Anda di halaman 1dari 18

i

Proposal Skripsi

IMPLEMENTASI E-LITIGASI SEBAGAI BENTUK


MODERNISASI PERADILAN DALAM BERACARA DI
PENGADILAN AGAMA
Proposal ini Diajukan Kepada Prodi Hukum Keluarga Fakultas Agama Islam
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Program Skripsi

Disusun oleh : Jaufa Nasrulloh


NIM : 1220006

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL AL-SYAKHSIYAH)


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
2023

i
ii

PERSETUJUAN

Proposal yang berjudul :Implementasi E-Litigasi Sebagai Bentuk


Modernisasi Peradilan Dalam Beracara Di
Pengadilan Agama

Diusulkan oleh : Jaufa Nasrulloh

NIM / NIRM : 1220006/2020

Prodi : Hukum Keluarga Islam

Fakultas : Agama Islam

Setelah diteliti dan diadakan perbaikan seperlunya, kami dapat menyetujuinya


untuk dipertahankan di depan sidang tim penguji proposal Fakultas Agama Islam
Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum Jombang.

Jombang, 15 Mei 2023

Pembimbing I Pembimbing II

NIY. NIY.

Mengetahui

Ketua Program Studi Hukum Keluarga

Fakultas Agama Islam

Universtitas Pesantren Tinggi Darul Ulum Jombang

Mahmud Huda, S.H.I M.S.I

NIY. 11010611193

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era perkembangan teknologi yang semakin berkembang pesat
ini,tentu segala aspek dalam kehidupan pun turut ikut menyesuaikan
dengan perkembangan yang terjadi. Salah satunya ialah dalam bidang
hukum. Sebagaimana yang dikatakan oleh Mochtar Kusumaatmadja
bahwa hukum dan masyarakat tumbuh secara beriringan, serta yang
merangkul masyarakat ialah hukum, bukan sebaliknya.1 Dapat diartikan
bahwa hukum harus mampu berkembang sesuai dengan perkembangan
zaman tanpa menghilangkan tujuan dari hukum tersebut yaitu memberikan
keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Aturan hukum yang dijadikan
dasar dalam pelaksanaan lembaga peradilan tersebut tentu harus mampu
beradaptasi dengan adanya kemajuan teknologi saat ini. Salah satunya
adalah adanya Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun
2019 Pasal 1 angka 7 menjelaskan bahwa Persidangan secara elektronik
adalah serangkaian proses memeriksa dan mengadili perkara oleh
pengadilan yang dilaksanakan dengan dukungan teknologi, informasi serta
komunikasi.2 Hal ini disebutdengan e-Litigasi atau persidangan secara
elektronik sebagai bentuk modernisai peradilan.
Sebelum diberlakukannya e-Litigasi di lingkungan peradilan
sebagai layanan tambahan pada aplikasi e-Court, yang diatur dalam
PERMA RI Nomor 3 Tahun 2018 mengenai administrasi perkara di
Pengadilan melalui elektronik. Kemudian dilanjutkan dengan e-Litigasi
yang diatur dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2019.5 Setelah
diluncurkannya layanan E-Litigasi pada e-Court yang dapat diakses oleh
jaksa, advokat serta lembaga bantuan hukum (LBH), yang semula e-Court

1
Julianto, Rina Shahriyani Shahrullah, Rahmi Ayunda, Robert Garry Hawidi, “Efektifitas
Implementasi Kebijakan E-Litigasi Di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama Kota Batam,
Indonesia”, Jurnal Media Komunikasi, Vol. 3, 1 (2021), h. 2.
2
Julianto, Rina Shahriyani Shahrullah, Rahmi Ayunda, Robert Garry Hawidi, “Efektifitas
Implementasi Kebijakan E-Litigasi Di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama Kota Batam,
Indonesia”, Jurnal Media Komunikasi, Vol. 3, 1 (2021), h. 4.
2

