Anda di halaman 1dari 7

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Perspektif Etika Bisnis Islam

Dosen Pengampu : Dr. Andang Heryahya, M.Pd.I., M. Pd

Disusun Oleh : Siti Qurrata Akyunina


NIM : 2220407003
Konsentrasi : Akuntansi Syariah

PROGRAM PASCA SARJANA


MAGISTER AKUNTANSI SYARIAH
INSTITUT TAZKIA
2022 M / 1443 H
Latar belakang
Bisnis Islam adalah suatu usaha yang tidak hanya berfokus pada mendapatkan
keuntungan saja tetapi harus berlandaskan hukum syariah. Bisnis Islam dikendalikan oleh
hukum-hukum syari’ah sehingga berbeda dengan bisnis konvensional, baik perihal
mendapatkan kekayaan dan bagaimana menggunakannya. Islam mengajarkan untuk berbisnis
dengan tidak merugikan sebelah pihak dan bisa saling menguntungkan. Perhatian Islam
terhadap keuntungan bisnis tidak mengabaikan aspek-aspek moral dalam mencapai
keuntungan tersebut, karena di dalam bisnis Islam, kita diajarkan bagaimana melakukan
kegiatan usaha yang memiliki nilai-nilai syari’ah yang disebut sebagai Etika bisnis Islam
(Mayanti, 2021).
Secara umum, etika bisnis dapat dilihat baik dari perspektif hukum dan perspektif
pengembangan moral yang memandu perilaku para pelaku bisnis (Rezaee et al., 2012).
Sedangkan etika bisnis Islam adalah seperangkat prinsip dan norma berbasiskan Al-Quran dan
Al-Hadist yang harus dijadikan pedoman oleh semua pelaku usaha dalam aktivitas bisnis baik
bisnis skala besar dan skala kecil (Hulaimi et al., 2017). Dalam melakukan bisnis, manusia
tentunya tidak akan terlepas dari peran satu sama lain dalam berinteraksi karena secara garis
besar, hubungan manusia di dunia ini terbagi menjadi dua, yakni hubungan secara vertikal
dengan Tuhan (hablumminallah) sebagai hamba yang harus bertanggung jawab dan hubungan
secara horizontal dengan manusia (hablumminannas) sebagai makhluk sosial yang saling
membutuhkan. Poin ini lah yang menjadi salah satu faktor pembeda etika bisnis dalam islam
karena hal ini erat kaitannya dengan proses hidup seseorang.
Perkembangan dunia usaha saat ini tidak hanya mementingkan kepentingan manajemen
dan pemilik modal, namun juga menuntut sebuah perusahaan untuk meningkatkan
perhatiannya kepada aspek lingkungan dan sosial. Pesatnya perkembangan teknologi informasi
juga melatarbelakangi kesadaran masyarakat yang terus meningkat akan pentingnya peran
perusahaan dalam kedua aspek tersebut (Budiman, 2015). Perusahaan besar akan menghadapi
berbagai persoalan kompleks salah satunya adalah adanya batasan dalam ruang gerak bisnisnya
seperti permasalahan lingkungan yang memicu adanya konflik terhadap masyarakat, sehingga
diperlukan adanya kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility) agar perusahaan memiliki
tanggung jawab sosial.
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) hadir sebagai isu penting dalam dunia usaha
atau berbisnis dengan tujuan agar hubungan antara perusahaan dan masyarakat menjadi baik
untuk menghindari konflik yang tidak diinginkan di masa depan menyangkut nama dan
reputasi perusahaan. Mayanti (2021) menyatakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan
(CSR) dalam Islam berbeda halnya dengan CSR konvesional. CSR konvensional hanya fokus
membahas mengenai tujuan perusahaan dalam mempertahankan going concern perusahaan
dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan sosial, sedangkan CSR dalam Islam tidak
hanya memperhatikan tujuan duniawi saja agar perusahaan terus bertahan tetapi juga bertujuan
untuk akhirat sebagai salah satu bentuk tanggung jawab kepada Allah SWT atas nikmat-nikmat
Nya.
Sharif (2016) menjelaskan bahwa dalam bisnis Islam, sebuah perusahaan dianjurkan
untuk menerapkan konsep mizan (seimbang) yakni keseimbangan hubungan, baik dengan
manusia maupun dengan lingkungan. Disamping itu, Islam juga mengajarkan ummatnya untuk
melandaskan segala kegiatan dengan adanya niat yang tulus dan ikhlas untuk membantu dan
ِ ‫ ِإنَّ َما اْأل َ ْع َما ُل ِبالنِِّيَّا‬yang artinya: “Sesungguhnya
menolong sesama sebagaimana hadits Nabi SAW ‫ت‬
setiap perbuatan tergantung niatnya”. Berdasarkan paparan diatas maka penulis ingin
mengkaji lebih dalam mengenai tanggung jawab sosial perusahaan dalam etika bisnis Islam.

