Anda di halaman 1dari 11

Analisis Indikator Kesejahteraan Petani Sayuran Kota Pontianak

Rusli Burhansyah1 dan Yanuar Pribadi2


1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat
Jl. Budi Utomo 45 Siantan Hulu Pontianak
2
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan
E-mail: rbuhansyah@gmail.com

Abstrak

Produksi sayuran kota Pontianak sudah dipasarkan ke berbagai kota di provonsi Kalimantan Barat.
Disisi lain, aspek kesejahteraan petani sayuran belum diperhatikan. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui kesejahteraan petani sayuran kota Pontianak. Penelitian dilaskanakn di kecamatan
Pontianak Utara sebagai sentra produksi sayuran. Pemilihan petani diambil berdasarkan stratified
random sampilng yang mewakili luas kepemilikan lahan. Setiap strata diambil 10 petani contoh,
sehingga jumlah petani contoh menjadi 30 orang. Analisis data menggunakan : (1) Perkembangan
struktur pendapatan, (2) Perkembangan pengeluaran untuk pangan, (3) Daya beli rumah tangga
petani, dan (4) Perkembangan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani, dan (5)
Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP). Dari Pengeluaran rumah tangga rumah tangga petani
Kota Pontianak sebagian besar pada pangan, yang mengindikasikan bahwa rumah tangga petani
Kota Pontianak belum sejahtera. Daya beli rumah tangga petani belum baik dan benilai negatif.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa total pendapatan rumah tangga petani belum mencukupi
kebutuhan hidup rumah tangga selama setahun. Ketahanan pangan rumah tangga petani untuk sub
sektor sayuran baik, secara agregat cukup baik. Nilai Tukar Petani Sayuran selama 14 minggu
menunjukkan dibawah 100 (87,99). Hal ini mengindikasikan petani belum sejahtera. Kondisi
karena harga yang diterma petani lebih rendah dengan harga yang dibayar oleh petani. Secara
keseluruhan disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan petani sayuran Kota Pontianak belum
sejahtera.

Kata kunci: Daya beli rumah tanga petani, Kesejahteraan petani, Nilai Tukar Petani

Pendahuluaan

Kota Pontianak merupakan kota jasa dan perdagangan, disisi lain pertanian di kota ini
cukup berkembang. Ada sekitar 4.133 rumah tangga yang berusaha di sektor pertanian. Menurut
hasil Sensus 2013, jumlah rumah tangga sub sektor hortikultura sebanyak 1.818 rumah tangga,
peternakan 1.706 rumah tangga dan pangan 577 rumah tangga (BPS Kota Pontianak, 2014).
Produksi sayuran daun di kota Pontianak setiap harinya bisa memproduksi 10 sampai 13
ton yang sentra produksi berada di kecamatan Pontianak Utara. Luas lahan pertanian Kota
Pontianak kurang lebih 1.000 hektar, lahan agribisnis seluas 800 hektar, lahan sayuran seluas
100 hektar, lahan untuk lidah buaya 70 hektar, lahan untuk pepaya 40 hektar
(http://beritanda.com/index.php/nusantara/kalimantan/kalimantan-barat/2645-sayuran-daun-di-
kota-pontianak-hasilkan-10-13-ton-per-hari). Kinerja pertanian sayuran kota Pontianak selama 4
tahun (2010 sd 2014) belum baik. Pertumbuhan luas panen -0,09%/tahun, produksi -0,01%/tahun
dan produktivitas 0,12%/tahun (Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Pontianak, 2015).
Pendapatan rumahtangga petani di perkotaan berasal dari berbagai sumber kegiatan yaitu
dari usahatani padi, ternak, sayuran, usahatani non padi, berburuh tani dan buruh di luar sektor
pertanian, serta usaha di luar sektor pertanian. Kontribusi pendapatan dari sumber-sumber tersebut
bervariasi antara daerah, agroekosistem dan antara kelompok pendapatan. Dengan perkembangan
waktu, telah terjadi perubahan struktur pendapatan di seluruh daerah, tetapi sektor pertanian masih
mendominasi pendapatan rumahtangga walaupun porsi pertanian mengalami penurunan.