hanya bisa di akses oleh advokat saja.3 Adanya penerapan eLitigasi di


lingkungan peradilan, bertujuan untuk mempersingkat waktu sidang dalam
rangka mengurangi pertemuan secara langsung, serta terpenuhinya asas
sederhana, cepat dan biaya ringan yang menjadi dasar pelaksanaan proses
peradilan di Indonesia.4
Dalam pelaksanaannya, e-Litigasi tidak menutup kemungkinan
mengalami kekurangan dalam keabsahan bukti-bukti selama persidangan
pembuktian serta keterangan saksi selama persidangan elektronik, hal ini
dapat mempengaruhi keabsahan pembuktian selama persidangan
elektronik berlangsung. 5 Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis bagaimana implementasi penerapan e-Litigasi yang
merupakan layanan tambahan dari aplikasi e-Court di Pengadilan Agama
Jombang Kelas 1B dalam menyelesaikan perkara. Terutama bagi
masyarakat yang tidak paham teknologi, hingga upaya yang dilakukan
oleh Pengadilan Agama Jombang Kelas 1B sebagai lembaga penegak
hukum, mengingat adanya kecenderungan masyarakat pencari keadilan
yang memilih untuk tidak menyelesaikan perkara secara e-Litigasi,
walaupun sudah mendaftarkan perkara melalui e-Court.
B. Ruang Lingkup Penelitian
Agar pokok permasalahan dalam penelitian ini tidak terlalu meluas dan
tetap pada subtansi, penulis membatasi ruang lingkup pembahasan sebagai
berikut :
1. Lokasi penelitian dilaksanakan di Pengadilan Agama kelas 1B
Kabupaten Jombang.
2. Waktu pelaksanaanya mulai bulan Agustus 2023 sampai selesai.

3
Miftakur Rohaman, “Modernisasi Peradilan Melalui E-lItigasi Dalam Perspektif Utilitarianisme
Jeremy Bentham, h. 290.
4
Mutiasari, Heru Suyanto, “Tinjauan Hukum E-Court Di Masa Pandemi Covid-19 Pada Pengadilan
Agama Jakarta Selatan”, Justitia: Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora, Vol. 8, 5 (2021), h. 1142.
5
Bearly Deo Syahputra, “Problematika Keabsahan Pembuktian Pada Implementasi Persidangan
Elektronik (E-Litigasi)”, Supremasi Hukum: Jurnal Penelitian Hukum, Vol. 30, 2 (Agustus, 2021), h.
150.
3

3. Subjek penelitian ini ialah pelaksanaan Persidang E-litigasi perceraian


di Pengadilan Agama Kabupaten Jombang.
4. Objek penelitian pada proposal ini ialah seberapa efisien Pengadilan
Agama Kabupaten Jombang dalam pelaksanaan E-litigasi di
Lingkungan Peradilan dalam bentuk modernisasi Peradilan yang
diterapkan saat beracara di Pengadilan Agama Kabupaten Jombang.
C. Rumusan masalah
1. Bagaimana implementasi e-Litigasi di Pengadilan Agama Jombang
Kelas 1B?
2. Bagaimana teknis edukasi e-Litigasi yang dilaksanakan oleh
Pengadilan Agama Jombang Kelas 1B?
3. Apa kendala dan manfaat pelaksanaan e-Litigasi di Pengadilan Agama
Jombang Kelas 1B?
D. Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan rumusan masalah sebelumnya, maka yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah :
a. Tujuan
1. Untuk mengetahui implementasi e-Litigasi di Pengadilan Agama
Jombang Kelas 1B
2. Untuk mengetahui teknis edukasi e-Litigasi yang dilaksanakan
oleh Pengadilan Agama Jombang Kelas 1B
3. Untuk mengetahui kendala dan manfaat pelaksanaan e-Litigasi di
Pengadilan Agama Jombang Kelas 1B
b. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi berkenaan implementasi e-Litigasi di
Pengadilan Agama Jombang Kelas 1B.
2. Memberikan pengetahuan terkait dengan teknis edukasi e-Litigasi
yang dilaksanakan oleh Pengadilan Agama Jombang Kelas 1B
serta yang bertugas sebagai pemberi edukasi persidangan secara
elektronik terhadap masyarakat.
4

