Prodi : Ekonomi Syariah (A) Pascasarjana IAIN Kendari
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu/Filsafat Integrasi Sains dan Agama
Judul Filsafat Ilmu Pengetahuan Sebagai Arah Pengembangan Berfiir
Yang Konstruktif : Telaah Pemikiran Pragmatis Charles S.Peirce Dan Kontribusinya Dalam Pembelajaran Sains Pendidikan Dasar Islam Jurnal At-Tajdid: Jurnal Ilmu Tarbiyah Volume & Halaman Vol 9, No 1, Hal 1-14 Penulis Efi Tri Astuti Reviewers Misbahul Ma’ruf Tanggal 9 November 2022 Tujuan Artikel Tujuan artikel jurnal ini, yaitu untuk mengkaji peranan filsafat ilmu Jurnal pengetahuan sebagai kajian ilmu yang cenderung teoritis dalam menghadapi keadaan yang secara praktis menuntut adanya nilai-nilai yang filosofis sehingga perubahan dapat memberikan kontribusi positif dalam pengembangan pengetahuan. Inti Dari Jurnal Charles Sunders Peirce adalah tokoh penting sebagai dasar pragmmatisme tentang teori pencarian kebenaran. Dia disebut bapak pragmatisme. Menurut ulasan Milton K, Munitz, pemikiran filosofi sains Peirce dibagi menjadi sifat keyakinan, metode aktivitas pendapat, investigasi: kebenaran dan realitas, teori makna. Peirce memandang bahwa untuk mencapai kepercayaan tentang kebenaran, ia harus memenuhi tiga karakteristik dasar, yaitu proposisi, penilaian, dan kebiasaan berpikir. Pemikiran Peirce tentang teori pencarian kebenaran akan memberikan kontribusi positif dalam pembelajaran ilmu pendidikan dasar Islam, termasuk: memberikan kontribusi pada penjelasan teori berpikir dalam menemukan dan mengeksplorasi kebenaran makna yang telah dipercayai; berkontribusi pada konsep pemikiran dinamis; memberikan wacana tentang pengembangan strategi pembelajaran baru sains pendidikan dasar Islam untuk pendidik yang mencakup tahapan: berkomitmen untuk hasil, mengeksposmkeyakinan,mmengekspresikanmkeyakinan, mengakomodasi konsep, mengekspresikan konsep dan melampaui. Hasil Penelitian Milton K. Munitz dalam ulasannya memaparkan bahwa perkembangan maupun kemajuan peradaban manusia tidak terlepas dari peran ilmu. Setiap perubahan dalam pola kehidupan manusia dari waktu ke waktu selalu berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu. Dalam konteks ini, tahapan-tahapan perkembangan tersebut dikenal dengan periodesasi sejarah perkembangan ilmu, yang meliputi zaman klasik, zaman pertengahan, zaman modern, dan zaman kontemporer. Untuk lebih mengetahui secara mendalam tentang periodesasi perkembangan ilmu pengetahuan yang telah dibangun oleh Charles Shanders Peirce, dalam ulasannya Milton memberikan stressing tema "introduction contemporary". Dalam ulasannya, Milton menunjukkan kegelisahan tentang adanya pengaruh antara hubungan genetik seseorang dengan perkembangan ilmu pengetahuan, hal tersebut dapat dilihat dari biografi Charles Shanders Peirce. Konsentrasi pendidikan Peirce di Harvard University difokuskan pada filsafat dan ilmu-ilmu fisika. Berdasarkan sudut pandang Peirce, istilah belief memiliki arti sebagai sebuah penegasan atau pernyataan tentang proposisi seseorang yang dijadikan pedoman untuk memperoleh kebenaran. Selain itu, dia juga harus konsekuen dengan kebenaran yang telah dia yakini.9 Filsafat Ilmu Pengetahuan Sebagai Arah Pengembangan Berpikir...Menurut pendapat beberapa pihak, kebiasaan dinilai sebagai adat istiadat yang turun temurun dan mengkristal.
