Anda di halaman 1dari 12

DAMPAK BROKEN HOME TERHADAP MOTIVASI

BELAJAR SISWA
M. Fatich Amrullah
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan
E-mail: fatichazhar@gmail.com

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskrisikan secara psikologis betapa
berpengaruhnya broken home terhadap motivasi belajar anak yang berstatus sebagai
siswa. Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian studi pustaka dengan metode deskriptif.
Tujuanya untuk mendeskripsikan hasil temuan pustaka yang diambil dari jurnal, artikel,
buku terkait dengan topik yang akan dibahas. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
besarnya pengaruh belajar terhadap siswa yang mengalami broken home. karena sejatinya
anak sangat membutuhkan dukungan moral maupun materi dari orang tua baik itu dalam
belajar maupun dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, guna mewujudkan semangat
belajar anak untuk bisa meraih cita-cita dimasa depan orang tua adalah pengaruh utama
dalam memberikan dukungan secara keseluruhan baik itu berupa dukungan moral
maupun materi. Selain itu, dampak dari broken home terhadap pembentukan karakter
seorang anak sangatlah berpengaruh yang nantinya akan merujuk pada sikap extrovert
maupun introvert. Seperti dalam teori behavioral mengatakan bahwa faktor terjadinya
perilaku baik maupun buruk adalah lingkungan. Artinya bahwa terbentuknya karakter
seorang anak juga termasuk faktor dukungan terhadap lingkungan termasuk didalam
lingkungan tersebut adalah orang tua. Oleh karena itu dengan adanya penelitian ini
diharapkan setelahnya bisa membangkitkan kalangan orang tua untuk mendukung total
dalam perkembangan anak. Sehingga hal-hal seperti kenakalan anak tidak terjadi karena
dampak kurangnya kasih saying terhadap anak.

Kata kunci: motivasi belajar, dampak broken home, prestasi belajar


Abstrack
The purpose of this study is to describe psychologically how influential a broken
home is on the learning motivation of children who are students. This type of research is
a type of literature study with a descriptive method. The aim is to describe the findings of
the literature taken from journals, articles, books related to the topic to be discussed. The
results of this study indicate that the magnitude of the influence of learning on students
who experience a broken home. because children really need moral and material support
from parents both in learning and in everyday life. Therefore, in order to realize the spirit
of children's learning to be able to achieve their future goals, parents are the main
influence in providing overall support, both in the form of moral and material support. In
addition, the impact of a broken home on the formation of a child's character is very
influential which will later refer to an extrovert or introvert attitude. As in behavioral
theory says that the factor for good or bad behavior is the environment. This means that
the formation of a child's character is also a factor of support for the environment,
including parents in that environment. Therefore, with this research, it is hoped that
afterwards it can arouse the parents to fully support the development of children. So that
things like child delinquency do not occur because of the impact of a lack of affection for
children.