3. Memberikan informasi terkait dengan kendala dan manfaat


pelaksanaan e-Litigasi di Pengadilan Agama Jombang Kelas 1B.
E. Penelitian Terdahulu
Dengan penelitian terdahulu kita dapat mendalami, mencermati,
menelaah dan mengidentifikasi penemuan–penemuan yang telah ada
maupun belum sempurna. Selain itu, tinjauan Pustaka juga memaparkan
hasil penelitian terdahulu yang bisa menjadi referensi bagi kita dalam
melakukan penelitian.
1. Julianto, Rina Shahriyani Shahrullah, Rahmi Ayunda, Robert Garry
Hawidi (2021) dalam artikelnya yang berjudul Efektivitas
Implementasi Kebijakan E-Litigasi di Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Agama Kota Batam, Indonesia menjelaskan dalam
penerapannya e-Litigasi masih belum sepenuhnya efektif, dikarenakan
terdapat beberapa faktor dan kendala yang mempengaruhi ketidak
efektifannya. Hal ini merujuk pada teori efektivitas hukum yaitu teori
bertujuan untuk menguji suatu aturan apakah sudah berjalan dengan
baik dan efektif maupun belum efektif dalam penerapannya. 6
Diantaranya ialah faktor hukum bahwa tidak terdapat aturan yang
mengatur secara jelas dan tegas yang mengatur adanya kewajiban bagi
kuasa hukum para pihak agar melakukan persidangan secara elektronik
sebagaimana Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019
jelaskan.7
2. Gracia, Majolica Ocarina Fae dan Ronaldo Sanjaya (2021) dalam
artikelnya yang berjudul Eksistensi E-Court Untuk Mewujudkan
Efisiensi dan Efektivitas Pada Sistem Peradilan Indonesia Di Tengah
Covid-19 menjelaskan bahwa sebagai lembaga peradilan yang menjadi
tempat ditegakkannya keadilan, maka seharusnya peradilan dapat

6
Julianto, Rina Shahriyani Shahrullah, Rahmi Ayunda, Robert Garry Hawidi, “Efektivitas
Implementasi Kebijakan E-Litigasi di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama Kota Batam,
Indonesia”, h. 4.
7
Julianto, Rina Shahriyani Shahrullah, Rahmi Ayunda, Robert Garry Hawidi, “Efektivitas
Implementasi Kebijakan E-Litigasi di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama Kota Batam,
Indonesia”, h. 5.
5

berjalan serta siap menghadapi situasi apapun, terutama saat terjadinya


pandemi Covid-19. Adanya E-Court dapat mempersingkat proses
beracara di pengadilan karena dapat mempersingkat waktu serta
menyederhanakan proses beracara, mulai dari pendaftaran hingga
pemeriksaan.
Penelitian ini mengkaji apa manfaat dari penerapan e-Litigasi di
tengah pandemi. Diantaranya ialah pelaksanaan administrasi perkara
dilaksanakan dengan mudah dan transparan, kemudian asas
kebermanfaatan, asas sederhana, cepat dan biaya ringan, dokumen
terjaga dengan baik serta dapat diakses di media, kemudian menekan
penyebaran covid-19, tingkat terjadinya kesalahan yang sangat
rendah.8
F. Sistematika Penulisan
Bab I, uraian pendahuluan yang berisi gambaran umum berfungsi
pengantar dalam memahami pembahasan bab berikutnya. Bab ini memuat
pola dasar penulisaan proposal skripsi meliputi latar belakang, ruang
lingkup penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
penelitian terdahulu, dan sistematika pembahasan.
Bab II, merupakan uraian tentang gambaran umum mengenai
Implementasi E-Litigasi Sebagai Bentuk Modernisasi Peradilan Dalam
Beracara Di Pengadilan Agama Kabupaten Jombang
Bab III, menjelaskan tentang jenis penelitian, lokasi, dan sumber
data penelitian Teknik pengumpulan data, populasi dan sampel penelitian,
validasi data dan Teknik analasi data.

