Anda di halaman 1dari 16

Sumber-Sumber Pendapatan Tak Resmi Negara:

Ghanimah, Pendapatan Shadaqah (Manajemen Zakat)


Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keuangan Publik Islam
Dosen Pengampu : Bidah Sariyati, S.E., M.E.

Disusun Oleh :
1. Siska Suciati (63020200080)
2. Safinatus Sa’adah (63020200105)
3. Wignyo Maulana W (63020200134)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SALATIGA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, shalawat dan salam kami
haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. berkat limpahan dan rahmatnya kami mampu
menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Sumber-Sumber Pendapatan Tak Resmi
Negara: Ghanimah, Pendapatan Shadaqah (Manajemen Zakat)” guna untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keuangan Publik Islam, semoga makalah ini bermanfaat dan berguna bagi
pembaca.
Demikian makalah ini dibuat, kami menyadari di dalam penyusunan dan pembuatan
makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna.untuk itu, kepada dosen
pembimbing, kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa
yang akan datang dan mengharapkan kritik serta saran dari pembaca, kami sampaikan kurang
lebihnya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Terimakasih.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

Salatiga, 24 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1

1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2

2.1 Ghanimah .................................................................................................................... 2

2.2 Pendapatan Shadaqah (Manajemen Zakat) ................................................................. 5

2.3 Manajemen Kelembagaan Zakat ................................................................................. 7

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 12

3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 12

3.2 Saran .......................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam tatanan perekonomian negara Islam secara khusus telah mengatur bagaimana
pemerintah harus mengambil kebijakan untuk kesejahteraan rakyatnya. Dalam hal ini yakni
kebijakan fiskal yang membahas keuangan publik. Islam telah menetapkan bagaimana
seharusnya pengelolaan keuangan publik, dalam artian, bagaimana pemerintah
mengumpulkan dana dari sumber-sumber pendapatan masyarakat dan menyalurkannya
kembali untuk kesejahteraan masyarakat.1
Dalam Islam, pendapatan negara tidak hanya mencakup pendapatan resmi, tetapi juga
pendapatan tidak resmi. Distribusi kekayaan tidak resmi dapat diperoleh (dikumpulkan) dari
berbagai sumber seperti ghanimah, shadaqah (manajemen zakat). Mengikuti kutipan latar
belakang di atas, maka makalah ini akan dibahas mengenai sumber-sumber pendapatan tak
resmi negara yang berupa ghanimah dan pendapatan shadaqah (manajemen zakat).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sumber pendapatan tak resmi dari negara yang diperoleh dari ghanimah?
2. Bagaimana sumber pendapatan tak resmi dari negara yang diperoleh dari pendapatan
shadaqah (manajemen zakat)?
3. Bagaimana pengaturan dalam manajemen kelembagaan zakat?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sumber pendapatan tak resmi dari negara yang diperoleh dari
ghanimah.
2. Untuk mengetahui sumber pendapatan tak resmi dari negara yang diperoleh dari
pendapatan shadaqah (manajemen zakat).
3. Untuk mengetahui pengaturan dalam manajemen kelembagaan zakat.

1
Adib Susilo, ‘Keuangan Publik Ibn Taimiyah Dan Permasalahan Pajak Pada Era Kontemporer Pendahuluan’,
Jurnal Ekonomi Syariah, 2.1 (2017), 1–18.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ghanimah
Harta ghanimah adalah harta yang diperoleh dari musuh-musuh Islam melalui
peperangan dan pertempuran. Menurut Muhammad Rawwas, ghanimah adalah harta yang
dirampas oleh orang-orang Islam dari tentara kafir dengan jalan perang.2
Harta rampasan merupakan bagian pendapatan publik tidak tetap, karena diperoleh
hanya ketika terjadi peperangan antara kaum muslimin dengan kafir harbi.3 Harta ghanimah
secara etimologi berarti rampasan perang atau harta yang diambil masyarakat Muslim dalam
sebuah peperangan dengan bentuk yang syah dan dibolehkan dalam agama (halal). Harta
ghanimah disebut pula dengan al-Anfal, al- Nuhbah dan al-Salab.
Dihalalkannya harta ghanimah sesuai dengan petunjuk Allah dalam al-Qur’an surat
al-Anfal ayat 69 yang berbunyi:

‫غفُ ْو ٌر َّر ِح ْي ٌم‬ َ ‫ّٰللا ۗا َِّن ه‬


َ ‫ّٰللا‬ َ ‫غ ِن ْمت ُ ْم َح ٰل اًل‬
َ ‫ط ِيب ۖاا َّواتَّقُوا ه‬ َ ‫فَ ُكلُ ْوا ِم َّما‬
Artinya: ”Maka makanlah oleh kamu sekalian dari apa yang telah aku berikan kepada kalian
(harta ghanimah) yang halal lagi baik, danbertaqwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Zat Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. al-Anfal: 69)
Dengan diturunkannya ayat ini jelaslah bahwa hukum harta ghanimah adalah harta
yang halal untuk dimakan dan halal juga untuk dikonsumsi. Harta tersebut selain halal juga
baik. Artinya harta ghanimah baik dalam bentuk fisiknya juga halal dalam pemakaiannya.
Setelah menjelaskan kehalalan harta ghanimah, kemudian Allah memerintahkan
kepada mereka yang mengkonsumsi harta tersebut agar bertaqwa kepada Allah. Sebab boleh
jadi ketika seseorang memiliki harta yang banyak dan melimpah mereka enggan kembali
berjihad dan merasa hawatir kalau harta tersebut habis digunakan untuk berjihad, yang biasa
terjadi pada diri manusia adalah mereka takut hidupnya jatuh miskin atau takut mati ketika
harta terus bertambah banyak. Maka Allah mengatakan dalam al-Qur’an surat al-Anfal ayat

2
Agus Alimuddin,dkk, ‘Baitul Mal Dan Ghanimah Studi Tentang Ijtihad Umar Bin Khattab Dalam Penguatan
Lembaga Keuangan Publik’, Jurnal Akuntansi Dan Perbankan Syariah, 05.01 (2022), 31–44.
3
Nurul Huda and Ahmad Muti, Keuangan Publik Islami: Pendekatan Al-Kharaj (Imam Abu Yusuf) (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2011).

2
69 ”Bertaqwalah kamu kepada Allah”, karena taqwalah obatnya penyakit hati dan taqwa
sebagai obat bagi mereka yang takut akan mati.4
Islam membolehkan umatnya merampas harta musuh yang kalah dalam peperangan.
Di dalam Al-Qur’an Allah SWT telah menjelaskan tentang pembagian harta ghanimah:

‫س ْو ِل َو ِلذِى ْالقُ ْر ٰبى َو ْال َي ٰتمٰ ى َو ْال َمسٰ ِكي ِْن َواب ِْن‬ ُ ‫لر‬ َّ ‫سهٗ َو ِل‬ ِ ‫ش ْيءٍ فَا َ َّن ِ ه‬
َ ‫ّلِل ُخ ُم‬ َ ‫غ ِن ْمت ُ ْم ِم ْن‬ َ ‫َوا ْعلَ ُم ْْٓوا ا َ َّن َما‬
‫ع ٰلى ُك ِل‬
َ ‫ّٰللا‬
ُ ‫ٰن َو ه‬ ِ ۗ ‫ان َي ْو َم ْالتَ َقى ْال َج ْمع‬ َ ‫ع ٰلى‬
ِ ‫ع ْب ِدنَا َي ْو َم ْالفُ ْر َق‬ ِ ‫س ِب ْي ِل ا ِْن ُك ْنت ُ ْم ٰا َم ْنت ُ ْم ِبا ه‬
َ ‫ّلِل َو َمآ ا َ ْنزَ ْلنَا‬ َّ ‫ال‬
‫ش ْيءٍ قَ ِدي ٌْر‬
َ
Artinya: Dan ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan
perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang
Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya
dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. Al Anfal: 41)
Menurut al-Mawardi, ghanimah meliputi usara (tentara musuh yang berhasil ditawan),
sabiy (tawanan yang bukan berasal dari tentara, seperti anak-anak, wanita, dan orang tua
jompo), harta benda yang bergerak, tanah serta harta lainnya yang tidak bergerak.
Berdasarkan dalil naqli yang termaktub dalam Q.S Al Anfal ayat 41, Allah SWT mengambil
alih mekanisme porsi pembagian harta ghanimah. Jumlah 1/5 dari harta tersebut diperuntukan
untuk Allah SWT, Rasul SAW, karib kerabat, anak yatim, dan fakir miskin. Pembagian ini
kemudian dilakukan oleh nabi pada perang Badar. Adapun sisanya yang empat perlima,
meskipun secara eksplisit tidak dijelaskan oleh Allah SWT, dipahami oleh para ulama
sebagai bagian dari yang harus dibagi-bagikan untuk tentara yang ikut berperang. Cara
pembagiannya, sebagaimana yang dilakukan Nabi SAW, adalah bagian tentara berkuda
adalah lebih besar daripada yang berjalan kaki. Dalam praktiknya, Nabi pernah membagi
untuk tentara berkuda dua kali bagian pasukan berjalan kaki, dan di kesempatan lain pernah
membaginya menjadi tiga kali lipat. Untuk menentukan cara yang paling baik, maka
komandan bisa melihat pertimbangan keadaan dan kondisi serta kemaslahatan.
Sedangkan pembagian mengenai jenis dari ghanimah itu sendiri ialah mencakup
tawanan perang, sandera, lahan tanah, dan harta.
a. Tawanan Perang
Ialah orang laki-laki yang terlibat perang, kemudian kaum muslimin berhasil menangkap
mereka hidup-hidup. Imam Syafi‟i berpendapat bahwa Imam (khalifah) atau wakilnya

