Anda di halaman 1dari 18

Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran

penting dalam dunia pendidikan. Secara umum tujuan pembelajaran bahasa

Indonesia adalah sebagai berikut: (1) peserta didik menghargai dan

membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, (2)

peserta didik memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi

serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan,

keperluan dan keadaan (3) peserta didik memiliki kemampuan menggunakan

bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan, kematangan emoasional, dan

kematangan sosial, (4) peserta didik memiliki disiplin dalam berpikir dan

berbahasa (berbicara dan menulis), (5) peserta dan didik mampu menikmati dan

memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas

wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa,

(6) peserta didik menghargai dan membanggakan karya sastra Indonesia sebagai

khazanah budaya dan intektual manusia Indonesia ( BNSP, 2007).

Pengertian Madrasah Ibtidaiyah

Madrasah Ibtidaiyah adalah bagian dari pendidikan dasar formal dengan ciri keagamaan. Madrasah
Ibtidaiyah merupakan lembaga pendidikan Islam yang lebih modern, yang memadukan antara
pendidikan pesantren dan sekolah, yang materinya mengintegrasikan agama dan pengetahuan
umum. Madrasah Ibtidaiyah sebagai lembaga pendidikan Islam berfungsi menghubungkan sistem
lama dan sistem baru dengan jalan mempertahankan nilai-nilai lama yang masih baik dan dapat
dipertahankan dan mengambil sesuatu yang baru dalam ilmu, teknologi, dan ekonomi yang
bermanfaat bagi kehidupan umat Islam, sedangkan isi kurikulum madrasah pada umumnya sama
dengan pendidikan di pesantren ditambah dengan ilmu- ilmu umum Untuk dapat
mengimplementasi-kan program pendidikan karakter yang efektif.(Haedar Nashir, 2013).

Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran

penting dalam dunia pendidikan. Secara umum tujuan pembelajaran bahasa

Indonesia adalah sebagai berikut: (1) peserta didik menghargai dan

membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, (2)

peserta didik memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi

serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan,

keperluan dan keadaan (3) peserta didik memiliki kemampuan menggunakan

bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan, kematangan emoasional, dan

kematangan sosial, (4) peserta didik memiliki disiplin dalam berpikir dan
berbahasa (berbicara dan menulis), (5) peserta dan didik mampu menikmati dan

memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas

wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa,

(6) peserta didik menghargai dan membanggakan karya sastra Indonesia sebagai

khazanah budaya dan intektual manusia Indonesia ( BNSP, 2007).

Berdasarkan tujuan umum di atas, dapat disimpulkan bahwa ruang

lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia di jenjang SD/MI meliputi kebahasaan,

kemampuan memahami, mengapresiasi sastra, dan kemampuan menggunakan

bahasa Indonesia yang meliputi empat aspek keterampilan bahasa, yaitu:

menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Pembelajaran bahasa Indonesia di jenjang pendidikan dasar (SD/MI) dapat

diartikan sebagai upaya pendidik untuk mengubah perilaku peserta didik dalam

berbahasa Indonesia, perubahan tersebut dapat dicapai apabila pendidik dalam

membelajarkan peserta didik sesuai dan sejalan dengan tujuan belajar bahasa

Indonesia di SD/MI. Mata pelajaran bahasa Indonesia diberikan dengan maksud

mengembangkan kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

3. Nilai-nilai Karakter

Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani charassei yang berarti

mengukir hingga terbentuk pola dan „to mark’ (menandai). Istilah ini lebih fokus

ke arah tindakan atau tingkah laku. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) karakter berarti tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi

pekerti yang membedakan seseorang dari pada orang lain. Karakter

Penanaman nilai-nilai karakter dalam pembe

3. Nilai-nilai Karakter

Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani charassei yang berarti

mengukir hingga terbentuk pola dan „to mark’ (menandai). Istilah ini lebih fokus

ke arah tindakan atau tingkah laku. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) karakter berarti tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi

pekerti yang membedakan seseorang dari pada orang lain. Karakter

Penanaman nilai-nilai karakter dalam pembelajaran.


Strategi

Kata strategi berasal dari bahasa Latin strategia, yang diartikan sebagai

seni penggunaan rencana untuk mencapai tujuan. Strategi pembelajaran

menurut Frelberg & Driscoll (1992) dapat digunakan untuk mencapai

berbagai tujuan pemberian materi pelajaran pada berbagai tingkatan, untuk

siswa yang berbeda, dalam konteks yang berbeda pula. Gerlach & Ely (1980)

mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih

untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pembelajaran

tertentu, meliputi sifat, lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat memberikan

pengalaman belajar kepada siswa. Dick & Carey (1996) berpendapat bahwa

strategi pembelajaran tidak hanya terbatas pada prosedur kegiatan, melainkan

juga termasuk di dalamnya materi atau paket pembelajaran. Strategi

pembelajaran terdiri atas semua komponen materi pelajaran dan prosedur

yang akan digunakan untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran

tertentu.

Strategi pembelajaran juga dapat diartikan sebagai pola kegiatan

pembelajaran yang dipilih dan digunakan guru secara kontekstual, sesuai

dengan karakteristik siswa, kondisi sekolah, lingkungan sekitar serta tujuan

khusus pembelajaran yang dirumuskan. Gerlach & Ely (1980) juga

mengatakan bahwa perlu adanya kaitan antara strategi pembelajaran dengan

tujuan pembelajaran, agar diperoleh langkah-langkah kegiatan pembelajaran

yang efektif dan efisien. Strategi pembelajaran terdiri dari metode dan teknik

(prosedur) yang akan menjamin bahwa siswa akan betul-betul mencapai

tujuan pembelajaran. Kata metode dan teknik sering digunakan secara

bergantian. Gerlach & Ely (1980) mengatakan bahwa teknik (yang kadangkadang disebut metode)
dapat diamati dalam setiap kegiatan pembelajaran.

Teknik adalah jalan atau alat (way or means) yang digunakan oleh guru

untuk mengarahkan kegiatan siswa ke arah tujuan yang akan dicapai. Guru

yang efektif sewaktu-waktu siap menggunakan berbagai metode (teknik)

dengan efektif dan efisien menuju tercapainya tujuan.

Metode, menurut Winarno Surakhmad (1986) adalah cara, yang di dalam


fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini berlaku baik

bagi guru (metode mengajar) maupun bagi siswa (metode belajar). Makin

baik metode yang dipakai, makin efektif pula pencapaian tujuan. Namun,

metode kadang-kadang dibedakan dengan teknik. Metode bersifat

prosedural, sedangkan teknik lebih bersifat implementatif, maksudnya

merupakan pelaksanaan apa yang sesungguhnya terjadi (dilakukan guru)

untuk mencapai tujuan. Contohnya, guru A dan guru B sama-sama

menggunakan metode ceramah, keduanya mengetahui bagaimana prosedur

pelaksanaan metode ceramah yang efektif, tetapi hasil guru A berbeda

dengan guru B karena teknik pelaksanaannya yang berbeda. Jadi, tiap guru

mempunyai teknik yang berbeda dalam melaksanakan metode yang sama.

Marilah kita tinjau kembali pengertian strategi yang telah diuraikan

tersebut di atas, bahwa strategi terdiri dari metode dan teknik atau prosedur

yang menjamin siswa mencapai tujuan. Dari uraian tersebut jelaslah bahwa

strategi pembelajaran lebih luas daripada metode dan teknik pembelajaran.

Metode dan teknik pembelajaran merupakan bagian dari strategi

pembelajaran. Untuk lebih memperjelas perbedaan tersebut, ikutilah contoh

berikut.

Dalam suatu Satuan Acara Perkuliahan (SAP) untuk mata kuliah

“Metode-metode Mengajar bagi Mahasiswa Program S1 Pendidikan

Ekonomi dan Koperasi”, terdapat suatu rumusan tujuan khusus pembelajaran

sebagai berikut “Mahasiswa calon guru diharapkan dapat mengidentifikasi

minimal empat bentuk diskusi sebagai metode mengajar”. Strategi yang

dipilih untuk mencapai tujuan tersebut, misalnya berikut ini.

a. Mahasiswa diminta mengemukakan empat bentuk diskusi yang pernah

dilihatnya, secara kelompok.

b. Mahasiswa diminta membaca dua buah buku tentang bentuk-bentuk

diskusi dari beberapa buku.

c. Mahasiswa diminta mendemonstrasikan cara-cara berdiskusi sesuai

dengan bentuk yang dipelajari, sedangkan kelompok yang lain mengamati

sambil mencatat kekurangan-kekurangannya untuk didiskusikan setelah


demonstrasi selesai.

d. Mahasiswa diharapkan mencatat hasil diskusi kelas.

Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa kegiatan nomor c dan d adalah

teknik pembelajaran, dengan menggunakan metode demonstrasi dan diskusi.

Seluruh kegiatan tersebut di atas merupakan strategi yang disusun guru untuk

mencapai tujuan pembelajaran. Dalam mengatur strategi, guru dapat memilih

berbagai metode, seperti ceramah, tanya jawab, diskusi, dan demonstrasi.

Berbagai media, seperti film, VCD, kaset audio, dan gambar, dapat

digunakan sebagai bagian dari teknik-teknik yang dipilih oleh guru.

B. TEORI YANG MELANDASI STRATEGI PEMBELAJARAN

Crowl, Kaminsky & Podell (1997) mengemukakan tiga pendekatan yang

mendasari pengembangan strategi pembelajaran. Pertama, Advance

Organizers dari Ausubel, yang merupakan pernyataan pengantar yang

membantu siswa mempersiapkan kegiatan belajar baru dan menunjukkan

hubungan antara apa yang akan dipelajari dengan konsep atau ide yang lebih

luas. Kedua, Discovery Learning dari Bruner, yang menyarankan

pembelajaran dimulai dari penyajian masalah dari guru untuk meningkatkan

kemampuan siswa dalam menyelidiki dan menentukan pemecahannya.

Ketiga, peristiwa-peristiwa belajar dari Gagne.

1. Belajar Bermakna dari Ausubel

Ausubel (1977) menyarankan penggunaan interaksi aktif antara guru

dengan siswa yang disebut belajar verbal yang bermakna (meaningful verbal

learning) atau disingkat belajar bermakna pembelajaran ini menekankan pada

ekspositori dengan cara, guru menyajikan materi secara eksplisit dan

terorganisasi. Dalam pembelajaran ini, siswa menerima serangkaian ide yang

disajikan guru dengan cara yang efisien.

Model Ausubel ini mengedepankan penalaran deduktif, yang

mengharuskan siswa pertama-tama mempelajari prinsip-prinsip, kemudian

belajar mengenal hal-hal khusus dari prinsip-prinsip tersebut. Pendekatan ini

mengasumsikan bahwa seseorang belajar dengan baik apabila memahami


konsep-konsep umum, maju secara deduktif dari aturan-aturan atau prinsipprinsip sampai pada
contoh-contoh.

Pembelajaran bermakna dari Ausubel menitikberatkan interaksi verbal

yang dinamis antara guru dengan siswa. Guru memulai dengan suatu advance

organizer (pemandu awal), kemudian ke bagian-bagian pembelajaran,

selanjutnya mengembangkan serangkaian langkah yang digunakan guru

untuk mengajar dengan ekspositori.

2. Advance Organizer

Guru menggunakan advance organizer untuk mengaktifkan skemata

siswa (eksistensi pemahaman siswa), untuk mengetahui apa yang telah

dikenal siswa, dan untuk membantunya mengenal relevansi pengetahuan

yang telah dimiliki. Advance organizer memperkenalkan pengetahuan baru

secara umum yang dapat digunakan siswa sebagai kerangka untuk

memahami isi informasi baru secara terperinci Anda dapat menggunakan

advance organizer untuk mengajar bidang studi apa pun.

3. Discovery Learning dari Bruner

Teori belajar penemuan (discovery) dari Bruner mengasumsikan bahwa

belajar paling baik apabila siswa menemukan sendiri informasi dan konsepkonsep. Dalam belajar
penemuan, siswa menggunakan penalaran induktif

untuk mendapatkan prinsip-prinsip, contoh-contoh. Misalnya, guru

menjelaskan kepada siswa tentang penemuan sinar lampu pijar, kamera, dan

CD, serta perbandingan antara invention dengan discovery (misalnya, listrik,

nuklir, dan gravitasi). Siswa, kemudian menjabarkan sendiri apakah yang

dimaksud dengan invention dan bagaimana perbedaannya dengan discovery.

Dalam belajar penemuan, siswa “menemukan” konsep dasar atau

prinsip-prinsip dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang mendemonstrasikan konsep tersebut.


Bruner yakin bahwa siswa “memiliki” pengetahuan

apabila menemukan sendiri dan bertanggung jawab atas kegiatan belajarnya

sendiri, yang memotivasinya untuk belajar.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Metode Pembelajaran

Metode adalah cara yang digunakan


untuk mengimplementasikan rencana yang

sudah disusun dalam kegiatan nyata agar

tujuan yang telah disusun tercapai secara

optimal Wina Sanjaya, 2006). Metode

merupakan sebuah langkah yang turut

membantu terealisasikannya proses

kegiatan yang maksimal, efektif dan

efisien. Dalam proses pembelajaran

peranan metode sangat dibutuhkan sekali,

yakni sebagai sub sistem yang turut

menghadirkan pembelajaran yang aktif,

kreatif dan memancing minat peserta didik

dalam belajar secara serius. Jadi “metode”

lebih menggambarkan pada teknik atau

langkah-langkah (Abdul Gafur, 1989).

Sedangkan menurut Nana Sudjana,

metode pembelajaran adalah cara yang

dipergunakan pendidik dalam melakukan

hubungan dengan peserta didik pada saat

Dalam proses pembelajaran, metode yang

digunakan untuk menyampaikan materi

pembelajaran diharapkan menimbulkan

daya kreatif baik bagi pendidik maupun

peserta didik.

2. Prinsip Metode Pembelajaran

Di antara prinsip-prinsip metode

pembelajaran yang di lakukan adalah

a. Setiap metode pembelajaran

senantiasa bertujuan, artinya

pemilihan dan pengunaan sesuatu

metode pembelajaran adalah


berdasarkan pada tujuan yang hendak

dicapai dan digunakan untuk mencapai

tujuan itu.

b. Pemilihan sesuatu metode

pembelajaran, yang menyediakan

kesempatan belajar bagi murid, harus

berdasarkan kepada keadaan murid,

pribadi pendidik dan lingkungan

belajar.

c. Metode pembelajaran akan dapat

dilaksanakan secara lebih efektif

apabila dibantu dengan alat bantu

pembelajaran atau audio visual.

d. Di dalam pembelajaran tidak ada

sesuatu metode pembelajaran yang

dianggap paling baik atu paling

sempurna, metode yang baik apabila

berhasil mencapai tujuan

pembelajaran.

Macam-Macam Metode Pembelajaran

1. Metode

critical incident

(pengalaman penting). Metode

ini digunakan sejak awal

proses pembelajaran. Adapun

tujuannya adalah untuk membuat

peserta didik fokus di awal

proses pembelajaran. Langkahlangkahnya adalah sampaikan

kepada peserta didik materi yang

akan dipelajari pada pertemuan

ini, berilah kesempatan kepada


peserta didik untuk mengingatingat pengalaman mereka yang

berkaitan dengan materi, tanyakan

kepada mereka pengalaman

apa yang tidak terlupakan, guru

mengaitkan pengalaman siswa

dengan materi.

2. Metode prediction guide (tebak

pelajaran). Metode ini digunakan

di awal pembelajaran. Adapun

tujuannya adalah untuk membuat

peserta didik fokus sejak awal

proses pembelajaran dan tetap

memperhatikan ketika guru

menyampaikan materi. Selama

proses penyampaian materi siswa

diminta untuk mencocokkan

prediksi-prediksi mereka dengan

materi yang disampaikan oleh

guru. Langkah-langkahnya

adalah tentukan topik yang akan

anda sampaikan, bagi siswa

menjadi kelompok-kelompok

kecil, guru meminta peserta

didik untuk menebak apa saja

kira-kira yang akan kita pelajari

dalam proses pembelajaran,

peserta didik diminta untuk

membuat perkiraan-perkiraan

dalam kelompok kecil, guru

kemudian menyampaikan materi

secara interaktif, selama proses


pembelajaran siswa diminta

untuk mengidentifikasi prediksi

mereka yang sesuai dengan

materi, diakhir perkuliahan

tanyakan berapa prediksi mereka

yang mengena.

3. Metode Teks acak. Metode ini

sangat baik digunakan untuk

mata pelajaran bahasa. Meskipun

dapat juga digunakan untuk mata

pelajaran yang lain. Langkahlangkahnya adalah pilih bacaan

yang akan disampaikan, potong

bacaan tersebut menjadi beberapa

bagian (potongan bisa dilakukan

per kalimat atau per dua kalimat),

bagi siswa menjadi beberapa

kelompok kecil, beri setiap

kelompok bacaan utuh yang

sudah dipotong-potong, tugas

peserta didik adalah menyusun

potongan-potongan tersebut

sehingga dapat dibaca dengan

benar dan urut.

4. Metode group resume. Biasanya

resum menggambarkan hasil

yang telah dicapai. Metode ini

digunakan untuk membantu

peserta didik lebih akrab atau

melakukan kerjasama kelompok.

Langkah-langkahnya adalah bagi

peserta didik menjadi beberapa


kelompok kecil, terangkan

kepada peserta didik bahwa

kelas mereka dipenuhi oleh

individu-individu yang penuh

bakat dan berpengalaman, guru

menyuruh siswa untuk meresum,

pastikan mereka meresum

hal yang berbeda pada setiap

kelompoknya, bagikan kepada

setiap kelompok kertas plano dan

spidol untuk menuliskan hasil

resum mereka, minta peserta

didik dalam setiap kelompok

untuk mempresentasikan hasil

resum kelompok.

5. Metode question student have

(pertanyaan dari siswa). Metode

ini digunakan untuk mengetahui

kebutuhan dan harapan peserta

didik dengan menggunakan

partisipasi peserta didik secara

tertulis. Langkah-langkahnya

adalah bagikan kertas kosong

kepada setiap peserta didik,

kemudian mintalah peserta didik

untuk menulis satu pertanyaan

yang berkaitan dengan materi

(bisa tidak menuliskan namanya),

setelah itu siswa diminta untuk

memberikan kepada teman

disamping kirinya, pada saat


menerima kertas dari teman

mereka, peserta didik diminta

untuk membaca pertanyaan yang

ada, jika pertanyaan tersebut

juga ingin peserta didik ketahui

jawabannya, maka peserta didik.

harus memberi tanda centang, jika

peserta didik sudah mengetahui

jawabannya maka dibiarkan saja,

putar pertanyaan tersebut hingga

kembali kepada pemiliknya,

jika kertas pertanyaan sudah

kembali kepada pemiliknya maka

hitunglah berapa tanda centang

yang anda dapat, guru memberi

respon kepada yang memiliki

tanda centang terbanyak.

6. Metode active knowladge sharing

(saling tukar pengetahuan).

Metode ini digunakan untuk

melihat tingkat kemampuan

peserta didik selain kerjasama

tim. Langkah-langkahnya adalah

buatlah pertanyaan-pertanyaan

yang berkaitan dengan materi,

mintalah siswa untuk menjawab

dengan sebaik-baiknya, minta

siswa untuk berkeliling mencari

teman yang dapat membantu

dalam menjawab pertanyaan

dari guru sampai peserta didik


tersebut tidak merasa ragu

dengan jawabannya, peserta

didik kemudian diminta untuk

kembali ke tempat duduk

masing-masing, kemudian guru

menjawab pertanyaan yang tidak

dapat dijawab oleh siswa.

7. Metode true or fals (benar atau

salah). Metode ini digunakan

untuk menumbuhkan kerjasama

kelompok, berbagi pengetahuan,

dan belajar secara langsung.

Langkah-langkahnya adalah guru

membuat daftar pernyataan yang

berhubungan dengan materi,

separo pernyataan benar dan

separo lagi pernyataan salah,

berilah kepada peserta didik

satu kertas kemudian minta

mereka untuk mengidentifikasi

mana pernyataan yang benar dan

mana pernyataan yang salah,

selanjutnya peserta didik diminta

membaca masing-masing

pernyataan dan mintalah jawaban

dari kelas apakah pernyataan itu

benar atau salah, guru memberi

klarifikasi setiap pernyataan.

8. Metode listening teams (tim

pendengar). Metode ini membantu

siswa untuk tetap konsentrasi


dan fokus dalam menerima mata

pelajaran. Langkah –langkahnya

adalah bagi siswa dalam empat

kelompok dengan tugas yang

berbeda yaitu sebagai penanya,

pendukung, penentang, dan

pemberi contoh, kemudian guru

menyampaikan materi dengan

metode ceramah, setelah selesai,

guru memberikan kesempatan

kepada kelompok untuk

melaksanakan tugas mereka.

1. Hakikat Kemampuan Membaca Pemahaman

a. Pengertian Membaca

Membaca merupakan aktivitas yang sangat kompleks yang melibatkan

faktor fisik dan psikis. Karena demikian kompleksnya, para ahli mengalami

kesulitan dalam mendefinisikan membaca secara tuntas dan bisa diterima oleh

semua pihak. Oleh karena itu, dalam memahami suatu definisi tentang membaca,

kita bisa menyadari keterbatasan definisi tersebut.

Soedarso (2002:4) menyatakan bahwa membaca merupakan aktivitas yang

kompleks dengan menggerakkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah.

Hal ini meliputi: orang harus menggunakan pengertian, khayalan, mengamati, dan

mengingat-ingat.

Pengertian membaca secara sederhana, disampaikan oleh Tarigan

(2008:7). Tarigan menyatakan bahwa membaca sebagai suatu proses yang

dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak

disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis.

Anderson (dalam Efendi, 2008) mengartikan membaca dari segi linguistik,

yaitu merupakan suatu proses penyandian kembali (rekonding process) dan

proses pembacaan sandi (dekonding process). Aspek ini menghubungkan katakata tulis (written
words) dengan makna bahasa lisan (oral languange meaning).
Hal ini mencakup pengubahan tulisan atau cetakan menjadi bunyi yang bermakna.

Lain halnya dengan Farida Rahim (2008:2), yang menyatakan bahwa

membaca adalah sesuatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak sekadar

melibatkan aktivitas visual, tetapi juga proses berpikir, psikolinguistik, dan

metakognitif. Sebagai proses visual membaca merupakan proses menerjemahkan

simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Sebagai proses berpikir, membaca

mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal, dan pemahaman kreatif.

Berkaitan dengan pemahaman itu, Smith (dalam Sudiana, 2007:7)

menyatakan bahwa dalam usaha memahami makna teks, pembaca memerlukan

dua macam informasi, yaitu informasi visual dan informasi nonvisual. Informasi

visual adalah informasi dari tulisan yang harus ditangkap dengan mata. Informasi

nonvisual adalah informasi yang mencakup penguasaan bahasa yang relevan,

pengetahuan mengenai topik, dan kemampuan umum dalam membaca. Kedua

jenis informasi ini memiliki hubungan yang resiprokal. Dalam hal ini, semakin

banyak informasi nonvisual yang dimiliki pembaca saat membaca, semakin

sedikit dia memerlukan informasi visual. Demikian sebaliknya, semakin sedikit

informasi nonvisual yang dimiliki oleh pembaca, semakin banyak dia memerlukan

informasi visual.

Sejalan dengan pendapat Farida Rahim, Adams dan Collins (dalam

Sudiana, 2007) menyatakan bahwa membaca dapat dikatakan sebagai proses

penerjemahan rangkaian grafis ke dalam kata-kata. Proses membaca semacam ini

ini biasanya berlangsung pada permulaan belajar membaca. Membaca tidak

sekadar menyuarakan tulisan, baik dengan suara nyaring maupun suara dalam hati

saja.

Berbeda halnya dengan pendapat di atas, Klein dkk, (dalam Farida Rahim

2008:3), menyatakan bahwa definisi membaca mencakup (1) membaca

merupakan suatu proses, (2) membaca adalah strategis, dan (3) membaca

merupakan interaktif. Membaca merupakan suatu proses dimaksudkan bahwa

informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai

peranan utama dalam membentuk makna. Membaca juga merupakan suatu

strategis. Pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca yang


sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka mengonstruk makna ketika

membaca. Membaca adalah interaktif. Orang yang senang membaca suatu teks

yang bermanfaat akan menemui beberapa tujuan yang ingin dicapainya, teks yang

dibaca seseorang harus mudah dipahami (readable) sehingga terjadi interaksi

antara pembaca dan teks.

Di lain pihak, Gibbon (dalam Brata, 2009) mendefinisikan membaca

sebagai proses memperoleh makna dari cetakan. Kegiatan membaca bukan

sekadar aktivitas yang bersifat pasif dan reseptfi saja, melainkan menghendaki

pembaca untuk aktif berpikir. Untuk memperoleh makna dari teks, pembaca

harus menyertakan latar belakang “bidang” pengetahuannya, topik, dan

pemahaman terhadap sistem bahasa itu sendiri. Tanpa hal-hal tersebut selembar

teks tidak berarti apa-apa bagi pembaca.

Soedarso (2002:4) menyatakan bahwa membaca merupakan aktivitas yang

kompleks dengan menggerakkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah.

Hal ini meliputi: orang harus menggunakan pengertian, khayalan, mengamati, dan

mengingat-ingat.

Berdasarkan definisi-definisi membaca di atas, dapatlah disimpulkan

bahwa inti tindakan membaca adalah pemahaman. Dengan demikian, dapat

dinyatakan bahwa pada hakikatnya membaca adalah kegiatan menerjemahkan

rangkaian grafis ke dalam kata-kata lisan untuk memeroleh informasi dan

kemudian memahaminya.

b. Tujuan Membaca

Menurut Tarigan (2008:9-11) tujuan utama dalam membaca adalah untuk

mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, dan memahami makna

bacaan. Tarigan menyatakan beberapa hal yang penting dalam membaca. (1)

Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah

dilakukan oleh tokoh; apa-apa yang telah dibuat oleh tokoh; apa yang terjadi pada

tokoh khususnya, atau untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh

tokoh. (2) Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang

baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari

atau yang dialami tokoh, dan merangkumkan hal-hal yang dilakukan oleh tokoh
untuk mencapai tujuannnya. (3) Membaca untuk mengetahui apa yang terjadi

pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama, kedua,

ketiga/seterusnya – setiap tahap dibuat untuk memecahkan masalah, adeganadegan dan kejadian,
serta kejadian buat dramatisasi. (4) Membaca untuk

menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan seperti cara mereka

itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh pengarang kepada para pembaca,

mengapa para tokoh berubah, kualitas-kulalitas yang dimiliki para tokoh yang

membuat mereka berhasil atau gagal. (5) Membaca untuk menemukan serta

mengetahui apa-apa yang tidak biasa, tidak wajar mengenai seseorang tokoh, apa

yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar. (6) Membacauntuk
menemukan apakah tokoh berhasil atau hidup dengan ukuran-ukuran

tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti yang diperbuat tokoh, atau bekerja

seperti cara tokoh bekerja dalam cerita itu. (7) Membaca untuk menemukan

bagaimana caranya tokoh berubah, bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan

yang kita kenal, bagaimana dua cerita mempunyai persamaan, dan bagaimana

tokoh menyerupai pembaca. Pada intinya yang dimaksud oleh Tarigan adalah

bagaimana informasi yang diperoleh oleh pembaca itu disikapi untuk

kehidupannya. Hal ini kembali lagi kepada individu-individu pembaca, informasi

mana yang bermanfaat untuk kehidupannya dan informasi mana yang tidak

bermanfaat untuk kehidupannya.

White (dalam Sudiana, 2007:56), juga menyatakan tujuan membaca secara

umum. Tujuan membaca secara umum adalah untuk memperoleh informasi yang

tersaji dalam wacana tulis. Implisit dalam tujuan membaca adalah memeroleh

pemahaman terhadap sesuatu yang dibaca. Dengan memahami sesuatu yang

dibaca tersebut, pembaca berarti memeroleh informasi dari teks yang dibaca

tersebut. White menyebutkan pula tiga tujuan membaca. Pertama, orang membaca

materi referensial yang berupa fakta yang ada di lingkungannya. Tujuan membaca

ini semata-mata untuk menambah wawasan atau pengetahuan yang bersifat

faktual. Kedua, orang membaca materi yang isinya lebih bersifat intelektual

daripada faktual sebagai upaya mengembangkan keterampilan-keterampilan

intelektual. Dalam hal ini, tujuan membacanya adalah untuk meningkatkan daya

intelektual. Ketiga, orang membaca materi emosional untuk mendapatkan


kesenangan. Dalam hal ini, tujuan membacanya adalah untuk mendapatkan

kesenangan atau mendapat hiburan.

Lain halnya dengan Blanton dkk, (dalam Rahim 2008:11), tujuan

membaca mencakup (1) memeroleh suatu kesenangan, (2) menyempurnakan

membaca nyaring, (3) menggunakan strategi tertentu, (4) memperbaharui

pengetahuannya tentang suatu topik, (5) mengaitkan informasi baru dengan

informasi yang telah diketahuinya, (6) memeroleh informasi untuk laporan lisan

atau tertulis, (7) mengonfirmasi atau menolak prediksi, (8) menampilkan suatu

eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam

beberapa cara lain dan mempelajari struktur teks, dan (9) menjawab pertanyaanpertanyaan yang
spesifik.

Membaca merupakan tindakan sadar dan bertujuan. Sebelum membaca,

seorang pembaca yang mahir biasanya menetapkan apa yang menjadi tujuan

membacanya. Menurut Wiryodijoyo (1989:5 7-58) tujuan membaca meliputi:

1. menangkap butir-butir yang penting dan organisasi keseluruhan sebuah tulisan;

2. mengetahui isi materi bahan bacaan dengan cepat;

3. memperkuat pemahaman dan membaca pikiran dengan menambah kecepatan

baca;

4. mengerti dengan jelas untuk mengingat informasi dan menggunakannya;

5. mengembangkan kemampuan konsentrasi dan arti yang lebih dalam;

6. mencari keputusan (judgement) dan keterlibatan yang lebih dalam dengan

analisis bunyi; dan

7. memperluas kesadaran dan penikmatan sastra.

Anda mungkin juga menyukai