1634 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian


Banjarbaru, 20 Juli 2016
Pengembangan pertanian perkotaan ke depan adalah pertanian perkotaan berkelanjutan.
Faktor kunci pertanian perkotaan mencakup empat aspek dan kebutuhan stakeholder mencakup
empat aspek pengembangan sistem pertanian perkotaan. Kebijakan pengembangan pertanian
perkotaan seperti DKI Jakarta mempertimbangkan enam faktor kunci penentu keberlanjutan:
(1) Luas pekarangan, (2) Pengembangan komoditas dan teknologi ramah lingkungan, (3)
Penyuluhan dan kelembagaan pertanian, (4) Perluasan lahan/ruang usahatani, (5) Kerjasama antar
stake holder, dan (6) Pemberian insentif. Opsi kebijakan adalah perluasan lahan/ruang usahatani,
pengembangan komoditas dan teknologi ramah lingkungan dan pengembangan kelembagaan
pertanian (Sampelling, et al., 2012).
Untuk mengetahui apakah petani tersebut sejahtera atau tidak digunakan bermacam-macam
indikator. Indikikator tersebut antara lain; pendapatan rumah tangga petani, pengeluaran rumah
tangga petani, daya beli rumah tangga petani, ketahanan pangan rumah tangga dan nilai tukar
petani.
Salah satu alat indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani, adalah nilai tukar
(NTP). NTP merupakan perbandingan antara harga yang diterima petani dengan harga yang
dibayar petani. Untuk itu diperlukan suatu kajian untuk mengetahui tingkat kesejahteraan petani
sayura kota Pontianak. Tujuan pengkajian antara lain mengetahui kesejahteraan petani sayuran di
Kota Pontianak.

Metodologi

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Desember 2015 di Kota Pontianak.
Pemilihan lokasi penelitian telah dilakukan secara purposive yakni Kota Pontianak.

Pemilihan Petani Responden


Pemilihan petani diambil berdasarkan stratified random sampilng yang mewakili luas
kepemilikan lahan yakni sempit, sedang dan luas (Sudana et al., 1999). Data struktur pendapatan
dan pengeluaran rumah tangga petaniserta data produksi dan pendapatan dari seluruh cabang
usahatani. Setiap strata diambil 10 petani contoh, sehingga jumlah petani contoh menjadi 30 orang.

Metode Analisis
Terdapat lima aspek yang bisa menunjukkan indikator (penciri atau penanda) kesejahteraan
petani, yaitu : (1) struktur pendapatan rumah tangga petani (on farm, off farm, dan non farm),
(2) struktur pengeluaran rumaht tangga, (3) keragaan daya beli rumah tangga petani, dan (4)
keragaan tingkat ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani, dan (5) Perkembangan Nilai
Tukar Petani (NTP)

Perkembangan Struktur Pendapatan


Struktur pendapatan menunjukkan sumber pendapatan utama keluarga petani dari sektor
mana, apakah dari sektor pertanian atau sebaliknya yaitu dari non pertanian. Bagaimana peran
sektor pertanian dalam ekonomi rumah tangga petani ke depan. Secara sederhana struktur
pendapatan rumah tangga petani dari sektor pertanian dapat ditentukan sebagai berikut
(Nurmanaf, 2005; Sudana et al., 2007):

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1635


Banjarbaru, 20 Juli 2016
 TPSP 
PPSP    x100 % ......................................................................................................... (1)
 TP 

Keterangan:
PPSP = Pangsa pendapatan sektor pertanian (%)
TPSP = Total pendapatan dari sektor pertanian (Rp/th)
TP = Total pendapatan rumah tangga petani (Rp/th)

