Anda di halaman 1dari 35

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Teori dan Standar Akuntansi

1. Teori Akuntansi

Teori akuntansi adalah adalah cabang akuntansi yang terdiri dari

pernyataan sistematik tentang prinsip dan metodologi yang membedakan

dengan praktik. Definisi lain teori akuntansi merupakan suatu susunan

konsep dan definisi yang menyajikan secara sistematis gambaran

fenomena akuntansi serta menjelaskan hubungan antarvariabel dalam

struktur akuntansi dengan maksud untuk dapat memprediksi fenomena

yang muncul (Hery, 2009).

Fungsi Teori akuntansi (dalam Hery, 2009) adalah :

1. Sebagai pedoman bagi lembaga penyusun standar akuntansi,

2. Memberikan kerangka acuan dalam menyelesaikan masalah

akuntansi yang tidak ada standar resmi,

3. Meningkatkan pemahaman dan keyakinan pembaca terhadap

informasi yang disajikan dalam laporan keuangan,

4. Agar laporan keuangan dapat diperbandingkan,

5. Memberikan kerangka acuan dalam menilai prosedur dan praktik

akuntansi.

6
7

2. Standar Akuntansi

Standar akuntansi sebagai dasar dalam menyusun laporan keuangan.

Tujuan utama dari pelaporan keuangan adalah untuk menyajikan informasi

yang berguna untuk keputusan penanaman modal dan pinjaman usaha.

Agar informasi tersebut berguna bagi pemakai, maka informasi tersebut

harus relevan, dapat diandalkan, dan dapat dibandingkan (Hadri Mulya,

2013 : 37).

Standar akuntansi mencakup konvensi, peraturan, dan prosedur yang

telah disusun dan disahkan oleh sebuah lembaga resmi (badan pembentuk

standar) pada saat tertentu. Standar ini merupakan konsensus pada saat itu

tentang cara pencatatan sumber-sumber ekonomi, kewajiban, modal

pendapatan, biaya, dan pelaporannya dalam bentuk laporan keuangan.

Dalam standar ini dijelaskan tentang transaksi apa yang harus dicatat,

bagaimana mencatatnya, dan bagaimana mengungkapkannya dalam

laporan keuangan yang akan disajikan.

Standar akuntansi menjadi masalah penting dalam dunia profesi

akuntansi, termasuk semua pihak yang berkepentingan terhadap laporan

keuangan. Standar akuntansi akan secara terus-menerus berubah dan

berkembang seiring dengan perkembangan zaman, dunia usaha, dan

kemajuan teknologi (Hery, 2013 : 121).

Sejalan dengan era globalisasi dan perkembangan dunia usaha serta

semakin banyak integrasinya pergerakan dan pasar keuangan dunia, maka

dirasakan sangat perlu adanya suatu standar global. Standar itu dapat
8

terbentuk setelah adanya dukungan dari IASB (International Accounting

Standards Board) terhadap standar akuntansi internasional. Pengaruh

standar akuntansi ini telah meningkat secara signifikan dan menjadikannya

sebagai norma global menuju terciptanya harmonisasi dan keselarasan

dalam standar akuntansi dunia.

Saat ini ada dua standar akuntansi keuangan yang diterima untuk

digunakan secara internasional yaitu GAAP Amerika (diterbitkan oleh

Financial Accounting Standards Board (FASB)) dan IFRS (International

Financial Reporting Standads) yang diterbitkan oleh International

Accounting Standards Report (IASB).

Setiap negara memiliki standar akuntansi masing-masing. Di

Indonesia terdapat empat standar akuntansi yang dipakai berdasarkan

kriteria tertentu. Standar-standar tersebut adalah sebagai berikut:

1. PSAK-IFRS

Pada standar ini Indonesia mengadopsi dari IFRS untuk

menemukan keselarasan dengan standar yang berlaku internasional.

Indonesia mengadopsi IFRS juga karena Indonesia bagian dari IFAC

yang sudah pasti harus mematuhi SMO (Statement Membership

Obligation) yang menjadikan IFRS sebagai standar akuntansi.

Manfaat dari penerapan IFRS sebagai berikut :

a. Meningkatkan daya banding laporan keuangan,

b. Memberikan informasi yang berkualitas di pasar modal

Internasional,
9

c. Menghilangkan hambatan arus modal Internasional dengan

mengurangi perbedaan dalam ketentuan pelaporan keuangan,

d. Mengurangi biaya pelaporan keuangan perusahaan

multinasional dan biaya untuk analisis keuangan bagi para

analisis,

e. Meningkatkan kualitas pelaporan keuangan menjadi praktek

terbaik.

Jadi walaupun Indonesia harus menyesuaikan standard

keuangan dengan IFRS namun hal ini akan mempermudah untuk

pelaporan keuangan meskipun aka nada perubahan-perubahan dalam

penyusunan laporan keuangan itu sendiri yang bersifat menyuluruh.

