Disusun oleh :
2018
A. PENDAHULUAN
Islam merupakan agama yang sempurna dan satu satunya agama yang
diridhai oleh Allah ta’ala. Segala aspek kehidupan manusia telah ditentukan
aturan dan pedomannya oleh Islam. Mulai dari hubungan antara manusia
dengan tuhannya maupun antara sesama manusia. Hubungan antar manusia
inilah yang di sebut muamalah. Sebagai bentuk dari tugas sebagai khalifah
dimuka bumi ini. Yaitu menjalin hubungan yang baik dengan sesama maupun
menjaga dan memakmurkan bumi Allah ini dan salah satu bentuk dari
menjalin hubungan antara manusia adalah kegiatan ekonomi.
Kata كسبتمما itu bersifat umum عام dan memang sudah mendapat
takhsisnya (khusus), yaitu hadits rasulullah SAW. Tentang bentuk dan jenis harta
yang wajib dikeluarkan zakatnya. Akan tetapi, hukum ‘am dan khas(khusus) ini
sama, maka keumuman itu tetap berlaku secara utuh untuk menetapkan zakat
profesi.
a. Milik sempurna
b. Berkembang secara riil atau estimasi.
c. Sampai nishab.
d. Melebihi kelebihan pokok.
e. Tidak terjadi zakat ganda.
f. Cukup haul.
Didalam zakat profesi terdapat syarat atau ketentuan dalam
mengeluarkannya, yiatu :
a. Memenuhi nisab (jumlah minimal), yang nilainya setara dengan 85
gram emas.
b. Penghasilan tersebut sudah terkumpul atau telah dimiliki selama satu
tahun (haul).
c. Jumlahnya melebihi dalam pemenuhan kebutuhan pokok.
d. Bebas dari kewajiban hutang.
Nisab Zakat Profesi dan Cara Perhitungannya
Nisab merupakan batas minimal atau jumlah minimal harta yang dikenai
kewajiban zakat. Karena zakat profesi ini tergolong baru, nisabnya pun mesti
dikembalikan (dikiaskan) kepada nishab zakat-zakat yang lain, yang sudah ada
ketentuan hukumnya. Terdapat dua cara dalam pengukuran zakat profesi ini,
yaitu:
1. Disamakan dengan nishab zakat emas dan perak, yaitu dengan
mengkiaskannya nilai uang dengan emas senilai 85 gram.
2. Disamakan dengan zakat hasil pertanian, yaitu setara dengan 5 wasq (
sekitar 750 kg beras), dengan zakat yang dikeluarkan dari hasil profesi
tersebut sejumlah 5 atau 10 % sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.
Alasan dalam penggunaan kedua nishab zakat tersebut dalam zakat profesi
dengan dua pertimbangan. Pertimbangan pertama, untuk jenis-jenis profesi yang
menghasilkan bayaran atas keahlian, seperti, dokter, arsitek, kontraktor, akuntan,
advokat, pejabat tinggi negara, guru besar dan profesi-profesi lain yang sejenis,
nishab zakatnya sejajar dengan zakat hasil pertanian, yakni senilai kurang lebih 5
wasq (750 kg beras). Meskipun kelihatannya pekerjaan tersebut bukan usaha yang
memakai modal, namun ia sebenarnya tetap memakai modal, yaitu untuk
peralatan kerja, transportasi, sarana kominikasi seperti telephon, rekening listrik,
dan lain-lain, zakatnya dikiaskan atau disamakan dengan zakat hasil pertanian
yang memakai modal, yakni 5 %, dan dikeluarkan ketika menerima bayaran
tersebut. Ini sama dengan zakat pertanian yang yang menggunakan biaya irigasi
(bukan tadah hujan).
Maka, jika harga beras 1 kg Rp. 10.000, sedangkan nisab (batas minimal
wajib zakat) tanaman adalah 750 kg, maka untuk penghasilan yang mencapai Rp.