8
Gracia, Majolica Ocarina Fae dan Ronaldo Sanjaya, “Eksistensi E-Court Untuk Mewujudkan
Efisiensi dan Efektivitas Pada Sistem Peradilan Indonesia Di Tengan Covid-19”, h. 504.
6

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Pengertian E-Litigasi (Persidangan Secara Elektronik)
Secara umum persidangan secara elektronik merupakan
serangkaian proses pemeriksaan dan mengadili sebuah perkara oleh
pengadilan yang jalankan atas dukungan teknologi informasi dan
komunikasi.9 E-Litigasi atau persidangan secara elektronik juga dapat
diartikan bentuk pengimplementasian dari asas hukum constante justitie
(peradilan cepat dan biaya ringan), serta diharapkan dapat meningkatkan
efektivitas peradilan, mengatasi kendala geografis dan menekan tingginya
biaya perkara.10
Kemudian dalam literasi lain juga dijelaskan bahwa e-Litigasi
merupakan rangkaian proses mengadili serta memeriksa perkara oleh
pengadilan yang dilaksanakan dengan bantuan teknologi informasi dan
komunikasi.11Pelaksanaan persidangan secara elektronik dapat
dilaksanakan jika para pihak baik penggugat/ pemohon serta
tergugat/termohon sepakat untuk melanjutkan persidangan secara
elektronik jika proses mediasi yang sebelumnya dilakukan tidak berhasil.
Pelaksanaan persidangan secara elektronik memiliki sistematika
yang sama dengan persidangan manual pada umumnya, namun yang
membedakan hanyalah pelaksanaan secara online, diantaranya:12
a. Tahap mediasi
Persidangan secara elektronik dilaksanakan jika tahap awal pada
persidangan yaitu mediasi tidak berhasil, berdasarkan Pasal 20 Ayat (1)
hingga (4) dalam PERMA No. 1 Tahun 2019. Pelaksanaan persidangan

9
Bearly Deo Syahputra, Enggal Prabawuri Khotimah, “Problematika Keabsahan Pembuktian Pada
Implementasi Persidangan Elektronik (E-Litigasi)”, Supremasi Hukum: Jurnal Penelitian Hukum,
Vol. 30, 2 (Agustus, 2021), h. 151.
10
Yeni Nuraeni, Firman Prataman, “Implementasi dan Dampak e-Litigasi Dalam Perspektif Hukum
Acara Perdata Dihubungkan Dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019”,
Presumption of Law, Vol. 4, 2 (Oktober, 2022), h. 143.
11
ibid, h. 146.
12
Ibid, h. 146.
7

secara elektronik dilaksanakan, jika kedua belah pihak setuju untuk


melanjutkan secara e-Litigasi. Dan persetujuan tersebut disampaikan oleh
para pihak saat persidangan.
b. Menjadwalkan proses sidang berikutnya serta pemanggilan para pihak
secara elektronik
Dengan adanya aplikasi e-Court, biaya perkara menjadi lebih
ringkas dikarenakan terdapat pengurangan dalam biaya pemanggilan.
Sehingga menjadikan para pihak bertanggung jawab atas hak serta
kewajiban mereka. Jika pihak tergugat tidak menghadiri persidangan,
maka persidangan akan diputus secara verstek.13 Berkenaan dengan hasil
mediasi yang menjelaskan bahwa mediasi gagal akan dilaksanakan oleh
jurusita atau jurusita pengganti yang akan memanggil para pihak secara
resmi dan patut berdasarkan Pasal 103 Undang-undang No. 3 Tahun 2006
dan Undang-undang No. 50 Tahun 2009.14 Pemanggilan penggugat
dilaksanakan secara elektronik sedangkan pemanggilan tergugat
dilaksanakan secara langsung.
c. Proses pemberian jawaban, Replik, Duplik
Sebelum proses jawaban, akan dilaksanakan terlebih dahulu
pembacaan surat gugatan. Setelah itu, akan ada jawaban dari pihak
tergugat terhadap surat gugatan dan dilanjutkan dengan replik penggugat
dan duplik tergugat.15 Berdasarkan pasal 21 ayat (1) dan (2) Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 dijelaskan bahwa Hakim ketua
bertugas untuk menjadwalkan awal persidangan hingga putusan,
mencakup agenda jawaban, replik, duplik secara elektronik.
Oleh karena itu, para pihak hanya melampirkan dokumen yang
berkaitan dengan jawaban, replik serta duplik tanpa harus hadir secara
langsung di Pengadilan. Berkas yang hendak dikirimkan tidak boleh
melebihi waktu yang telah ditentukan dan dijadwalkan oleh majelis