4
Sulaeman Jajuli, ‘Kebijakan Fiskal Dalam Perspektif Islam (Baitul Maal Sebagai Basis Pertama Dalam
Pendapatan Islam)’, Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, 1.1 (2017), 8–25.

3
bebas memilih mana di antara empat opsi yang paling mendatangkan kemaslahatan jika
mereka tetap bertahan dalam kekafirannya; membunuh mereka, menjadikan mereka
sebagai budak, mereka ditebus dengan uang atau pertukaran tawanan, dan membebaskan
mereka tanpa uang tebusan.
b. Sandera
Yang dimaksud dengan sandera ialah wanita dan anak-anak. Jika mereka berasal dari ahli
kitab, mereka tidak boleh dibunuh, karena Rasulullah SAW melarang pembunuhan
terhadap wanita dan anak-anak. Mereka akan menjadi budak dan dibagi-bagikan bersama
dengan rampasan perang lainnya. Jika sandera wanita menebus dirinya dengan uang,
maka diperbolehkan dengan alasan bahwa penebusan ini termasuk dalam kategori jual
beli, dan uang tebusan itu menjadi ghanimah. Jika imam ingin mengadakan pertukaran
tawanan dengan tawanan perang kaum Muslim yang ada pada orang-orang kafir, maka
sebagai gantinya orang-orang yang menangkap tawanan perang tersebut diberi ganti rugi
dari jatah kepentingan umum.
c. Lahan Tanah
Jika kaum Muslimin berhasil menguasai lahan tanah, maka lahan tanah tersebut terbagi
kedalam tiga bagian:
• Pertama, lahan tanah yang dikuasai kaum Muslimin dengan kekerasan, dan secara
paksa, hingga orang-orang kafir meninggalkannya; baik dengan pembunuhan, atau
penyanderaan, atau pengusiran. Imam Syafi‟i berpendapat bahwa lahan tanah yang
diperoleh tersebut termasuk dalam kategori ghanimah yang didistribusikan kepada
orang-orang yang mendapatkannya, kecuali kalau mereka dengan kerelaan hati
melepaskan haknya atas lahan-lahan tanah tersebut, kemudian lahan tersebut
diwakafkan untuk kepentingan umum kaum Muslimin.
• Kedua, lahan tanah yang dikuasai oleh kaum Muslimin dengan damai, karena orang-
orang kafir meninggalkannya karena ketakutan. Dengan penguasaan ini maka tanah
tersebut menjadi tanah wakaf.
• Ketiga, kaum muslimin menguasai lahan tanah tersebut secara damai dengan
ketentuan lahan tanah tersebut tetap mereka miliki, namun mereka membayar
pajaknya.
d. Harta benda bergerak
Harta benda bergerak termasuk ghanimah yang bisa ditolerir. Dalam sebuah
riwayat disebutkan bahwa Ubadah bin Shamit menjelaskan bahwa firman Allah SWT