Kesimpulan Dan Menurut pandangan Peirce, untuk mencapai sebuah keyakinan
Saran tentang kebenaran, harus memenuhi tiga sifat dasar yaitu: proposisi, penilaian, dan kebiasaan dalam berpikir. Pemikiran Peirce melalui teori pencarian kebenaran tersebut dapat memberikan kontribusi positif dalam pembelajaran Sains Pendidikan Dasar Islam, diantaranya adalah: Memberikan sumbangan penjelasan tentang teori berpikir dalam mencari dan menggali kebenaran suatu makna yang telah diyakini; Memberikan sumbangan dalam konsep berpikir dinamis; Memberikan wacana pengembangan strategi baru dalam pembelajaran Sains Pendidikan Dasar Islam bagi para pendidik yang meliputi tahapan: berkomitmen pada hasil, mengekspos keyakinan, mengemukakan keyakinan, mengakomodasi konsep, mengemukakan konsep dan melakukan pengembangan. Judul Al-Ta’wil Al-‘Ilmi : Kearah Perubahan Paradigma Penafsiran Kitab Suci Jurnal Al- Jami’ah Volume & Halaman Vol 39, No 2, Hal 359-391 Penulis M. Amin Abdullah Reviewers Misbahul Ma’ruf Tanggal 9 November 2022 Tujuan Artikel Tujuan artikel ini yaitu untuk mendeskripsikan al-ta’wil al-‘ilmi Jurnal sebagai model alternatif penafsiran teks dengan menggunakan lingkaran Hermeneutik yang mendialogkan secara tepat anatara paradigma epistimologi Bayani dan paradigma epistimologi Irfani. Inti Dari Jurnal Al-ta’wil al-‘ilmi tidak dapat dikembangkan dalam pola hubungan paralel maupun linear. Hal ini karena pada relasi paralel tidak dapat membuka cakrawala, pandangan, dan gagasan baru yang dapat ditransformasikan. Setiap epistimologi berhenti dan tetap pada posisinya masing-masing dan mengalami kesulitan dalam mendialogkan anatara satu jenis epistimologi dengan yang lainnya. Sedangkan pola relasi linear menganggap epsitimologi jenislain tidak valid. Hubungan yang baik antar ketiganya adalah hubungan atau relasi yang berbentuk srikular. Hasil Penelitian Al-ta’wil al-‘ilmi sebagai bentuk modeltafsir alernatif dalam memahami ayat-ayat al-qur’an dan teks-teks suci lain, tidak dapat digunakan diatas pola hubungan paralel maupun linear. Pola hubungan yang paralel tidak dapat membuka horizon, wawasan dan gagasan-gagasan baru yang bersofat transformatif. Masing-masing epistimologi terhenti dan bertahan pada posisinya sendiri-sendiri dan sulit untuk berdialog antara satu corak epistimologi dan epistimologi lainnya. Ibarat rel kereta apai, maka ketiganya akan berada pada jalurnya sendiri-sendiri dan tidak akan dapat bertemu dalam satu titil convergent. Ssedangkan pola hubungan linear akan melihat epistimologi yang lain sebagai epistimologi yang tidak valid. Kemudian ia akan memkasakan salah satu jenis epistimologi yang bisa dimiliki atau dikuasainya dengan menafikkan dan meniadakan masukan yang diberikan oleh teman sejawat epistimologi lain. Oleh karenanya ia mudak terjebak pada truth claim yakni menganggap bahw corak epistimologi yang dimilikinya sajalah yang benar sedangkan selebihnya tidak benar. Kedua bentuk pilihan hubungan tersebut masih kurang kondusif untuk mengantarkan pada proses kematangan keislaman seseorang, keduanya mudah terjebak pada nalar komunalisme. Untuk itu perlu dilengkapi dengan jenis pola hubungan antara ketiga epistimologi yang ada. Hubungan yang baik antar ketiganya adalah hubungan atau relasi yang berbentuk srikular, dalam arti bahwa masing-masing corak epistimologi keilmuan agama Islam yang digunakan dalam studi keislamn dapat memahami keterbatasan, kelemahan, dan kekurangan yang melekat pada diri masing-masing. Pendekatan al-ta’wil al-‘ilmi sebagai model tafsir alterntaif terhadap teks menggunakan jalur lingkar hermeneutis yang mendialogkan secara sungguh-sungguh antara paradigma epsitimlologi bayani, burhani dan irfani dalam satu gerak putar yang saling mengontrol, mengkritik, mmperbaiki dan menyempurnakan kekurangan yang melekat pada masing-masing paradigma khususnya jika masing-masing paradigma berdiri sendiri-sendiri, terpisah antara satu dengan