Keywords: learning motivation, the impact of a broken home, learning achievement

PENDAHULUAN
Keluarga merupakan peran utama dalam memperngaruhi anak. Seperti
yang dikatakan Gooden (1983) “keluarga adalah institusi sosial yang ada dalam
setiap masyarakat”. Lingkungan pertama yang diperoleh anak adalah keluarga.
Keluarga juga merupakan peran paling kuat dalam memotivasi anak untuk belajar.
Tekhusus pada orang tuanya yang paling berpengaruh terhadap perilaku anak dan
menjadi teladan juga panutan untuk bersosisalisasi dengan masyarakat.
Sejalan dengan bergantinya waktu adakalanya sebuah masalah muncul
dalam sebuah keluarga yang bisa mengakibatkan keluarga tersebut tidak harmonis
lagi bahkan lebih parahnya bisa membuat keluarga tersebut tidak utuh. Hal itu
bisa terjadi lantaran antara kedua orang tua mereka sibuk bekerja sehingga
perhatian untuk anak-anaknya menjadi kurang. Akibatnya, hubungan antara
keluarga teresebut menjadi rentan yang berakibat menuju pertengkaran yang bisa
mengakibatkan perceraian. Hal inilah yang biasa disebut dengan broken home.
Menurut (Willis, 2015), ada dua aspek yang mengakibatkan adanya broken home
yaitu, orang tua yang sudah bercerai baik itu dikarenakan salah satunya meninggal
atau karena gugatan atau karena hubungan keluarganya yang tidak baik sehingga
anaknya sering melihat pertengkaran antara ayah dan ibu mereka.
Kondisi tersebut tentunya memberikan dampak yang negatif bagi anak.
Salah satu pengaruh yang bisa dirasakan oleh anak diantaranya anak kurang
mendapatkan dukungan motivasi belajar dari orangtuanya. Selain itu juga
membuat anak kehilangan soesok yang bisa dijadikan panutan dalam masa
perkembangan menuju dewasa tersebut (Hurlock, 2000).
Tak heran jika dampak yang timbul sangatlah berpengaruh dalam motivasi
belajar anak. Diantara dampak broken home yakni jika dilihat dari kelainan
psikologi anak cenderung memiliki sikap agresif, introvert, tidak mau untuk
berkomitmen, labil, tempramen, emosional, sensitif, apatis. Jika dilihat dari sisi
masalah pendidikan anak cenderung menjadi malas dan motivasi untuk belajar
rendah. Dan jika dilihat dari sisi kemanusiaan anak cenderung senang melakukan
perilaku menyimpang seperti bullying, membrontank, bersikap apatis terhadap
lingkungan, bersikap destruktif terhadap diri dan lingkunganya seperti minum-
minuman keras, judi dan seks bebas (Suprapti, 2011:25).
Dari situlah perlunya sebuah layanan Bimbingan dan Konseling. Dalam
pengertian yang luas Bimbingan dan Konseling di sekolah yaitu pelayanan pada
semua siswa dan siswi untuk kemajuan keseluruhan perkembangan mereka
(Prayitno, 2014). Dalam salah satu pelayananya Bimbingan dan Konseling bisa
digunakan untuk mengatasi masalah motivasi belajar ialah dengan menggunakan
pendekatan Rational Emotive Behavior.
Penelitian yang terkait dengan topik ini adalah jurnal Suminah, dkk.
Dengan judul “Peningkatan hasil belajar dan motivasi belajar siswa melalui
pendekatan behavior modification” yang membahas tentang peningkatan hasil
belajar dan motivasi belajar siswa dengan menggunakan pendekatan behavior
modification dengan menggunakan metode penelitian tindakan kelas dan teknik
tes dan observasi yang menunjukan hasil bahwa tingkat hasil belajar siswa melalui
pendekatan behavior modification termasuk dalam kategori cukup baik, tingkat
motivasi belajar siswa dengan pendekatan behavior modification dalam kategori
cukup tinggi, dan ada peningkatan hasil belajar dan motivasi belajar siswa melalui
pendekayan behavior modification (Suminah, dkk. 2018).
Penelitian selanjutnya yang terkait dengan topik ini adalah jurnal karya
Roy novianto, dkk. Yang berjudul “Analisis dampak broken home terhadap minat
belajar siswa SMA Santun Untan Pontianak” yang juga membahas tentang
dampak dari broken home.
Tujuan penelitian ini adalah guna memenuhi tugas akhir semester dari
mata kuliah bimbingan dan konseling. Selain itu juga untuk mendeskrisikan
secara psikologis betapa berpengaruhnya broken home terhadap motivasi belajar
anak yang berstatus sebagai siswa. memberikan sedikit pengetahuan bagi orang
tua agar lebih memperhatikan masa depan anaknya dan mungkin juga bisa
menambah hasanah pendidikan anak agar bisa lebih termotivasi dalam belajar
sehingga menimbulkan semangat belajar bagi anak-anak.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Menurut Moeleong, (2017) metode deskriptif adalah, “metode deskriptif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, Tindakan dll, secara
holistik, dan dengan cara deskriptif atau penjabaran masalah dengan
menggunakan kalimat-kalimat”. Pada intinya Jenis penelitian ini adalah jenis
penelitian studi pustaka dengan metode deskriptif. Tujuanya untuk
