Idoc - Pub - Laporan Kasus Syok Hipovolemik
Idoc - Pub - Laporan Kasus Syok Hipovolemik
LAPORAN KASUS:
SYOK HIPOVOLEMIK
Disusun Oleh:
Nurhidayah
C11111120
Pembimbing:
Dr Irfan
Supervisor:
dr. Alamsyah A. A. Husain, Sp. An-KMN
1
BAB 1
PENDAHULUAN
2
BAB 2
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. AH
Umur : 62 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
No. RM : 808132
2.2.1. Anamnesis
3
E (Event) : Luka pada punggung yang dialami 1 minggu yang
lalu. Awalnya seperti bisul lama-kelamaan
membesar dan melebar.
4
c) B3 (Brain / Sistem Cerebrovaskuler) :
Inspeksi : GCS 15 (E4M5V6), sklera ikterik(-/-),
konjuctiva anemis (-/-), RCL (+/+), RCTL
(+/+), pupil bulat, isokor diameter 2,5 mm,
refleks kornea (+/+), sianosis (-)
5
Kimia Darah :
o Faal Hati
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
SGOT 35 u/L 5 – 38 u/L
SGPT 16 u/L 5 – 41 u/L
o Faal Ginjal
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Ureum 33 mg/dL 15 – 40 mg/dL
Kreatinin 0,7 mg/dL 0,5 – 1,2 mg/dL
o Glukosa Darah
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
GDS 307 mg/dL 70 – 140 mg/dL
b. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (13/2/2017)
Kimia Darah :
o Metabolisme Karbohidrat
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
GDP 226 mg/dL 70 – 110 mg/dL
GD2PP 329 mg/dL 70 – 200 mg/dL
HbA1C 13,1% 4% – 6%
c. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (13/2/2017)
Elektrolit :
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Natrium 136,6 mmol/dL 136 - 145 mmol/L
Klorida 94,5 mmol/dL 94 - 110 mmol/L
Kalium 3,72 mmol/dL 3,5 – 5,1 mmol/L
6
d. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (14/2/2017)
Darah Rutin :
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
WBC 12,5 x 103/mL 4,0 - 12,0 x 103/ml
PLT 536 x 103/ml 150 – 400 x 103/ml
Hb 10,7 g/dL 11,0 – 17,0 g/dL
Ht 32,9% 35% – 55%
Faal Koagulasi :
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
PT 18 detik 10 – 15 detik
APTT 41,6 detik 20 – 45 detik
INR 1,61
Imunoserologi :
Pemeriksaan Hasil Normal
HbsAg nonreaktif nonreaktif
HCV nonreaktif nonreaktif
7
- Premedikasi :
Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
Ranitidin 150 mg 0-0-1
Ranitidine 50 mg iv (13.30)
Ondansetron 4 mg iv (13.30)
Ketorolac 30 mg iv (13.30)
- GDS sebelum operasi : 163 g/dL
- EBV : 70cc x 72kg = 5.040 cc
- MABL : 1.210 cc
2.3. Laporan Anestesi
Tanggal operasi : 15 juli 2017
Mulai anestesi : 15.50
Selesai : 17.35
Lama anestesi : 1 jam 45 menit
Intraoperatif
1. Tindakan Operasi : Debridement
2. Tindakan Anestesi : Anestesi umum laryngeal mask airway
3. Posisi : Lateral
4. Prosedur anestesi :
- Persiapan : pasien berbaring dalam posisi supine, terpasang infus
dengan iv cateter no. 18 G di tangan kiri dengan cairan
maintenance RL. Terpasang monitor standar.
- Premedikasi : injeksi ranitidin 50 mg/iv, injeksi ondansetron 4
mg/iv, midazolam 3 mg/iv, fentanyl 150 µg/iv.
- Preventive analgesia : Ketorolac 30 mg/iv
- Preoksigenasi O2 8 lpm via face mask
- Induksi : Propofol 150 mg/iv
- Intubasi : Insersi LMA iGel no.4, pengembangan dada (+), leak (-),
fiksasi.