IFRS menggunakan “Principles Base” yaitu :

a. Lebih menekankan Interpretasi dan aplikasi atas standar

sehingga harus berfokus pada spirit penerapan prinsip tersebut,

b. Standard membutuhkan penilaian atas substansi transaksi dan

evaluasi apakah presentasi akuntansi mencerminkan realitas

ekonomi,

c. Membutuhkan professional judgement pada penerapan

standard akuntansi.

IFRS juga menggunakan fair value dalam penilaian, jika tidak

ada nilai pasar aktif harus melakukan penilaian sendiri atau

menggunakan jasa penilai. Selain itu IFRS mengharuskan


10

pengungkapan (disclosure) yang lebih banyak baik kuantitatif

maupun kualitatif.

2. SAK-ETAP

SAK ETAP adalah Standard akuntansi keuangan untuk Entitas

Tanpa Akuntabilitas Publik. ETAP yaitu Entitas yang tidak memiliki

akuntabilitas publik yang signifikan serta menerbitkan laporan

keuangan untuk tujuan umum bagi pengguna eksternal. ETAP

menggunakan acuan IFRS, dimana SAK-ETAP ini ditujukan bagi

perusahaan kecil-menengah (Small Medium Enterprise).

Manfaat dari SAK ETAP ini adalah dengan adanya SAK ETAP

diharapkan perusahaan kecil dan menangah dapat untuk menyusun

laporan keuangannya sendiri juga dapat diaudit dan mendapatkan

opini audit, sehingga perusahaan dapat menggunakan laporan

keuangannya untuk mendapatkan dana untuk pengembangan

usahanya.

Manfaat lain dari SAK ETAP antara lain :

a. Lebih mudah implementasinya dibandingkan PSAK-IFRS

karena lebih sederhana

b. Walaupun sederhana namun tetap dapat memberikan informasi

yang handal dalam penyajian laporan keuangan

c. Disusun dengan mengadopsi IFRS for SME (Small Medium

Enterpries) dengan modifikasi sesuai dengan kondisi di

Indonesia serta dibuat lebih ringkas


11

d. SAK ETAP masih memerlukan professional judgement namun

tidak sebanyak untuk PSAK-IFRS,

e. Tidak ada perubahan signifikan dibandingkan dengan PSAK

lama, namun ada beberapa hal yang diadopsi/modifikasi dari

IFRS/IAS.

SAK ETAP terdiri dari 30 Bab dan daftar istilah yang

mempermudah untuk memahami SAK ini.

3. PSAK Syariah

PSAK Syariah digunakan oleh entitas yang melakukan

transaksi syariah baik entitas lembaga syariah maupun lembaga non

syariah. Dalam PSAK Syariah ini pengembangan dilakukan dengan

model PSAK umum namun PSAK ini berbasis syariah dengan acuan

fatwa MUI.

PSAK Syariah berada dalam PSAK 100-106 yang terdiri dari :

a. Kerangka Konseptual

b. Penyajian Laporan Keuangan Syariah

c. Akuntansi Murabahah

d. Musyarakah

e. Mudharabah

f. Salam

g. Istishna
12

4. SAP

SAP adalah Standar Akuntansi Pemerintah yang diterbitkan

oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. SAP ini ditetapkan

sebagai PP (Peraturan Pemerintah) yang diterapkan untuk entitas

pemerintah dalam menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

(LKPP) dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).

SAP diterapkan dengan PP Nomor 24 Tahun 2005 tanggal 13

Juni 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (PP SAP).

Penyusunan SAP melalui tahapan-tahapan seperti :

a. Identifikasi Topik untuk Dikembangkan Menjadi Standar

b. Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam KSAP

c. Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja

d. Penulisan draf SAP oleh Kelompok Kerja

e. Pembahasan Draf oleh Komite Kerja

f. Pengambilan Keputusan Draf untuk Dipublikasikan

g. Peluncuran Draf Publikasian SAP (Exposure Draft)

h. Dengar Pendapat Terbatas (Limited Hearing) dan Dengar

Pendapat Publik (Public Hearings)

i. Pembahasan Tanggapan dan Masukan Terhadap Draf

Publikasian

j. Finalisasi Standar
13

Jadi SAP disusun hanya untuk instansi pemerintahan, baik

pusat maupun daerah untuk menyusun laporan keuangan dalam

pemerintahan. Dan diharapkan dengan adanya SAP maka akan ada

transparansi, parisipaso dan akuntabilitas pengelolaan keuangan

Negara sehingga dapat mewujudkan pemerintahan yang baik.