Perkembangan Pengeluaran Untuk Pangan


Perkembangan pangsa pengeluaran untuk pangan dapat dipakai salah satu indikator keberhasilan
ekonomi pekelurahanan. Semakin besar pangsa pengeluaran untuk pangan menunjukkan bahwa
pendapatan rumah tangga tani masih terkonsentrasi untuk memenuhi kebutuhan dasar (subsisten).
Demikian sebaliknya, semakin besar pangsa pengeluaran sektor sekunder (non pangan),
mengindikasikan telah terjadi pengeseran posisi petani dasri subsisten kekomersial. Artinya
kebutuhan primer telah terpenuhi, kelebihan pendapatan dialokasikan untuk keperluan lain misal
pendidikan, kesehatan dan kebutuhan sekunder lainnya. Secara sederhana pangsa pengeluraran
untuk pangan dapat dihitung sebagai berikut
 PE 
PEP    x100 % ............................................................................................................ (2)
 TE 

Keterangan
PEP = Pangsa pengeluaran untuk pangan (%)
PE = Pengeluaran untuk pangan (Rp/th)
TE = Total pengeluaran pendapatan rumah tangga petani (Rp/th)

Perkembangan Daya Beli Rumah Tangga Petani


Perkembangan daya beli rumah tangga petani dapat juga dipakai sebagai indikator kesejahteraan.
Bagi petani yang sumber pendapatan utamanya dari sektor pertanian, tingkat daya beli petani dapat
ditentukan sebagai berikut (konsep ini mirip dengan NTP). Semakin tinggi tingkat daya beli rumah
tangga, berarti tingkat kesejahteraan keluarga petani yang bersangkutan tinggi dan juga sebaliknya
(Sudana et al, 2007)

TP
DBPP  ............................................................................................................... (3)
TE  BU 

Keterangan:
DBPp = Daya beli rumah tangga petani
TP = Total pendapatan rumah tangga petani (Rp/th) dari seluruh sumber
TE = Total pengeluaran rumah tangga petani (Rp/th)
BU = Biaya usahatani

Sementara bagi rumah tangga petani yang sumber pendapatan utamanya dari non pertanian, daya
beli dapat ditentukan sebagai berikut:

1636 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian


Banjarbaru, 20 Juli 2016
U NP
DBPnp  ....................................................................................................................... (4)
HB

Keterangan:
DBPNP = Daya beli rumah tangga non petani
UNP = Tingkat upah di non pertanian (Rp/hari)
HB = Harga beras (Rp/kg)

Perkembangan Ketahanan Pangan di Tingkat Rumah Tangga Petani


Perkembangan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani merupakan ukuran indikator
kesejahteraan petani. Semakin tinggi tingkat ketahanan pangan, yang ditunjukkan oleh semakin
kuatnya pemenuhan kebutuhan dari produksi sendiri atau semakin banyak stock pangan
menunjukkan semakin sejahtera rumah tangga petani. Perkembangan tingkat ketahanan pangan
rumah tangga petani secara sederhan dapat ditentukan sebagai berikut ;

PB .............................................................................................................................
TKP  (5)
KB

Keterangan:
TKP = tingkat ketahanan pangan (TKP=1, subsisten; TKP>1, surplus; TKP < 1, defisit)
PB = produksi dari usahatani sendiri setara beras
KB = kebutuhan setara beras

Nilai Tukar Petani


Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan nisbah antara harga yang diterima (HT) dengan harga yang
dibayar petani (HB). Secara konsepsi NTP mengukur daya tukar komoditas pertanian yang
dihasilkan petani terhadap produk yang dibeli petani untuk keperluan konsumsi dan keperluan
dalam memproduksi komoditas ( Rahmat, 2000; Simatupang, 2001, Supriyati et al., 2001). NTP
merupakan nisbah antara harga yang diterima petani (HT) dengan harga yang dibayar petani (HB)
yang dapat dirumuskan sebagao berikut (BPS, 2002; Nurmanaf et al., 2005; Abidin et al., 2005;
dan Irawan et al., 2007):

HT
NTP  aiPTi/ bxPBx................................................................................................. (6)
HB

Keterangan:
HT = Harga yang diterima petani
HB = Harga yang dibayar petani
PTi = Harga komoditas i yang diproduksi petani
PBx = Harga produk yang dibeli petani
ai = Pembobot komoditas i
bx = Pembobot produk x

