Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ETIKA BISNIS ISLAM DALAM PENGELOLAAN BISNIS


DI PESANTREN

Oleh: M. Ridho Pratama


18913059

Dosen Pengampu:
Dr. Hatifuddin, SS., MSI.

PROGRAM STUDI MAGISTER ISLAM


FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2019
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang

Aturan-aturan dalam menjalankan kehidupan perekonomian telah ditetapkan


oleh Allah SWT untuk menentukan bataas-batas tertentu terhadap perilaku
manusia, sehingga dapat menguntungkan salah satu pihak tanpa merugikan atau
mengorbankan hak-hak orang lain. Menurut pandangan Islam, harus diperhatikan
etika dalam bermuamalah, dengan begitu Islam sangat memperhatikan perilaku
bisnis yang mencakup tentang bagaimana perdagangan yang jujur dan tidak berat
sebelah.

Di Indonesia, melalui kementrian perdagangan menciptakan adanya Dewan


Pengawas Pasar, yang tujuannya adalah untuk mengawasi dan mengontrol jalannya
suatu kegiatan bisnis. Ketika pelaku usaha akan melakukan tindakan yang salah
tetap dapat dikontrol oleh pemerintah, sehingga dapat menciptakan kegiatan bisnis
yang sesuai.

Kegiatan bisnis yang dilakukan secara jujur dan adil tidak akan menyebabkan
adanya persaingan usaha yang tidak sehat, seperti akan adanya peningkatan harga
secara zalim yang sangat dilarang dalam Islam. Yang dimaksud zalim disisni,
pelaku usaha tidak boleh melakukan bisnis atau perdagangan dengan mengandung
unsur penipuan, riba, gharar, serta pengambilan untung yang berlebihan.

Perdagangan dalam praktiknya tidak hanya dilakukan di pasar, bahkan sebuah


pesantren atau sekolahpun menjadi tempat yang strategis untuk berdagang. Salah
satunya adalah Pondok Modern Darussalam Gontor yang mewajibkan para santri
dan ustadznya untuk berbelanja hanya dalam ruang lingkup pondok saja.

Dengan demikian, ini sangat penting untuk ditelaah, sehingga dapat


mengetahui etika bisnis para pedagang di lingkungan pesantren tersebut. Apakah
kegiatan perdagangan di pesantren tersebut telah sesuai dengan prinsip etika bisnis
Islam atau belum. Sehingga penulis tertarik untuk menulis dengan judul “Etika
Bisnis Islam dalam Pengelolaan Bisnis di Pesantren”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana prinsip etika bisnis dalam perspektif Islam?
2. Apakah kegiatan bisnis di lingkungan Pesantren telah sesuai dengan prinsip
etika bisnis dalam Islam?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam


1. Pengertian

Secara harfiah, etika bisnis Islam mengandung istilah dan pengertiannya


masing-masing, yaitu berasal dari kata ‘etika’, ‘bisnis’, dan ‘Islam’.

a. Etika

Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang artinya
ialah sika, cara berpikir, kebiasaan. Etika adalah suatu prinsip, norma, dan standar
perilaku yang mengatur individu atau kelombok untuk dapat membedakan apa yang
benar dan apa yang salah. 1 Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang
baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang
lain.

Etika menurut Kamus Ekonomi Uang dan Bank adalah suatu disiplin pribadi
seseorang dalam hubungannya dengan lingkungan, lebih dari yang sekedar
ditentukan undang-undang.2

b. Bisnis (perdagangan)

Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok


orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Menurut
Buchari Alma, pengertian bisnis ditujukan pada sebuah kegiatan berorientasi profit
atau keuntungan yang memproduksi barang dan atau jasa untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.3