4
dalam surat An Anfal ayat (1) turun sebagai akibat dari perebutan harta hasil dari perang
badar. Kemudian pada ayat (41) Allah SWT secara rinci menjelaskan tentang pembagian
ghanimah dan menginstruksikan Nabi SAW membaginya secara langsung. Beliau
membagi ghanimah secara rata kepada kaum Muslimin.5

2.2 Pendapatan Shadaqah (Manajemen Zakat)


Kecakapan dalam pengelolaan sebuah organisasi, badan, lembaga, perusahaan dan
lainnya, saat ini menjadi tuntutan dan sangat urgen. Tuntutan akan kecakapan pengelolaan
kegiatan dalam sebuah organisasi/lembaga dikenal dengan nama manajemen atau
pengelolaan suatu organisasi. Menurut encyclopedia of the social science, manajemen
merupakan suatu proses dimana suatu tujuan diselenggarakan dan diawasi. George R. Terry
mengatakan manajemen adalah pencapaian tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu dengan
mempergunakan kegiatan orang lain.
Sukanto Reksohadiprojo mendifinisikan manajemen merupakan suatu usaha
merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, mengkoordinir serta mengawasi kegiatan dalam
suatu organisasi secara efektif dan efisien. Sedangkan Robbins dan Coulter, mendifinisikan
manajemen merupakan proses mengkoordinasikan dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan
agar diselesaikan secara efektif dan efisien dengan dan melalui orang lain.
Beberepa difinisi manajemen tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa manajemen
merupakan sebuah proses yang menggambarkan fungsi dalam merencanakan, mengorganisir,
memimpin dan mengendalikan secara integrited dan berkesinambungan dengan mengacu
pada hubungan antara masukan dan keluaran agar efektif dan efisien.
Zakat ditinjau dari segi bahasa (etimologi) memiliki beberapa arti, yaitu: al-barakatu
“keberkahan”, al-namaa “pertumbuhan - perkembangan”, at-thaharatu “kesucian” dan ash-
shalahu “keberesan”. Dan dilihat dari istilah (terminologi) zakat berarti bagian dari harta
dengan persyaratan tertentu, yang Allah mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan
kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.
Zakat adalah ibadah yang berkaitan dengan harta benda, dan dapat juga dikatakan
sebagai syiar Islam yang kedua serta pilar sosial finansial utama dari pilar rukun-rukun-Nya
yang agung. Pengertian-pengertian tersebut mensyiratkan bahwa zakat merupakan ibadah
dengan mengeluarkan sebagian harta (finansial) sesuai dengan kadar dan nisabnya serta

5
Muhammad Syahwalan, ‘Kebijakan Politik Keuangan Terhadap Pembangunan Negara Dalam Sistem
Ketatanegaraan Islam’, Jurnal Pemerintahan Dan Politik Islam, 4.1 (2019), 12–25.

