Abstrak
Produksi sayuran kota Pontianak sudah dipasarkan ke berbagai kota di provonsi Kalimantan Barat.
Disisi lain, aspek kesejahteraan petani sayuran belum diperhatikan. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui kesejahteraan petani sayuran kota Pontianak. Penelitian dilaskanakn di kecamatan
Pontianak Utara sebagai sentra produksi sayuran. Pemilihan petani diambil berdasarkan stratified
random sampilng yang mewakili luas kepemilikan lahan. Setiap strata diambil 10 petani contoh,
sehingga jumlah petani contoh menjadi 30 orang. Analisis data menggunakan : (1) Perkembangan
struktur pendapatan, (2) Perkembangan pengeluaran untuk pangan, (3) Daya beli rumah tangga
petani, dan (4) Perkembangan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani, dan (5)
Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP). Dari Pengeluaran rumah tangga rumah tangga petani
Kota Pontianak sebagian besar pada pangan, yang mengindikasikan bahwa rumah tangga petani
Kota Pontianak belum sejahtera. Daya beli rumah tangga petani belum baik dan benilai negatif.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa total pendapatan rumah tangga petani belum mencukupi
kebutuhan hidup rumah tangga selama setahun. Ketahanan pangan rumah tangga petani untuk sub
sektor sayuran baik, secara agregat cukup baik. Nilai Tukar Petani Sayuran selama 14 minggu
menunjukkan dibawah 100 (87,99). Hal ini mengindikasikan petani belum sejahtera. Kondisi
karena harga yang diterma petani lebih rendah dengan harga yang dibayar oleh petani. Secara
keseluruhan disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan petani sayuran Kota Pontianak belum
sejahtera.
Kata kunci: Daya beli rumah tanga petani, Kesejahteraan petani, Nilai Tukar Petani
Pendahuluaan
Kota Pontianak merupakan kota jasa dan perdagangan, disisi lain pertanian di kota ini
cukup berkembang. Ada sekitar 4.133 rumah tangga yang berusaha di sektor pertanian. Menurut
hasil Sensus 2013, jumlah rumah tangga sub sektor hortikultura sebanyak 1.818 rumah tangga,
peternakan 1.706 rumah tangga dan pangan 577 rumah tangga (BPS Kota Pontianak, 2014).
Produksi sayuran daun di kota Pontianak setiap harinya bisa memproduksi 10 sampai 13
ton yang sentra produksi berada di kecamatan Pontianak Utara. Luas lahan pertanian Kota
Pontianak kurang lebih 1.000 hektar, lahan agribisnis seluas 800 hektar, lahan sayuran seluas
100 hektar, lahan untuk lidah buaya 70 hektar, lahan untuk pepaya 40 hektar
(http://beritanda.com/index.php/nusantara/kalimantan/kalimantan-barat/2645-sayuran-daun-di-
kota-pontianak-hasilkan-10-13-ton-per-hari). Kinerja pertanian sayuran kota Pontianak selama 4
tahun (2010 sd 2014) belum baik. Pertumbuhan luas panen -0,09%/tahun, produksi -0,01%/tahun
dan produktivitas 0,12%/tahun (Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Pontianak, 2015).
Pendapatan rumahtangga petani di perkotaan berasal dari berbagai sumber kegiatan yaitu
dari usahatani padi, ternak, sayuran, usahatani non padi, berburuh tani dan buruh di luar sektor
pertanian, serta usaha di luar sektor pertanian. Kontribusi pendapatan dari sumber-sumber tersebut
bervariasi antara daerah, agroekosistem dan antara kelompok pendapatan. Dengan perkembangan
waktu, telah terjadi perubahan struktur pendapatan di seluruh daerah, tetapi sektor pertanian masih
mendominasi pendapatan rumahtangga walaupun porsi pertanian mengalami penurunan.
Metodologi
Metode Analisis
Terdapat lima aspek yang bisa menunjukkan indikator (penciri atau penanda) kesejahteraan
petani, yaitu : (1) struktur pendapatan rumah tangga petani (on farm, off farm, dan non farm),
(2) struktur pengeluaran rumaht tangga, (3) keragaan daya beli rumah tangga petani, dan (4)
keragaan tingkat ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani, dan (5) Perkembangan Nilai
Tukar Petani (NTP)
Keterangan:
PPSP = Pangsa pendapatan sektor pertanian (%)
TPSP = Total pendapatan dari sektor pertanian (Rp/th)
TP = Total pendapatan rumah tangga petani (Rp/th)
Keterangan
PEP = Pangsa pengeluaran untuk pangan (%)
PE = Pengeluaran untuk pangan (Rp/th)
TE = Total pengeluaran pendapatan rumah tangga petani (Rp/th)
TP
DBPP ............................................................................................................... (3)
TE BU
Keterangan:
DBPp = Daya beli rumah tangga petani
TP = Total pendapatan rumah tangga petani (Rp/th) dari seluruh sumber
TE = Total pengeluaran rumah tangga petani (Rp/th)
BU = Biaya usahatani
Sementara bagi rumah tangga petani yang sumber pendapatan utamanya dari non pertanian, daya
beli dapat ditentukan sebagai berikut:
Keterangan:
DBPNP = Daya beli rumah tangga non petani
UNP = Tingkat upah di non pertanian (Rp/hari)
HB = Harga beras (Rp/kg)
PB .............................................................................................................................