8
- Maintenance Isofluran 1-1,5 vol % + 02 60% 2 lpm + udara 40%
1,3 lpm.
5. Tekanan Darah :
- Pasien masuk dengan tekanan darah 110/80 mmHg (15.30)
- Setelah induksi, tekanan darah berkisar 90/60 mmHg sampai
dengan 130/80 mmHg (15.50-17.35)
- Saat operasi tekanan darah pasien turun 80/60 mmHg, pasien
segera diinjeksi efedrin 20 mg/iv lalu diberikan cairan koloid
Gelofusin 500 cc.
6. Denyut Jantung : 83 kali/menit sampai dengan 110 kali/menit
7. RR : 20 kali/menit.
8. Keseimbangan Cairan :
- Cairan masuk : kristaloid RL 1000 cc
Koloid Gelofusin 500 cc
- Blood loss : ± 800 cc
- Urine : 50 cc dalam 1 jam 30 menit
- IWL : 68 cc dalam 1 jam 30 menit
9. Diagnosis : Perdarahan Intraoperasi + Syok Hipovolemik
9
Post Operatif
10
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
11
3.2. Etiologi
12
Tabel 1. Penyebab Syok Hipovolemik
Perdarahan
Hematom subkapsular hati
Aneurisma aorta pecah
Perdarahan gastrointestinal
Perlukaan berganda
Kehilangan plasma
Luka bakar luas
Pankreatitis
Deskuamasi kulit
Sindrom Dumping
Kehilangan cairan ekstraseluler
Muntah
Dehidrasi
Diare
Terapi diuretik yang agresif
Diabetes insipidus
Insufisiensi adrenal
13
Katekolamin dilepaskan dari medulla adrenal.
Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap pengeluaran
katekolamin.
Stroke volume menurun sebagai respon terhadap penurunan aliran balik
vena dan peningkatan denyut jantung.
Gambaran klinis terdiri dari peningkatan denyut jantung dan penurunan
tekanan nadi, vasokonstriksi ginjal dan sekresi hormon antidiuretik
menyebabkan penurunan urine output.
Perdarahan yang banyak akan meningkatkan denyut jantung secara
progresif. Denyut jantung >140 kali/menit umum didapatkan pada
kehilangan volume darah <40%.
Kehilangan >30% volume darah akan menyebabkan hipotensi sistolik
pada posisi berbaring.
Status mental berubah dari kebingungan kemudian letargi pada kehilangan
volume darah >30%.
Urine output menurun seiring dengan peningkatan kehilangan volume
darah.
Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk
meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi
jantung dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya
traktus gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme
di jantung dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak mampu
menyimpan cadangan energi. Sehingga keduanya sangat bergantung akan
ketersediaan oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia
yang berat untuk waktu yang melebihi kemampuan toleransi jantung dan
14
otak. Ketika tekanan arterial rata-rata (mean arterial pressure/MAP) jatuh
hingga <60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun drastis dan fungsi sel di
semua organ akan terganggu.1
Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan
kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonom
tubuh yang mengatur perfusi serta substrak lain.1
Kardiovaskular
Tiga variabel seperti; pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan ventrikel
dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume
sekuncup. Curah jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan adalah hasil
kali volume sekuncup dan frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan
penurunan pengisian ventrikel, yang pada akhirnya menurunkan volume
sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat namun
memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan
curah jantung.1
Gastrointestinal
Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi
peningkatan absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif
yang mati di dalam usus. Hal ini memicu pelebaran pembuluh darah serta
peningkatan metabolisme dan bukan memperbaiki nutrisi sel dan
menyebabkan depresi jantung.1
Ginjal
Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi.