Dinamika nilai tukar petani antar waktu digambarkan menggunakan Indeks, harga yang diterima
dan harga yang dibayar petani diukur dalam Indeks sebagai berikut:

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1637


Banjarbaru, 20 Juli 2016
IT
INTP  ...................................................................................................................... (7)
IB

Disini:
INTP = Indeks Nilai Tukar Petani
IT = Indeks harga yang diterima petani
IB = Indeks harga yang dibayar petani

Sementara , Indeks harga yang diterma (IT) dan yang dibayar petani (IB) dihitung dengan
menggunakan Indeks Laspeyers sebagai berikut :

m
Pni
 P(n  1)i P
i r
( n 1) Qoi
ln  m
..........................................................................(8)

 PoiQoi
i l

Keterangan:
In = Indeks harga bulan ke n (IT atau IB)
Pni = Harga bulan ke n untuk jenis produk i
P(n-1)i = Harga bulan ke n-1 untuk jenis produk i
Pni/P(n-1)i = Harga relatif bulan ke n untuk jenis produk i
Poi = Harga poduk tahun dasar untuk jenis produk i
Qo1 = Kuantitas pada tahun dasar untuk jenis produk i
m = Banyaknya jenis produk

Nilai Tukar Petani (NTP) dikategorikan 3 yakni : (a) NTP > 100 artinya petani mengalami
surplus. Harga produksinya naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani
naik lebih besar dari pengeluarannya, dengan demikian tingkat kesejahteraan petani lebih baik
dibanding tingkat kesejahteraan petani sebelumnya, (b) NTP = 100 artinya petani mengalami
impas/break even. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan presentase
kenaikan/penurunan harga barang konsumsinya. Tingkat kesejahteraa petani tidak mengalami
perubaha. (c)NTP < 100 artinya petani mengalami defisit. Kenaikan harga barang produskinya
relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Tingkat
kesejahteraan petani pada suatu periode mengalami penurunan dibanding tingkat kesejahteraan
petani pada periode sebelumnya.

Hasil dan Pembahasan

Kondisi Sosial Ekonomi Petani Responden


Pekerjaan utama Kepala KeluargaPetani Sayuran hampir seluruhnya petani. Rata-rata
penguasaan lahan petani sayuran sekitar 0,283 ha. Persentase stratifikasi lahan petani sayuran
adalah; (1) lahan sempit sekitar 43,33$, (2) lahan sedang sekitar 23,33% dan lahan luas sekitar
33,33 %. Stratifikasi kepemilihan lahan yakni; luas diatas 0,36 ha, strata sedang 0,238–0,36 ha dan
strata sempit kurang dari 0,238 ha.

1638 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian


Banjarbaru, 20 Juli 2016
Indikator Kesejahteraan
Dalam kajian ini kinerja indikator kesejahteraan (ekonomi) petani akan digambarkan
melalui tiga aspek yang bisa menunjukkan penciri atau penanda kesejahteraan petani, yaitu: (1)
struktur pendapatan rumah tangga (on farm, off farm, dan non farm), (2) struktur pengeluaran
rumah tangga, dan (3) perkembangan nilai tukar petani (NTP).

Struktur Pendapatan Rumah Tangga


Pendapatan rumah tangga petani sayur di lokasi pengkajian diperoleh berasal dari
pendapatan usahatani sayuran. Sumber pendapatan rumah tangga petani di lokasi dikelompokkan
ke dalam tiga sumber, yaitu:(1) pendapatan yang berasal dari kegiatan usahatani (on farm), (2)
pendapatan dari kegiatan pertanian di luar usahatani (off-farm), dan (3) pendapatan dari kegiatan di
luar pertanian (non-farm). Pendapatan on-farm mencakup hasil dari usahatani tanaman padi,
hortikultura, peternakan. Pendapatan off-farm meliputi hasil dari buruh tani. Sedangkan
pendapatan non-farm berasal dari kegiatan perdagangan, tukang kayu/bangunan (Tabel 1).