TKP (5)
KB
Keterangan:
TKP = tingkat ketahanan pangan (TKP=1, subsisten; TKP>1, surplus; TKP < 1, defisit)
PB = produksi dari usahatani sendiri setara beras
KB = kebutuhan setara beras
HT
NTP aiPTi/ bxPBx................................................................................................. (6)
HB
Keterangan:
HT = Harga yang diterima petani
HB = Harga yang dibayar petani
PTi = Harga komoditas i yang diproduksi petani
PBx = Harga produk yang dibeli petani
ai = Pembobot komoditas i
bx = Pembobot produk x
Dinamika nilai tukar petani antar waktu digambarkan menggunakan Indeks, harga yang diterima
dan harga yang dibayar petani diukur dalam Indeks sebagai berikut:
Disini:
INTP = Indeks Nilai Tukar Petani
IT = Indeks harga yang diterima petani
IB = Indeks harga yang dibayar petani
Sementara , Indeks harga yang diterma (IT) dan yang dibayar petani (IB) dihitung dengan
menggunakan Indeks Laspeyers sebagai berikut :
m
Pni
P(n 1)i P
i r
( n 1) Qoi
ln m
..........................................................................(8)
PoiQoi
i l
Keterangan:
In = Indeks harga bulan ke n (IT atau IB)
Pni = Harga bulan ke n untuk jenis produk i
P(n-1)i = Harga bulan ke n-1 untuk jenis produk i
Pni/P(n-1)i = Harga relatif bulan ke n untuk jenis produk i
Poi = Harga poduk tahun dasar untuk jenis produk i
Qo1 = Kuantitas pada tahun dasar untuk jenis produk i
m = Banyaknya jenis produk
Nilai Tukar Petani (NTP) dikategorikan 3 yakni : (a) NTP > 100 artinya petani mengalami
surplus. Harga produksinya naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani
naik lebih besar dari pengeluarannya, dengan demikian tingkat kesejahteraan petani lebih baik
dibanding tingkat kesejahteraan petani sebelumnya, (b) NTP = 100 artinya petani mengalami
impas/break even. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan presentase
kenaikan/penurunan harga barang konsumsinya. Tingkat kesejahteraa petani tidak mengalami
perubaha. (c)NTP < 100 artinya petani mengalami defisit. Kenaikan harga barang produskinya
relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Tingkat
kesejahteraan petani pada suatu periode mengalami penurunan dibanding tingkat kesejahteraan
petani pada periode sebelumnya.
Tabel 1. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Sayuran Kota Pontianak, 2015
No Struktur pendapatan Nilai (Rp) Share
1 Pendapatan On Farm 64.053.000 95
2 Pendapatan Off Farm 0 0
3 Pendapatan Non Farm 3.392.000 5
4 Total Pendapatan 67.445.00 100
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Sayuran di Kota Pontianak sebagian besar
sumber pendapatan berasal dari kegiatan usahatani (on farm). Kontribusi pendapatan on farm
terhadap pendapatan rumaha tangga masih diatas 50 %. Sumber pendapatan off farm berasal dari
berdagang.
Tabel 4. Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani SayuranKota Pontianak, 2015
Produksi dari usahatani Kebutuhan setara beras (kg) Tingkat ketahanan pangan
setara beras (kg)
7.855 5.956 1,32
Saliem et al., (2005) menggunakan _faktor _or yang dikembangkan oleh Johnson dan
Toole (1991) dalam Maxell et al., (2000) mengukur derajat ketahanan pangan rumah tangga
dilakukan dengan cara menggabungkan dua factor_or silang antara pangsa pengeluaran pangan
dan kecukupan energy. Batasan kecukupan _actor adalah 80 persen dari anjuran, dan batasan
pangsa pengeluaran adalah 60 persen dari total pengeluaran rumah tangga.
Nilai Tukar Petani didefinisikan sebagai rasio antara indeks harga yang diterima dengan
indeks harga yang dibayar petani (dalam persentase), merupakan salah satu indicator relative
tingkat kesejahteraan petani. Semakin tinggi NTP, relative semakin sejahtera tingkat kehidupan
petani (BPS Kalimantan Barat, 2008). Nilai Tukar Petani merupakan ukuran kemampuan daya
tukar barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang dan jasa yang dikonsumsi.
