Anda di halaman 1dari 3

Murphy's Law, Kutukan Atas Kesalahan Umat Manusia

Saya masih ingat di zaman kuliah dulu. Menjadi mahasiswa internasional di negeri yang masih asing,
tentu tidaklah mudah. Doa saja tidak cukup, perlu juga dorongan semangat yang terinspirasi dari dunia
nyata.

Akhirnya pilihan saya jatuh kepada Murphy's Law. Sebuah poster film, lengkap dengan foto si aktor yang
memegang pistol. Film yang diproduksi pada 1986 silam. Saat itu, yang terbersit hanyalah tentang
perjuangan tanpa henti membela kebenaran dari si Jack Murphy (Charles Bronson). Cocoklah!

Bertahun-tahun setelahnya, saya baru mengetahui jika Murphy's Law ternyata punya makna tersendiri.
Tidak cocok dijadikan jimat dalam perjuangan. Menurut saya, bahka lebih parah lagi. Itu adalah sebuah
kutukan!

Murphy's Law dipopulerkan oleh seorang perwira Angkatan Darat AS yang bernama Edward Murphy.
Saat itu ia sedang bertugas melakukan penelitian dampak efek benturan terhadap tubuh manusia.

Setelah si Murphy ini melihat hasil penelitiannya, ia bercelutuk, "If anything can go wrong, it will."
(Terjemahan bebas: Jika sesuatu berpotensi salah, maka kesalahan itu akan terjadi).

Meskipun adagium ini berembel-embel "Law" (Hukum), namun ia tidak serupa dengan Hukum Newton,
Hukum Archimedes, yang memerlukan pembuktian melalui perhitungan.

Tidak perlu juga menjadi saintis untuk membuktikan cara kerja Murphy's Law. Setiap dari kita pasti
pernah mengalaminya. Lebih lanjut lagi, Murphy's Law disebutkan memiliki unsur kebenaran yang luas,
mencakup segala aspek kehidupan sehari-hari.

Kenapa demikian? Karena pernyataan sederhana ini tidak berfokus kepada kebenaran. Sebaliknya, ia
mengulik kesalahan-kesalahan manusia. Dan perlu dipahami, kesalahan itu bagaikan Voldomore, musuh
Harry Porter yang namanya tidak bisa disebutkan.

Karena, sedikit saja fokus kita sudah beralih kepada kesalahan, maka kesalahan demi kesalahan akan
datang menghampiri. Mau tahu contohnya? Ada beberapa.

(1) Katakanlah pagi ini langit gelap. Lalu Anda mulai menyiapkan payung untuk perjalanan. Hingga
sore hari, sampai seluruh aktivitas Anda selesai, hujan tak kunjung datang. Syahdan, si payung
dibawa kemana-mana sebagai hiasan. Anda mulai menyadari kesalahan.
Di lain kesempatan, langit cerah tak berbekas. Payung bukanlah sesuatu yang penting. Akan
tetapi, baru setengah perjalanan, hujan turun tanpa permisi. Perjalanan terhalang, Anda
terjerembab dalam penyesalan.
Kedua contoh di atas memberikan gambaran bagaimana Murphys' Law bisa mempermainkan
kehidupan kita. Jika sedari awal kita sudah menyadari adanya potensi kesalahan, maka kesalahan
itu akan muncul.

(2) Saya teringat pernyataan seorang sahabat. Kebetulan, ia adalah jenis perfeksionis akut. Sangat
menjaga nama baiknya. Selalu ingin tampil sempurna, tanpa kesalahan.
Hingga suatu hari ia protes, "bagaimana pun baiknya diriku bersikap, selalu saja ada yang salah
menurut orang."
Saya membalasnya, "kamu akan selalu tampil salah."
"Mengapa?"
"Alasannya sederhana, kesalahanmu lebih mudah terlihat daripada kebaikanmu."
Awalnya ia tidak terima. Lalu kemudian tersadar dengan pernyataan pamungkasku berikut ini,
"Untuk menjadi sempurna, kamu pun membandingkan kebaikanmu dengan keburukan orang
lain. Bukankah demikian?"
"Begitu pula orang lain dalam menilaimu."
Lihatlah. Bahkan jika Anda berpikir tentang kesalahan apa yang tidak seharusnya diperbuat,
maka kesalahan itu akan muncul. Bahkan, semakin Anda takut pada kesalahan, semakin mungkin
kesalahan yang sama akan muncul.