13
Ibid, h.147.
14
Ibid, h. 148.
15
Ibid, h. 148.
8

hakim.16 Pada 10 Oktober 2019 layanan aplikasi e-Court telah diterapkan


di seluruh lingkungan Lembaga peradilan umum dan peradilan agama.
d. Agenda pembuktian pada e-Litigasi
Pada agenda pembuktian, para pihak harus melampirkan dokumen
pada aplikasi e-Court berupa akta autentik, akta dibawah tangan (bukti
tertulis), saksi dan lainnya serta para pihak yang berperkara harus
menghadiri persidangan secara langsung dan membawa saksi jika para
pihak berada dalam wilayah hukum pengadilan.17 Namun jika saksi berada
diluar wilayah hukum pengadilan, maka agenda pembuktian dapat
dilaksanakan secara online via teleconference. Pelaksanaan pembuktian
secara elektronik berdasarkan Pasal 24 ayat (1) dan pasal 25 PERMA No.
1 Tahun 2019, walaupun pelaksanaan pembuktian secara elektronik,
namun aturan berkenaan dengan alat bukti tetap berdasarkan pada hukum
acara peradilan agama.18
e. Agenda putusan pada persidangan secara e-litigas
Penyampaian putusan pada mulanya hanya dilaksanakan secara
manual yang sifatnya terbuka untuk umum sebagai bentuk penerapan asas
fair trial yang mengharuskan pemeriksaan perkara harus dijalankan dengan
proses yang jujur hingga putusan akhir.19 Salinan putusan akan
disampaikan melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) pada
Pengadilan yang sudah dianggap sah dan terbuka oleh hukum, serta
putusan tersebut akan disampaikan kepara para pihak melalui akun e-Court
masing-masing.20

16
Ibid, h. 149.
17
Ibid, h. 149.
18
Riyan Ramdani, Dewi Mayaningsih, “Urgensi Persidangan Secara Elektronik (E-Litigasi) Dalam
Perspektif Hukum Acara Peradilan Agama Di Era Digitalisasi”, Fakultas Syari’ah Dan Hukum UIN
Sunan Gunung Djati Bandung, Vol. 2, 2 (September, 2021), h. 113.
19
Nahliya Purwantini, Afandi, Benny K Heriawanto, “Penerapan E-Litigasi Terhadap Keabsahan
Putusan Hakim Di Pengadilan Agama Menurut Perauran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019
Tentang Administrasi Perkara Dan Persidangan Secara Elektronik”, Dinamika, Vol. 27, 8 (Januari,
2021), h. 1119
20
Yeni Nuraeni, Firman Prataman, “Implementasi dan Dampak e-Litigasi Dalam Perspektif Hukum
Acara Perdata Dihubungkan Dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019”,h. 150.
9

Pasal 13 ayat (2) Undang-undang Kekuasaan Kehakiman


menjelaskan bahwa putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai
kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum,
namun hal ini tidak berlaku untuk perkara perceraian.21 Jika putusan tidak
disampaikan di muka umum, maka sifat putusan tersebut batal demi
hukum.
Perkara perdata penilaian terhadap cacatnya suatu putusan dinilai
berdasarkan asas-asas yang telah diatur dalam Pasal 178 HIR/ 189 Rbg
serta Pasal 50 Undang-undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman, diantaranya ialah:
1. Mencakup alasan serta dasar putusan yang sifatnya jelas dan rinci.22
Hal ini dengan mencantumkan undang-undang yang berkaitan
dengan perkara. Namun tak hanya dari undang-undang saja, juga
memuat hukum tidak tertulis atau yurisprudensi.
2. Yang diadili harus seluruh bagian dari gugatan
Baik dari segi kompetensi absolut, relatif, identitas para pihak,
posita hingga petitum dalam surat gugatan.
3. Hakim tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan para pihak,
sesuaikan dengan apa yang dicantumkan dalam petitum gugatan atau
dikenal dengan istilah ultra petitum partium. Jika hakim mengabulkan
melebihi dari apa yang dituntut, maka putusan bersifat cacat (invalid).
4. Putusan disampaikan dalam sidang terbuka untuk umum kecuali
perkara perceraian. Hal ini bertujuan untuk menjamin proses peradilan
yang tidak bersifat tercela.
Walaupun persidangan secara elektronik dilaksanakan tidak secara
langsung di Pengadilan, namun pada tahap sidang pertama dan