5
digunakan sepenuhnya untuk kemaslahatan bersama (ummat). Zakat merupakan sumber
pertama dan terpenting dan penerimaan negara, pada awal pemerintahan Islam.6
Infak secara bahasa bermakna madha wa nafida, yakni berlalu dan menghabiskan,
atau memberikan belanja kepada mereka yang menjadi kewajibannya (nafaqah), untuk
memberikan perolehannya serta menghabiskan untuk keperluan mereka, seperti seorang
suami kepada istrinya juga ayah kepada anak-anaknya. Kata ini juga tidak hanya
dikonotasikan atas pengertian tersebut, anjuran untuk mengalokasikan dana yang dimiliki
dari jalan Allah, juga digunakan kata infak.
Pengertian infak tersebut berarti infak tidak hanya bermakna belanja hanya untuk
kepentingan keluarga, tetapi juga pemenfaatan perolehan di jalan Allah, infak sebagai
perbuatan mulia tidak dibatasi secara kuantitatif dalam pengeluarannya, tetapi tidak boleh
sampai pelaku infak menderita.
Sedangkan sedekah secara bahasa berasal dari kata shadaqa yang berarti benar lawan
dusta, kata ini dalam syariah Islam juga digunakan untuk mengungkapkan harta yang
dikeluarkan setiap manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub), dalam rangka
membangun citra ke-Islaman dan ketaqwaan seseorang. Lafat sedekah juga digunakan dalam
mengungkapkan zakat, mengingat zakat merupakan perbuatan benar. Bila dilihat dari sisi
hukum infak dan sedekah masingmasing ada dua macam, infak dan sedekah wajib disebut
zakat, yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, baik jenis harta maupun ukuran yang
dikeluarkannya. Infak sunnah tidak ditentukan batas-batasnya, dan dapat dikeluarkan
disesuaikan dengan kebutuhan dan keleluasaan, bahkan bisa melebihi alokasi zakat dengan
tetap memperhatikan kemaslahatan pemberi yang dapat berakibat penderitaan. Sedangkan
sedekah sunnah adalah mengeluarkan sebagian harta diluar zakat dengan maksud pemberian
semata untuk mencari ridla Allah serta untuk mendekatkan diri kepada-Nya, sebagai bentuk
perwujudan taat terhadap anjuran-Nya yang tidak mengikat. Bila dilihat dari perbuatannya,
sedekah termasuk infak dan bila dilihat dari sifatnya untuk meningkatkan kualitas taqwa.
Secara pragmatis keduanya yakni infak dan sedekah digunakan untuk mengungkapkan
pemberian harta diluar zakat.
Dalam batasan-batasan tersebut di atas, manajemen zakat, infak dan sedekah (ZIS)
dimaksudkan sebagai proses mengkoordinasikan dan mengintegrasikan fungsi-fungsi dari
perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pegendalian BAZIS/LAZIS agar dapat
berjalan secara efektif dan efisien.