yang lainnya. Kesimpulan Dan Saran Judul Kompatibilitas Demokrasi dan Isam Dalam Perspektif Khaled Abou El-Fadl Jurnal Jurnal Review Politik Volume & Halaman Vol 3, No 2, Hal 214-231 Penulis Faharuddin Faiz Reviewers Misbahul Ma’ruf Tanggal 9 November 2022 Tujuan Artikel Penelitian ini bermaksud melihat kompatibilitas demokrasi dan Islam Jurnal menurut pandangan Khaled Abou El Fadl Inti Dari Jurnal Demokrasi dan kapitalisme dianggap sebagai sistem terakhir ekonomi dan politik. Tidak semua kalangan menerima demokrasi sebagai sistem politik final yang terbaik untuk diterapkan, termasuk di kalangan Islam. Penelitian ini bermaksud melihat kompatibilitas demokrasi dan Islam menurut pandangan Khaled Abou El Fadl. Riset pustaka menemukan bahwa menurut El Fadl, praksis Islam yang konsisten harusnya membawa ke praktek politik yang demokratis, apapun sistem kelembagaan yang digunakan. Nilai dasar demokrasi, yaitu penghargaan terhadap perbedaan, sebenarnya telah termaktub dalam Al Qur’an dan bahkan telah berjalan baik dalam generasi awal Islam. Perspektif El Fadl yang positif terhadap demokrasi tidak lepas dari paradigma anti otoritarianisme yang dikembangkannya. Hasil Penelitian Nilai dasar demokrasi, yaitu penghargaan terhadap perbedaan, sebenarnya telah termaktub dalam Al Qur'an dan bahkan telah berjalan baik dalam generasi awal Islam..Perspektif El Fadl yang positif terhadap demokrasi tidak lepas dari paradigma anti otoritarianisme yang dikembangkannya. Bahkan ilmuwan seperti Francis Fukuyama dalam The End of History menyatakan bahwa demokrasi, bersama dengan kapitalisme, akan menjadi terminal terakhir eksperimentasi sistem politik ekonomi dalam sejarah manusia. Meskipun demikian, sebagai sebuah ijtihad politik, dalam kenyataannya, pasti ada pro dan kontra terhadap keberadaan demokrasi. Tidak semua kalangan menerima tesis finalitas demokrasi sebagai sistem politik yang terbaik untuk di-terapkan. Bagi kalangan tertentu inte-lektual muslim, Islam dan ajarannya tidak sejalan dengan demokrasi, baik karena beberapa kelemahan demokrasi itu sendiri maupun karena apologi bahwa Islam sudah memiliki sistem politik sendiri yang jauh lebih sempurna dibandingkan 'demokrasi'. Menurut Abou El Fadl, banyak rakyat Mesir yang di-pengaruhi oleh pandangan-pandangan Jalal Kisyk yang menya-takan bahwa kekalahan tersebut sama halnya dengan kekala-han spiritual sekaligus intelektual. Ancaman yang paling ber-bahaya bukan berkuasanya kekuatan militer asing, tetapi invasi kultur luar yang mendesak umat Islam untuk tidak percaya kepada warisan Islam.... Kesimpulan Dan Menurut El Fadl nilai-nilai demokrasi hakikatnya kompatibel dengan Saran Islam karena ajaran-ajaran Islam sendiri secara tegas telah menunjukkan variabel-variabel kunci dalam demokrasi, seperti nilai keadilan, musyawarah, toleransi beragama, persamaan. Abou El Fadl menolak segala bentuk otoritarianisme, kekuasaan yang tidak adil, dan mengabaikan mereka yang lemah, karena hal itu bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan sekaligus nilai-nilai Islam. Bagi El Fadl, teks Al Qur’an bila dipahami secara kontekstual maka akan ditemukan perlawanan Islam terhadap ketidakadilan, otoritaranisme dan penindasan. Selain masalah keadilan, keterkaitan antara sistem demokrasi dengan nilai-nilai ajaran Islam terdapat dalam konsep musyawarah (syura). Menurutnya, syura sangat sesuai dengan ajaran Islam, karena hal tersebut sering dicontohkan oleh Nabi Muhammad dalam memutuskan persoalan-persolan publik. Dalam memahami konsep syura, El Fadl memaknai secara lebih dalam dengan mengatakan bahwa syura tidak hanya pada penguasa yang meminta pendapat dari para tokoh masyarakat, juga bermakna pentingnya perlawanan terhadap bentuk kezaliman, penguasa yang otoriter, atau penindasan.
Kepribadian: Pengantar ilmu kepribadian: apa itu kepribadian dan bagaimana menemukan melalui psikologi ilmiah bagaimana kepribadian mempengaruhi kehidupan kita