1
A Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, “Menggagas Manajemen Syariah Teori dan
Praktik”, Jakarta: Salemba Empat, 2010) hlm. 9
2
Sudarsono dan Edilius, “Kamus Ekonomi Uang dan Bank” cet. III, Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2007. Hlm.110
3
Abdul Aziz, “Etika Bisnis Perspektif Islam”. Bandung: Alfabeta, 2013 hlm. 28
Menurut Griffin dan Ebert, bisnis dalam arti luas adalah istilah umum yang
menggambarkan semua aktivitas dan institusi yang memproduksi barang dan jasa
dalam kehidupan sehari-hari. Bisnis merupakan suatu organisasi yang menyediakan
baranf dan jasa yang bertujuan mendapatkan keuntungan. 4

Jadi dapat disimpulkan bahwa bisnis merupakan kegiatan yang dilakukan


oleh individu atau kelompok yang menciptakan nilai melalui penciptaan barang dan
jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan memperoleh keuntungan melalui
transaksi tersebut.

Dalam perspektif Islam, perdagangan merupakan salah satu aspek kehidupan


yang termasuk ke dalam ibadah. 5Menurut Yaumidin, usaha perdagangan dalam
ekonomi Islam merupakan usaha yang mendapatkan penekanan khusus, karena
keterkaitannya langsung dengan sektor riil, dibandingkan dengan sektor moneter.
Misalnya, tercermin pada sebuah hadist yang menegaskan bahwa dari sepuluh pintu
rezeki, Sembilan diantaranya adalah perdagangan.

Islam menekankan pada usaha-usaha yang produktif. Namun, tidak semua


usaha perdagangan dibolehkan, sebagai contoh kegiatan yang tidak dibenarkan
secara agama, baik karena cara pelaksanaanya maupun jenis barang yang
diperdagangkannya. Secara eksplisit, Islam melarang orang memakan harta yang
didapat secara tidak benar atau tidak halal. 6

Terdapat surat dalam al-Quran yang menyatakan tentang bisnis


(perdagangan), diantaranya adalah:

Q.S Al-Baqarah : 16

‫ارتُ ُه ْم َو َم ا‬ ِ ‫ََّل لَةَ بِا لْه َد َٰى فَم ا ربِح‬ ِ َّ ِ‫أُولََٰ ئ‬


َ ‫ج‬َ ‫تت‬
ْ َ َ َ ُ َ ‫ين ا ْش تَ َر ُوا الض‬
َ ‫ك ال ذ‬َ

‫ين‬ ِ
َ ‫َك انُوا مُ ْه تَد‬

4
Ibid hlm. 29
5
Jusmaliani, “Bisnis Berbasis Syariah” Jakarta: Bumi Aksara: 2008 hlm. 22
6
Ibid hlm. 22-23
Artinya: “Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk,
maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat
petunjuk.”

Q.S An-Nisa : 29

‫آم نُوا ََل تَأْ ُك لُوا أ َْم َوا لَكُ ْم بَ يْ نَكُ ْم بِا لْبَاطِ ِل إِ ََّل أَ ْن تَكُ و َن‬ ِ َّ
َ ‫ين‬
َ ‫يَا أَيُّ َه ا ا ل ذ‬
‫س كُ ْم ۚ إِ َّن ال لَّهَ َك ا َن بِكُ ْم َر ِح يم ا‬ ِ ٍ ‫تِج ارة ع ن تَ ر‬
َ ُ‫اض م نْ كُ ْم ۚ َوََل تَ ْق تُ لُوا أَنْ ف‬ َ َْ َ َ
Art inya:”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

Q.S Al-Jumu’ah : 11

‫وك قَائِم ا ۚ قُ ْل مَ ا عِ نْ َد‬


َ ُ‫ارة أ َْو لَ ْه وا انْ َف ضُّ وا إِلَيْ َه ا َوتَ َرك‬
َ ‫ج‬
ِ ِ
َ ‫َو إ ذَ ا َرأ َْوا ت‬
‫ين‬ ِ ِ َّ ‫ال لَّهِ خ ي ر مِ ن ال لَّه وِ و ِم ن التِج ارةِ ۚ وال لَّه خ ي ر‬
َ ‫الرا زق‬ َُْ ُ َ َ َ َ َ ْ َ ٌَْ
Art inya:” Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka
bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri
(berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan
dan perniagaan", dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezeki.”