Pembahasan
Dari permasalahan yang timbul, perusahaan-perusahaan kini mengembangkan apa
yang disebut dengan tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility
(CSR), yakni tanggung jawab sosial yang menunjukkan kepedulian perusahaan terhadap
kepentingan pihak-pihak lain secara lebih luas daripada sekedar kepentingan perusahaan saja.
CSR yang bermula sebagai kegiatan ekonomi kini telah berkembang secara menyeluruh
mencakup semua hal baik yang harus dilakukan perusahaan untuk menciptakan citra positif
pada pemangku kepentingannya (Ilyas, 2018). Budiman (2015) menjelaskan bahwa CSR dapat
digambarkan sebagai ketersediaan informasi keuangan dan non-keuangan yang berkaitan
dengan interaksi organisasi dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya yang dapat
dibuat dalam laporan keuangan tahunan perusahaan atau laporan sosial terpisah.
Munculnya konsep Corporate Social Responsibility (CSR) dilatarbelakangi oleh
adanya eksploitasi sumber daya alam dan rusaknya lingkungan karena operasi perusahaan atau
industri yang berlomba-lomba mencari laba sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan dampak
sosial yang dapat terjadi sehingga terjadinya krisis lingkungan pada tahun 1950 (Indarti, 2011).
Dalam hal menanggapi kondisi yang ada, Otoritas Jasa Keuangan (2007) kemudian
menerbitkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Tanggung jawab
sosial, dan lingkungan yang berlaku bagi perseroan.
Hal ini kemudian menjadi dasar bahwasanya perusahaan tidak boleh menganggap CSR
sebagai beban yang harus ditanggung kepada lingkungan melainkan sebagai sebuah proses
integrasi kepedulian sosial dalam operasi bisnis dan interaksi mereka dengan para pemangku
kepentingan berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan (Budiman, 2015).
Dalam bisnis Islam, aspek keseimbangan antara aktivitas bisnis dan nilai-nilai bisnis
berdasarkan syariat juga dianjurkan sebagaimana Al-Quran membahas mengenai Tanggung
jawab sosial bahwa moral seorang pengusaha dalam melakukan aktivitas bisnis berpengaruh
terhadap kesuksesan suatu bisnis. Hal ini tercantum dalam QS Al-Isra’ ayat 35 yang artinya:
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang
benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. Disamping itu, Al-Quran
juga secara implisit menganjurkan para pelaku usaha untuk menjaga dan melestarikan
lingkungan yakni pada QS Al-Baqarah ayat 205 yang artinya: “Dan apabila ia berpaling (dari
kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-
tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan”. Sedangkan kegiatan
CSR dalam Al-Quran diterangkan dalam QS An-Nisa ayat 36 dan 37:
ِ ‫ار ذِى ْالقُ ْر ٰبى َو ْال َج‬
‫ار‬ ِ ‫سانًا َّوبِذِى ْالقُ ْر ٰبى َو ْاليَ ٰتمٰ ى َو ْال َمسٰ ِكي ِْن َو ْال َج‬ َ ‫شيْـًٔا َّوبِ ْال َوا ِلدَي ِْن اِ ْح‬
َ ‫ّٰللا َو ََل ت ُ ْش ِر ُك ْوا بِ ٖه‬
َ ‫َوا ْعبُدُوا ه‬
‫ّٰللا ََل يُحِ بُّ َم ْن َكانَ ُم ْخت ًَاَل فَ ُخ ْو ًرا‬ ْ ‫سبِ ْي ِل َو َما َملَك‬
َ ‫َت ا َ ْي َمانُ ُك ْم ۗ ا َِّن ه‬ َّ ‫ب َواب ِْن ال‬ ِ ‫ب بِ ْال َج ْۢ ْن‬
ِ ِ‫ب َوالصَّاح‬ ِ ُ‫ْال ُجن‬
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan
berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba
sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-
banggakan diri”.
َ َ‫ضل ٖ ِۗه َوا َ ْعتَدْنَا ل ِْل ٰكف ِِريْن‬
‫عذَابًا ُّم ِه ْينًا‬ ْ َ‫ّٰللاُ مِ ْن ف‬ َ َّ‫الَّ ِذيْنَ يَ ْب َخلُ ْونَ َويَأ ْ ُم ُر ْونَ الن‬
‫اس بِ ْالبُ ْخ ِل َويَ ْكت ُ ُم ْونَ َمآ ٰا ٰتى ُه ُم ه‬
“(yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan
karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Dan Kami telah menyediakan untuk
orang-orang kafir siksa yang menghinakan”.
Aldulaimi (2016) menyatakan bahwa salah satu aspek fundamenetal dalam etika bisnis
islam adalah responsibility (tanggungjawab). Konsep tanggung jawab perusahaan yang
berkaitan dengan etika bisnis islam ini sejalan dengan sebuah teori yang disampaikan oleh
(Triyuwono, 2011) bernama Shariah Enterprise Theory (SET). SET adalah Enterprise Theory
(ET) yang telah diinternalisasi bersama nilai Islam.
Konsep enterprise theory mengakui terdapatnya pertanggungjawaban tak cuma pada
pemilik perseroan saja tetapi pada golongan stakeholders yang lebih luas (Novarela & Mulia
Sari, 2015). (Triyuwono, 2011) menjabarkan Shariah Enterprise Theory (SET) tak cuma
berfokus dan peduli terhadap kepentingan individu (perihal ini pemegang saham), namun pula
pihak-pihak lainnya. Maka, SET mempunyai kepedulian yang besar pada stakeholders yang
luas mencakup Allah, manusia serta alam. Dalam teorinya, (Triyuwono, 2011) menjelaskan
bahwa dalam SET, Pihak paling tinggi adalah Allah swt serta menjadi satu-satunya tujuan
hidup manusia.
Stakeholder kedua dari SET ialah manusia, yang dibedakan menjadi direct-stakeholders
dan indirect-stakeholders. Direct-stakeholders ialah pihak yang secara langsung memberi
partisipasi di entitas, baik berwujud kontribusi keuangan (financial contribution) ataupun non
keuangan (non financial contribution). Sedangkan Indirect-stakeholders ialah pihak yang sama
sekali tak memberi partisipasi terhadap entitas (baik secara keuangan ataupun non-keuangan),
namun secara syari’ah mereka ialah pihak yang mempunyai hak untuk memperoleh
kesejahteraan dari entitas, sehingga baik direct maupun indirect stakeholders diatas memiliki
hak untuk memperoleh kesejahteraan dari perseroan.
Golongan stakeholder terakhir dari SET ialah alam yang merupakan sumber utama bagi
going concern sebuah entitas setelah Allah serta manusia. Eksistensi entitas secara fisik
dibangun di atas bumi dan memanfaatkan energi yang tersebar di alam, memproduksi dan
memakai bahan baku dari alam, memberi jasa pada pihak lain memakai energi yang tersedia di
alam, dan lain sebagainya. Namun, dalam memenuhi tanggung jawab kepada alam, sebuah
entitas/ perusahaan dapat mempertahankan kelestarian alam, mencegah pencemaran, dan lain-
lain karena sejatinya alam tak menginginkan distribusi kesejahteraan dari perseroan berwujud
uang sebagaimana yang diinginkan manusia.
Dalam Islam, CSR berfokus pada pembahasan etika dalam bisnis Islam sesuai dengan
ajaran etika Islam. Permasalahan seperti bagaimana memproduksi sebuah barang atau jasa
yang halal, etika menggunakan iklan sebagai media promosi, harga yang tidak terlalu tinggi
dan tidak merugikan konsumen, pertanggungjawaban polusi akibat dampak dari produksi dan
lain sebagainya adalah hal-hal yang dibahas dalam pelaksanaan etika, sehingga peran
pengusaha sebagai pelaku bisnis harus memperhatikan lingkungan sekitar dengan tidak
menggunakan sumber daya alam secara berlebihan tanpa memperhatikan kepentingan masa
yang akan datang (Mayanti, 2021).
Implementasi CSR dalam bisnis Islam memiliki tujuan akhir yakni dakwah dan hikmah
sebagaimana Nabi SAW diperintahkan oleh Allah untuk senantiasa berdakwah dengan lembut
dan penuh hikmah. (Abbas et al., 2020) mendefinisikan hikmah sebagai kebijaksanaan
(wisdom) yang erat kaitannya dengan strategi. CSR dapat menjadi salah satu strategi
perusahaan dalam melaksanakan kewajibannya menjaga lingkungan dan membangun
komunikasi yang baik dengan konsumen. Di sisi lain, perusahaan juga dapat meningkatkan
minat dan daya beli masyarakat melalui beberapa program tersebut sehingga aspek hikmah dan
dakwah melalui CSR dapat terpenuhi.