mendeskripsikan hasil temuan pustaka yang diambil dari jurnal, artikel, buku
terkait dengan topik yang akan dibahas.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tumbuh kembang anak broken home
Hasil yang saya peroleh pada penelitian ini subjeknya adalah anak yang
merupakan salah satu teman saya yang berinisial AN berusia 21 tahun tentunya
merupakan anak korban broken home. Informasi dari hasil observasi dan
wawancara bisa dinyatakan bahwa AN di rawat oleh nenek, kakek dan tantenya.
Tantenya tidak bisa melanjutkan sekolahnya dikarenakan waktunya di habiskan
untuk merawat AN ssejak lahir sedangkan neneknya lumpuh. Kebutuhan AN
ditanggung oleh kakek dan neneknya namun sesekali orang tuanya mengirimkan
uang untuk AN.
Sebab dari perceraian ibu dan ayahnya masih terbilang semu namun AN
pernah mendengar isu bahwa penyebabnya adalah adanya orang ketiga terlebih
lagi sifat ibunya yang memang masih berjiwa muda dan memang ibunya menikah
di usia 13 tahun. Pernikahan ayah dan ibunya adalah sebab perjodohan. Setelah
bercerai beberapa bulan kemudian AN mendengar ayahnya menikah lagi.
Semenjak itulah AN sudah tidak pernah berkomunikasi lagi dengan ayahnya
dikarenakan memang ibu tirinya melarang ayahnya untuk berkomunikasi maupun
bertemu. Beberapa tahun kemudian ibu AN pun menikah semenjak itu juga sudah
tidak ada kasih saying yang diberikan dari ibu AN, ibunya juga pergi jauh sampai
Kembali AN sudah menginjak pada bangku sekolah kelas 1 SMA.
AN mengalami broken home di usia 4 tahun dan semenjak itu pula sikap
AM berubah total. AN juga selalu merasa bahwa hidupnya sudah tidak berguna
lagi hidup tanpa orang tua yang lengkap dan juga kurangnya kasih sayang dari
orang tua. Dia juga iri terhadap teman-temanya yang orang tuanya masih utuh.
Dari sejak itu juga hidup AN menjadi sangat tertutup dan selalu memendam
maslahnya sendiri sehingga tergesa-gesa dalam mengambil Tindakan. Dia
menjadi seseorang yang sangat mudah benci bahkan sangat sulit percaya dan
memaafkan pada orang yang pernah berbuat salah pada dirinya.
Ketika mendengar kematian sang ayah AN pun tambah merasa hidupnya
sangat sial. Semenjak pereceraian tersebut AN tidak pernah lagi melihat ayahnya
dan tiba-tiba dia mendapatkan kabar bahwa ayahnya meninggal, hamper selama
12 ahun penantian untuk bertemu sang ayah tidak kunjung bertemu dan tidak akan
pernah bertemu. dari situlah ia mulai tidak sanggup lagi menjalani kehidupanya
akan tetapi berkat dukungan, motivasi dari keluarga dan lingkunganya serta
dengan bertambah usianya AN mulai menyadari bahwa ia tidak boleh terus-
terusan murung dan merenungi nasib terus-terusan dan akhirnya hari demi hari
pun AN mulai menunjukan kehidupan yang sepeterti pada anak umunya. Dia tetap
melanjutkan sekolah seperti biasanya, dia juga menunjukan sikap semangatnya
meraih prestasi sehingga broken home yang dialami oleh orang tuanya
menjadikan ambisi dan motivasi untuk dirinya agar bisa sukses dan membuktikan
pada semua orang bahwa dia mampu menjalani kehidupan walaupun tanpa kasih
sayang dari orang tua yang utuh.
Dari situ bisa dilihat bahwa akibat dari broken home membuat tidak
terpenuhinya kebutuhan anak baik itu berupa materi maupun moral. Anak broken
home seharusnya mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sesuai dengan
anak seusianya. Seharusnya lingkungan rumah dan lingkungan sekitarnya
memberikan hal yang positif, peduli serta memberikan perhatian yang baik karena
hal itu dapat sangat membantu pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan
tingkat perkembangan anak pada umumnya. Karena pada dasarnya anak broken
home hanya butuh kasih sayang dan dukungan dari orang-orang sekitarnya untuk
membantunya bisa tumbuh seperti pada anak umumnya. Maka dari itu dengan
adanya keluarga dan lingkungan sekitar yang baik anak broken home menjadi
merasakan asa yang memperhatikan dan memperdulikan mereka.
Terlahir sebagai anak broken home tidak selamanya buruk karena tidak
bisa ditutup kemungkinan juga bahwa anak yang terlahir broken home adalah
negatif karena ketika keluarga dan lingkungan tersebut bisa memberikan contoh
pola hidup yang positif maka anak tersebut juga akan mengikutinya. Banyak
sekali hikmah yang dapat diambil sebagai motivasi bagi korban broken home
untuk menjadi individu yang lebih positif. Sikap mandiri yang ada karena tuntutan
keadaan hidupnya yang harus dijalani tanpa kasih sayang dari orang tuanya. Sikap
kedewasaanya juga muncul pada anak broken home karena terbiasa hidup tanpa
orang tua hingga muncul sebuah konsep hidup dimana dirinya akan bertanggung
jawab atas dirinya sendiri (Wulandari dan Fauziah, 2019).