c. Etika Bisnis Islami

Etika Bisnis Islami merupakan suatu proses dan upaya untuk mengetahui hal-
hal yang benar dan yang salah, sehingga selanjutnya melakukan hal yang benar
berkenaan dengan produk, pelayanan perusahaan dengan pihak yang
berkepentingan dengan tuntutan perusahaan.7

7
Abdul Aziz, Ibid hlm. 35
Berbisnis merupakan suatu kegiatan usaha yang menguntungkan. Jadi, etika
bisnis islami adalah studi tentang seseorang atau organisasi melakukan usaha atau
kontak bisnis yang saling menguntungkan satu sama lain berdasarkan nilai-nilai
ajaran Islam.

Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak harus dipandang sebagai dua hal
yang bertentangan. Maksudnya, jika orientasi bisnis merupakan suatu upaya
investasi akhirat (sebagai ibadah), maka bisnis dengan sendirinya harus sejalan
dengan kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada akhirat.

2. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Islam

Dalam membangun bisnis yang sehat, idealnya dimulai dari perumusan etika
yang akan digunakan sebagai norma perilaku sebelum adanya peraturan (hukum)
yang memaksa. Dalam menjalankan bisnis, yang harus diutamakan adalah
kejujuran, bertanggung jawab, disiplin, dan tanpa diskriminasi.

Menururt Suarny Amran, secara umum etika bisnis harus berdasarkan


prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Prinsip Otonomi
Kemampuan untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan
kesesuaian tentang apa yang baik untuk dilakukan da bertanggung jawab secara
moral atas keputusan tersebut.
b. Prinsip Kejujuran
Dalam hal ini, kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis, misalnya
kejujuran dalam pelaksanaan control terhadap konsumen, hubungan kerja, dan
sebagainya.
c. Prinsip Keadilan
Setiap orang dalam berbisnis diperlakukan sesuai dengan haknya masing-
masing, sehingga tidak ada yang dirugikan.
d. Prinsip Saling Menguntungkan
Dalam hal ini, maksudnya adalah bahwa antara para pihak yang
melaksanakan bisnis tersebut harus saling menguntungkan. Meskipun adanya
bisnis yang kompetitif, tetapi tetap tidak boleh berat sebelah, yang dapat
menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
e. Prinsip Integritas Moral
Hal ini merupakan dasar dalam berbisnis, seperti harus menjaga nama baik
perusahaan agar tetap dipercaya oleh masyarakat.

B. Model Bisnis di Pesantren (Pondok Darussalam Gontor)

Pada era persaingan bebas, pembangunan kompetensi santri adalah suatu


keharusan, agar dapat bersaing secara kompetitif di dunia internasional, sehingga
pondok pesantren dituntut mampu melahirkan produk yang berkompeten.
Kompetensi tersebut diantaranya kompeten dan produktif secara spiritual, secara
sosial, dan secara ekonomi.

Dalam pengelolaan perokonomian di pesantren perlu adanya suatu


manajemen. manajemen merupakan suatu rangkaian aktivitas (termasuk
perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan
pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya organisasi untuk
mencapai tujuan supaya efektif dan efisien. 8

Banyak pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia mengembangkan


aktivitas ekonomi produktif. Salah satu caranya adalah dengan mendirikan
Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren). Salah satu pesantren yang mandiri dalam
kegiatan ekonominya adalah Pondok Modern Darussalam Gontor. Dalam
perkembangannya, Gerakan perekonomian di Gontor telah dimulai sekitar tahun
1970, dengan dibukanya usaha penggilingan padi. Seiring berkembangnya waktu,
Gontor telah memiliki 30 unit usaha yang digabung dalam satu wadah, yaitu
Kopontren La Tansa.9 Secara resmi, kopontren dibuka dan didaftarkan ke
Departemen Koperasi dengan No. 8371/BH/II/1996, bulan Juli 1996. 10