Kesimpulan
Dalam Islam, CSR berfokus pada pembahasan etika dalam bisnis Islam sesuai syariat.
Salah satu tanda adanya norma-norma Islam di dalam operasional bisnis perusahaan adalah
adanya komitmen untuk menjaga kontrak sosial dengan tulus dan memperoleh keuntungan
tanpa mengabaikan aspek-aspek moral.
Terdapat tiga macam stakeholder berdasarkan teori SET (Sharia Enterprise Theory).
Dalam SET, Pihak paling tinggi adalah Allah SWT serta menjadi satu-satunya tujuan hidup
manusia. Stakeholder kedua dari SET ialah manusia yang terlibat dalam proses bisnis.
Golongan stakeholder ketiga ialah alam yang merupakan sumber utama bagi going concern
sebuah entitas setelah Allah dan manusia. Eksistensi entitas secara fisik dibangun di atas bumi
dan memanfaatkan energi yang tersebar di alam, memproduksi dan memakai bahan baku dari
alam, memberi jasa pada pihak lain memakai energi yang tersedia di alam, dan lain sebagainya.
Teori ini sejalan dengan firman Allah diatas dan menjadi motivasi serta pengingat bagi ummat
islam bahwa kesuksesan seseorang di alam setelah kematian bergantung kepada amal
perbuatannya di dunia.
Hikmah dan Dakwah adalah adalah fokus tujuan CSR dalam bisnis Islam. Kedua hal
ini erat kaitannya dengan fugnsi perusahaan dalam membantu masyarakat yang benar-benar
membutuhkan, menciptakan kebajikan yang tidak mengandung haram, menjaga keseimbangan
distribusi kekayaan di masyarakat, mencapai keuntungan duniawi dan ukhrowi, melaksanakan
perintah Allah SWT sesuai Al-Quran dan Sunnah. Dengan demikian, CSR dalam bisnis Islam
adalah tanggung jawab pelaku bisnis sebagai wakil dari perusahaan kepada Allah SWT dengan
tujuan untuk memperoleh keuntungan duniawi serta keuntungan akhirat sehingga pelaksanaan
CSR dapat bernilai ibadah dan mendapatkan pahala.