Frekuensi terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan
pengganti. Yang banyak terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat
interaksi antara syok, sepsis dan pemberian obat yang nefrotoksik seperti
aminoglikosida dan media kontras angiografi. Secara fisiologi, ginjal
mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air. Pada saat
aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat untuk
15
mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosteron
dan vasopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi.1
16
(irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal atau hanya sedikit
menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan 1,7
Pada hipovolemia berat maka gejala klasik syok akan muncul, tekanan
darah menurun drastis dan tak stabil walau posisi berbaring, pasien menderita
takikardia hebat, oliguria, agitasi atau bingung. Perfusi ke susunan saraf pusat
dipertahankan dengan baik sampai syok bertambah berat. Penurunan kesadaran
adalah gejala penting. Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme
kompensasi syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada
syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oliguri
dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung (EKG
abnormal, curah jantung menurun).1,7
17
Tabel 3. Gejala Klinis Syok Hipovolemik
Ringan Sedang Berat
(< 20% volume darah) (20-40% volume (> 40% volume darah)
darah)
Ekstremitas dingin Sama dengan Sama dengan syok
Waktu pengisian syok ringan, sedang, ditambah:
Kapiler meningkat ditambah: Hemodinamik tak stabil
Diaporesis Takikardi Takikardi bergejala
Vena kolaps Takipnea Hipotensi
Cemas Oliguria Perubahan kesadaran
Hipotensi
ortostatik
(Sumber : Wijaya, IP. Syok hipovolemik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi V. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2009)
3.6. Diagnosis
18
Tabel 2. Kelas Syok Hipovolemik
Pemeriksaan Laboratorium :8
Hb dan hematokrit
Urin : produksi urin menurun, lebih gelap dan pekat, BJ meningkat >
1,020
Pemeriksaan gas darah : asidosis
Pemeriksaan elektrolit serum
Pemeriksaan fungsi ginjal
Pemeriksaan faal hemostasis
Pemeriksaan-pemeriksaan lain untuk menentukan penyakit penyebab
19
3.8. Penatalaksanaan
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan
untuk memperbaiki perfusi jaringan, memperbaiki oksigenasi tubuh, dan
mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok.
Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.9
20
digunakan telah menjalani tes cross-match (uji silang), bila sangat darurat maka
dapat digunakan Packed red cells tipe darah yang sesuai atau O-negatif. 1
Pada keadaaan yang berat atau hipovolemia yang berkepanjangan,
dukungan inotropik dengan dopamin, vasopressin atau dobutamin dapat
dipertimbangkan untuk mendapatkan kekuatan ventrikel yang cukup setelah
volume darah dicukupi dahulu. Pemberian norepinefrin infus tidak banyak
memberikan manfaat pada hipovolemik. Pemberian nalokson bolus 30 mcg/kg
dalam 3 -5 menit dilanjutkan 60 mcg/kg dalam 1 jam dalam dekstros 5% dapat
membantu meningkatkan MAP.1
Selain resusitasi cairan, saluran pernapasan harus dijaga. Kebutuhan
oksigen pasien harus terpenuhi dan bila dibutuhkan intubasi dapat dikerjakan.
Kerusakan organ akhir jarang terjadi dibandingkan dengan syok septik atau
traumatik. Kerusakan organ dapat terjadi pada susunan saraf pusat, hati dan ginjal
dan ingat gagal ginjal merupakan komplikasi yang penting pada syok ini. 1
1. Pemantauan
Parameter di bawah ini harus dipantau selama stabilisasi dan pengobatan :
denyut jantung, frekuensi pernapasan, tekanan darah, tekanan vena sentral
(CVP) dan pengeluaran urin. Pengeluaran urin yang kurang dari 30 ml/jam
(atau 0.5 ml/kg/jam) menunjukkan perfusi ginjal yang tidak adekuat.9
2. Penatalaksanaan pernapasan
Pasien harus diberikan aliran oksigen yang tinggi melalui masker atau kanula.