B. Auditing

1. Pengertian Auditing

Auditing adalah suatu proses kegiatan audit yang dilakukan oleh tim

audit atau instansi audit secara sistematis guna mendapatkan atau

mengevaluasi bukti-bukti pertanggung jawaban dan akuntabilitas unit-unit

pemerintah tentang tindakan dan kegiatan serta kejadian ekonomi untuk

meyakinkan tingkat kesesuaian antara pertanggung jawaban terhadap

kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasil tersebut

kepada pihak-pihak yang berwenang. Dengan demikian kegiatan audit

tidak hanya berkaitan dengan aktivitas keuangan saja, tetapi juga aktivitas

yang lebih luas diluar aspek keuangan yang menghasilkan suatu

pertanggung jawaban dan akuntabilitas yang didasarkan pada kriteria

tertentu (Halomoan Situmorang, 2013 : 18-19). Berikut beberapa

pengertian auditing menurut para ahli:


14

a. Menurut Sukrisno Agoes (2012 : 4)

“Auditing adalah suatu pemeriksaan secara kritis dan sistematis, oleh


pihak independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh
pihak manajemen, beserta catatan pembukuan dan bukti-bukti
pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat
mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut”.

b. Menurut Konrath (2002 : 5) dalam Sukrisno Agoes (2012 : 2)

“Auditing sebagai suatu proses sistematis untuk secara objektif


mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang
kegiatan-kegiatan dan kejadian-kejadian ekonomi untuk meyakinkan
tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak
yang berkepentingan”.

c. Menurut Alvin A. Arens, Mark S. Beasly dan Randal J. Elder

(2011 : 4)

“Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about


information to determine and report on the degree of
correspondence between the information and established criteria.
Auditing should be done by a competent, independent person”.

Dapat disimpulkan bahwa auditing merupakan pemeriksaan yang

dilakukan oleh pihak independen terhadap laporan keuangan yang telah

dibuat oleh manajemen untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-

bukti dengan tujuan member kewajaran atas laporan keuangan.


15

2. Jenis-jenis Audit

Dalam Sukrisno Agoes (2012 : 10) ditinjau dari segi luasnya

pemeriksaan, audit bisa dibedakan atas:

a. Pemeriksaan Umum (General Audit)

Suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan

oleh KAP independen dengan tujuan untuk bisa memberikan

pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.

Pemeriksaan tersebut harus sesuai dengan Standar Professional

Akuntan Publik dan memperhatikan kode etik akuntan Indonesia,

aturan etika KAP yang telah disahkan oleh Ikatan Akuntansi

Indonesia.

b. Pemeriksaan Khusus (Special Audit)

Suatu pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan klien) yang

dilakukan oleh KAP yang independen, dan pada akhir

pemeriksaannya auditor tidak perlu memberikan pendapat terhadap

kewajaran terhadap laporan keuangan secara keseluruhan. Pendapat

yang diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu yang

diperiksa, karena prosedur audit yang dilakukan juga terbatas.

Dalam Sukrisno Agoes (2012 : 11-13) jenis audit juga dapat ditinjau

dari segi jenis pemeriksaan, yakni:

a. Manajemen Audit (Operational Audit)

Suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan,

termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah


16

ditentukan oleh pihak manajemen untuk mengetahui apakah kegiatan

operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien, dan

ekonomis.

b. Pemeriksaan Ketaatan (Compliance Audit)

Suatu pemeriksaan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah

mematuhi peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang

berlaku, baik yang ditetapkan oleh pihak intern perusahaan

(manajemen, dewan komisaris) maupun pihak eksternal (Pemerintah,

Bapepam, Bank Indonesia, Direktorak Jendral Pajak, dan lain-lain).

Pemeriksaan ini bisa dilakukan KAP sebagai pihak independen, dan

bisa juga dilakukan oleh bagian Internal Audit perusahaan itu

sendiri.

c. Pemeriksaan Intern (Internal Audit)

Pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan,

baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan,

maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen yang telah

ditentukan, pemeriksaan umum yang dilakukan internal auditor

biasanya lebih terperinci dibanding dengan pemeriksaan umum yang

dilakukan oleh KAP. Internal auditor biasanya tidak memberikan

opini terhadap kewajaran laporan keuangan, karena pihak-pihak

diluar perusahaan menganggap bahwa internal auditor yang

merupakan orang dalam perusahaan ini tidak independen. Laporan

internal auditor berisi temuan pemeriksaan (audit finding) mengenai


17

penyimpangan dan kecurangan yang ditemukan, kelemahan

pengendalian intern, beserta saran-saran perbaikannya

(recommendations).

d. Computer Audit

Pemeriksaan oleh KAP terhadap perusahaan yang memproses data

akuntansinya dengan menggunakan sistem Electronic Data

Procecing (EDP).

3. Standar Auditing

Standar auditing dikeluarkan oleh Organisasi Profesi Akuntan di

Indonesia yaitu Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). Menurut IAI (2009),

standar auditing yang ditetapkan dan disahkan terdiri atas sepuluh standar

yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu:

a. Standar Umum (General Standards), untuk mengatur syarat-syarat

menjadi akuntan:

1) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki

keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

2) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan,

independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh

auditor.

3) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan keuangannya,

auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan

cermat dan seksama.


18

b. Standar Pekerjaan Lapangan (Standards of Field Work), untuk

mengatur mutu pelaksanaan pemeriksaan akuntan:

1) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya, dan jika

digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.

2) Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh

untuk merancanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan

lingkup pengujian yang akan dilakukan.

3) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui

inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi

sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan

keuangan yang diaudit.

c. Standar Pelaporan (Reporting Standards), untuk mengatur mutu

dalam pembuatan laporan keuangan:

1) Laporan auditor harus menyatakan apakahlaporan keuangan telah

disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum di

Indonesia.

2) Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan jika ada

ketidak konsistenan penerapan standar akuntansi dalam

penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan

dengan penerapan standar akuntansi tersebut dalam periode

sebelumnya.
19

3) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus

dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan

auditor.

4) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat

mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi

bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat

secara kseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus

dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dalam laporan

keuangan maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang

jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada,

dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.

4. Perencanaan Audit

Berdasarkan standar auditing yang berlaku umum (standar pekerjaan

lapangan), auditor diharuskan untuk merencanakan pekerjaannya secara

memadai dan jika digunakan asisten harus disupervisi bagaimana

semestinya (Hery, 2013 : 71). Auditor merencanakan penugasan audit

dengan sebaik-baiknya untuk mendapatkan bahan bukti yang tepat pada

setiap situasi yang dihadapi dan untuk menciptakan tingkat efisiensi biaya

audit. Bukti audit yang tepat harus diperoleh auditor untuk memperkecil

kewajiban hukum dan mempertahankan reputasinya. Disamping itu,

efisiensi biaya audit juga menjadi penting agar kantor akuntan publik

dapat tetap kompetitif.


20

Sehubungan dengan pelaksanaan audit dan biaya audit, ada dua jenis

resiko yang sangat mempengaruhinya (Hery, 2013 : 71), yakni :

1. Resiko audit yang dapat diterima (acceptable audit risk) adalah

ukuran seberapa besar auditor bersedia menerima bahwa laporan

keuangan akan salah saji secara material setelah audit diselesaikan

dan pendapat diterbitkan.

2. Resiko bawaan (in-herent risk) adalah ukuran kemungkinan adanya

salah saji yang materil dalam suatu saldo akun sebelum

mempertimbangkan keefektifan pengendalian internal.

Kedua jenis resiko diatas merupakan bagian yang penting dari

perencanaan audit untuk membantu auditor dalam menentukan jumlah

bukti yang harus diperoleh dan banyaknya staf yang dibutuhkan untuk

setiap penugasan.

Untuk dapat membuat perencanaan audit secara memadai, auditor

harus memiliki pengetahuan tentang bisnis kliennya agar dapat memahami

kejadian, transaksi, dan praktik yang mempunyai pengaruh signifikan

terhadap laporan keuangan klien (Hery, 2013 : 72).


21

5. Bukti Audit

Bukti audit adalah informasi khusus yang diperoleh selama audit

berjalan dengan cara melakukan pengamatan, wawancara konfirmasi,

inspeksi dan memiliki catatan-catatan data akuntansi (Halomoan

Situmorang, 2013 : 31).

Bukti audit digolongkan sebagai berikut (Halomoan Situmorang,

2013 : 31):

a. Bukti pengendalian intern

b. Bukti fisik

c. Bukti dokumentasi

d. Bukti catatan akuntansi

e. Bukti analisis

f. Bukti lisan

g. Bukti kesaksian

h. Bukti spesialis

Bukti audit harus diperoleh dan dikumpulkan oleh auditor sebagai

dasar untuk mendukung pendapat, simpulan serta rekomendasi dalam

laporan untuk kepentingan sebagai pendukung.Bukti audit memerlukan

persyaratan-persyaratan sebagai berikut (Halomoan Situmorang, 2013 :

36):
22

a. Relevan

Dikatakan relevan apabila suatu bukti secara logis mendukung atau

menguatkan pendapat atau argumen yang berhubungan dengan

tujuan atau simpulan audit.

b. Kompeten

Bukti audit dikatakan kompeten apabila bukti tersebut sah dan dapat

diandalkan. Bukti yang sah adalah bukti yang memenuhi persyaratan

hokum dan undang-undang.

c. Cukup

Bukti audit yang cukup berkaitan dengan jumlah bukti yang

dijadikan dasar untuk penyusunan standar simpulan audit. Untuk

kecukupan bukti audit, auditor harus menerapkan pertimbangan

keahliannya secara sehat dan objektif.

d. Material

Sifat materialitas ditentukan oleh unsur-unsur kuantitatif dan

kualitatif yang meliputi:

a) Jumlah atau besarnya uang

b) Jumlah penerimaan dan pengeluaran

c) Program akan kegiatan yang sedang diamati

d) Tujuan audit

e) Harapan pemakai laporan audit

f) Peraturan perundang-undangan

g) Hasil audit sebelumnya.