Saran
Perusahaan-perusahaan besar harus mulai memberi perhatian khusus akan pentingnya
tanggung jawab sosial perusahaan. Program CSR sebaiknya diberikan ruang khusus untuk
dapat dianggarkan nominal programnya di setiap periode tergantung dari seberapa besar target
profit perusahaan dan impact atas usaha tersebut terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.
Selain itu, para pelaku usaha juga sebaiknya memposisikan CSR sebagai suatu amanat Undang-
Undang dan amanat dari Allah SWT sebagai pemilik alam semesta.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A., Nisar, Q. A., Mahmood, M. A. H., Chenini, A., & Zubair, A. (2020). The role of Islamic
marketing ethics towards customer satisfaction. Journal of Islamic Marketing, 11(4), 1001–1018.
https://doi.org/10.1108/JIMA-11-2017-0123
Aldulaimi, S. H. (2016). Fundamental Islamic perspective of work ethics. Journal of Islamic Accounting
and Business Research, 7(1), 59–76. https://doi.org/10.1108/JIABR-02-2014-0006
Budiman, N. A. (2015). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan. Jurnal Riset Akuntansi Mercu Buana, 1(1), 1–86.
Hulaimi, A., Huzaini, M., & Sahri. (2017). Etika Bisnis Islam dan Dampaknya Terhadap Kesejahteraan
Pedagang Sapi. 18–29.
Ilyas, M. (2018). Islamic Work Ethics and Corporate Social Responsibility in Business Organizations:
Issues and Challenges. Academy of Accounting and Financial Studies Journal, 22.
https://doi.org/1528-2635-22-SI-154
Indarti, S. (2011). Pengaruh Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) dan
Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Bisnis (Studi pada BUMN dan BUMD
di Propinsi Riau). Jurnal Aplikasi Manajemen , 9(2), 669–683.
Mayanti, Y., & Dewi, R. P. K. (2021). Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Bisnis Islam. Journal
of Applied Islamic Economics and Finance, 1(3), 651–660.
Novarela, D., & Mulia Sari, I. (2015). Pelaporan Corporate Social Responsibility Perbankan Syariah
Dalam Perspektif Syariah Enterprise Theory. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Islam, 2(2), 145–
160.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, (2007).
Rezaee, Z., Szendi, J., Elmore, R. E., & Zhang, R. (2012). Corporate Governance and Ethics Education:
Viewpoints from Accounting Academicians and Practitioners. Advances in Accounting
Education: Teaching and Curriculum Innovations, 13, 127–158. https://doi.org/10.1108/S1085-
4622(2012)0000013011
Sharif, K. (2016). Investigating the key determinants of Muslim ethical consumption behaviour
amongst affluent Qataris. Journal of Islamic Marketing, 7(3), 303–330.
https://doi.org/10.1108/JIMA-01-2015-0001
Triyuwono, I. (2011). Mengangkat ”Sing Liyan” untuk Formulasi Nilai Tambah Syari’ah. Jurnal
Akuntansi Multiparadigma, 2(2). https://doi.org/10.18202/jamal.2011.08.7116

Anda mungkin juga menyukai