SISTEM TRANSPORTASI
DOSEN PENGAMPU :
ILPANDARI,S.T.,M.T.
DISUSUN OLEH :
NIM : 200541005
TEKNIK SIPIL
2020 /2021
Pasal 126
Pasal 134
Bagian
Kesembilan
Sanksi
Administratif
Pasal 136
Ketentuan dalam ayat (1) ,ayat (2) dan ayat (3)menyatakan setiap orang melanggar akan
dikenai Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat berupa:
a. peringatan tertulis
b. penghentian sementara pelayanan umum
c. penghentian sementara kegiatan
d. denda administratif
e. pembatalan
f. pencabutan izin
BAB X
Bagian Kesatuan
Pasal 137
Dalam ayat (1) ,ayat (2) angkutan orang dapat menggunakan kendaraan
bermotor berupa ,sepeda motor ,mobil penumpang ,atau bus Ayat (3)
angkutan barang dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan mobil
barang Sedangkan ayat (4) ,(5) Mobil barang dilarang digunakan untuk
angkutan orang, kecuali:
a. rasio Kendaraan Bermotor untuk angkutan orang, kondisi geografis,
dan prasarana jalan di provinsi/kabupaten/kota belum memadai;
b. untuk pengerahan atau pelatihan Tentara Nasional Indonesia
dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau
c. kepentingan lain berdasarkan pertimbangan Kepolisian Negara
Republik Indonesia dan/atau Pemerintah Daerah.
Bagian Kedua
Kewajiban Menyediakan Angkutan Umum
Pasal 138
pemerintah
Pasal 139
Dalam ayat (1),(2),(3), dan (4) pemerintah wajib menjamin tersedianya angkutan umum
untuk jasa angkutan orang atau barang yang dilaksanakan oleh BUMN ,BUMD Atau badan
hukum lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Bagian Ketiga
Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum
Paragraf 1 Umum
Pasal 140
Pasal 141
a. Keamanan
b. Keselamatan
c. Kenyamanan
d. Keterjangkauan
e. Kesetaraan
f. Keteraturan
Paragraf 3
Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek
Pasal 142
Jenis pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 huruf a terdiri atas:
a. angkutan lintas batas negara
b. angkutan antarkota antarprovinsi
c. angkutan antarkota dalam provinsi
d. angkutan perkotaan
e. angkutan perdesaan
Pasal 143
Kriteria pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 huruf a harus:
a. memiliki rute tetap dan teratur
b. terjadwal, berawal, berakhir, dan menaikkan atau menurunkan penumpang di
Terminal untuk angkutan antarkota dan lintas batas negara
c. menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempat yang ditentukan untuk
angkutan perkotaan dan perdesaan.
Pasal 144
Pasal 145
Didalam ayat (1),(2)dan (4) jaringan trayek disusun dalam bentuk rencana umum jaringan
trayek yang di lakukan secara terkoordinasi dengan instansi terkait dan di kaji ulang secara
berkala paling lama 5 tahun
Ayat (3) Rencana umum jaringan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. jaringan trayek lintas batas negara
b. jaringan trayek antarkota antarprovinsi
c. jaringan trayek antarkota dalam provinsi
d. jaringan trayek perkotaan
e. jaringan trayek perdesaan.
Pasal 146
Dalam ayat (1) dan (2) jaringan trayek perkotaan untuk pelayanan angkutan ditetapkan
oleh:
a) Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan untuk kawasan perkotaan yang melampaui batas wilayah provinsi;
b) gubernur untuk kawasan perkotaan yang melampaui batas wilayah kabupaten/kota
dalam satu provinsi; atau
c) bupati/walikota untuk kawasan perkotaan yang berada dalam wilayah
kabupaten/kota.
Pasal 147
a. Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum lintas batas negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (3) huruf a ditetapkan oleh Menteri
yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan sesuai dengan perjanjian antarnegara.
b. Perjanjian antarnegara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dibuat berdasarkan
ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 148
Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 145 ayat (1) dan ayat (3) huruf b, huruf c, dan huruf d ditetapkan oleh:
a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan untuk jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum
antarkota antarprovinsi dan perkotaan yang melampaui batas 1 (satu) provinsi
b. gubernur untuk jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum
antarkota dalam provinsi dan perkotaan yang melampaui batas 1 (satu)
kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi setelah mendapat persetujuan dari
Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan
c. bupati/walikota untuk jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum
perkotaan dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota setelah mendapat persetujuan
dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan.
Pasal 149
Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum
dalam trayek diatur dengan peraturan pemerintah
Paragraf 4