Tabel 1. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Sayuran Kota Pontianak, 2015
No Struktur pendapatan Nilai (Rp) Share
1 Pendapatan On Farm 64.053.000 95
2 Pendapatan Off Farm 0 0
3 Pendapatan Non Farm 3.392.000 5
4 Total Pendapatan 67.445.00 100
Sumber: Analisis Data Primer, 2015

Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Sayuran di Kota Pontianak sebagian besar
sumber pendapatan berasal dari kegiatan usahatani (on farm). Kontribusi pendapatan on farm
terhadap pendapatan rumaha tangga masih diatas 50 %. Sumber pendapatan off farm berasal dari
berdagang.

Struktur Pengeluaran Rumah Tangga Petani


Struktur pengeluaran rumah tangga petani sayuran masih di pangan, Pengeluaran terbesar
masih pada kebutuhan pangan belum pada non pangan. Proporsi pengeluaran pangan baik pada
klaster rumah tangga sayuran klas sempit, sedang dan luas masih berkisar 50% keatas (Tabel 2).
Pada klaster rumah tangga sayuran sedang, kebutuhan non pangan yang terbesar untuk pendidikan
mencapai 13%. Pengeluaran pangan dapat digunakan sebagai ukuran ketahanan pangan.
Ketahanan pangan mempunyai hubungan negative dengan pangsa pengeluaran yaitu semakin
besar pangsa pengeluaran rumah tangga, maka semakin rendah ketahanan pangan rumahtangga
yang bersangkutan (Pakpahan et al., 1993). Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan, bahwa
berdasarkan kinerja variabel indikator pengeluaran rumahtangga petani di lokasi kajian belum
baik, maka tingkat kesejahteraan petani padi belum sejahtera.

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1639


Banjarbaru, 20 Juli 2016
Tabel 2. Struktur Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Petani Sayuran Kota Pontianak Tahun 2015

Klaster Rumah Tangga Sayuran dan Share (%)


Uraian
Share Share Share
SEMPIT SEDANG LUAS
(%) (%) (%)
A. Pangan
1. Beras 3.931.200 11,24 4.183.200 8,48 5.854.800 9,5
2. Non beras 537.600 1,54 1.478.400 3,00 2.301.600 3,8
3. Lauk 6.636.000 18,97 7.168.800 14,53 10.382.400 16,9
4.Sayuran dan buah 672.000 1,92 972.000 1,97 936.000 1,5
5.Minuman (kopi,
susu, gula, teh, dll) 1.296.000 3,70 2.088.000 4,23 2.145.600 3,5
6.Rokok 2.923.200 8,36 2.385.600 4,83 6.451.200 10,5
7.Minyak goreng 816.000 2,33 993.600 2,01 1.008.000 1,6
8.Bumbu 1.116.000 3,19 1.896.000 3,84 1.368.000 2,2
9.Lainnya 240.000 0,69 480.000 0,97 768.000 1,3
SUB TOTAL 18.168.000 51,93 21.645.600 43,86 31.215.600 50,9
B. Non Pangan
1.Pakaian 1) 1.105.200 3,16 1.920.000 3,89 2.486.400 4,1
2.Pendidikan 2) 3.696.000 10,57 5.712.000 11,57 7.963.200 13,0
3.Kesehatan 3) 423.600 1,21 660.000 1,34 609.600 1,0
4.Listrik, air dan
telepon 1.797.600 5,14 2.193.600 4,44 2.820.000 4,6
5.Bahan bakar masak 456.000 1,30 758.400 1,54 960.000 1,6
6.Sabunmandi/odol/
kosmetik, dll 618.000 1,77 1.110.000 2,25 1.053.600 1,7
7.Rehab rumah 4) 1.512.000 4,32 360.000 0,73 1.008.000 1,6
8.Kegiatan sosial 5) 480.000 1,37 948.000 1,92 948.000 1,5
9.Bantu keluarga 120.000 0,34 2.076.000 4,21 360.000 0,6
10.Transportasi 6) 4.536.000 12,97 8.769.600 17,77 6.350.400 10,3
11.Pajak (PBB,
kendaraan, dll) 210.960 0,60 330.960 0,67 310.800 0,5
12. Rekreasi/hiburan
/wisata ziarah 900.000 2,57 2.220.000 4,50 1.680.000 2,7
13.Iuran Lainnya 960.000 2,74 648.000 1,31 3.600.000 5,9
SUB TOTAL 16.815.360 48,07 27.706.560 56,14 30.150.000 49,1
TOTAL 34.983.360 49.352.160 61365600
Sumber: Analisis Data Primer, 2015