6
Wahyu Wibisana, ‘Pendapat Ibnu Taymiyyah Tentang Keuangan Publik’, Jurnal Pendidikan Agama Islam,
14.1 (2016), 85–107.

6
2.3 Manajemen Kelembagaan Zakat
Penanganan pengelolaan zakat acap kali dilakukan secara tradisional, zakat infak dan
sedekah cukup diserahkan muzzaki langsung ke mustahik, atau diserahkan kepada guru ngaji
dan kyai, tetapi pola ini sedikit demi sedikit telah bergeser. Dalam pengelolaan zakat mulai
diserahkan kepada yayasan atau lembaga yang ditunjuk dan dibentuk oleh pemerintah,
meskipun masih menjadi pertanyaan mengingat sukses atau tidaknya manajemen
kelembagaan zakat dalam merealisasikan maksud dan tujuan zakat akan berdampak
signifikan dalam kehidupan masyarakat.
Manajemen kelembagaan zakat tentunya tidak terlepas dari fungsi-fungsi manajemen,
yang akan turut menopang terealisasinya maksud dan tujuan zakat. Fungsi-fungsi manajemen
tersebut adalah merencanakan (planning), mengorganisir (organizing), memimpin (leading)
dan mengawasi (controlling).
1. Perencanaan Kelembagaan Zakat
Setiap organisasi/lembaga baik formal atau non formal, dalam setiap aktivitasnya
guna mencapai tujuan organisasi tidak terlepas dari perencanaan, meskipun bagi
organisasi non formal perencanaan acap kali tidak tertulis. Perencanaan secara umum
mencakup proses merumuskan sasaran, menetapkan suatu strategi dalam mencapai
sasaran, menyusun rencana guna mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kegiatan-
kegiatan.
Perencanaan akan membantu kita dalam memberi arah kepada pemimpin,
manajer, amil dan juga karyawan, kemana sesungguhnya arah organisasi (BAZIS/LAZIS)
dan apa yang harus mereka sembangkan untuk mencapai sasaran dan tujuan oragisasi,
mengkoordinasikan kegiatan dan bekerjasama satu dengan yang lain dalam tim.
Perencanaan juga diharapkan dapat mengurangi dampak perubahan, pemimpin atau amil
dituntut agar lebih visioner dalam mengantisipasi perubahan, mempertimbangkan dampak
perubahan dan menyusun tanggapan-tanggapan yang tepat atas perubahan yang terjadi,
sehingga jelas tindakan-tindakan yang dilakukan.
Perencanaan yang baik dan tepat dapat memperkecil pemborosan dan kelebihan,
menghindari kegiatan-kegiatan yang tumpang tindih, ketidak efisienan dapat dikoreksi
dan dihilangkan dan pada akhirnya perencanaan dapat menentukan sasaran-sasaran atau
standar yang digunakan dalam pengendalian.
Melalui perencanaan yang baik akan mengantarkan pada usaha pencapaian
maksud dan tujuan zakat, Yusuf Qardhawy mengatakan akan berpengaruh besar dalam
kehidupan masyarakat muslim, juga dalam menyelesaikan problematika kemasyarakatan,
7
mengentaskan kemiskinan, kelemahan materi dan psikolis, member jaminan sosial,
membangun kebersamaan, dapat menjauhkan diri dari kedengkian dan kebencian serta
mampu membuat suatu perbaikan yang terarah.
2. Pengorganisasian Zakat
Pengorganisasian sebagai sebuah proses menciptakan struktur organisasi, proses
pengorganisasian ini penting guna mempermudah pelayanan terhadap tujuan organisasi.
Pengorganisasiaan memiliki beberapa tujuan, yaitu:
a. Membagi pekerjaan yang harus dilakukan ke dalam departemen-departemen dan
jabatan-jabatan yang terperinci.
b. Membagi-bagi tugas dan tanggungjawab yang berkaitan dengan masing-masing
jabatan.
c. Mengkoordinasikan berbagai tugas organisasi.
d. Mengelompokkan pekerjaan kedalam unit-unit
e. Membangun hubungan di kalangan individu, kelompok dan departemen
f. Menetapkan garis-garis wewenang formal
g. Mengalokasikan dan memberikan sumber daya organisasi.
Struktur organisasi sebagai kerangka kerja formal, diganakan untuk membagi-bagi
tugas dalam jabatan, mengelompokkan dan dikoordinasikan. Dengan struktur organisasi
akan dapat diketahui bentuk dari organisasi tersebut. Struktur organisasi juga
mengambarkan desain pekerjaan yang mengacu pada proses yang digunakan dalam
merinci isi, metode dan hubungan setiap pekerjaan untuk memenuhi tuntutan organisasi
dan individu.
Mendesain struktur organisasi berarti melakukan tindakan yang terdiri dari
membuat keputusan dan tindakan manajer itu sendiri yang diharapkan nantinya akan
menghasilkan struktur organisasi yang khas, proses pendesainan ini disebut desain
organisasi.
Struktur sebuah organisasi memiliki enam unsur penting, yaitu:
a. Spesialis kerja, tingkat dimana tugas-tugas dalam suatu organisasi dibagi menjadi
pekerjaan-pekerjaan terpisah (pembagian kerja/job spec)
b. Departementalisasi, landasan yang digunakan untuk mengelompokkan tugas dan
pekerjaan dalam rangka mencapai sasaran organisasi.
c. Rantai komando, sebuah garis wewenang yang tak terputus membentang dari tingkat
atas organisasi terus sampai tingkat bawah, dan menjelaskan siapa melapor kepada
siapa, serta tanpa melepaskan wewenang, tanggungjawab dan kesatuan komando.
8
d. Rentang kendali, jumlah bawahan yang dapat disupervisi oleh seorang manajer secara
efisien dan efektiv.
e. Sentralisasi, kadar sampai dimana pengambilan keputusan terkonsentrasi di tingkat-
tingkat atas organisasi tersebut.
f. Desentralisasi, pengoperan wewenang membuat keputusan ketingkat yang lebih
rendah dibawahnya.
g. Formalistik, sejauhmana pekerjaan-pekerjaan di dalam organisasi itu dibakukan dan
sejauhmana tingkah laku karyawan dibimbing oleh peraturan dan prosedur.
Unsur-unsur organisasi tersebut menjadikan ciri dari sebuah organisasi, apakah
organisasi itu kaku dan sangat ketat kendalinya (organisasi mekanik) atau organisasi yang
fleksibel dan mudah beradaptasi (organisasi organik). Struktur organisasi zakat
seharusnya juga terkerangka secara formal, tampak jelas pembagian seluruh kegiatan
kerja zakat, infak/sedekah, tugas-tugas terkelompokkan, dan terbangun jalinan hubungan
kerja diantara satuansatuan organisasi dan petugas.
Pengorganisasian kelembagaan zakat dengan baik memungkinkan, terkumpulnya
berbagai macam zakat, infak dan sedekah dari masyarakat, terdayagunakan hasil
pengumpulan zakat, infak/sedekah kepada mustahik sesuai dengan hukumnya,
memberikan penyuluhan kepada masyarakat dalam rangka peningkatan kesadaran Zakat,
infak/sedekaah, pembinaan bagi pendayagunaan Zakat, infak/sedekah agar lebih produktif
dan terarah, adanya koordinasi, bimbingan dan pengawasan kegiatan pengumpulan zakat,
infak/sedekah, pengendalian atas pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infak/sedekah,
tertip ketatausahaan, keuangan, kepegawaian, perlengkapan dan rumah tangga.
3. Kepemimpinan Zakat
Kepemimpinaan merupakan suatu upaya penggunaan jenis pengaruh bukan
paksaan (concoersive) untuk memotivasi orang-orang mencapai tujuan. Gary Yukl
mengatakan kepemimpinan sebagai proses-proses mempengaruhi, yang mempengaruhi
interpretasi mengenai peristiwaperistiwan bagi pengikut, pilihan dari sasaran-sasaran bagi
kelompok atau organisasi, pengorganisasian dari aktivitasaktivitas kerja untuk mencapai
sasaran-sasaran tersebut, motivasi dari para pengikut untuk mencapai sasaran,
pemeliharaan hubungan kerjasama dan teamwork, serta perolehan dukungan dan
kerjasama dari orang-orang yang berada di luar kelompok atau organisasi. Kepemimpinan
dalam prinsipnya terdapat unsur pengaruh dan pengakuan (legitimasi). Kepemimpinan
zakat disini adalah seluruh mereka yang terlibat dalam pengelolaan zakat (amil). Amil