23

6. Prosedur dan Teknik Audit

Prosedur dan teknis audit yang penting dan umum perlu diketahui

oleh para auditor untuk memperoleh bukti-bukti audit, yakni sebagai

berikut (Halomoan Situmorang, 2013 : 39):

a. Analisis

Memecahkan suatu masalah kedalam beberapa unsur atau bagian dan

memisahkan unsur atau bagian tersebut untuk dihubungkan dengan

keseluruhan dan dibandingkan dengan dokumen lain.

b. Cek

Melakukan verifikasi untuk mengetahui ketelitiannya; cek juga dapat

digunakan dalam hal membandingkan data atau dokumen yang satu

dengan dokumen lain yang seharusnya sama.

c. Konfirmasi

Untuk memperoleh bukti tambahan yang berasal dari pihak luar

sebagai lanjutan pemeriksaan atas hasil pemeriksaan dari bukti-bukti

atau catatan akuntansi pendukung laporan keuangan.

d. Eksaminasi

Menyelidiki, menginspeksi atau menguji ketepatan sesuatu metode

dan kesesuaiannya dengan standar yang berlaku, menurut indikasi

penyimpangan.
24

e. Pengujian

Melakukan verifikasi suatu bagian tim seksi pembukuan atas bukti-

bukti transaksi pendukung laporan keuangan. Bila hasil pengujian

cukup memuaskan, data lainnya yang tidak ikut diuji dapat

dipercaya.

f. Footing

Memverifikasi ketelitian penjumlahan sub total dan total secara

vertikal.

g. Cross footing

Memverifikasi ketelitian pada penjumlahan sub total dan total secara

horizontal.

h. Inspeksi

Intinya auditor harus menyelidiki secara kritis dan meminjam atau

melihat secara langsung hasil fisik suatu kegiatan.

i. Verifikasi

Pembuktian atau penelitian secara sempurna seperti penjualan,

perkalian, perhitungan dan lain sebagainya.

j. Rekonsiliasi

Mencocokkan atau membandingkan dua hal yang sama, namun

terpisah tempatnya pada periode yang sama.


25

k. Transir

Untuk menentukan apakah suatu data atau bukti cukup jelas

penyesuaiannya dan sesuai dengan prosedur, dan bukti tersebut

didukung oleh bukti-bukti yang sah sesuai dengan undang-undang.

l. Penelahaan pintas (sceaning)

Melakukan telaahan secara umumdan dapat cepat untuk menemukan

soal-soal yang memerlukan pengujian lebih lanjut.

m. Vouching

Meyakinkan atau menjamin ketepatan, ketelitian suatu transaksi

dengan data pendukungnya melalui perbandingan bukti-bukti.

n. Voucher

Seluruh dokumen yang mendukung semua transaksi; bukti voucher

yang sudah dibayar, faktor yang diterima. Berita acara penerimaan

barang, order pembelian, jurnal pembelian, dan pencatatan barang

dalam kartu gudang.

o. Prosedur analitis substantive

Untuk menguji kemungkinan timbulnya suatu kekeliruan yang

mempengaruhi suatu transaksi atau kelompok transaksi, atau

membandingkan jumlah yang tercatat dengan taksiran jumlah yang

dikembangkan secara independen dengan menggunakan teknik

statistik.
26

A. Auditor

1. Jenis-jenis auditor

Jenis-jenis auditor dan masing-masing pengertiannya dalam

Halomoan Situmorang (2011 : 13), yakni:

a. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

Bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI dalam bidang

pengawasan keuangan dan pembangunan yang dilaksanakan oleh

pemerintah. Tugas pokoknya melaksanakan pemeriksaan terhadap

laporan keuangan instansi pemerintah, proyek-proyek pemerintah,

Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah

(BUMD), dan perusahaan-perusahaan swasta yang pemerintah

mempunyai penyertaan modal yang besar didalamnya.

b. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

BPK adalah unit organisasi dibawah Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR) yang tugas pokoknya untuk melakukan pemeriksaan terhadap

pertanggung jawaban keuangan Presiden dan aparat di bawahnya.

c. Auditor Internal

Auditor internal adalah yang bekerja didalam perusahaan Negara

maupun perusahaan swasta yang tugas pokoknya adalah menentukan

apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan manajemen puncak

telah dipatuhi oleh staf, dan untuk menentukan baik atau tidaknya

penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi, serta

menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai


27

bagian organisasi. Pada umumnya pemakai auditor internal ini

adalah dewan komisaris atau direktur utama perusahaan.

d. Akuntan Publik (Akuntan Swasta)

Akuntan publik adalah akuntan profesional yang menjual jasanya

kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang pemeriksaan

terhadap laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Pemeriksaan

terutama untuk memenuhi kebutuhan para kreditur, investor, calon

kreditur dan instansi pemerintah terutama instansi pajak. Disamping

itu, akuntan public juga menjual jasa kepada masyarakat seperti

konsultasi pajak, penyusunan laporan keuangan. Profesi akuntan

publik memperoleh honorisasi dari kliennya dalam menjalankan

keahliannya, namun akuntan publik harus independen dan tidak

memihak kepada kliennya maupun jasanya dibayar oleh kliennya.

2. Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) mengatur mengenai

tanggung jawab dan fungsi auditor independen berkaitan dengan audit atas

laporan keuangan perusahaan (dalam IAPI, 2011), yakni:

a. Dalam paragraf 01

Diatur bahwa tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor

independen pada umunya adalah untuk menyatakanpendapat tentang

kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil

usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip


28

akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.laporan auditor

merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau

apabila keadaan mengharuskan untuk menyatakan tidak memberikan

pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan pendapat maupun

menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan

apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing

yang ditetapkan oleh IAI.

b. Dalam paragraf 02

Diatur bahwa auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan

melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang

apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang

disebabkan oleh kekeliruan tataupun kecurangan. Oleh karena sifat

bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh

keyakinan memadai, namun bukan mutlak bahwa salah saji material

terdeteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan

dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa salah

saji terdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan ataupun

kecurangan yang tidak material terhadap laporan keuangan.

c. Dalam paragraf 03

Menjelaskan bahwa laporan keuangan merupakan tanggung jawab

pihak manajemen. Tanggung jawab auditor adalah untuk menyatakan

pendapat atas laporan keuangan. Manajemen bertanggung jawab

untuk menerapkan kebijakan akuntansi yang sehat serta untuk


29

membangun dan memelihara pengendalian intern yang akan

dilakukan, diantaranya; mencatat, mengolah, meringkas, dan

melaporkan transaksi (termasuk peristiwa dan kondisi) yang

konsisten dengan asersi manajemen yang tercantum dalam laporan

keuangan. Pengetahuan auditor tentang masalah dan pengendalian

intern terbatas pada yang diperolehnya melalui audit. Oleh Karena

itu, penyajian secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang

berlaku umum di Indonesia merupakan bagian yang tersirat dan

terpadu dalam tanggung jawab manajemen. Auditor independen

dapat memberikan saran tentang bentuk dan isi laporan keuangan

seluruhnya atau sebagian, berdasarkan informasi dari manajemen

dalam pelaksanaan audit. Namun, tanggung jawab auditor atas

laporan keuangan auditan terbatas pada pernyataan pendapatnya atas

laporan keuangan tersebut.

d. Dalam paragraf 04

Mengatur bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor

independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman

berpraktik sebagai auditor independen. Mereka tidak termasuk orang

yang terlatih untuk berkeahlian dalam profesi atau jabatan lain.

e. Dalam paragraf 05

Diatur bahwa dalam mengamati standar auditing yang ditetapkan

Ikatan Akuntansi Indonesia, auditor harus menggunakan

pertimbangannya dalam menentukan prosedur audit yang diperlukan


30

sesuai dengan keadaan, sebagai basis memadai bagi pendapatnya.

Pertimbangannya harus merupakan pertimbangan berbasis informasi

dari seorang profesional yang ahli.

f. Dalam paragraf 06

Mengatur bahwa auditor independen juga bertanggung jawab

terhadap profesinya, tanggung jawab untuk mematuhi standar yang

diterima oleh para praktisi rekan seprofesinya. Dalam mengakui

pentingnya kepatuhan tersebut, Ikatan Akuntansi Indonesia telah

menerapkan aturan yang mendukung standar tersebut dan membuat

basis penegakan kepatuhan tersebut, sebagai bagian dari Kode Etik

Ikatan Akuntansi Indonesia yang mencakup Aturan Etika

Kompartemen Akuntan Publik.

3. Kode Etik Akuntan Publik

Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang diterbitkan oleh IAPI

menyebutkan 5 prinsip-prinsip dasar etika profesi, yaitu:

a. Prinsip Integritas

Prinsip integritas mewajibkan setiap praktisi untuk tegas, jujur,

dan adil dalam hubungan profesional dan hubungan bisnisnya.

Praktisi tidak boleh terkait dengan laporan, komunikais atau

informasi lainnya yang diyakininya terdapat :

• Kesalahan material atau pernyataan yang menyesatkan;


31

• Pernyataan atau informasi yang diberikan secara tidak hati-hati;

atau

• Penghilangan atau penyembunyian yang dapat menyesatkan

atas informasi yang seharusnya diungkapkan.

b. Prinsip Objektivitas

Prinsip objektivitas mengharuskan praktisi untuk tidak

membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan atau pengaruh yang

tidak layak dari pihak-pihak lain memengaruhi pertimbangan

profesional atau pertimbangan bisnisnya. Praktisi mungkin

dihadapkan pada situasi yang dapat mengurangi objektivitasnya.

Karena beragam situasi tersebut, tidak mungkin untuk

mendefinisikan setiap situasi tersebut. setiap praktisi harus

menghindari setiap hubungan yang bersifat subjektif atau yang dapat

mengakibatkan pengaruh yang tidak layak terhadap pertimbangan

profesionalnya.

c. Prinsip Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian

Profesional

Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian

profesional mewajibkan setiap praktisi untuk :

• Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang

dibutuhkan untuk menjamin pemberian jasa profesional yang

kompeten kepada klien atau pemberi kerja; dan


32

• Menggunakan kemahiran profesionalnya dengan saksama

sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang

berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya.