21
Nahliya Purwantini, Afandi, Benny K Heriawanto, “Penerapan E-Litigasi Terhadap Keabsahan
Putusan Hakim Di Pengadilan Agama Menurut Perauran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019
Tentang Administrasi Perkara Dan Persidangan Secara Elektronik”, h. 1120.
22
Ibid, h. 1125.
10

pembuktian, para pihak harus datang ke Pengadilan.23 Menurut Hukum


Internasional, terdapat dua jenis proses persidangan secara elektronik,
yaitu berbentuk document exchange (pertukaran dokumen) dan
pembuktian elektronik, dengan penggunaan istilah yang berbeda seperti
Australia menggunakan istilah e-courtroom dan Singapur menggunakan
istilah Teknologi majelis hukum.24
B. Kedudukan PERMA No. 1 Tahun 2019 dalam Peraturan Perundang-
undangan
Tatanan sistem norma menurut Hasn Nawiasky terbagi atas 4
(empat) kelompok, diantaranya Staatfundamentalnorm (norma
fundamental negara) sebagai kelompok pertama. Kemudian kelompok
kedua ialah Staatgrundgesetz (aturan dasar atau pokok negara).
Selanjutnya kelompok yang ketiga ialah Formell Gesetz (Undang-undang
formal) dan kelompok yang terakhir ialah Verordnung & Autonome
Satzung (aturan pelaksana dan aturan ortonom).25 Sehingga dapat
dikatakan bahwa PERMA termasuk ke dalam kategori tatanan sistem
norma yang ke empat yaitu sebagai aturan pelaksana dan aturan ortonom.
Yang dikatakan dengan aturan pelaksana dan aturan ortonom ialah
peraturan yang berada di bawah Undang-undang yang berfungsi untuk
menyelenggarakan ketentuan yang ada dalam Undang-undang. Jika
berdasarkan teori hukum Hans Kelsen, bahwa setiap norma, baik itu
norma hukum yang sifatnya tingkatan atau berjenjang dalam sebuah
tatanan, dan pada posisi nya norma hukum yang lebih rendah akan berlaku
dengan catatan, norma tersebut berdasarkan pada norma hukum yang lebih
tinggi, begitu seterusnya hingga tiba pada norma yang tidak bisa ditelusuri

23
Jane Shirley Wambrauw, “Implementasi E-Court Dalam Proses Beracara di Pengadilan”, Jurnal
Ilmu Hukum Kyadiren, Vol. 4, 1 (2022), h. 17.
24
Miftakur Rohaman, “Modernisasi Peradilan Melalui E-Litigasi Dalam Perspektif Utilitarianisme
Jeremy Bentham”, MIYAH; Jurnal Studi Islam, vol. 16, 2, (Agustus, 2020), h. 289.
25
Annisa, “Analisis Hukum E-Litigasi Jo. PERMA Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administraasi
Perkara Dan Persidangan Di Pengadilan Secara Elektronik Dihubungkan Dengan Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1989 Jo. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Jo. Undang-undang Nomor 50
Tahun 2009 Tentang Pengadilan Agama”, Jurnal Negara dan Keadilan, Vol. 9, 2 (Agustus, 2020), h.
181.
11