Jalan napas yang bersih dipertahankan dengan posisi kepala dan mandibula
yang tepat dan aliran pengisapan darah dan sekret yang sempurna. Penentuan
gas darah arterial harus dilakukan untuk mengamati ventilasi dan oksigenasi.
Jika ditemukan kelainan secara klinis atau laboratorium analisis gas darah,
pasien harus diintubasi dan diventilasi dengan ventilator yang volumenya
terukur. Volume tidal harus diatur sebesar 12 – 15 ml/kg, frekuensi
pernapasan sebesar 12 – 16 kali/menit. Oksigen harus diberikan untuk
mempertahankan PO2 sekitar 100 mmHg. Jika pasien “melawan” terhadap
ventilator, maka obat sedatif atau pelumpuh otot harus diberikan. Jika cara
21
pemberian ini gagal untuk menghasilkan oksigenase yang adekuat, atau jika
fungsi paru – paru menurun harus ditambahkan 3 – 10 cm tekanan ekspirasi
akhir positif.9
3. Pemberian cairan
Penggantian cairan harus dimulai dengan memasukkan larutan Ringer
laktat atau larutan garam fisiologis secara cepat. Kecepatan pemberian
dan jumlah aliran intravena yang diperlukan bervariasi tergantung
beratnya syok. Umumnya paling sedikit 1 – 2 liter larutan Ringer laktat
harus diberikan dalam 45-60 menit pertama atau bisa lebih cepat lagi
apabila dibutuhkan. Jika hipotensi dapat diperbaiki dan tekanan darah
tetap stabil, ini merupakan indikasi bahwa kehilangan darah sudah
minimal. Jika hipotensi tetap berlangsung, harus dilakukan transfusi
darah pada pasien – pasien ini secepat mungkin, dan kecepatan serta
jumlah yang diberikan disesuaikan denganrespons dari parameter yang
dipantau.9,10
1) Darah yang belum dilakukan reaksi silang atau yang bergolongan O-
negatif dapat diberikan terlebih dahulu, apabila syok menetap dan
tidak ada cukup waktu (kurang lebih 45 menit) untuk menunggu hasil
reaksi silang selesai dikerjakan.
2) Segera setelah hasil reaksi silang diperoleh, jenis golongan darah
yang sesuai harus diberikan.
3) Koagulopati dilusional dapat timbul pada pasien yang mendapat
transfusi darah yang masif. Darah yang disimpan tidak mengandung
trombosit hidup dan faktor pembekuan V dan VI. Satu unit plasma
segar beku harus diberikan untuk setiap 5 unit whole blood yang
diberikan. Hitung jumlah trombosit dan status koagulasi harus
dipantau terus-menerus pada pasien yang mendapat transfusi masif.
4) Hipotermia juga merupakan konsekuensi dari transfusi masif. Darah
yang akan diberikan harus dihangatkan dengan koil penghangat dan
suhu tubuh pasien dipantau.
22
Vasoaktif
3.9. Komplikasi
Jika syok terus berlanjut, kerusakan organ akhir terjadi yang mencetuskan
sindroma distress respirasi, gagal ginjal akut, koagulasi intravaskuler diseminata,
dan gagal multiorgan yang menyebabkan kematian.3
Hipovolemia dianggap menimbulkan cedera vaskular alveolus akibat
anoksia sel. DIC terjadi akibat penggunaan PRC tanpa plasma dalam resusitasi
selama syok perdarahan hipovolemik akibat koagulopati dilusional.