Motivasi belajar anak broken home


Sangat banyak hal-hal yang mempengaruhi motivasi belajar anak, salah
satunya adalah faktor keadaan keluarga anak tersebut. Didalam sebuah keluarga
yang utuh atau masih lengkap strukturnya anak akan lebih banyak mendapatkan
perhatian dari orang tuanya. Hubungan keluarga yang harmonis dan satu paham
antara ayah dan ibunya akan sangat berpengaruh juga pada diri anak. Begitu
sebaliknya, jika dalam sebuah keluarga salah satu orang tuanya sudah bercerai,
meninggal atau meninggalkan keluarganya jelas hal tersebut tidak bisa
memperhatikan anak-anaknya dengan baik. Sehingga hal tersebut berdampak pada
kurangnya kasih sayang terhadap anak hingga mengakibatkan motivasi dan hasil
belajarnya di sekolah.
Keluarga adalah sebuah lembaga pendidikan yang paling utama. Keluarga
yang sehat bisa menghasilkan cara orang tua mendidik anak-anaknya yang akan
berpengaruh terhadap anak-anaknya (Slameto, 2010:61).
Seorang anak ketika tinggal dalam satu keluarga akan mengalami
hambatan dalam belajarnya jika orang tua mereka tidak kompak. Perselisihan,
perceraian, dan tidak adanya tanggung jawab antara orang tua akan menimbulkan
keadaan yang tidak diinginkan terhadap diri siswa dan akan menghambay proses
belajar dan berpengaruh terhadap motivasi belajar.
Maka dari itu bisa disimpulkan bahwa seorang anak dikatakan memiliki
motiovasi belajar yang tinggi apabila didalam dirinya memiliki hasrat atau
keinginan belajar yang kuat. Salah satu dari faktor yang mnyebabkan seorang
anak memiliki motivasi yang kuat adalah kondisi keluarganya. Anak yang berada
dalam lingkungan keluarga yang kondusif akan memiliki motivasi belajar yang
tinggi, begitu juga sebaliknya.
Pendekatan teori behaviour terhadap motivasi belajar anak broken home
a. Asumsi dasar
Dalam jurnal (Komalasari, dkk. 2011, 207), asumsi dasar dari teknik
Rational Emotiove Therapy bisa dilihat dari beberapa tuntutan sebagai
berikut;
1. Pikiran, perasaan dan tingkah laku secara berkesinanmbungan saling
interaksi dan mempengaruhi satu sama lain
2. Gangguan emosional disebabkan oleh faktor biologi dan lingkungan
3. Manusia dipengaruhi oleh orang lain dan lingkungan sekitar dan
individu juga secara sengaja mempengaruhi orang lain di sekitarnya.
4. Manusia menyakiti diri sendiri secara koginitif, emosional, dan tingkah
laku
5. Individu cenderung menciptakan keyakinan yang irasional saat hal yang
tidak menyenangkan terjadi gangguan kepribadian individu disebabkan
oleh keyakinan irasional.
6. Sebagian besar manusia memiliki kecenderungan yang besar untuk
membuat dan mempertahankan gangguan emosionalnya.
b. Pandangan tentang sifat manusia
Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk menjaga dirinya,
merasakan bahagia, berfikir dan berbicara, mencintai, bersosialisasi dengan
orang lain, serta tumbuh dan meengekspresikan diri, (Corey, 2010:228).
Daripada itu, manusia juga bisa mempermasalahkan dirinya atau orang lain
jika tidak segera mencapai apa yang ia inginkan (Ellis, 2010:238).
Manusia juga tidak sepenuhnya menerima pandangan eksistensial tentang
kecenderungannya menerapkan dirinya dikarenakan oleh fakta bahwa
manusia ialah makhluk biologis dengan kecenderungan nalurinya yang kuat
untuk bertingkah laku dengan cara-cara tertentu.
c. Proses berfikir
Jika dilihat dari pendekatan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT),
seseorang mempunyai tiga tingkatan dalam berfikir, diantaranya yaitu tentang
berfikir fakta dan bukti yang terjadi, mengadakan penilaian berdasarkan
bukti-bukti dan fakta, dan keyakinan terhadap proses inferences dan ecvaluasi
froggat (Komalasari, dkk. 2011:209).
Menurut (Nelson, 2011) ada tiga tingkatan berfikir sesorang, yaitu:
1. Pikiran dingin (cool) yaitu pikiran yang sifat nya deskriptif dan
mengandung sedikit emosi
2. Pikiran hangat (warm) merupakan pikiran yang mengarah pada satu
prefensi atau keyakinan rasional, mengandung unsur evaluasi yang
mempengaruhi pembentukan perasaan.
