Anda di halaman 1dari 4

BAHAN FORUM GROUP DISCUSSION TUGAS KELOMPOK

Mengangkat Tema :
Menjelang Tahun 2050 Saya Siap menjadi Mahasiswa Berdaya Saing
melalui :
“Peluang dan Tantangan Implementasi Transisi Energi di Indonesia
Pasca KTT G20 Bali”

A. Latar Belakang
G20 adalah forum internasional yang terdiri dari 19 negara dengan ekonomi terbesar di dunia
dan Uni Eropa. G20 didedikasikan untuk kerja sama ekonomi dan keuangan global. Forum ini
dibentuk di tahun 1999 sebagai respons terhadap krisis keuangan di Asia. Sebagai respons terhadap
krisis keuangan global di tahun 2008, forum ini ditingkatkan levelnya dari tingkat menteri keuangan
dan gubernur bank sentral menjadi tingkat kepala negara/kepala pemerintahan. Forum G20 memiliki
siginifansi tinggi dalam merespons krisis dalam skala global, baik krisis keuangan maupun moneter
hingga krisis lainnya, seperti krisis kesehatan, pangan, dan energi, agar tidak menimbulkan dampak
lebih buruk bagi perekonomian global.
Agenda prioritas bergerak dinamis seiring dengan perkembangan pembahasan dalam G20.
Presidensi G20 memiliki hak istimewa untuk menentukan agenda prioritas G20 di masa Presidensinya
dengan tetap memperhatikan mandat utama G20 dan isu-isu prioritas yang pernah dibahas pada
presidensi-presidensi sebelumnya. Secara umum, pembahasan dalam Presidensi G20
berkesinambungan antara satu presidensi ke presidensi berikutnya.
Sebagai Presidensi G20 Tahun 2022, Indonesia mengangkat tema Recover Together,
Recover Stronger (Pulih Bersama, Bangkit Lebih Kuat) dan menetapkan tiga agenda prioritas
utama, yaitu penguatan arsitektur kesehatan global, transformasi digital, dan transisi energi. Pada
perkembangan pelaksanaan Presidensi G20 Indonesia, muncul isu geopolitik yang dipicu oleh konflik
Rusia-Ukraina yang menyebabkan mengemukanya isu pangan dan energi.
Presidensi G20 Indonesia Tahun 2022 menjadi momen penting untuk menunjukkan peran
kepemimpinan global Indonesia dalam forum ekonomi utama dunia. Pada tahun 2022, G20
menghadapi dua tantangan utama yang sangat berat, yaitu pandemi COVID-19 dan konflik Rusia-
Ukraina. Pandemi COVID-19 telah membawa dampak perekonomian yang serius bagi semua negara-
negara di dunia, serta memunculkan tekanan-tekanan sosial dan politik yang berat sepanjang tahun
2021. Stagflasi ekonomi dikhawatirkan dapat memperparah perekonomian global jika tidak dilakukan
upaya-upaya untuk menemukan solusi dalam menangani dampaknya. Presidensi Indonesia, G20 telah
merumuskan kesepakatan- kesepakatan konkret untuk mengatasi dampak pandemi COVID-19 dan
sekaligus menghindari terjadinya resesi global yang parah. Tema Recover Together, Recover
Stronger diangkat untuk membangun upaya bersama dan inklusif dalam mencari solusi bagi
pemulihan ekonomi dan kesehatan dunia.
Konflik Rusia-Ukraina yang terjadi sejak 24 Februari 2022 menyebabkan krisis geopolitik
yang berimbas kepada ekonomi. Krisis energi dan pangan membuat inflasi sulit dikendalikan akibat
terhambatnya supply energi dan bahan pangan utama yang berasal atau melalui kedua negara yang
terlibat konflik tersebut. Di sisi lain, negosiasi dalam G20 menjadi sulit karena anggota-anggota G20
terbelah dalam merespons konflik geopolitik tersebut.
Dalam konteks yang penuh tantangan, KTT G20 Bali berhasil menyepakati Deklarasi
Pemimpin G20 (Deklarasi Bali) yang berisikan sejumlah kesepakatan penting bagi pemulihan
ekonomi global, transformasi digital, dan transisi energi. Dalam kepemimpinan Indonesia, tercapainya
konsensus dalam Deklarasi Pemimpin G20 menunjukan bahwa G20 tetap satu dalam upaya menjadi
solusi bagi isu global yang bersifat mendesak.
Presidensi Indonesia juga menghasilkan capaian yang konkret (concrete deliverables) dalam
bentuk proyek-proyek kerja sama mulitalateral dan bilateral di antara negara-negara anggota G20 dan
undangan. Diharapkan kerja sama dalam proyek-proyek yang konkret ini dapat membuat forum G20
lebih membumi sehingga manfaat nyata dapat dirasakan oleh masyarakat. Proyek-proyek kerja sama
ini tertuang dalam G20 Action for Strong and Inclusive Recovery yang menjadi lampiran
Deklarasi Bali. Lampiran tersebut berisikan 226 proyek kerja sama multilateral senilai USD238 miliar
dan 140 proyek kerja sama bilateral senilai USD71,4 miliar.
Komitmen untuk mewujudkan transisi energi menjadi salah satu kesepakatan negara- negara
anggota G20 dan undangan yang telah mendapatkan pujian dari banyak pihak. Komitmen transisi
energi ini menunjukkan bahwa G20 telah mengambil peran penting dalam upaya global untuk
melindungi lingkungan hidup dari perubahan iklim, seperti yang disebutkan dalam Perjanjian Paris
dan pencapaian Agenda Global 2030 terkait Sustainable Development Goals (SDGs) yang
dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Presidensi G20 Indonesia sendiri, melalui Energy Transitions Working Group mengangkat 3
(tiga) prioritas utama, yakni: (i) Menjamin aksesibilitas energi; (ii) Peningkatan skala dari teknologi
energi yang cerdas dan bersih (smart and clean energy); dan (iii) Memajukan pembiayaan energi.
Selain itu, Presidensi G20 Indonesia juga berhasil menghasilkan Bali Compact yaitu konsep utama