Semakin tinggi nilai tukar petani berarti semakin tinggi tingkat daya beli petani, dan kondisi ini
akan meningkatkan gariah petani dalam berproduksi.
Nilai Tukar Petani Sayuran Kota Pontianak rata-rata dari bulan Juni sampai dengan bulan
Desember masih dibawah 100 (87, 99). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan
petani sayuran belum sejahtera.. Hal ini karena indeks harga produksi (harga yang diterima) 91,93
point lebih kecil dari pada indeks harga konsumsi (harga yang dibayar) 149,76 point. NTP
terendah pada minggu IV bulan Juli. Kondisi tersebut pada waktu Hari Raya Idul Fitri, harga
kebutuhan pokok (harga konsumen) naik. Kondisi ini relatif sama NTP provinsi Kalimantan Barat.
Kesimpulan
Indikator kesejahteraan petani digunakan (1) struktur pendapatan rumah tangga, (2)
struktur pengeluaran rumah tangga dan (3) perkembangan Nilai Tukar Petani. Pendapatan rumah
tangga petani Kota Pontianak sebagian besar dari pendapatan on farm. Lebih dari 53 % pendapatan
berasal dari on farm, Pengeluaran rumah tangga rumah tangga petani Kota Pontianak sebagian
besar pada pangan, yang mengindikasikan bahwa rumah tangga petani Kota Pontianak belum
sejahtera. Daya beli rumah tangga petani belum baik dan benilai negatif, khususnya sub sektor
sayuran. Kondisi ini mengindikasikan bahwa total pendapatan rumah tangga petani belum
mencukupi kebutuhan hidup rumah tangga selama setahun. Ketahanan pangan rumah tangga
petani sub sektor pangan belum baik, karena nilainya dibawah 1 dan untuk sub sektor sayuran
ketahanan pangan rumah tangga baik, secara agregat cukup baik. Nilai Tukar Petani Sayuran 14
minggu menunjukkan dibawah 100 (87,99). Hal ini mengindikasikan petani belum sejahtera.
Kondisi karena harga yang diterma petani lebih rendah dengan harga yang dibayar oleh petani.
Secara keseluruhan disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan petani sayuran Kota Pontianak
belum sejahtera.
Saran
Strategi dan kebijakan untuk sub sektor sayuran antar lain; peningkatan kualitas hasil
produk dengan penerapan produk hayati baik pupuk maupun pestisida untuk menuju pertanian
organik, penanganan olahan sayuran segar, jaminan harga jual produk petani, tata niaga sayuran,
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik. 2014. Pontianak dalam Angka 2014. BPS Kota Pontianak.
Badan Pusat Statistik. 2015. Perkembangan Nilai Tukar Petani Kalimantan Barat. Bulan : Oktober
2015.
Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Pontianak. 2015. Laporan Kinerja Dinas
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan 2015. Dinas ertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota
Pontianak.
Maxwell, N, C.Levin,M.A.Klemesu, M.Ruel, S.Morris, C.Ahiadeke. 2000. Urban Livelihoods
and Food Nutrition Security in Greater Accra. Ghana. Reseacrh Report. International Food
Policy Reseach Institute.
Nurmanaf, A.R. 2005. Peningkatan Pendapatan Masyarakat Perdesaan dalam Hubungannya
dengan Distribusi Antar Rumah Tangga. Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian. SOCA Vol.5
No.3 November 2005. Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Bali.p:253-260.
Nurmanaf, A.R. et al. 2005. Laporan Penelitian Panel Petani Nasional (PATANAS) Dinamika
Harga dan Upah Pertanian. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian.
Bogor.
Pakpahan, A. Dan E. Pasandaran. 1990. Keamanan Pangan : Tantangan dan Peluangnya. Prisma3.
Jakarta.
Rachmat, M. 2000. Analisis Nilai Tukar Petani Di Indonesia : Perilaku, Dampak Perubahan
Harga-Harga dan Relevansi Nilai Tukar Petani Sebagai Indikator Kesejahteraan Petani.
Disertasi Ilmu Ekonomi Pertanian. IPB Bogor.
Saliem, H.P., M .Ariani dan TB Purwanti. 2005. Distribusi Provinsi di Indonesia Menurut Derajat
Ketahanan Pangan Rumah Tangga dalam E.Jamal dkk (Penyunting). Penguatan Ketahanan
Pangan Rumahtangga dan Wilayah Sebagai Basis Ketahanan Pangan Nasional. Monograph
Series No.26. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Sampelling, S., S.R.P.Sitorus, S.Nurisyah dan B.Pramudya. 2012. Kebijakan Pengembangan
Pertanian Kota Berkelanjutan: Studi Kasus di DKI Jakarta. Analisis Kebijakan Vol 10 (3)
:257-267. Pusat Sosial Eonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Sudana W., MH. Togatorop, I.S. Anugrah dan Maesti M. 2007. Laporan Akhir Pengkajian
Indikator Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Balai Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian. Bogor.