3. Pikiran panas (hot) adalah pikiran yang mengandung unsur evaluasi
yang tinggi dan penuh perasaan.
Didasari dari bebrapa hal tersebut, terdapay konsep dasar sebagai berikut;
1. Pemikiran manusia adalah penyebab dasar dari gangguan emosional.
Reaksi emosional yang segat maupun tidak, bersumber dari pemikiran
itu.
2. Manusia mempunyai potensi pemikiran rasional dan irrasional.
Dengan pemikiran rasional dan inteleknya manusia dapat terbebas dari
gangguan emosional.
3. Pemikiran irrasonal bersumber pada disposisi biologis lewat
pengalaman masa kecil dan pengaruh budaya
4. Pemikiran dan emosi tak dapat dipisahkan
5. Berpikir logis dan tidak logis dilakukan dengan simbol-simbol bahasa
6. Pada diri manusia sering terjadi self-verbalization yaitu mengatakan
sesuatu terus-menerus pada dirinya.
d. Tujuan Konseling Rational Emotive Behaviour Therapiy (REBT)
Konseling teknik Rational Emotive Behaviour Therapy ada bermacam-
macam, tujuan utama konseling Rasional emotif behavior adalah untuk
membantu individu menyadari bahwa mereka dapat hidup dengan lebih
rasional dan produktif (Komalasari, dkk. 2011: 213).
Seperti yang dikatakan (Komalasari,dkk. 2011:213) mendeskripsikan
beberapa sub tujuan yang sesuai dengan nilai dasar pendekatan Rational
Emotive Behaviour Therapy (REBT). Tujuan tersebut adalah memiliki minat
diri, minat sosial,pengarahan diri, toleransi, fleksibel,penerimaan, menerima
ketidakpastian, menerima diri sendiri, mengambil risiko, memiliki harapan
yang realistis,memiliki toleransi terhadap frustasi yang tinggi dan memiliki
tanggung jawab pribadi.
e. Tahap-tahap konseling Rational Emotive Behaviour Theraphy (REBT)
Menurut (Komalasari,dkk.2011:215) dalam proses konseling dengan
pendekatan rasional emotif behavior terdapat beberapa tahap yang dikerjakan
oleh konselor dan konseli, yaitu:
Tahap 1
Proses dimana konseli diperlihatkan dan didasarkan bahwa mereka tidak
logis dan irasional. Proses ini membantu konseli memahami bagaimana dan
mengapa dapat menjadi irasional. Pada tahap ini konseli diajarkan bahwa
mereka memiliki potensi untuk mengubah hal tersebut.
Tahap 2
Konseli dibantu untuk yakin bahwa pemikiran dan perasaan negatif
tersebut dapat ditantang dan diubah.Pada tahap ini konseli mengeksplorasi
ide-ide untuk menentukan tujuan-tujuan rasional.
Tahap 3
Konseli dibantu untuk secara teru menerus mengembangkan pikiran
rasional serta mengembangkan filosofi hidup yang rasional sehingga konseli
tidak terjebak pada masalah yang disebabkan oleh pemikiran irasional.
f. Teknik-teknik Emotive (Efektif)
1. Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan
membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya
dengan perilaku yang diinginkan.Latihanlatihan yang diberikan lebih
bersifat pendisiplinandiri klien.
2. Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang
menekan (perasaanperasaan negatif) melalui suatu suasana yang
dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas
mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
3. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus-menerus suatu model
perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan
perilakunya sendiri yang negative.
g. Teknik-teknik Behaviouristik
1. Reinforcement (Memberi penguatan)
Teknik untuk mendorong klien ke arah perilaku yang rasional dan
logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman
(punishment). Teknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai
dan keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan
sistem nilai yang positif. Dengan memberikan reward ataupun
punishment, maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai yang
diharapkan kepadanya.
2. Social modeling
Teknik ini untuk membentuk perilaku-perilaku baru pada klien.
Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial ang
diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan
menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan normanorma dalam
sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh
konselor.