10.000 x 750 = Rp. 7.500.000., wajib mengeluarkan zakatnya sebanyak 5% nya
yakni Rp. 120.000. Pendapat semacam ini sesuai dengan pendapat Muhammad
Ghazali, sebagaimana yang dikutip Yusuf Qardawi, bahwa dasar dan ukuran zakat
penghasilan tanpa melihat modalnya, dapat disamakan dengan zakat pertanian
yaitu 5 atau 10 persen. Kata Ghazali, siapa yang memiliki pendapatan tidak
kurang dari pendapatan seorang petani, terkena kewajiban zakat. Maka gologan
profesionalis wajib mengeluarkan zakatnya sebesar zakat petani tersebut, tanpa
mempertimbangkan keadaan modal dan persyaratan lainnya. (Marimin & Fitria,
2015)
Seperti ini pula yang ditetapkan oleh Kamar Dagang dan Industri kerajaan
Arab Saudi, bahwa penghasilan profesi yang bukan bersifat perdagangan,
dikiaskan nisab zakatnya kepada zakat hasil tanam-tanaman dan buahbuahan
dengan kadar zakat sebesar 5%.
Pertimbangan kedua, bagi profesi lain yang berpenghasilan dibawah dari nasab
pertanian yang disebutkan diatas, seperti pegawai pemerintah, guru, dokter yang
bekerja dirumah sakit ataupun pekerja yang bekerja disuatu perusahaan. Maka
nasabnya disamakan dengan zakat emas dan perak, yaitu senilai 85 gram. Jika
diperkirakan harga pergram emas sekarang 600.000, maka nilai nishab emas
adalah Rp. 5.100.000, dengan kadar zakat 2,5 %. Jika pada akhir tahun jumlah
mencapai satu nisab, dikeluarkan zakatnya 2,5 persen, setelah dikeluarkan biaya
pokok dari yang bersangkutan dan keluarganya.
Hal tersebut sejalan dengan apa yang ada dalam Fatwa Majelis Ulama
Indonesia yaitu:
Dan semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat
telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram. Dengan
kadar zakat yang deikeluarkan 2,5 %. Dikeluarkanya zakat profesi setelah
penghasilan sudah mencapai nashab nya dalam satu tahun, namun jika tidak
mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun,
kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab
E. Jenis Profesi yang di Zakati
Menurut jenis profesi ada dua :
1. Penghasilan atau profesi yang sudah ada ketentuaanya langsung dalam
islam dan sudah terdapat pada zaman Rasulullah. Sudah memiliki ketetapan dalam
setiap bidang nya masing-masing dan tidak masuk dalam pembahasan zakat
profesi. seperti dalam bidang, pertanian, perdagangan, peternakan, dll.
2. Penghasilan atau profesi yang belum ada ketentuannya dijaman
Rasulullah, karena berkembangnya beragam profesi dijaman ini, maka profesi-
profesi ini dalam hal zakat penghasilnnya diqiyaskan dengan nishab dan haul pada
profesi masa lalu yang terdapat pada jaman Rasulullah, seperti, dokter, pengacara,
guru besar, pegawai perusahaan dll.
F. Analisis Permasalahan
1. Hukum Zakat Profesi
a. Pendukung Zakat Profesi beserta Argumennya
Kalangan pendukung zakat profesi saat ini semakin banyak. Didalam negeri
Indonesia MUI, Pemerintah dan Ormas-Ormas besar agama mendukung adanya
zakat profesi. Dukungan dari pemerintah juga jelas dengan disahkannya UU
Pengelolaan Zakat terbaru tahun 2014. Sementara beberapa tokoh ulama dan
cendekiawan muslim baik secara gamblang maupun tersirat menyatakan
persetujuan dan dukungan kewajiban zakat profesi.
1. Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup
nishab.
2. Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu
tahun; kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup
nishab. Muhammadiyah mendukung zakat profesi melalui Musyawarah Nasional
Tarjih XXV yang berlangsung pada tanggal 3–6 Rabiul Akhir 1421 H bertepatan
dengan tanggal 5 – 8 Juli 2000 M bertempat di Pondok Gede Jakarta Timur dan
dihadiri oleh anggota Tarjih Pusat. Keputusan Munas Tarjih XXV tentang Zakat
Profesi dan Zakat Lembaga :
1. Zakat Profesi
2. Zakat Profesi hukumnya wajib.
3. Nisab Zakat Profesi setara dengan 85 gram emas 24 karat
4. Kadar Zakat Profesi sebesar 2,5 %
Sikap NU terhadap zakat profesi dapat dibaca dari situs resmi yang pada dasarnya
menyetujui dan mengakui kewajiban zakat profesi.
Bercerita kepada kami Muslim bin Ibrahim, bercerita kepada kami Syu’bah,
bercerita kepada kami Sa’id bin Abi Burdah, dari ayahnya dari kakeknya, dari
Nabi SAW beliau bersabda, “Setiap muslim wajib mengeluarkan zakat
(shadaqah). Mereka bertanya, ‘Hai Nabi Allah, bagaimana jika ia tidak punya?’
Nabi menjawab, ‘Hendaklah ia bekerja dengan tenaganya. Maka akan memberi
manfaat untuk dirinya dan dapat mengeluarkan zakat.” Mereka bertanya lagi,
‘Bagaimana jika ia tidak bisa?’ Nabi menjawab, ‘Menolong orang yang
membutuhkan lagi menderita’ Mereka bertanya lagi, ‘Bagaimana jika ia tidak
bisa?’ Nabi menjawab, ‘berbuat baiklah dan menahan diri dari kejahatan, karena
hal itu menjadi shadaqah baginya” (HR Bukhari). Hadis Ibnu Umar.
Pihak yang menolak, umumnya para ulama Arab Saudi dan yang
sependapat dengan mereka. Sebab al-Quran dan as-Sunnah secara tekstual tidak
menyebutkannya. Ustadz dan ulama salafi di Indonesia umumnya juga menolak
keberadaan zakat profesi, kelompok ini malah tidak segan menolak dengan
menghukumi bid’ah. Sementara Syaikh Ibnu al-‘Utsaimin, Syaikh Shalih Al-
Munajjid dan lainnya mengatakan bahwa zakat penghasilan itu ada, tetapi seperti
zakat lainnya, mesti mencapai nishab, dan menunggu selama satu haul. Dengan
kata lain, tidak diwajibkan zakat penghasilan pada gaji bulanan. Hanya saja
nishab-nya itu adalah setara 85 gram emas dan dikeluarkan 2,5% setelah satu
haul.
Umumnya para penentang zakat profesi dalam menolak adanya zakat ini
selain mempertanyakan dalil sebagai dasar landasan, juga mengkritik teknis
pelaksanaan yang dianggapnya rancu dan penuh alasan.
Berikut beberapa keberatan dari para penentang zakat profesi :
Dalil yang paling sering dan cenderung diulang-ulang oleh mereka yang
menentang keberadaan zakat profesi adalah bahwa zakat merupakan ibadah
mahdhah, dimana segala ketentuan dan aturannya ditetapkan oleh Allah SWT
lewat pensyariatan dari Rasulullah SAW. Kalau ada dalil yang pasti, maka barulah
zakat itu dikeluarkan, sebaliknya bila tidak ada dalilnya, maka zakat tidak boleh
direkayasa. Dalam hal ibadah mahdhah tidak ada wewenang akal manusia selain
dari apa yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya (Rofiq, 2012: 296).
Pendapat bahwa tidak ada dalil didalam Al-Quran dan Hadis juga tidak
sepenuhnya tepat, justru jika melihat di surat Al-Baqarah 267 disana secara lugas
terdapat isyarat wajibnya mengeluarkan dari hasil penghasilan yang baik-baik.
G. Kesimpulan
marimin, a. (2015). zakat profesi (zakat penghasilan )menurut hukum islam. 51.