Perkembangan Daya Beli Rumah Tangga Petani


Daya beli rumah tangga petani dapat digunakan sebagai indikator kesejahteraan. Secara
umum daya beli rumah tangga petani di lokasi pengkajian tergolong relative baik. Dalam kajian
ini tingkat daya beli petani dengan sumber pendapatan utama dari sektor pertanian merupakan
rasio antara total pendapatan ruma tangga dengan total pengeluaran rumah tangga petani yang
sudah dikurangi dengan biaya usahatani (Tabel 3).

Tabel 3 Daya Beli Rumah Tangga PetaniSayuran di Kota Pontianak, 2015


Total pendapatan Total pengeluaran Biaya Usahatani Daya beli rumah
rumah tangga petani rumah tangga petani (Rp/th) tangga
(Rp/th) (Rp/th) (Rp/th)
67.445.333 48.567.040 67.017.980 -3,66
Sumber: Analisis Data Primer, 2015

1640 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian


Banjarbaru, 20 Juli 2016
Dari Tabel 3, tampak bahwa daya beli rumah tangga petani sayur negatif. Hal ini
mengindikasikan bahwa total pendapatan rumah tangga petani di lokasi pengkajian belum dapat
mencukupi kebutuhan hidup rumah tangga selama setahun baik untuk pengluaran pangan maupun
pengeluaran non pangan.

Perkembangan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani


Indikator lain yang dapat dipakai untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani adalah
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani (TKP)
diperoleh dari rasio antara total hasil produksi usahatani sendiri selama setahun dengan kebutuhan
konsumsi rumah tangga selama setahun yang disetarakan dengan beras. TKP rumah tangga
merupakan kemampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan dan nonpangan dari
pendapatan usahatani. Jika nilai TKP<1, berarti produksi hasil usahatani yang dihasilkan petani
tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi keluarganya. Nilai TKP=1 berarti produksi usahatani
yang dihasilkan petani hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarganya.
Sedangkan nilai TKP> 1, berarti produksi usahatani yang dihasilkan petani sudah surplus dalam
memenuhi kebutuhan konsumsi keluarganya. Semakin tinggi nilai TKP berarti semakin besar
tingkat ketahanan pangan rumah tangga (RT), dan semakin sejahtera RT petani yang
bersangkutan.
Pada Tabel 4 dapat diartikan bahwa ketahanan pangan RT petani di lokasi kajian belum
baik. Tingkat ketahanan pangan pada sub sektor pangan masih dibawah 1. Hal ini
mengindikasikan bahwa terjadi minus dari total pendapatan sub sektor pangan.

Tabel 4. Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani SayuranKota Pontianak, 2015
Produksi dari usahatani Kebutuhan setara beras (kg) Tingkat ketahanan pangan
setara beras (kg)
7.855 5.956 1,32

