Anda di halaman 1dari 4

Zakat Profesi

Oleh : Deni Rahman

Pendahuluan
Mengawali tulisan ini, penulis ingin menyampaikan bahwa apa yang diuraikan nanti bukan
dimaksudkan sebagai sebuah pembenaran atas satu pendapat apalagi kemudian menyalahkan
pendapat lainnya. Sama-sama kita fahami ketika sebuah kajian masuk ke dalam ranah fiqih,
maka dimungkinkan terjadinya perbedaan pendapat. Tentu para ulama masing-masing telah
melakukan ijtihad terbaiknya dalam memahami sebuah nash. Al-Quran surat An-Nisa ayat 59
kiranya dapat dijadikan sebagai landasan dalam menyikapi perbedaan.
Terkait zakat profesi ini, secara garis besar terdapat dua pendapat. Ada yang menerima dan ada
yang tidak sependapat. Jika ditelusuri, perbedaan keduaya karena terkait penyebutan nash
secara tekstual.
Menurut ushul fiqh, dapat diselesaikan dengan jalan mengembalikan persoalan tersebut kepada
al-Quran dan sunnah itu sendiri. Pengembalian kepada dua sumber hukum itu dapat dilakukan
diantaranya dengan cara perluasan makna lafaz dan dengan jalan qiyas.
Diantaranya, ada nash yang secara literal mengisyaratkan keumuman zakat yang meliputi
”hasil-hasil usahamu yang baik-baik” sebagaimana termaktub dalam Surat Al-Baqarah ayat
267 berikut ini:

‫ث ِمْنهُ تـُْن ِف ُق ْو َن َولَ ْستُ ْم ِٰ ِخ ِذيِْه اِﱠﻻٓ اَ ْن‬


َ ‫اﳋَبِْي‬ ِ ‫ت َما َك َسْبـتُ ْم َوِﳑﱠآ اَ ْخَر ْجنَا لَ ُك ْم ِّم َن ْاﻻَ ْر‬
ْ ‫ض ۗ َوَﻻ تَـيَ ﱠم ُموا‬ ِ ‫َٰٓيـﱡها الﱠ ِذين اٰمنُـٓوا اَنِْف ُقوا ِمن طَيِٰب‬
ّ ْ ْ ْ َ َْ َ
َِ ‫تـُغْ ِمضوا فِي ِه ۗ و ْاعلَمٓوا اَ ﱠن ا ٰ َﻏ ِﲏ‬
‫ﲪْي ٌﺪ‬ ‫َّ ﱞ‬ ُْ َ ْ ُْ
“Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik
dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih
yang buruk untuk kamu infakkan, padahal kamu tidak mau mengambilnya, kecuali dengan
memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Maha
Terpuji.”
Bagi yang tidak sependapat adanya zakat profesi, keumuman ayat tersebut telah dibatasi oleh
praktik zakat pada zaman Rasulullah SAW, yang hanya memberlakukan zakat pada lima jenis
harta, yaitu binatang ternak, emas dan perak, perdagangan, pertanian, dan barang tambang atau
rikaz (harta temuan).
Namun bagi yang menerima, ayat tersebut merupakan landasan yang kuat bagi diterapkannya
zakat profesi, atas ekplisit disebutkannya ”sebagian hasil usahamu yang baik-baik” maka
penghasilan yang didasarkan dari jenis usaha yang tidak bertentangan dengan syara` termasuk
harta yang wajib dikeluarkan zakat. Pun, berlaku umum meliputi hasil usaha manusia yang
diperoleh secara halal yang dikenal pada setiap kurun waktu (Hasbi : 2020).
Selain surat Al-Baqarah ayat 267 diatas, adanya kewajiban berzakat ini berdasarkan keumuman
kandungan makna Al-Qur’an surah at-Taubah ayat 103. Disamping itu, juga berdasarkan pada
tujuan disyariatkannya zakat, yakni untuk membersihkan dan mengembangkan harta serta
menolong para mustahik. Zakat profesi juga mencerminkan rasa keadilan yang merupakan ciri
utama ajaran Islam,yaitu kewajiban zakat pada semua penghasilan dan pendapatan.
Penggagas zakat profesi adalah Syeikh Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Fiqh Az-Zakah, yang
cetakan pertamanya terbit tahun 1969. Kajian dan praktik zakat profesi di Indonesia mulai
marak sekitar tahun 90-an akhir dan awal tahun 2000-an. Khususnya setelah kitab Yusuf
Qaradhawi tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Didin Hafidhuddin dengan
judul Fikih Zakat yang terbit tahun 1999 (Iqbal : 2018).
Terlepas perdebatan di sebagian ulama, zakat penghasilan atau profesi ini semakin berkembang
dan diakui di berbagai kalangan. Di Indonesia sendiri, zakat profesi dimasukkan dalam
Undang-undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Sebelumnya, MUI juga
telah mengeluarkan fatwa No. 3 tahun 2003 tentang wajibnya zakat profesi. Sejak saat itu zakat
profesi mulai banyak diterapkan oleh lembaga pengelola zakat di Indonesia, baik BAZ (badan
amil zakat) milik pemerintah, maupun LAZ (lembaga amil zakat) milik swasta. Sekalipun pada
prakteknya masih terdapat perbedaan mengenai nishob dan waktu menunaikanya.
Zakat Profesi
Zakat profesi tergolong jenis baru dalam kategorisasi harta yang wajib dikeluarkan zakatnya.
Istilah profesi dalam terminologi Arab tidak ditemukan padanan katanya secara eksplisit.
Dalam bahasa Arab modern, istilah profesi diterjemahkan dan dipopulerkan dengan dua
kosakata Pertama, al-mihnah. Kata ini sering dipakai untuk menunjuk pekerjaanyang lebih
mengandalkan kinerja otak. Karena itu, kaum profesional disebut al-mihaniyyun atau ashab al-
mihnah. Misalnya, pengacara, penulis, dokter, konsultan hukum, pekerja kantoran, dan lain
sebagainya. Kedua, al-hurrah. Kata ini lebih sering dipakai untuk menunjuk jenis pekerjaan
yang mengandalkan tangan atau tenaga otot. Misalnya, para pengrajin, tukang pandai besi,
tukang jahit pada konveksi, buruh bangunan, dan lain sebagainya. Mereka disebut ashab al-
hurrah (Deny Setiawan : 2011)
Masa sekarang, pekerjaan profesi yang menghasilkan uang ada dua macam. Pertama adalah
pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung kepada orang lain berkat kecekatan tangan
ataupun otak. Penghasilan yang diperoleh dengan cara ini merupakan penghasilan profesional,
seperti penghasilan seorang dokter, insinyur, advokat seniman, penjahit, tukang kayu dan
lainnya.
Kedua, adalah pekerjaan yang dikerjakan seseorang bagi pihak lain seperti pemerintah,
perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh upah, yang diberikan, dengan tangan,
otak, ataupun kedua-duanya. Penghasilan dari pekerjaan yang dikerjakan untuk orang atau
pihak lain dengan imbalan mendapat upah atau honorarium seperti pegawai negeri atau
karyawan swasta.
Menurut Yusuf al-Qardhawi zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan yang
didapat dari pekerjaan yang dikerjakan sendiri dikarenakan kecerdasannya atau
keterampilannya sendiri seperti dokter, penjahit, tukang kayu dan lainya atau dari pekerjaan
yang tunduk pada perseroan atau perseorangan dengan mendapat upah, gaji, honorariaum
seperti pegawai negeri sipil.
Menurut Mahjuddin, zakat profesi atau jasa disebut sebagai kasab yang artinya zakat yang
dikelurkan dari sumber usaha profesi atau pendapatan jasa. Istilah profesi, disebut sebagai
profession dalam bahasa inggris, yang dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan tetap dengan
keahlian tertentu, yang dapat menghasilkan gaji, honor, upah atau imbalan.
Menurut Fatwa Majlis Ulama Indonesia No. 3 Tahun 2003, Penghasilan adalah setiap
pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dari sebuah
profesi dengan cara halal baik rutin seperti menjadi pejabat Negara, pegawai atau karyawan
dan sejenisnya, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan dan sejenisnya, serta
pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.
Profesi adalah semua jenis ma’isyah (mata pencaharian) yang mengandalkan keahlian/skill dan
mendapatkan pengasilan (uang) tanpa memutar uang tersebut. Maisyah yang dimaksud adalah
bekerja sebagai pegawai, karyawan, buruh, dokter, penjahit dan lain-lain (Yakhsyallah : 2015).
Nishab Zakat Profesi
Terdapat beberapa perbedaan pendapat untuk ukuran nishab zakat profesi ini, yaitu :
1. Nishab zakat emas, yaitu 20 dinar (85 gr)
1 dinar = 4,25 gr,
20 dinar = 85 gram.
2. Nishab zakat perak, yaitu 5 uqiyah (595 gr).
1 uqiyah = 40 dirham,
1 dirham = 2,975 gr,
1 uqiyah = 40x2,975 gr = 119 gr,
5 uqiyah = 5x119 gr = 595 gram
3. Nizhab zakat hasil pertanian, yaitu 5 wasaq (653 kg)
1 wasaq = 60 sha’
1 sha’ = 2,1766 kg
5 wasaq = 5x60x2,1766 kg = 652,8kg ~ = 653kg
Jika zakat profesi menggunakan nishab emas, maka sebagaimana dilansir dari baznas.go.id,
zakat penghasilan dapat ditunaikan setiap bulan dengan nilai nishab perbulannya adalah setara
dengan nilai seperduabelas dari 85 gram emas dengan kadar 2,5%. Jadi apabila penghasilan
setiap bulan telah melebihi nilai nishab bulanan, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar
2,5% dari penghasilannya tersebut.