yaitu norma dasar (grundnorm).26 Peraturan Mahkamah Agung yang


dikeluarkan oleh Mahkamah Agung selalu berlandaskan pada norma yang
ssifatnya lebih tinggi, namun tidak termasuk ke dalam susunan perundang-
undangan di Indonesia. Hal ini dikarenakan:27
1. Wewenang yang diberikan kepada Mahkamah Agung sifatnya atributif
artinya menentukan sendiri peraturannya dengan tujuan untuk menegakkan
sistem peradilan yang baik di Indonesia.
2. Peraturan Mahkamah Agung mengatur tentang hukum acara/ teknis
beracara.
3. Peraturan Mahkamah Agung diakui sehingga harus dilaksanakan selama
tidak ada pertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi serta sesuai
dengan kewenangannya yang di percayakan
C. PERMA No. 7 Tahun 2022 Perubahan Atas PERMA No. 1 Tahun
2019.
Aturan hukum pelaksanaan administrasi perkara dan persidangan
di Pengadilan secara elektronik telah mengalami perubahan sebanyak dua
kali. Yang mana pada mulanya diatur dalam PERMA No. 3 Tahun 2018,
kemudian adanya perubahan menjadi PERMA No. 1 Tahun 2019. Dan
yang terakhir ialah PERMA No. 7 Tahun 2022 tentang perubahan atas
PERMA No. 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan
di Pengadilan Secara Elektronik. Terdapat beberapa perubahan yang
terkandung di dalam PERMA No. 7 Tahun 2022, yaitu:28
a. Dalam sistem persidangan secara elektronik, yang mendorong
terlaksananya persidangan elektronik dalam kondisi apapun, terutama jika
pihak terguugat atau termohon yang tidak menyatakan persetujuan untuk
melanjutkan persidangan secara elektronik, dan dapat melanjutkan
persidangan secara manual. Sehingga persetujuan pihak tergugat tidak lagi
menjadi acuan dalam pelaksanaan persidangan secara elektronik.

26
Ibid, h.182.
27
Ibid, h. 182.
28
JDIH Mahkamah Agung, https://jdih.mahkamahagung.go.id/legal-product/perma-nomor-7-
tahun-2022/detail, diakses pada 08 Januari 2022, Pukul 21.00 WIB.
12

b. Konsep domisili elektronik yang sebagaimana diatur dalam PERMA No. 1


Tahun 2019, domisili elektronik ialah surat elektronik atau e-mail.
Sedangkan perubahan pada PERMA No. 7 Tahun 2022 bahwa domisili
elektronik dapat berupa layanan pesan yang terverifikasi milik para pihak.
c. Pengguna terdaftar tidak lagi hanya advokat namun juga kurator.
d. Untuk perkara prodeo yang mulanya tidak bisa didaftarkan melalui
layanan aplikasi e-court, namun kini dapat mendaftarkan perkaranya
melalui aplikasi e-court dengan mengunggah dokumen permohonan dan
dokumen ketidakmampuan secara ekonomi.
13

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain metode penelitian ini adalah dengan menggunakan metode
kualitatif dengan jenis studi kasus. Strauss dan Corbin (dalam Rahmat,
2019:2) mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan penelitian
kualitatif merupakan jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-
penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-
prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Secara
umum, penelitian kualitatif dapat digunakan untuk penelitian tentang
kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi suatu
organisasi, aktivitas sosial, dan lain-lain.
John W. Creswell (dalam Abdullah, 2018:92) mengungkapkan
bahwa kasus merupakan salah satu strategi riset. Studi kasus merupakan
strategi dalam penelitian kualitatif, peneliti menyelidiki secara cermat
program atau peristiwa. Definisi lain menyebutkan bahwa pendekatan
studi kasus adalah kajian yang mendalam tentang peristiwa, lingkungan,
dan situasi tertentu yang dapat memungkingkan mengungkap atau
memahami suatu hal yang mungkin terlewati dalam penelitian survei yang
luas. Penelitian ini untuk mendapatkan fakta berdasarkan data-data yang
diperoleh tentang Implementasi E-Litigasi Sebagai Bentuk Modernisasi
Peradilan Dalam Beracara Di Pengadilan Agama Kabupaten Jombang.
B. Sumber Data
1. Data Primer
Sumber data primer adalah sumber informasi yang langsung
mempunyai wewenang dan bertanggung jawab terhadap pengumpulan
ataupun penyimpanan data. Berdasarkan uraian tersebut dapat
dikatakan sumber data primer adalah sumber data utama yang berasal
dari orang pertama. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah
Implementasi E-Litigasi Sebagai Bentuk Modernisasi Peradilan Dalam
Beracara Di Pengadilan Agama.
14