Saliem et al., (2005) menggunakan _faktor _or yang dikembangkan oleh Johnson dan
Toole (1991) dalam Maxell et al., (2000) mengukur derajat ketahanan pangan rumah tangga
dilakukan dengan cara menggabungkan dua factor_or silang antara pangsa pengeluaran pangan
dan kecukupan energy. Batasan kecukupan _actor adalah 80 persen dari anjuran, dan batasan
pangsa pengeluaran adalah 60 persen dari total pengeluaran rumah tangga.
Nilai Tukar Petani didefinisikan sebagai rasio antara indeks harga yang diterima dengan
indeks harga yang dibayar petani (dalam persentase), merupakan salah satu indicator relative
tingkat kesejahteraan petani. Semakin tinggi NTP, relative semakin sejahtera tingkat kehidupan
petani (BPS Kalimantan Barat, 2008). Nilai Tukar Petani merupakan ukuran kemampuan daya
tukar barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang dan jasa yang dikonsumsi.
Semakin tinggi nilai tukar petani berarti semakin tinggi tingkat daya beli petani, dan kondisi ini
akan meningkatkan gariah petani dalam berproduksi.
Nilai Tukar Petani Sayuran Kota Pontianak rata-rata dari bulan Juni sampai dengan bulan
Desember masih dibawah 100 (87, 99). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan
petani sayuran belum sejahtera.. Hal ini karena indeks harga produksi (harga yang diterima) 91,93
point lebih kecil dari pada indeks harga konsumsi (harga yang dibayar) 149,76 point. NTP
terendah pada minggu IV bulan Juli. Kondisi tersebut pada waktu Hari Raya Idul Fitri, harga
kebutuhan pokok (harga konsumen) naik. Kondisi ini relatif sama NTP provinsi Kalimantan Barat.

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1641


Banjarbaru, 20 Juli 2016
Selama tahun 2015 rata-rata NTP dibawah 100. Pada bulan Desember NTP Provinsi Kalbar
sebesar 96,03 (BPS Provinsi Kalimantan, 2015). Nilai rata-rata NTP Sayuran Nasional selama
kurun waktu 1994-2001 sebesar 97,5 (Syafaat et al., 2003)
Dari beberapa indikator kesejahteraan petani kota Pontianak antara lain; pengeluaran rumah
tangga, daya beli rumah tangga, ketahanan pangan rumah tangga dan nilai tukar petani hanya
indikator ketahanan pangan rumah tangga petani yang bernilai positif. Hal ini mengindikasikan
bahwa dengan kondisi kenaikan harga barang konsumen dan tidak menentunya harga produsen,
petani kota Pontianak masih mampu menjaga ketahanan pangan rumah tangga.

Gambar 1. Nilai Tukar PetaniSayuran Kota Pontianak Juni sd Desember 2015

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
Indikator kesejahteraan petani digunakan (1) struktur pendapatan rumah tangga, (2)
struktur pengeluaran rumah tangga dan (3) perkembangan Nilai Tukar Petani. Pendapatan rumah
tangga petani Kota Pontianak sebagian besar dari pendapatan on farm. Lebih dari 53 % pendapatan
berasal dari on farm, Pengeluaran rumah tangga rumah tangga petani Kota Pontianak sebagian
besar pada pangan, yang mengindikasikan bahwa rumah tangga petani Kota Pontianak belum
sejahtera. Daya beli rumah tangga petani belum baik dan benilai negatif, khususnya sub sektor
sayuran. Kondisi ini mengindikasikan bahwa total pendapatan rumah tangga petani belum
mencukupi kebutuhan hidup rumah tangga selama setahun. Ketahanan pangan rumah tangga
petani sub sektor pangan belum baik, karena nilainya dibawah 1 dan untuk sub sektor sayuran
ketahanan pangan rumah tangga baik, secara agregat cukup baik. Nilai Tukar Petani Sayuran 14
minggu menunjukkan dibawah 100 (87,99). Hal ini mengindikasikan petani belum sejahtera.
Kondisi karena harga yang diterma petani lebih rendah dengan harga yang dibayar oleh petani.
Secara keseluruhan disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan petani sayuran Kota Pontianak
belum sejahtera.

Saran
Strategi dan kebijakan untuk sub sektor sayuran antar lain; peningkatan kualitas hasil
produk dengan penerapan produk hayati baik pupuk maupun pestisida untuk menuju pertanian
organik, penanganan olahan sayuran segar, jaminan harga jual produk petani, tata niaga sayuran,

