Anda di halaman 1dari 6

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Judul Modul : Bank, Rente dan Fee


B. Kegiatan Belajar : KB 3
C. Refleksi

NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN


1. Bank dan Rente
Bank atau perbankan adalah lembaga keuangan yang
usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam
lalu lintas pembayaran serta peredaran uang dengan tujuan
memenuhi kebutuhan kredit dengan modal sendiri atau
orang lain
a. Ada dua jenis Bank di Indonesia, yaitu bank
konvensional dan bank syariah. Bank Konvensional
adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri
atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan
Rakyat. Sedangkan Bank Syariah adalah Bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip
Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum
Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
b. Di antara usaha Bank Syariah adalah
1) Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa
Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang
Peta Konsep (Beberapa dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad
1 istilah dan definisi) di modul wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan
bidang studi dengan Prinsip Syariah.
2) Menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa
Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad
mudharabah atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah.
3) menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan
Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad
lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah.
4) Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad
murabahah, Akad salam, Akad istishna’, atau Akad
lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah.
5) Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah.
6) Menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang
bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah
berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain
yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.
7) Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan
Akad hawalah atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah.
c. Prinsip-prinsip syariah yang dikembangkan dalam
rangka menghindari bunga bank adalah sebagai
berikut:
1) Wadiah yaitu titipan uang, barang dan surat-surat
berharga). Dalam operasinya bank Islam
menghimpun dengan cara menerima deposito
berupa uang, benda dan surat berharga sebagai
amanat yang wajib dijaga keselamatannya oleh
bank Islam. Bank berhak menggunakan dana
tersebut tanpa harus membayar imbalannya.
Namun bank harus menjamin bahwa dana itu dapat
dikembalikan tepat pada waktu pemilik deposito
memerlukannya.
2) Mudharabah (kerja sama antara pemilik modal
dengan pelaksana). Dengan mudharabah bank
Islam dapat memberikan tambahan modal kepada
pengusaha untuk perusahaannya dengan perjanjian
bagi hasil, baik untung ataupun rugi sesuai dengan
perjanjian yang telah ditentukan sebelumnya.
3) Musyarakah/syirkah (persekutuan). Pihak bank
dan pengusaha sama-sama mempunyai andil
(saham) pada usaha patungan. Kedua belah pihak
andil dalam mengelola usaha patungan itu dan
menaggung untung rugi bersama atas dasar
perjanjian profit and loss sharing.
4) Murabahah (jual beli barang dengan tambahan
harga atas dasar harga pembelian yang pertama
secara jujur). Syarat murabahah antara lain bahwa
pihak bank harus memberikan informasi
selengkapnya kepada pembeli tentang harga
pembeliannya dan keuntungan bersihnya dari cost
plusnya.
5) Qard hasan (pinjaman yang baik). Bank Islam
dapat memberikan pinjaman tanpa bunga kepada
para nasabah yang baik terutama para nasabah
yang memiliki deposito di bank Islam.
6) Ijarah, yaitu akad sewa-menyewa antara satu atau
dua orang, atau antara satu lembaga dengan
lembaga lain berdasarkan prinsip syariah.
7) Hiwalah, yaitu akad perpindahan utang dari si A
kepada B atau C yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah.
8) Bank Islam boleh mengelola zakat di Negara
yang pemerintahannya tidak mengelola zakat
secara langsung. Bank Islam juga dapat
menggunakan sebagian zakat yang terkumpul untuk
proyek-proyek yang produktif yang hasilnya untuk