KESIMPULAN
Dapat diambil kesimpulan dari hasil yang saya peroleh pada penelitian ini
subjeknya adalah anak yang merupakan salah satu teman saya yang berinisial AN
berusia 21 tahun tentunya merupakan anak korban broken home. Informasi dari
hasil observasi dan wawancara bisa dinyatakan bahwa AN di rawat oleh nenek,
kakek dan tantenya. Tantenya tidak bisa melanjutkan sekolahnya dikarenakan
waktunya di habiskan untuk merawat AN ssejak lahir sedangkan neneknya
lumpuh. Kebutuhan AN ditanggung oleh kakek dan neneknya namun sesekali
orang tuanya mengirimkan uang untuk AN.
Sangat banyak hal-hal yang mempengaruhi motivasi belajar anak, salah
satunya adalah faktor keadaan keluarga anak tersebut. Didalam sebuah keluarga
yang utuh atau masih lengkap strukturnya anak akan lebih banyak mendapatkan
perhatian dari orang tuanya. Hubungan keluarga yang harmonis dan satu paham
antara ayah dan ibunya akan sangat berpengaruh juga pada diri anak. Begitu
sebaliknya, jika dalam sebuah keluarga salah satu orang tuanya sudah bercerai,
meninggal atau meninggalkan keluarganya jelas hal tersebut tidak bisa
memperhatikan anak-anaknya dengan baik. Sehingga hal tersebut berdampak pada
kurangnya kasih sayang terhadap anak hingga mengakibatkan motivasi dan hasil
belajarnya di sekolah.
Dari masalah pokok yang dibahas peneliti mengaitkanya dengan teori
Behaviour karena menurutnya sangat cocok kepada seorang anak yang mengalami
broken home seperti dalam asumsi dasar teori tersebut menyatakan bahwa
manusia dipengaruhi oleh orang lain dan lingkungan sekitar dan individu juga
secara sengaja mempengaruhi orang lain di sekitarnya. Jika dikaitkan dengan anak
yang mengalami broken home tentu saja hal itu terjadi pada kondisi psikologinya.
Kemudian jika dilihat dari proses berfikir bahwa manusia berfikir dalam lingkaran
fakta dan bukti yang terjadi. Oleh karena itu penulis menganggap relevan jika
masalah broken home ini dikaitkan dengan teori behaviouristik.

DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald. (2010). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi.Alih
Bahasa:E. Koswara. Bandung: Refika Aditama.

Gonzalez, J. E., Nelson, J. R., Gutkin, T.B;Saunders, A. (2004).Rational Emotive


Therapy With Children and Adolescents: A Meta-Analysis.Journal of
Emotional and Behavioral Disorders; 12, 4; ProQuest pg. 222.

Gooden, W. J. (1983). Sosiologi Keluarga. Jakarta: PT Bina Aksara.

Hurlock, E B. 1992. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan. (terjemahan Oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo).
1999. Erlangga.

Komalasari, G; Eka, W; dan Karsih.(2011). Teori dan Teknik Konseling. Jakarta


Barat: Indeks.

Moleong, L. J. (2017). Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Prayitno. (1995). Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Ghali Indonesia.

Slameto. (1991). Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Bumi


Aksara.

Suminah, S., Gunawan, I., & Murdiyah, S. (2019). Peningkatan Hasil Belajar dan
Motivasi Belajar Siswa melalui Pendekatan Behavior Modification. Ilmu
Pendidikan: Jurnal Kajian Teori Dan Praktik Kependidikan, 3(2), 221–
230. https://doi.org/10.17977/um027v3i22018p221

Suprapti, Z. (2014). Mengatasi Kenakalan Remaja Pada Siswa Broken Home


Melalui Konseling Realita di SMA Negeri 4 Pekalongan. from Jurnal:
(http://lib .unnes.ac.id. Di akses 5 Juli 2018.)

Willis, S. S. (2015). Konseling Keluarga (Family Counseling). Bandung: Alfabeta

Wulandari Desi dan Fauziah Nailul (2019). Pengalaman remaja korban broken
home (studi kualitatif Fenomenologis). Jurnal Empati, 8 (1), 2-3.

Anda mungkin juga menyukai