8
Griffin, “Manajemen: Jilid 1 Edisi 7” Jakarta: Erlangga, 2004. Hlm. 8
9
Faqih, dkk. “Warta Dunia Pondok Modern Darussalam Gontor”, Ponorogo: Pondok
Modern Darussalam Gontor, 2012. Hlm 23
10
Faqih, dkk 2012 Hlm. 23
Dalam hal pembiayaan, Gontor tidak tergantung pada orang lain, sehingga
mendirikan usaha-usaha yang dikelola oleh para guru dan santri, yang hasilnya
adalah untun menunjang proses pendidikan. Gontor melakukan aktivitas unit
usahanya menggunakan Self Berdruifing System, yaitu pendekatan filosofi “pondok
merupakan kepunyaan bersama dan bukan hak milik pribadi”.

Semua hasil usaha dari kegiatan perekonoian tersebut masuk ke dalam kas
pondok pada bagian Administrasi, dan tidak ada yang masuk ke kantong pribadi
(kyai maupun guru), bahkan tidak ada yang dibayar dengan gaji. Pemanfaatannya
adalah untuk pembiayaan jangka kesejahteraan keluarga, dan pembangunan
fasilitas pendidikan.

Pada awalnya, pendirian unit-unit usaha yang diciptakan dimaksudkan hanya


untuk memenuhi kebutuhan para santri. Namun seiring berkembangnya wakti,
ternyata santri yang bersekolah di Gontor semakin meningkat, sehingga
mempunyai dampak positif pula terhadap perkembangan unit usahanya.

Hal tersebut diatas ialah yang membedakan pengelolaan unit usaha yang ada
di Gontor jika dibandingkan dengan pesantren lain. Pondok harus dapat memenuhi
kebutuhan santri dengan unit usaha sebagai berikut:11

1. Penggilingan padi

Hal ini adalah sebagai sarana untuk menyediakan beras untuk kepentingan
pondok Gontor. Padi yang digiling diperoleh melalui padi yang dimiliki pondok,
masyarakat, termasuk milik guru-guru pondok yang bertani.

2. Percetakan Darussalam

Percetakaan ini berdiri pada tahun 1983. Kegiatan utamanya adalah mencetak
buku-buku teks yang digunakan di KMI Gontoor. Hal tersebut dilakukan untuk
menjaga keuangan agar tidak banyak keluar dari lingkungan gontor.

11
Faqih, ibid.
3. KUK Palen

Kegiatan utama yang dilakukan unit usaha ini adalah memenuhi kebutuhan
santri dalam hal kebutuhan alat mandi dan alat kebersihan.

4. KUK Toko Besi

Kegitan utama yang dilakukannya adalah menyediakan berbagai keperluan


bahan bangunan untuk pondok. Barang-barang tersebut didapatkan dari distributor
dari Surabaya.

5. Toko Buku La Tansa

Kegiatan utama yang dilakukan adalah menjual buku-buku pelajaran KMI


Gontor yang diperuntukan untuk seluruh masyarakat pondok. Distribusi buku
dilakukan secara grosis pada semua pondok cabang.

6. UKK Mini Market

Unit Usaha Kesejahteraan Keluarga (UKK) menyediakan berbagai barang


kebutuhan sehari-hari. Barang-barang tersebut didapatkan dari La Tansa DC
Ponorogo, makanan yang diproduksi guru senior/keluarga.

Distribusi barang dengan menggunakan toko sendiri dengan menyesuaikan


keinginan santri dan masyarakat. Hal tersebut dilandasi berbagai bentuk
kemandirian ekonomi agar santri membeli produk hanya di dalam pondok, sehingga
keuntungan kembali untuk pondok. Santri dilarang untuk membeli barang di sekitar
pondok.