dalam pelaksanaan transisi energi dan Bali Energy Transitions Roadmap yakni peta jalan tindakan
sukarela untuk pencapaian Agenda 2030 SDGs dan menetapkan jalan menuju net zero emission atau
carbon neutrality sesuai kondisi nasional. Dokumen tersebut menjadi pedoman dalam pelaksanaan
transisi energi oleh negara anggota G20 dan negara-negara lainnya.
Sebagai wujud komitmen dalam mendukung transisi energi G20, pada sela-sela KTT G20,
Pemerintah Amerika Serikat menginisiasi peluncuran Partnership for Global Infrastructure and
Investment (PGII) dengan nilai investasi sebesar USD 600 miliar dalam bentuk pinjaman dan hibah
untuk proyek infrastruktur berkelanjutan di negara-negara berkembang. PGII saat ini memayungi 20
proyek infrastruktur baru dan proyek yang sedang berjalan di sejumlah negara seperti Timor Leste,
Vietnam, India, Brazil, negara-negara Afrika. Secara umum PGII berfokus pada sektor pembangunan
infrastruktur energi, manufaktur vaksin, telekomunikasi, pertanian, kesehatan, hingga kesejahteraan
anak dan perempuan.
Hasil lain yang diumumkan dalam rangkaian KTT G20 adalah inisiatif untuk mempercepat
transisi energi bersih melalui Just Energy Transition Partnership (JETP) dengan nilai investasi
sebesar USD 20 miliar. Inisiatif JETP ini mendapat dukungan dari International Partners Group
(IPG) yang terdiri dari Jepang, Amerika Serikat, Prancis, Jerman, Italia, Kanada, Denmark, Norwegia,
dan Uni Eropa. Pemerintah Jepang secara khusus juga telah berkomitmen untuk mendukung kerja
sama transisi energi di Indonesia melalui Asia Zero Emission Community (AZEC) yaitu inisiatif
pertumbuhan rendah karbon Jepang dimana Indonesia mendapatkan prioritas pertama pendanaan
sebesar USD500 juta untuk mengimplementasikan program transisi energi serta memperluas kerja
sama dan inisiatif dekarbonisasi publik-swasta.
Capaian yang telah diraih dalam G20 memberikan manfaat strategis dan konkret bagi
perwujudan kepentingan Indonesia untuk mempercepat transisi energi nasional. JETP diharapkan
dapat menjadi katalis serangkaian proyek investasi dalam periode waktu 3-5 tahun ke depan.
Pemerintah IPG menyediakan USD 8-10 miliar, sementara sektor swasta dan pasar modal
internasional mendukung USD10 miliar. Inisiatif ini dapat membantu Indonesia mencapai Nationally
Determined Contribution (NDC) pada tahun 2030 dengan target penurunan emisi per 23 September
2022 sebesar 31,89% unconditionally dan 43,20% conditionally serta pencapaian target net zero
mission pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Capaian Presidensi G20 Indonesia turut mendukung pencapaian kebijakan-kebijakan nasional
di sektor transisi energi. Target komposisi Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) dalam bauran
energi telah ditetapkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi
Nasional, yakni sebesar 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050. Kemudian, Kebijakan
Energi Nasional mengamanatkan untuk meminimalkan penggunaan minyak bumi paling banyak 25%
pada tahun 2025 dan paling banyak 20% pada tahun 2050 serta tidak ada lagi impor Bahan Bakar
Minyak pada tahun 2025 (Peraturan Presiden RI Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum
Energi Nasional). Pemerintah Indonesia juga mengembangkan program jaringan listrik cerdas (smart
grid) untuk efisiensi energi dan mempromosikan penggunaan sumber energi terbarukan seperti energi
surya dan angin. Pemerintah juga terus berupaya meningkatkan investasi dalam sektor energi bersih
dan berkelanjutan. Selain itu, pemerintah juga mendorong penggunaan kendaraan listrik dengan
memberikan insentif dan fasilitas pengisian listrik.
Terdapat optimisme bagi perwujudan transisi energi di Indonesia. Indonesia memiliki potensi
sumber daya alam terbarukan, seperti surya, angin, hidro, biomassa, panas bumi, dan energi
gelombang yang sesuai dengan rencana tenaga terbarukan. Potensi panel surya di Indonesia untuk
menghasilkan energi listrik terdapat di pulau Bali dan Nusa Tenggara Timur. Indonesia memiliki
potensi energi angin yang besar, terutama di wilayah pesisir dan pegunungan. Beberapa daerah seperti
Sulawesi Utara, Jawa Timur, dan Bali untuk pembangkit listrik tenaga angin. Potensi energi hidro
Indonesia pun sangat besar, terutama di pulau Sumatera dan Kalimantan. Produk biomassa Indonesia
juga berpotensi menghasilkan energi listrik dan bahan bakar cair. Indonesia juga memiliki potensi
energi panas bumi yang besar, terutama di wilayah Papua, Sumatera, dan Jawa. Dengan seluruh
sumber daya terbarukan ini, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di bidang energi terbarukan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya
dunia akademik akan pentingnya diseminasi hasil Presidensi G20 Indonesia, khususnya di sektor
transisi energi maka diselenggarakan Kuliah Tamu dengan tema “Peluang dan Tantangan
Implementasi Transisi Energi di Indonesia Pasca KTT G20 Bali”. Selain diseminasi hasil Presidensi
G20 Indonesia, kuliah tamu ini juga sebagai forum untuk mengidentifikasi tantangan dan peluang
implementasi kebijakan dan regulasi terkait transisi energi yang dilaksanakan di Indonesia.