Berdasarkan kriteria yang telah dipaparkan diatas maka sumber


data yang dapat peneliti peroleh yaitu dari dua orang berasal
pembimbing/fasilitator dan enam orang dari peserta/calon pengantin.
2. Data sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber informasi yang diperoleh
secara tidak langsung pada yang mempunyai wewenang dan tanggung
jawab terhadap informasi yang ada. Berdasarkan uraian tersebut, dapat
dikatakan sumber data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti
dari sumber yang sudah ada.
Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku dan arsip
yang berkaitan dengan Implementasi E-Litigasi Sebagai Bentuk
Modernisasi Peradilan Dalam Beracara Di Pengadilan Agama
Kabupaten Jombang.
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode pengumpulan data
sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi merupakan metode yang digunakan dengan melalui
pengamatan secara langsung yang meliputi kegiatan pemusatan
perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan keseluruhan alat
indra. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila
penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-
gejala alam, dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.
Peneliti berkedudukan sebagai non partisipan observer yakni
peneliti tidak turut aktif setiap hari di objek tersebut, hanya dalam
waktu penelitian. Metode ini dimaksudkan untuk mengamati
pelaksanaan Implementasi E-Litigasi Sebagai Bentuk Modernisasi
Peradilan Dalam Beracara Di Pengadilan Agama Kabupaten Jombang.
2. Interview (wawancara)
Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan
berkomunikasi langsung dengan sumber data, dengan cara bertanya
15

langsung kepada responden atau sumber data primer yang bertujuan


untuk memperoleh informasi.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, rekaman, arsip, foto,
dan sebagainya. Metode dokumentasi merupakan metode
pengumpulan data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-
arsip dan buku-buku, rekaman, foto-foto tentang teori yang
berhubungan dengan masalah penelitian. Metode ini peneliti gunakan
untuk mengumpulkan arsip-arsip di Pengadilan Agama kabupaten
Jombang
D. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses mencari data dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, memilih yang penting dan tidak penting,
serta membuat kesimpulan. Tujuan dalam analisis data adalah untuk
meningkatkan pemahaman penulis tentang kasus yang diteliti dalam
menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain. Setelah semua data tersaji,
selanjutnya penulis berusaha untuk memberikan interpretasi dan menganalisis
tentang pelaksanaan Implementasi E-Litigasi Sebagai Bentuk Modernisasi
Peradilan Dalam Beracara Di Pengadilan Agama Kabupaten Jombang. ini
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang diamati.
16

DAFTAR PUSTAKA
Annisa. “Analisis Hukum E-Litigasi Jo. PERMA Nomor 1 Tahun 2019 Tentang
Administraasi Perkara Dan Persidangan Di Pengadilan Secara Elektronik
Dihubungkan Dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Jo. Undang-
undang Nomor 3 Tahun 2006 Jo. Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009
Tentang Pengadilan Agama”. Jurnal Negara dan Keadilan. Vol. 9, 2,
(2020).
Gracia, Majolica Ocarina Fae dan Ronaldo Sanjaya. “Eksistensi E-Court Untuk
Mewujudkan Efisiensi dan Efektivitas Pada Sistem Peradilan Indonesia Di
Tengan Covid-19”. Jurnal Syntax Transformation. Vol. 2, 4, (2021).
JDIH Mahkamah Agung, https://jdih.mahkamahagung.go.id/legal- product/perma-
nomor-7-tahun-2022/detail
Julianto, Rina Shahriyani Shahrullah, Rahmi Ayunda, Robert Garry Hawidi.
“Efektivitas Implementasi Kebijakan E-Litigasi di Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Agama Kota Batam, Indonesia”. Jurnal Media Komunikasi.
Vol. 3, 1, (2021).
Munawaroh, Zakiatul. “Analisis Maslahah Mursalah Terhadap Penerapan
Aplikasi E-Litigasi Dalam Perkara Perceraian.” Skripsi S1 Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya,
2019
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara
Dan Persidangan Di Pengadilan Secara Elektronik.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi
Perkara Dan Persidangan Di Pengadilan Secara Elektronik.
Wambrauw, Jane Shirley. “Implementasi E-Court Dalam Proses Beracara di
Pengadilan”. Jurnal Ilmu Hukum Kyadiren. Vol. 4, 1, (2022).

Anda mungkin juga menyukai