Masih banyak kegiatan unit usaha lain yang dilakukan oleh Pondok Gontor.
Yang menjadi pertanyaan disini adalah apakah segala bisnis yang berada di dalam
pondok tersebut telah seusai dengan etika bisnis Islam. Juga, apakah cara yang
dilakukan pondok tersebut tidak bertentangan dengan etika, terutama dalam hal
santri atau bahkan ustadz di pondok dilarang membeli barang selain di dalam
pondok.
C. Etika Bisnis Islam di Pesantren (Pondok Modern Darussalam Gontor)

Bisnis di Pondok Gontor didasari oleh nilai falsafah dan moto pendidikan
serta pengajarannya yang bersumber pada ajaran-ajaran Islam yang dipadukan
dengan nilai-nilai keIndonesiaan. Berikut adalah beberapa prinsip moral bisnis di
Pondok Gontor yang menerapkan Panca Jiwa Pondok (lima jiwa yang mendasar
seluruh kehidupan di Pondok):

1. Keikhlasan

Dalam mengurus, mengelola, dan mengembangkan unit-unit usaha, para guru


ikhlas mendidik, dan para santri ikhlas untuk dididik. Para guru atau ustadz yang
mengajar di pondok tidak diberikan honorarium atau pun imbalan berdasarkan
posisi mereka. Merela hanya memperoleh imbalan yang disebut ‘ihsan’. Para guru
dan santri melakukannya bukan untuk memperoleh keuntungan pribadi, tetapi
dilakukan untuk memperjuangkan kelangsungan hidup pondok sebagai lembaga
pendidikan.

Dalam jiwa keikhlasan ini, timbul kesadaran mengenai prinsip-prinsip


bahwa:12

a. Pondok adalah lapangan perjuangan, bukan tempat mencari penghidupan


b. Berjasa tanpa meminta jasa
c. Perjuangan memerlukan pengorbanan
d. Hidupilah pondok tetapi janggan menggantungkan hidup kepada pondok.
e. Kemaslahatan pondok di atas kemaslahatan pribadi
f. Pondok perlu dibantu dan diperjuangkan
2. Kesederhaan

Kehidupan di dalam pondok terasa sangat sederhana. Sederhana disini tidak


berarti pasif, miskin, atau melarat. Tetapi kesederhanaan disini yaitu terdapat nilai-

12
ibid
nilai kewajaran, keseimbangan, kekuatan, kesanggupan, dan penguasaan diri dalam
menghadapi perjuangan hidup.

Hubungannya denga pengelolaan bisnis di pondok adalah perilaku bisnis


dijalankan secara wajar dan seimbang, antara produksi dan konsumsi, permintaan
dan penawaran, serta keseimbangan antara daya jual dengan daya beli masyarakat
konsumen sekitar pondok. Para santri dan guru hidup dalam kesederhanaan, baik
dalam makan, minum, berpakaian, dan bertingkah laku.

3. Kemandirian

Kemandirian berarti kesanggupan menolong diri sendiri. Prinsip kemandirian


ini tidak berarti mengisolasi diri dari dunia bisnis di luar pesantren, karena jelas hal
itu akan merugian pihak lain di luar pesantren. Namun kemandirian berarti tidak
bergantung kepada pihak lain dalam penyertaan modal, tenaga kerja, dan barang.
Kebergantungan tersebut akan mengakibatkan hilangnya kemandirian dan
membuka peluang inervensi yang dapat memaksakan keinginan.

4. Ukhuwwah Islamiyah

Kehidupan di pondok diliputi suasana persaudaraan yang rukun. Ukhuwwah


Islamiyah merupakan modal penting untuk pelaku bisnis, sebagai suatu upaya
kerjasama dalam menjalankan roda bisnis. Pelaku bisnis tidak bisa mengisolasi diri,
kecuali dia tidak menghendaki kemajuan untuk usahanya tersebut. Di Gontor, unit-
unit usaha yang ada dapat melakukan kerjasama dengan barbagai pihak, misalnya
produksi dan penyediaan barang.