B. Tujuan Kegiatan
Kegiatan ini bertujuan untuk:
1. Mendiseminasikan informasi kepada masyarakat terkait prioritas, proses, dan hasil-hasil
Presidensi G20 Indonesia, khususnya terkait dengan agenda prioritas transisi energi;
2. Mendiseminasikan upaya pemerintah Indonesia dalam mengimplementasikan hasil-hasil KTT
G20 di tingkat nasional dan regional;
3. Mendiseminasikan kebijakan transisi energi nasional dan upaya-upaya pemerintah dalam
mengimplementasikan kebijakan transisi energi di Indonesia;
4. Menggali masukan dan saran untuk memperkuat efektivitas implementasi hasil G20 mengenai
transisi energi dari dunia akademik; dan
5. Membangun kesadaran dan komitmen masyarakat terhadap pentingnya transisi energi bagi
perlindungan lingkungan dari dampak perubahan iklim.

C. PEMBAHASAN FGD/Diskusi :

1. Bagaimana Mahasiswa menangkap peluang dan tantangan implementasi transisis energi di Indonesia
pasca KTT G20 Bali ? …
2. Bagaimana dukungan Sektor Swasta dalam mengimplementasikan transisi energi di Indonesia ? ...
3. Bagaimana tanggapan Mahasiswa terhadap program subsidi Mobil Listrik di Indonesia menjelang tahun
2050 yang akan menggantikan BBM ? ….
4. Bagaimana perubahan mindset masyarakat terhadap penerapan tarif tenaga listrik non subsidi ? ….
5. Coba jelaskan tantangan transisi energi di Indonesia dar aspek :
a. Komitmen Pemerintah
b. Perubahan mindset masyarakat
c. Dukungan sektor swasta

PELAKSANAAN FGD DILAKUKAN SELAMA BULAN RAMADHAN MELALUI VIDEO DALAM


BENTUK LIVE ATAU GMEET/ZOOM, HASIL FGD DISHARE MELALUI WA/EMAIL/GOOGLE DRIVE

Anda mungkin juga menyukai