Anda di halaman 1dari 3

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI TELUR

YANG DI TIMBANG MENGGUNAKAN SISTEM TAKSIRAN

DI DAERAH DUSUN BEBER DESA BEBER KECAMATAN


BATUKLIANG LOMBOK TENGAH

SKRIPSI

Diajukan kepada program hukum ekonomi syar’iah sebagai salah satu


persyaratan menyelesaikan studi starata satu untuk memperoleh gelar
sarjana hukum (S.H)

OLEH:

HULFAHMI

220201053

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH (FS)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MATARAM

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A.latar belakang masalah


Pelaksanaan jual beli telur yang terjadidi desa beber kecamatan batukeliang penjualan
hanya mengambil telur tanpa di timbang terlebih dahulu dan hanya menggunakan sistem taksiran
sehingga hal ini menimbulkan ketidak jelasan dalam jumlah kilogramnnya,padahal dalam jual
beli harus ada kejelasan dari segi barangnya,timbangannya dan hal-hal yang berkaitan dengan
jual beli.

Dari latar belakang di atas penulisan dapat merumuskan masalah:1)bagaimana pandangan


masyarakat tentang jual beli telur dengan menggunakan taksiran dan pandangan hukum islam.?
2)bagaimana pandangan masyarakat dengan sistem jual beli telur dengan sistem taksiran.?
Tujuan penelitian1) untuk mengetahui bagaimana praktek jual beli telur dengan menggunakan
sistem taksiran dan pandangan hukum islam.2)untuk mengetahui pandangan masyarakat tentang
jual beli telur menggunakan sistem taksiran. Bentuk penelitian dalam skripsi inifield sresech
(peneleitian lapangan)dengan jenis penelitian kualitatif.

Teknik pengumpulan data yang di gunakan adalah dengan mengumpulkan data dengan
sistem wawancara,observasi,dan dokumentasi.setelah data terkumpul,maka penulisan yaitu
pengolahan dalam teknik deskriptif,yaitu memaparkan data-data yang berasal dari lapangan
Kemudian mengatakan reduksi data yang di lakukan dengan jalan abstrak.setelah itu mulaillah
penafsiran data dalam pengolahan hasil sementara menjadi teori substansi dengan metode
tertentu.

Kesimpulan penelelitian yang dapat penulis ambil yaitu:1.jual beli telur dengan sistem
takar termasuk perkara yang ikhtilaf.ada ulama yang membolehkan yaitu syefi’i,maliki,dan
sebagian ulama lainnya ,karena tingkat kesamarannya kecil dan masih di akui secara adat.dan
ada ulama yang tidak memperolehkan yaitu Ahmad bin hambal dan sebsgainya karena jual beli
tersebut menyalahi ketentuan syara.
barang apapun bisa di takardan di timbang harus menggunakan takaran atau timbangan
bukan dengan taksiran.2)jual beli telur dengan sistem taksiran menurut masyarakat beber tidak
memperolehkan karna dalam transakinya terdapat kertidak jelasan baik dalama akad,atau barang
yang di perjualbelikan.karena tidak terpenuhi syarat dan rukun jual beli dan dalam praktek ada
pihak yang di rugikan .dalam jual beli dengan taksiran ada sebagian masyarakat membolehkan
karena transaksi tersebut di lakukan dengan kerelaan dan sudah menjadi kebiasaan
masyarakat.adat kebiasaan yang di terima masyarakat telah menjadi tolak ukur kebolehan ntuk
melakukan transaksi.

Anda mungkin juga menyukai