5. Kebebasan

Kebebasan berarti bebas berpikir dan berbuat. Kebebasan dalam perilaku


bisnis di pondok Gontor tercermin pada kebebasan dalam memproduksi dan
menyediakan barang, menentukan harga, mencari pasar dan melakukan perjanjian.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Manajemen unit usaha di Pondok Modern Darussalam Gontor sudah


memiliki kualitas yang cukup baik. Dapat dilihat dari pengelolaan oleh badan
wakaf, kyai, yayasan, koperasi, dan pengelola unit usaha sudah berada dalam tujuan
yang terintegrasi dalam satu sistem (All in one system). Jadi, keseluruhan kegiatan
ekonomi berada pada satu sistem yang saling berintegrasi untuk mewujudkan visi
dan misi pondok.

Hasil yang didapatkan dari berjalannya fungsi manajemen unit usaha di


Pondok Gontror ini diantaranya, mekanisme organisasi berjalan dengan baik, dapat
mengetahui kendala apa saja yang terjadi pada bagian unit usaha, serta solusi untuk
menghadapi kendala tersebut. Di sisi lain, adanya akuntabilitas dan transparansi
keuangan antar unit usaha, yang sesuai dengan prinsip etika bisnis islam, serta dapat
meminimalisisr kegagalan. Sehingga tercipta sebuah kemandirian ekonomi di
pesantren.

Di samping kelebihan, ada beberapa kelemahan dari manajemen bisnis di


Pondok Gontor tersebut. Seperti halnya keterbatasan sistem teknologi dalam
perkembangan unit usaha yang ada, sehingga kurang efisiensi dan efektifitas dalam
pelaksanaan kegiatan usahanya. Selain itu, keterbatasan profesionalitas sumber
daya manusia juga berdampak pada kurangnya pengelolaan unit usaha tersebut,
karena adanya pembagian waktu antara mengajar, kuliah dan unit usaha, dan lain
sebagainya.

Di Pondok Gontor terlihat eksklusif dalam mengembangkan unit usahanya,


sehingga terjalin hubungan ekonomi antara pesantren dan masyarakat. Namun,
sebaiknya ada kerjasama dalam hal pengembangan ekonomi untuk masyarakat
sekitar pesantren. Sehingga tidak timbul kesenjangan antara internal pondok dan
masyarakat sekitar. Hal ini dibuktikan dengan terciptanya lebih dari 40 toko
masyarakat yang berdiri di sekitar pondok. Walaupun penghuni pondok tidak
diperkenankan membeli di toko masyarakat tersebut, tetapi masyarakat dapat
menggunakan kesempatannya untuk menawarkan produk kepada tamu pondok
sebagai objek konsumen.
Daftar Pustaka

A Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, “Menggagas Manajemen Syariah Teori
dan Praktik”, Jakarta: Salemba Empat, 2010
Abdul Aziz, “Etika Bisnis Perspektif Islam”. Bandung: Alfabeta, 2013
Faqih, dkk. “Warta Dunia Pondok Modern Darussalam Gontor”, Ponorogo:
Pondok Modern Darussalam Gontor, 2012
Fauroni, Lukman. “Model Bisnis Ala Pesantren” Yogyakarta: Kaukaba, 2014.
Griffin, “Manajemen: Jilid 1 Edisi 7” Jakarta: Erlangga, 2004
Hakim, Lukman. “Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam” Surakarta: Erlangga, 2012
Jusmaliani, “Bisnis Berbasis Syariah” Jakarta: Bumi Aksara: 2008

Sudarsono dan Edilius, “Kamus Ekonomi Uang dan Bank” cet. III, Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2007

Yunia, Ika. “Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid al-Syariah”


Jakarta: Prenadamedia. 2014

Anda mungkin juga menyukai