Ada banyak jenis profesi dengan pembayaran rutin maupun tidak, dengan penghasilan sama
dan tidak dalam setiap bulannya. Jika penghasilan dalam 1 bulan tidak mencapai nishab, maka
hasil pendapatan selama 1 tahun dikumpulkan atau dihitung, kemudian zakat ditunaikan jika
penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.

Pendapat kebanyakan menyatakan bahwa besar zakat profesi yang dikeluarkan adalah 2,5 %.
Sekalipun ada yang berpendapat dikeluarkan 5 % atau 10 % jika nishabnya diqiyaskan dengan
pertanian.
Waktu membayar zakat profesi ada yang berpendapat dikeluarkan setelah mencapai haul 1
tahun. Bahkan, ada yang berpendapat zakat profesi tidak berlaku kaidah haul, karena
mengqiyaskan pada hasil pertanian yang tidak menerapkan kaidah haul, yaitu ditunaikan
zakatnya ketika panen, yaitu setiap mendapat penghasilan. Dalam hal profesi, dimana
umumnya pekerjaan profesi rutin memperoleh gaji bulanan, maka diakumulasi dalam 1 bulan
sekali.
Menghitung Zakat Profesi
Contoh penghitungan dari baznas.go.id yang menggunakan nishob emas adalah, jika harga
emas pada hari ini sebesar Rp938.099/gram, maka nishab zakat penghasilan dalam satu tahun
adalah Rp79.292.978,-. Penghasilan Bapak Fulan sebesar Rp10.000.000/ bulan, atau
Rp120.000.000,- dalam satu tahun. Artinya penghasilan Bapak Fulan sudah wajib zakat. Maka
zakat Bapak Fulan adalah Rp250.000,-/ bulan.

Jika dengan nishab perak, sebagaimana dikutip dari buku panduan praktis ZIS Jamaah
Muslimin (Hizbullah), mencontohkan, misalnya si Fulan bekerja di sebuah perusahaan, setiap
bulan menerima gaji Rp 4.000.000,- jika harga perak adalah RP. 6.000/gr, maka nishabnya
adalah 595 gr x Rp. 6.000 = Rp. 3.750.000,-. Si Fulan sudah terkena kewajiban zakat karena
gaji yang diterimanya telah melebihi nishab. Maka zakat yang dikeluarkannya adalah 2,5% x
Rp. 4.000.000,- = Rp. 100.000,-. Tentunya harga perak disesuaikan dengan waktu penerimaan
gaji saat akan melakukan perhitungan nishab zakat.
Penutup
Penulis sependapat dengan pernyataan bahwa zakat profesi atau zakat penghasilan diakui oleh
syariah dan mempunyai landasan dari al-Qur’an dan sunnah sebagaimana yang tersebut di atas.
Zakat profesi hanya sebuah istilah, jika tidak setuju dengan istilah ini, bisa menyebutnya
dengan zakat maal. Zakat profesi dan zakat mal itu hakikatnya sama, hanya beda dalam
penyebutan. Karena siapa saja yang mempunyai harta dan memenuhi syarat-syaratnya, seperti
lebih dari nishab, maka terkena kewajiban zakat. Baik harta itu didapat dari hadiah, hasil suatu
pekerjaan ataupun dari sumber-sumber lain yang halal.
Adapun jika ada perbedaan terkait ukuran nishob dan besaran yang harus dikeluarkan, maka
sebagaimana dikemukakan di awal tulisan, mari kita merujuk ke surat An-Nisa ayat 59 :
ِٰ ِ ‫َٰٓيـﱡها الﱠ ِذين اٰمنُـٓوا اَ ِطيـعوا ا ٰ واَ ِطيـعوا الﱠرسو َل واُ ِوﱃ ْاﻻَم ِر ِمْن ُك ۚم فَاِ ْن تَـنَازعتم ِﰲ َشي ٍء فَـرﱡدوه اِ َﱃ ا ٰ ِ والﱠرسوِل اِ ْن ُكْنـتم تـُؤِمنُـو َن‬
ّ ْ ْ ُْ ُْ َ ّ ُ ْ ُ ْ ْ ْ ُْ َ ْ ْ َ ْ ُ ُ ْ َ َّ ُ ْ ْ َ َ ْ َ
ِ ۗ ٰ ْ ‫والْيـوِم‬
َ ‫اﻻ ِخ ِر ٰذل‬
ࣖ ‫ﻚ َخ ْﲑٌ ﱠواَ ْح َس ُن َْ ِويْ ًﻼ‬ َْ َ
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta
ululamri di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada
Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang
demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat).

Wallahu a’lam bish Showab

Anda mungkin juga menyukai