1642 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian


Banjarbaru, 20 Juli 2016
penguatan kelembagaan petani.Pendampingan program menuju sayuran organik harus
dilaksanakan secara bertahap dan berlanjutan.Manajemen pemasaran sayur organik pada
kelompok tani melalui tahapan merencanakan, mengimplementasikan, dan mengawasi kombinasi
dari bauran pemasaran. Tahap perencanaan pemasaran produk terdiri dari pemilihan jenis dan
jumlah produk, survey pasar, merancang strategi dan program pemasaran. Kemudian
diimplementasikan ke dalam proses produksi dan melakukan pemasaran. Dipilih produk dengan
harga penjualan tertinggi. Perencanaan harga menggunakan metode cost plus margin. yaitu
memasang harga yang rendah pada masa permulaan kemudian dinaikkan bertahap.Perencanaan
distribusi adalah menentukan konsumen khusus yang percaya dan menerima produk sayur organik.
Saluran distribusi yang saluran terpendek yaitu dari petani kepada konsumen. Promosi dilakukan
dengan mensosialisaikan melalui pameran pembangunan pertanian dan mencoba teknologi
informasi internet.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. 2014. Pontianak dalam Angka 2014. BPS Kota Pontianak.
Badan Pusat Statistik. 2015. Perkembangan Nilai Tukar Petani Kalimantan Barat. Bulan : Oktober
2015.
Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Pontianak. 2015. Laporan Kinerja Dinas
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan 2015. Dinas ertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota
Pontianak.
Maxwell, N, C.Levin,M.A.Klemesu, M.Ruel, S.Morris, C.Ahiadeke. 2000. Urban Livelihoods
and Food Nutrition Security in Greater Accra. Ghana. Reseacrh Report. International Food
Policy Reseach Institute.
Nurmanaf, A.R. 2005. Peningkatan Pendapatan Masyarakat Perdesaan dalam Hubungannya
dengan Distribusi Antar Rumah Tangga. Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian. SOCA Vol.5
No.3 November 2005. Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Bali.p:253-260.
Nurmanaf, A.R. et al. 2005. Laporan Penelitian Panel Petani Nasional (PATANAS) Dinamika
Harga dan Upah Pertanian. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian.
Bogor.
Pakpahan, A. Dan E. Pasandaran. 1990. Keamanan Pangan : Tantangan dan Peluangnya. Prisma3.
Jakarta.
Rachmat, M. 2000. Analisis Nilai Tukar Petani Di Indonesia : Perilaku, Dampak Perubahan
Harga-Harga dan Relevansi Nilai Tukar Petani Sebagai Indikator Kesejahteraan Petani.
Disertasi Ilmu Ekonomi Pertanian. IPB Bogor.
Saliem, H.P., M .Ariani dan TB Purwanti. 2005. Distribusi Provinsi di Indonesia Menurut Derajat
Ketahanan Pangan Rumah Tangga dalam E.Jamal dkk (Penyunting). Penguatan Ketahanan
Pangan Rumahtangga dan Wilayah Sebagai Basis Ketahanan Pangan Nasional. Monograph
Series No.26. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Sampelling, S., S.R.P.Sitorus, S.Nurisyah dan B.Pramudya. 2012. Kebijakan Pengembangan
Pertanian Kota Berkelanjutan: Studi Kasus di DKI Jakarta. Analisis Kebijakan Vol 10 (3)
:257-267. Pusat Sosial Eonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Sudana W., MH. Togatorop, I.S. Anugrah dan Maesti M. 2007. Laporan Akhir Pengkajian
Indikator Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Balai Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian. Bogor.

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1643


Banjarbaru, 20 Juli 2016
Supriyati, M.Rachmat, K.Suci, T.Nurasa, R.E.Manurung dan R.Sajuti. 2001. Studi Nilai Tukar
Petani dan Nilai Tukar Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Syafaat, N, S.Mardianto, P.Simatupang. 2003. Dinamika Indikator Ekonomi Makro Sektor
Pertanian dan Kesejahteraan Petani. Analisis Kebijakan Pertanian. Vol.1 No.1. Maret
2003:62-73. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor
(http://beritanda.com/index.php/nusantara/kalimantan/kalimantan-barat/2645-sayuran-daun-di-
kota-pontianak-hasilkan-10-13-ton-per-hari)

1644 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian


Banjarbaru, 20 Juli 2016

Anda mungkin juga menyukai