kepentingan agama dan umum. Bank Islam juga
boleh menerima dan memungut pembayaran untuk
mengganti biaya yang langsung dikeluarkan oleh
bank dalam melaksanakan pekerjaannya untuk
melayani kepentingan para nasabah misalnya biaya
materai, telepon dalam memberitahukan rekening
dan lain-lain.
9) Membayar gaji para karyawan bank yang
melakukan pekerjaan untuk kepentingan nasabah,
untuk sarana dan prasarana yang disediakan oleh
bank dan biaya administrasi pada umumnya.
d. Jenis Riba dan Hukumnya
1) Riba berarti tambahan baik berupa tunai, benda,
maupun jasa yang mengharuskan pihak peminjam
untuk membayar selain jumlah uang yang
dipinjamkan kepada pihak yang meminjamkan pada
waktu pengembalian uang pinjaman, riba semacam
ini disebut dengan riba nasiah.
2) Riba nasiah mengandung tiga unsur, yaitu:
a) Terdapat tambahan pembayaran atau modal
yang dipinjamkan.
b) Tambahan itu tanpa resiko kecuali sebagai
imbalan dari tenggang waktu yang diperoleh si
peminjam.
c) Tambahan itu disyaratkan dalam bentuk
pemberian piutang dan tenggang waktu.
3) Menurut Ibnu Qayyim, riba fadhal ialah riba yang
kedudukannya sebagai penunjang keharaman riba
nasiah. Dengan kata lain bahwa riba fadhal
diharamkan supaya seseorang tidak melakukan riba
nasiah yang sudah jelas keharamannya.
4) Tentang keharaman riba, sikap semua agama
samawi (Islam, Yahudi dan Nasrani) secara tegas
mengharamkan riba karena dianggap sebuah
praktek yang dapat merusak moral.
5) Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim secara jelas riba adalah perbuatan haram
dan termasuk salah satu dari lima dosa besar yang
membinasakan. Dalam hadits yang lain, keharaman
riba bukan hanya kepada pelakunya saja tapi juga
kepada semua pihak yang ikut membantu
terlaksananya perbuatan riba tersebut.
6) Keharaman riba dalam al-Qur’an secara bertahap,
sejalan dengan kesiapan masyarakat pada masa
itu, seperti pelarangan minuman keras. Adapun
tahap-tahap pelarangan riba dalam al-Qur'an dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a) Tahap pertama, bahwa riba akan menjauhkan
kekayaan dari keberkahan Allah, sedangkan
shodaqoh akan meningkatkan keberkahan
berlipat ganda (QS. Ar-Rum: 39).
b) Tahap kedua, pada awal periode Madinah,
praktik riba dikutuk dengan keras, sejalan
dengan larangan pada kitab-kitab terdahulu.
Riba dipersamakan dengan mereka yang
mengambil kekayaan orang lain secara tidak
benar dan mengancam kedua belah pihak
dengan siksa Allah yang pedih (QS. An-Nisa’:
160-161).
c) Tahap ketiga, keharaman riba dikaitkan pada
suatu tambahan yang berlipat ganda (QS. Ali
Imron: 130). Ayat ini turun setelah perang Uhud
yaitu tahun ke-3 Hijriyah. Menurut Antonio
(2001: 49), istilah berlipat ganda harus dipahami
sebagai sifat bukan syarat sehingga
pengertiannya adalah yang diharamkan bukan
hanya yang berlipat ganda saja sementara yang
sedikit, maka tidak haram, melainkan sifat riba
yang berlaku umum pada waktu itu adalah
berlipat ganda.
d) Tahap keempat merupakan tahap terakhir yang
dengan tegas dan jelas Allah mengharamkan
riba, menegaskan perbedaan yang jelas antara
jual beli dan riba dan menuntut kaum Muslimin
agar menghapuskan seluruh hutang-pihutang
yang mengandung riba (QS. Al-Baqarah: 278-
279).
2. Hikmah Keharaman Riba
a. Praktek riba mengandung kezaliman dalam bentuk
pengambilan harta orang lain tanpa hak.
b. Praktek riba terkandung potensi secara psikologis yang
dapat melemahkan kreativitas manusia untuk bekerja,
sehingga manusia melalaikan perdagangannya dan
aktifitas ekonomi lainnya yang mampu memutus
kreativitas hidupnya.
c. Praktek riba berpotensi besar untuk menghilangkan
nilai kebaikan dan keadilan dalam hutang piutang.
Transaksi hutang piutang yang pada mulanya
mengandung kebaikan karena di dalamnya terdapat
unsur tolong menolong dalam kehidupan sosial, akibat
virus riba maka hutang piutang akhirnya berubah
menjadi sebuah praktek pemerasan terselubung yang
akan mendorong pelakunya bermental lintah darat
yang memanfaatkan kebaikan hutang piutang.
d. Riba sangat tidak memiliki nilai kemanusiaan karena di
dalamnya terdapat eksploitasi terhadap kaum lemah,
hal ini menurut beliau karena yang menjadi kebiasaan
adalah orang yang memberi hutang adalah orang kaya
dan orang yang berhutang adalah orang miskin.