9
dalam Al-Qur’an dikatakan sebagai al-‘amiin alaiha – amil yang berarti mengerjakan atau
pelaksana.
Amil sebagai petugas zakat secara umum memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
a. Muslim
b. Aqil Baligh dan terpercaya
c. Mengetahui hukum-hukum menyangkut zakat
d. Mampu melaksanakan tugas-tugas yang diembankan kepadanya
Amil (petugas zakat) secara garis besar memiliki tugas sebagai pengumpul dan
pembagi zakat. Tugas sebagai pengumpul diawali dengan mengamati dan menetapkan
para muzzaki, macam-macam harta yang wajib dizakati, besaran jumlah yang harus
dikeluarkan (bayar), kemudian mengambil dan menyimpan untuk kemudian diserahkan
kepada para pembagi. Para pembagi bertugas melakukan pengamatan dan penelitian
secara seksama untuk menetapkan siapa saja yang berhak menerima zakat (mustahik),
melakukan estimasi terhadap kebutuhan mustahik, mendistribusikan zakat kepada para
mustahik dengan mempertimbangkan jumlah zakat yang diterima dan kebutuhan
mustahik masing-masing.
Kemampuan kepemimpinan/manajerial yang baik dalam melaksanakan tugas
keamilan dimungkinkan pengelolaan zakat tidak lagi tradisional-informal, tetapi telah
terlembagakan secara formal, sehingga apa yang menjadi hakikat tujuan zakat yakni
pengentasan kemiskinan dan kefakiran dapat segera tercapai.
4. Pengawasan Zakat
Pengawasan atau evaluasi (control) adalah proses mengevaluasi kegiatan-kegiatan
untuk menjamin kegiatan tersebut terlaksana sebagaimana telah direncanakan dan proses
mengkoreksi setiap penyimpangan yang penting. Pengawasan terhadap pengelolaan
zakat, infak dan sedekah dalam (BAZIS/LAZIS) dilaksanakan secara preventif dan
represif. Pengawasan bersifat preventif dalam pengelolaan zakat, infak dan sedekah
ditujukan untuk pemeliharaan tertib administrasi (bentuk laporan, formulir, bukti setoran,
kartu kendali, pembukuan dan lain-lain) dan keuangan baik dari segi prosedural maupun
prosedur operasional dalam pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infak/sedekah.
Sedangkan pengawasan bersifat represif, dilakukan apabila terjadi kasus-kasus
penyimpangan yang dilakukan oleh pengurus atas dasar pengaduan atau pemeriksaan
langsung, temuan ini ditindaklanjuti dengan pemberian sanksi.
Program pengawasan dapat didasarkan pada kriteria (pedoman dan ukuran
keberhasilan program) pelaksanaan zakat, infak/sedekah.
10
a. Kriteria Pengawasan Zakat
Kriteria keberhasilan dalam program pengelolaan zakat, infak dan sedekah
dapat digunakan pedoman berupa:
• Kriteria pendapat, kriteria ini didasarkan pada bagaimana pendapat peserta
program tentang kegiatan peengelolaan zakat, infak/sedekah yang dilakukan.
• Kriteria perilaku, dapat diperoleh dengan menggunakan tes keterampilan kerja,
dalam arti kemampuan sebelum program zakat, infak/sedekah berjalan dan setelah
program berjalan.
• Kriteria hasil, kriteria hasil dapat dihubungkan dengan hasil-hasil yang diperoleh
dari program pengembangan baik kualitas maupun kuantitas (berdasarkan standar
- standar yang ada).
b. Proses Pengawasan Zakat
Proses pengawasan sedikitnya mencakup tiga kriteria yang tidak terpisah,
yaitu mengukur kinerja sebenarnya, membandingkan kinerja, dan tindakan
manajerial.7