Pemberian jasa profesional yang kompeten membutuhkan

pertimbangan yang cermat dalam menerapkan pengetahuan dan

keahlian profesional. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi

dua tahap yang terpisah sebagai berikut :

• Pencapaian kompetensi profesional; dan

• Pemeliharaan kompetensi professional

Pemeliharaan kompetensi profesional membutuhkan kesadaran

pemahaman yang berkelanjutan terhdap perkembangan teknis profesi

dan perkembangan bisnis yang relevan. Pengembangan dan

pendidikan profesional yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk

meningkatkan dan memelihara kemampuan Praktisi agar dapat

melaksanakan pekerjaannya secara kompeten dalam lingkungan

profesional.

Sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional mengharuskan

setiap praktisi untuk bersikap dan bertindak secara hati-hati,

menyeluruh dan tepat waktu sesuai dengan persyaratan penugasan.

Setiap praktisi harus memastikan tersedianya pelatihan dan

penyeliaan yang tepat bagi mereka yang bekerja di bawah

wewenangnya dalam kapasitas profesional.


33

Praktisi harus menjelaskan keterbatasan jasa profesional yang

diberikan kepada klien, pemberi kerja, atau pengguna jasa

profesional lainnya untuk menghindari terjadinya kesalahtafsiran atas

pernyataan pendapat yang terkait dengan jasa profesional yang

diberikan.

d. Prinsip Kerahasiaan

Prinsip kerahasiaan mewajibkan setiap praktisi untuk tidak

melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :

• Mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh

dari hubungan profesional dan hubungan bisnis kepada pihak di

luar KAP atau jaringan KAP tempatnya bekerja tanpat adanya

wewenang khusus, kecuali jika terdapat kewajiban untuk

mengungkapkannya sesuai dengan ketentuan hukum atau

peraturan lainnya yang berlaku; dan

• Menggunakan informasi yang bersifat rahasian yang diperoleh

dari hubungan profesional dan hubungan bisnis untuk

keuntungan pribadi atau pihak ketiga.

Setiap praktisi harus tetap menjaga prinsip kerahasiaan,

termasuk dalam lingkungan sosialnya. Setiap praktisi harus waspada

terhadap kemungkinan pengungkapan yang tidak disengaja, terutama

dalam situasi yang melibatkan hubungan jangka panjang dengan

rekan bisnis maupun anggota keluarga langsung atau anggota

keluarga dekatnya.
34

Setiap praktisi harus menjaga kerahasiaan informasi yang

diungkapkan oleh calon klien atau pemberi kerja harus

mempertimbangkan pentingnya kerahasiaan informasi terjaga dalam

KAP atau jaringan KAP tempatnya bekerja.

Setiap praktisi harus menerapkan semua prosedur yang

dianggap perlu untuk memastikan terlaksananya prinsip kerahasiaan

oleh mereka yang bekerja di bawah wewenangnya, serta pihak lain

yang memberkan saran dan bantuan profesionalnya.

Kebutuhan untuk mematuhi prinsip kerahasiaan terus berlanjut,

bahkan setelah berakhirnya hubungan antara praktisi dengan klien

atau pemberi kerja. Ketika berpindah kerja atau memperoleh klien

baru, praktisi berhak untuk menggunakan pengalaman yang

diperolehnya sebelumnya. Namun demikian, praktisi tetap tidak

boleh menggunakan atau mengungkapkan setiap informasi yang

bersifat rahasia yang diperoleh sebelumnya dari hubungan

profesional atau hubungan bisnis.

Situasi-situasi yang mungkin mengharuskan praktisi untuk

mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia atau ketika

pengungkapan tersebut dianggap tepat :

• Pengungkapan yang diperbolehkan oleh hukum dan disetujui

oleh klien atau pemberi kerja;


35

• Pengungkapan yang diharuskan oleh hukum, sebagai contoh :

 Pengungkapan dokumen atau bukti lainnya dalam sidang

pengadilan; atau

 Pengungkapan kepada otoritas publik yang tepat

mengenai suatu pelanggaran hukum; dan

 Pengungkapan yang terkait dengan kewajiban profesional

untuk mengungkapan, selama tidak dilarang oleh

ketentuan hukum.

Dalam memutuskan untuk mengungkapkan informasi yang

bersifat rahasia, setiap praktisi harus mempertimbangkan hal-hal

sebagai berikut :

• Dirugikan tidaknya kepentingan semua pihak, termasuk pihak

ketiga, jika klien atau pemberi kerja mengizinkan

pengungkapan informasi oleh praktisi;

• Diketahui tidaknya dan didukung tidaknya semua informasi

yang relevan. Ketika fakta atau kesimpulan tidak didukung

bukti, atau ketika informasi tidak lengkap, pertimbangan

profesional harus digunakan untuk menentukan jenis

pengungkapan yang harus dilakukan; dan

• Jenis komunikasi yang diharapkan dan pihak yang dituju.

Setiap praktisi harus memastikan tepat tidaknya pihak yang

dituju dalam komunikasi tersebut.