- Kerusakan ginjal
- Kerusakan otak
23
- Gangren dari lengan atau kaki, kadang-kadang mengarah ke amputasi
- Serangan jantung
3.10. Prognosis
Syok Hipovolemik selalu merupakan darurat medis. Namun, gejala-
gejala dan hasil dapat bervariasi tergantung pada: 3
- Jumlah volume darah yang hilang
- Tingkat kehilangan darah
- Cedera yang menyebabkan kehilangan
- Mendasari pengobatan kondisi kronis, seperti diabetes dan jantung, paru-
paru, dan penyakit ginjal
24
BAB 4
PEMBAHASAN
25
Pada saat telah dilakukan resusitasi, pasien diobservasi di PACU. Pasien
mulai sadar, tekanan darah pasien mulai naik yaitu 130/80 mmHg, frekuensi nadi
mulai normal yaitu 88 kali per menit dimana pada saat terjadi syok hipovolemik
pasien mengalami takikardi, frekuensi pernapasan pasien tidak meningkat,
produksi urine mulai bertambah, dan ekstremitas teraba hangat dan kering dengan
CRT (Capillary refill time) < 2 detik.
Hal ini menunjukkan bahwa resusitasi yang dilakukan pada pasien ini
berhasil dimana pasien kembali sadar menunjukkan bahwa aliran darah ke otak
tercukupi serta tekanan darah dan frekuensi nadi pasien saat berada di PACU
normal yang berarti perfusi ke jaringan mulai stabil, karena cardiac output sudah
bertambah maka tekanan darah mulai naik, kompensasi jantung meningkatkan
frekuensi nadi supaya perfusi ke jaringan organ vital tetap tercukupi juga
berkurang, sehingga pasien yang tadinya mengalami takikardi sebelum dilakukan
resusitasi kembali normal setelah dilakukan resusitasi.
Produksi urine yang mulai bertambah menunjukkan bahwa aliran darah ke
ginjal mulai bertambah sehingga tidak terjadi retriksi cairan oleh ginjal sebagai
akibat dari syok hipovolemik. Ekstremitas pasien yang tadinya teraba dingin dan
basah sebelum dilakukan resusitasi kembali hangat dan kering setelah resusitasi.
Hal ini menunjukkan perfusi ke jaringan perifer mulai bertambah. Capilarry refill
time (CRT) juga normal setelah dilakukan resusitasi karena perfusi ke jaringan
perifer mulai tercukupi.
26
BAB 5
RINGKASAN
1. Pada laporan kasus ini didapatkan pasien laki-laki umur 62 tahun dengan
diagnosa DM tipe 2 dan ulkus diabetikum regio punggung menjalani operasi
debridement dengan prosedur general anestesi LMA (Laryngeal Mask
Airway), didapatkan syok hipovolemik kelas 2 durante operasi dengan
perdarahan sekitar 15-30% dari Estimasi Blood Volume (EBV).
2. Syok hipovolemik pada pasien ini ditandai dengan penurunan tekanan darah
dan tekanan nadi yang rendah, takikardi, produksi urine yang menurun, dan
ekstremitas teraba dingin dan basah pada saat operasi berlangsung. Kesadaran
sulit dinilai pada pasien ini karena dibawah pengaruh obat anestesi umum
yang diberikan pada saat operasi. Syok hipovolemik yang terjadi pada pasien
ini disebabkan oleh perdarahan dari tindakan debridement pada ulkus
diabetikum regio punggung.
3. Resusitasi yang dilakukan yaitu pemberian cairan kristaloid dan koloid.
4. Target resusitasi pada pasien ini adalah hemodinamik yang stabil ditandai oleh
kenaikan tekanan darah dan penurunan frekuensi nadi, frekuensi napas
kembali normal/ tidak takipneu, sadar baik, produksi urine cukup, serta perfusi
ekstremitas hangat dan kering dengan CRT (Capillary Refill Time) < 2 detik
setelah pasien berada di ruang pemulihan.
5. Tujuan utama manajemen syok adalah menyediakan oksigenasi ke organ vital
dan mengembalikan volume sirkulasi darah.
6. Pengelolaan perdarahan merupakan proses yang sangat kompleks, termasuk di
antaranya penanganan secara umum, seperti resusitasi, monitoring
kardiopulmoner, transfusi, pengobatan terhadap perdarahannya sendiri, dan
pencegahan terhadap komplikasi.
27
DAFTAR PUSTAKA
28