(3) Ada sebuah kisah nyata yang saya kutip dari Wikipedia.  Pada 2009 silam, Perdana Menteri
Inggris saat itu, Gordon Brown menulis sebuah surat belasungkawa kepada sebuah keluarga yang
anaknya gugur di Afghanistan.
Namun, ada sebuah kesalahan kecil dalam surat tersebut. Gordon salah menuliskan nama
marganya. Lantas tabloid The Sun menerbitkan sebuah artikel kritik atas kecerobohan sang
Perdana Menteri yang melakukan kesalahan. Sayangnya, dalam artikel pedas itu, The Sun pun
salah menulis marganya juga. Alhasil, tabloid besar itu terpaksa mengeluarkan surat permintaan
maaf.

Jadi memang benar, sebuah kesalahan hanya akan melahirkan kesalahan lainnya. Tidak heran jika
kesalahan itu menular. Dan yang lebih berbahaya lagi, kesalahan itu akan selalu muncul, bahkan jika
Anda berusaha untuk mencegahnya.

Saya tidak melebih-lebihkan pernyataan bahwa Murphy's Law layaknya sebuah kutukan bagi umat
manusia. Ia akan selalu ada dalam hidup ini dan menghantui semua orang.

Tidak sepatutnya benar juga sih.

Untuk membuktikannya, marilah kita kembali kepada kasus (1). Dalam hal tersebut, Murphy's Law tidak
akan bermanifestasi jika ada salah satu dari tiga kondisi ini terjadi;

1. Pertama. Anda membawa payung dan hujan turun.


2. Kedua. Anda tidak membawa payung dan cuaca cerah.
3. Ketiga. Anda tidak peduli, apakah cuaca akan gelap atau terang. Anda tidak akan kebingungan
untuk membawa payung atau tidak. Dengan menghadapi kenyataa dan tidak menyesalinya maka
Murphy's Law tidak akan menghantuimu.
4. Abaikan kasus pertama dan kedua, karena itu memerlukan keberuntungan. Tidak membawa
payung di saat tepat, dan membawa payung saat dibutuhkan, bukanlah solusi untuk mencegah
kutukan Murphy's Law.
5. Mari kita berfokus kepada skenario ketiga saja. Murphy's Law tidak akan menjadi kutukan
bilamana;

Tidak melihat kesalahan masa lalu sebagai sebuah hal yang perlu disesali.

Tidak khawatir akan masa depan yang belum tentu terjadi.

Tidak melakukan perbandingan diri dengan orang lain.


Dan yang terpenting adalah:

1. Selalu sadar setiap saat bahwa hidup adalah pada saat ini. Tidak perlu kembali ke masa lalu atau
berkelana ke masa depan.
2. Bentuk persepsi bahwa segala kejadian sebagaimana apa adanya. Tidak terjebak oleh asumsi
yang belum tentu benar atau salah.
3. Hadapi kenyataan, bukan mengabaikannya.
4. Dan kenyataan itu adalah ketidakkekalan.
5. Dan selalu menerima kenyataan bahwa:
6. Bahwa baik dan buruk memiliki porsi yang sama besarnya di dunia ini.
7. Bahwa benar atau salah adalah berbeda dalam setiap situasi.
8. Bahwa suka dan duka adalah fenomena yang datang silih berganti.

Anda mungkin juga menyukai