Mengambil kelebihan hutang dari orang yang miskin
sangatlah tidak wajar dan bertentangan dengan sifat
rahmah Allah Swt.
3. Ikhtilaf Hukum Bunga Bank
a. Dalam sistem bunga bank konvensional yang berlaku
mengharuskan mereka yang menitipkan uang untuk
jangka waktu tertentu, mendapat pengembalian uang
titipan itu dari bank ditambah dengan bunga yang
jumlahnya telah ditentukan pada hari penitipan uang.
b. Sebaliknya kepada mereka yang meminjam uang dari
bank untuk jangka waktu tertentu oleh bank juga
diharuskan untuk mengembalikan uang yang dipinjam.
Selain itu, ia pun harus memberikan uang tambahan
yang jumlahnya telah disepakati pada waktu
pengembalian pinjaman. Uang tambahan itu disebut
dengan bunga.
c. Sedikitnya terdapat empat kelompok ulama tentang
hukum bunga bank, yaitu:
1) Pertama kelompok muharrimun (kelompok yang
menghukuminya haram secara mutlak). Adapun
yang termasuk kedalam kelompok pertama ini
antara lain Abu Zahra, Abu A’la al-Maududi, M.
Abdullah al-Araby dan Yusuf Qardhawi, Sayyid
Sabiq, Jaad al-Haqq Ali Jadd al-Haqq dan Fuad
Muhammad Fachruddin. Mereka berpendapat
bahwa bunga bank itu riba nasiah yang mutlak
keharamannya oleh karena itu, umat Islam tidak
boleh berhubungan dengan bank yang memakai
sistem bunga, kecuali dalam keadaan darurat.
Terkait dengan kondisi yang tersebut terakhir ini,
Yusuf Qardhawi berbeda dengan yang lainnya,
menurutnya tidak dikenal istilah darurat dalam
keharaman bunga bank, keharamannya bersifat
mutlak.
2) Kedua kelompok yang mengharamkan jika bersifat
konsumtif. Adapun yang termasuk ke dalam
kelompok yang kedua ini antara lain Mustafa A.
Zarqa. Beliau berpendapat bahwa riba yang
diharamkan adalah yang bersifat konsumtif seperti
yang berlaku pada zaman jahiliyah sebagai bentuk
pemerasan kepada kaum lemah yang konsumtif
berbeda yang bersifat produktif tidaklah termasuk
haram. Hal senada juga dikemukakan oleh M.
Hatta. Tokoh yang tersebut terakhir ini
membedakan antara riba dengan rente.
Menurutnya riba itu sifatnya konsumtif dan
memeras si peminjam yang membutuhkan
pinjaman uang untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya. Sedangkan rente sifatnya produktif,
yaitu dana yang dipinjamkan kepada peminjam
digunakan untuk modal usaha yang menghasilkan
keuntungan.
3) Ketiga, muhallilun (kelompok yang menghalalkan).
Adapun yang termasuk kepada kelompok ketiga
antara lain A. Hasan (persis). Beliau berpendapat
bahwa bunga bank (rente) seperti yang belaku di
Indonesia bukan termasuk riba yang diharamkan
karena tidak berlipat ganda.
4) Keempat, kelompok yang menganggapnya
syubhat. Adapun yang termasuk ke dalam
kelompok keempat adalah Majlis Tarjih
Muhammadiyah dalam muktamar di Siduarjo 1968
memutuskan bahwa bunga yang diberikan oleh
bank kepada para nasabahnya atau sebaliknya
termasuk perkara syubhat (belum jelas
keharamannya). Karena yang diharamkan, menurut
Muhammadiyah riba yang mengarah kepada
pemerasan.
4. Bank dan Fee
a. Fee artinya pungutan dana yang dibebankan kepada
nasabah bank untuk kepentingan administrasi, seperti
keperluan kertas, biaya operasional, dan lain-lain.
Pungutan itu pada hakikatnya bisa dikategorikan
bunga, tapi apakah keberadaannya bisa dipersamakan
dengan hukum bunga bank.
b. Untuk menjawab masalah ini dapat dikembalikan
kepada pendapat ulama tentang hukum bunga bank itu
sendiri.
1) Bagi kelompok ulama yang mengharamkan bunga
bank, maka mereka pun mengharamkan fee,
karena berarti itu kelebihan, yaitu dengan
mengambil manfaat dari sebuah transaksi utang
piutang. Tegasnya, mereka menganggap fee
adalah riba, meskipun fee itu digunakan untuk
dana operasional.
2) Adapun ulama yang menghalalkan bunga bank
dengan alasan keadaan bank itu darurat atau
alasan lainnya, mereka pun mengatakan bahwa
fee bukan termasuk riba, oleh karena itu hukumnya
boleh selain alasan bahwa tanpa fee, maka bank
tidak bisa beroperasi maka keberadaan sesuatu
sebagai alat sama hukumnya dengan keberadaan
asal. Dalam hal ini, hukum fee sama dengan bunga
bank, yaitu boleh.

Daftar materi bidang studi


2 yang sulit dipahami pada 1. riba nasiah dan riba fadhal.
modul

Daftar materi yang sering


3 mengalami miskonsepsi
dalam pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai