Anda di halaman 1dari 5

Chamelia Kirana Yoandra (190612642812)

Moh Fahimul Ilmi (220612608392)

Dasar Epid Off A

Variabel Deskriptif Epidemiologi Pneumonia

Pneumonia merupakan infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) yang dapat
disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti virus, jamur, bakteri, pajanan bahan kimia
atau kerusakan fisik dari paru-paru, maupun pengaruh tidak langsung dari penyakit lain.

Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018 memiliki prevalensi sekitar
2%. 
Pada pasien anak, angka pneumonia komuniti dari tahun 2015-2018 pada anak-anak dibawah
usia 5 tahun sekitar 500.000 kasus per tahun dengan 425 pasien meninggal.

Kejadian pneumonia dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Dalam epidemiologi deskriptif
dikenal 3 karakteristik utama untuk menentukan faktor yang saling berkaitan dengan suatu
kejadian atau penyakit. Ketiga 
karakteristik tersebut meliputi variabel orang, tempat dan waktu.

 Variabel waktu (time)

Kementerian Kesehatan mencatat, kasus pneumonia pada anak usia 0-5 tahun diperkirakan
meningkat pada 2020 sebesar 890.151 kasus dibandingkan pada 2019 sebesar 885.482 kasus.
Namun, kasus pneumonia yang terdeteksi justru menurun 33,9 persen dibandingkan pada
2019 yang sebesar 468.392 kasus menjadi 309.843 kasus. Angka kematian yang tercatat juga
menurun dari 550 pada 2020 menjadi 498 kasus pada 2019.
 Variabel orang (person)
Faktor person yang mempengaruhi kejadian pneumonia pada balita adalah umur, jenis
kelamin, status gizi, status 
imunisasi,pemberian ASI, dan pemberian vitamin A. 
Balita penderita pneumonia paling banyak terjadi pada 
kelompok umur 12-35 bulan dimana keadaan balita umur ≤24 bulan belum memiliki sistem
imun yang sempurna dan lumen pernapasan masih sempit.17 Balita umur 2-3 tahun
merupakan puncak terjadinya pneumonia akibat 
infeksi virus. Pneumonia lebih banyak terjadi pada balita berjenis kelamin laki-laki (57%).
Carey et. al (2008) mengemukakan bahwa kemunculan surfaktan pada  wanita neonatal lebih
awal. Estrogen dalam paru berfungsi untuk stimulasi surfaktan paru. Kemunculan surfaktan
menjadikan patensi kecilnya saluran udara dan ruang udara, sehingga menyebabkan laju
aliran udara lebih tinggi dan hambatan jalan napas lebih rendah. Selain itu, pertumbuhan
saluran pernapasan pada anak 
perempuan lebih cepat daripada jaringan parenkim, namun sebaliknya pada laki-laki
(pertumbuhan disanapsis) menyebabkan saluran pernapasan balita laki-laki lebih sempit.
Sama halnya pernyataan Sunyataningkamto dkk. (2004) yang menyebutkan bahwa diameter
saluran pernapasan anak laki-laki lebih kecil dibandingkan dengan diameter saluran
pernapasan 
anak perempuan.
Menurut Kim M dalam Kemenkes (2018), faktor risiko terjadinya pneumonia balita adalah
malnutrisi, keadaan 
yang menyebabkan lemahnya reflek batuk seperti pada penderita cerebral palsy dan penyakit
neurologi, gangguan sistem imun, tidak mendapat ASI, tidak mendapat imunisasi, serta
terpapar udara di dalam dan di luar ruangan.
Salah satu faktor ekstrinsik kejadian pneumonia pada balita yaitu tingkat pendidikan ibu.
Rendahnya pendidikan ibu menunjukan rendahnya pengetahuan ibu mengenai pneumonia.
Rendahnya pengetahuan ibu dalam pencegahan dan mengenali gejala awal kesakitan
pneumonia pada balita menyebabkan tingginya risiko kesakitan akibat pneumonia.

 Variabel tempat (place)


Kondisi fisik lingkungan rumah yaitu tingginya suhu dan kelembaban udara dalam rumah,
rendahnya intensitas cahaya alami masuk ke rumah, tingginya penggunaan bahan bakar kayu,
dan tingginya jumlah keberadaan 
anggota keluarga yang merokok dapat menjadi faktor penyebab tingginya kejadian
pneumonia.
Bakteri Streptococcus pneumonia seperti bakteri lainnya yang akan tumbuh maksimal pada
lingkungan dengan kelembaban tinggi karena air membentuk lebih dari 80% volume sel
bakteri dan merupakan hal yang penting untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup
mikroorganisme atau sel bakteri. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh
melalui udara yang terhirup oleh saluran pernapasan sehingga akan  mengakibatkan infeksi
pada saluran pernapasan.
Kebanyakan penderita yang tinggal di kawasan padat penduduk karena sirkulasi dan sanitasi
yang kurang baik 
merupakan penyebab terjadinya penyakit pernafasan. Dampak musim penghujan adalah
terjadinya kepadatan hunian yang berpengaruh terhadap terjadinya cross infection, dimana
penderita berada dalam satu ruangan, maka pada saat batuk atau bersin melalui udara akan
mempercepat proses penularan terhadap orang lain.
1. Suhu udara dalam rumah
Suhu udara di atas 30°C merupakan suhu dimana kebanyakan bakteri dapat tumbuh
dan berkembangbiak secara optimal. Bakteri penyebab pneumonia, salah satunya
Streptococcus pneumoniae tumbuh pada suhu dengan rentang 25°C-40°C, namun
optimal tumbuh pesat pada rentang suhu 31°C-37°C. Suhu udara minimum dalam
rumah balita penderita pneumonia menurut survei adalah 29,1°C.
2. Kelembaban udara dalam rumah
Kelembaban yang tinggi (>70%) merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
dan 
perkembangbiakan bakteri-bakteri patogen penyebab pneumonia. 
Selain itu, kelembaban udara yang terlalu tinggi (kelebihan uap air di udara) dapat
menyebabkan 
udara basah yang dihirup berlebihan sehingga dapat mengganggu fungsi paru.
3. Intensitas cahaya alami
Intensitas cahaya alami dalam rumah yang baik yaitu ≥60 lux. Rendahnya intensitas
cahaya yang masuk dipengaruhi oleh pepohonan yang menutupi jalan masuk cahaya
maupun posisi yang tidak sesuai dan ukuran jendela yang kecil. Cahaya alami
berfungsi untuk penerangan dan 
mengandung sinar ultraviolet. Sinar ultraviolet dengan panjang gelombang tertentu
dapat membunuh mikroorganisme patogen dengan cara merusak DNA mikroba
sehingga menjadi steril. DNA steril tidak mampu bereproduksi dan akhirnya akan
mati.
4. Jenis bahan bakar memasak
Smith KR, mengungkapkan bahwa penggunaan bahan bakar padat yang belum
diproses terutama bahan bakar biomassa dan batu bara merupakan penyebab utama
terjadinya polusi udara dalam 
ruangan. 
Melihat dari kuatnya hubungan dan temporal sequence memungkinkan asap dari
bahan bakar kayu secara langsung menyebabkan gangguan 
pernapasan pada anak. Anak balita lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam
rumah dan 
berada di sisi ibunya, bahkan mereka ikut ketika ibunya memasak. Tingkat risiko
kejadian pneumonia dipengaruhi oleh kontinuitas paparan karena tergantung pada
dosis-respon. Semakin sering balita terpapar asap pembakaran bahan bakar kayu
maka semakin tinggi pula risiko kejadian pneumonia pada balita tersebut.
5. Keberadaan perokok
Asap rokok mengandung racun yang sangat berbahaya bagi sistem pernapasan
manusia 
terutama perokok pasif. Rokok menjadi salah satu penyebab pneumonia karena asap
rokok merusak sistem pertahanan paru dengan mengganggu fungsi silia dan kerja sel
makrofag alveolus. Sehingga mikroorganisme masuk ke saluran pernapasan dan
dengan mudah mencapai paru-paru kemudian merusak jaringan 
paru dengan cara mengeluarkan toksin, sehingga agen infeksius masuk ke dalam
saluran pernapasan. Kemudian melakukan adhesi pada dinding bronkus dan
bronkiolus, selanjutnya bermultiplikasi dan timbul pemicu terjadinya inflamasi. Pada
saat terjadi inflamasi, kantung udara terisi dengan cairan eksudat yang banyak
mengandung protein. Zat-zat racun dalam rokok dapat mematikan sistem kekebalan
tubuh. Balita yang terpapar rokok pasif memiliki risiko lebih terkena penyakit infeksi
karena sistem kekebalan tubuh balita tersebut jauh lebih lemah dibandingkan dengan
balita yang jarang atau tidak sama sekali terpapar asap rokok.

Anda mungkin juga menyukai