-Baqarah 267 disana secara lugas
terdapat isyarat wajibnya mengeluarkan dari hasil penghasilan yang baik-baik.

Pendapat bahwa tidak atau belum dibahas sepanjang 14 abad dapat


dikritik, bahwa ciri muamalah itu bersifat dinamis yang mana hal-hal baru tidak
bisa selalu dibungkam dan dilarang. Melihat adanya profesi dijaman ini yang
semakin beragam dengan penghasilan yang lebih besar dan bisa berlipat-lipat dari
profesi lama seperti petani dan pedagang, hal ini tidak bisa ditinggalkan dan
dibiarkan begitu saja dari kewajiban zakat, hanya karena mengacu jika dimasa
lalu tidak atau belum ada.

Jika dilihat kembali sebenarnya, perbedaan antara pendukung zakat profesi


dan penolaknya tidak terlalu ekstrim dan mendasar. Kelompok pendukung
maupun penolak sama-sama mengakui pentingnya beramal untuk membantu fakir
miskin, hanya dalam penamaan zakat atau infak/sedekah saja terjadi perbendaan
pendapat. Hal itu dibuktikan bahwa penolak zakat profesi juga menganjurkan
berinfak dan bersedekah bagi profesi tertentu. Namun perlu diingat juga, kadang
dihukumi wajib saja tidak maksimal dalam pelaksanaannya apalagi hanya
dihukumi sunnah, karena seperti telah menjadi pemahaman sebagian besar
masyarakat jika sesuatu yang sunnah itu kalau ditinggalkan ya tidak apa-apa.

2. Besaran Zakat Profesi


Semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat
telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram. Dengan
kadar zakat penghasilan adalah 2,5 %. Contoh : Untuk penghasilan yang
memenuhi nasabnya disamakan dengan zakat emas dan perak, yaitu senilai 85
gram. Jika diperkirakan harga pergram emas sekarang 600.000, maka nilai nishab
emas adalah Rp. 5.100.000, dengan kadar zakat 2,5 %. Jika pada akhir tahun
jumlah mencapai satu nisab, dikeluarkan zakatnya 2,5 persen, setelah dikeluarkan
biaya pokok dari yang bersangkutan dan keluarganya.

G. Kesimpulan

Walaupun masih terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama dalam


menanggapi adanya zakat profesi ini, namun zakat profesi pada saat ini semakin
berkembang dan diakui berbagai kalangan. Melihat kuatnya posisi zakat ini
karena sudah terdapat didalam UU Pengleolaan Zakat. Juga di Indonesia sendiri
sebelumnya MUI dan organisasi masyarkat besar seperti Muhammadiyah dan NU
mendukung adanya zakat profesi. Perbedaan pendapat antara pendukung dan
penentang secara umum hanya dalam penamaan saja. Kalau disebut dengan
infaq/sodaqoh profesi, pihak penentang bisa jadi tidak akan keberatan.

Jika dilihat lagi sebenarnya kedua kelompok pendukung dan penentang


zakat profesi ini, sama-sama sepakat dalam hal bahwa perlu dan pentingnya orang
kaya menyisihkan sebagian kekayaannya untuk golongan lain yang kurang
mampu walau dengan sebutan yang tidak sama.

Adapaun ketentuan dari Zakat Profesi hendaknya penghasilan dari profesi


tersebut telah memenuhi nisab (jumlah minimal) tergantung kepada jenis profesi,
sudah terkumpul atau telah dimiliki selama satu tahun (haul), jumlahnya melebihi
dalam pemenuhan kebutuhan pokok dan bebas dari kewajiban hutang.
Daftar Pustaka

Hertina. (2013). Zakat Profesi. Hukum Islam, 23.

marimin, a. (2015). zakat profesi (zakat penghasilan )menurut hukum islam. 51.

Marimin, A., & Fitria, T. N. (2015). ZAKAT PROFESI (ZAKAT


PENGHASILAN) MENURUT HUKUM ISLAM. Jurnal Ilmiah Ekonomi
Islam, 57.

muhammad. (2002). zakat profesi wacana pemikiran dalam fiqh konteporer.


jakarta: salemba diniyah.

qardawi, y. (2004). hukum zakat . jakarta: litera antarnusantara.

Anda mungkin juga menyukai