7
Tontowi Jauhari, Manajemen Zakat Infak Dan Sedekah (Lampug: Fakultas Dakwah IAIN Raden Intan
Lampung, 2011).

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Harta ghanimah adalah harta yang diperoleh dari musuh-musuh Islam melalui
peperangan dan pertempuran. Pembagian mengenai jenis ghanimah yaitu, (1) tawanan
perang, (2) Sandera, (3) lahan tanah, dan (4) harta benda bergerak.

Manajemen merupakan sebuah proses yang menggambarkan fungsi dalam


merencanakan, mengorganisir, memimpin dan mengendalikan secara integrited dan
berkesinambungan dengan mengacu pada hubungan antara masukan dan keluaran agar
efektiv dan efisien. Manajemen zakat, infak dan sedekah (ZIS) dimaksudkan sebagai proses
mengkoordinasikan dan mengintegrasikan fungsi-fungsi dari perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan dan pegendalian BAZIS/LAZIS agar dapat berjalan secara efektif dan efisien.

Manajemen kelembagaan zakat tentunya tidak terlepas dari fungsi-fungsi manajemen,


yang akan turut menopang terealisasinya maksud dan tujuan zakat. Fungsi-fungsi manajemen
tersebut adalah merencanakan (planning), mengorganisir (organizing), memimpin (leading)
dan mengawasi (controlling).

3.2 Saran
Dengan selesainya makalah ini, kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun selalu kami
tunggu dan kami perhatikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan
para pembaca. Amin.

12
DAFTAR PUSTAKA

Alimuddin, Agus, Fani Putri, Immawan Atasoge, and Risa Alvia, ‘Baitul Mal Dan Ghanimah
Studi Tentang Ijtihad Umar Bin Khattab Dalam Penguatan Lembaga Keuangan Publik’,
Jurnal Akuntansi Dan Perbankan Syariah, 05.01 (2022), 31–44

Huda, Nurul, and Ahmad Muti, Keuangan Publik Islami: Pendekatan Al-Kharaj (Imam Abu
Yusuf) (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011)

Jajuli, Sulaeman, ‘Kebijakan Fiskal Dalam Perspektif Islam (Baitul Maal Sebagai Basis
Pertama Dalam Pendapatan Islam)’, Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, 1.1 (2017), 8–25

Jauhari, Tontowi, Manajemen Zakat Infak Dan Sedekah (Lampug: Fakultas Dakwah IAIN
Raden Intan Lampung, 2011)

Susilo, Adib, ‘Keuangan Publik Ibn Taimiyah Dan Permasalahan Pajak Pada Era
Kontemporer Pendahuluan’, Jurnal Ekonomi Syariah, 2.1 (2017), 1–18

Syahwalan, Muhammad, ‘Kebijakan Politik Keuangan Terhadap Pembangunan Negara


Dalam Sistem Ketatanegaraan Islam’, Jurnal Pemerintahan Dan Politik Islam, 4.1
(2019), 12–25

Wibisana, Wahyu, ‘Pendapat Ibnu Taymiyyah Tentang Keuangan Publik’, Jurnal Pendidikan
Agama Islam, 14.1 (2016), 85–107

13

Anda mungkin juga menyukai