36

e. Prinsip Perilaku Profesional

Prinsip perilaku profesional mewajibkan setiap praktisi untuk

mematuhi setiap ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku, serta

menghindari setiap tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

Hal ini mencakup setiap tindakan yang dapat mengakibatkan

terciptanya kesimpulan yang negatif oleh pihak ketiga yang rasional

dan memiliki pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan,

yang dapat menurunkan reputasi profesi.

Dalam memasarkan dan mempromosikan diri dan

pekerjaannya, setiap praktisi tidak boleh merendahkan martabat

profesi. Setiap praktisi harus bersikap jujur dan tidak boleh bersikap

atau melakukan tindakan :

• Membuat pernyataan yang berlebihan mengenai jasa

profesional yang dapat diberikan, kualifikasi yang dimiliki atau

pengalaman yang telah diperoleh; dan

• Membuat pernyataan yang merendahkan atau melakukan

perbandingan yang tidak didukung bukti terhadap hasil

perkerjaan praktisi lain.

4. Opini Auditor Independen (Akuntan Publik)

Opini audit menurut kamus standar akuntansi (Ardiyos, 2007) adalah

laporan yang diberikan seorang akuntan publik terdaftar sebagai hasil

penilaiannya atas kewajaran laporan keuangan yang disajikan perusahaan.


37

Akuntan publik merupakan salah satu pihak yang mempunyai

peranan penting untuk terpenuhinya laporan keuangan yang berkualitas.

Salah satu tugas akuntan publik yaitu memberikan pendapat terhadap

kewajaran laporan keuangan yang disusun dan diterbitkan oleh pihak

manajemen.

Jenis pendapat auditor yang diberikan auditor tergantung dari hasil

audit yang dilakukannya dan terdapat lima jenis laporan audit dan

kesimpulan atau pendapat auditor (Mulyadi, 2008) yaitu:

a. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)

Diberikan jika laporan keuangan yang diaudit tidak terdapat

kecurangan atau kekeliruan, dan susunan pelaporannya juga tersusun

sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum.

b. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelas

(Modified Unqualified Opinion)

Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu

paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit baku

adalah:

 Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima

umum,

 Keraguan besar tentang kelangsungan hidup entitas,

 Penekanan atas suatu hal,

 Laporan audit yang melibatkan auditor lain.


38

c. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion)

Diberikan jika auditor menemui kondisi:

 Lingkup audit dibatasi oleh klien,

 Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau

tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-

kondisi yang berada diluar kekuasaan klien maupun auditor,

 Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip

akuntansi berterima umum,

 Prinsip akuntansi berterima umum yang digunakan dalam

penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara

konsisten.

d. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion)

Diberikan jika laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan

prinsip akuntansi berterima umum sehingga tidak menyajikan secara

wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas

perubahan klien.

e. Menolak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)

Diberikan jika auditor mengalami kondisi:

 Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkungan audit,

 Auditor tidak independen hubungannya dengan klien.


39

B. Distribusi Frekuensi

1. Pengertian Distribusi Frekuensi

Distribusi frekuensi adalah data yang telah diperoleh dari suatu

penelitian yang masih berupa data acak yang dapat dibuat menjadi data

yang berkelompok, yaitu data yang telah disusun ke dalam kelas-kelas

tertentu. Daftar yang memuat data berkelompok disebut distribusi

frekuensi atau tabel frekuensi. Distribusi frekuensi adalah susunan data

menurut kelas interval tertentu atau menurut kategori tertentu dalam

sebuah daftar (Hasan, 2001).

2. Jenis Jenis Distribusi Frekuensi

Distribusi frekuensi memiliki jenis-jenis yang berbeda untuk setiap

kriterianya. Berdasarkan kriteria tersebut, distribusi frekuensi dapat

dibedakan tiga jenis (Hasan, 2001):

a. Distribusi frekuensi biasa

Distribusi frekuensi yang berisikan jumlah frekuensi dari setiap

kelompok data. Distribusi frekuensi ada dua jenis yaitu distribusi

frekuensi numerik dan distribusi frekuensi peristiwa atau kategori.


40

b. Distribusi frekuensi relatif

Distribusi frekuensi yang berisikan nilai-nilai hasil bagi antara

frekuensi kelas dan jumlah pengamatan. Distribusi frekuensi relatif

menyatakan proporsi data yang berada pada suatu kelas interval,

distribusi frekuensi relatif pada suatu kelas didapatkan dengan cara

membagi frekuensi dengan total data yang ada dari pengamatan atau

observasi.

c. Distribusi frekuensi kumulatif

Distribusi frekuensi yang berisikan frekuensi kumulatif (frekuensi

yang dijumlahkan). Distribusi frekuensi kumulatif memiliki kurva

yang disebut ogif. Ada dua macam distribusi frekuensi kumulatif

yaitu distribusi frekuensi kumulatif kurang dari dan distribusi

frekuensi kumulatif lebih dari.

Anda mungkin juga menyukai