Biografi Muhammad Yamin. Dikenal sebagai salah satu sastrawan Indonesia, Beliau dilahirkan
diSawahlunto, Sumatera Barat, pada tanggal 23 Agustus 1903. Ia menikah dengan Raden
AjengSundari Mertoatmadjo. Salah seorang anaknya yang dikenal, yaitu Rahadijan Yamin. Ia
meninggaldunia pada tanggal 17 Oktober 1962 di Jakarta. Di zaman penjajahan, Yamin
termasuk segelintirorang yang beruntung karena dapat menikmati pendidikan menengah dan
tinggi. Lewat pendidikanitulah, Yamin sempat menyerap kesusastraan asing, khususnya
kesusastraan Belanda.Dengan demikian,dapat dikatakan bahwa tradisi sastra Belanda diserap
Yamin sebagai seorang intelektual sehinggaia tidak menyerap mentah-mentah apa yang
didapatnya itu. Dia menerima konsep sastra Barat, danmemadukannya dengan gagasan budaya
yang nasionalis.Pendidikan yang sempat diterima Yamin, antara lain, Hollands inlands School
(HIS) di Palembang,tercatat sebagai peserta kursus pada Lembaga Pendidikan Peternakan dan
Pertanian di Cisarua,Bogor, Algemene Mid
delbare School (AMS) ‘Sekolah Menengah Umum’ di Yogya, dan HIS di Jakarta.
Sebelum tamat dari pendidikan tinggi, Yamin telah aktif berkecimpung dalam
perjuangankemerdekaan. Berbagai organisaasi yang berdiri dalam rangka mencapai Indonesia
merdeka yang
pernah dipimpin Yamin, antara lain, adalah, Yong Sumatramen Bond ‘Organisasi Pemuda
Sumatera’
(1926
1928). Dalam Kongres Pemuda II (28 Oktober 1928) secara bersama disepakati
penggunaanbahasa Indonesia. Organisasi lain adalah Partindo (1932
1942 Yamin
1955), Ketua Dewan Perancang Nasional (1962), dan Ketua DewanPengawas IKBN Antara
(1961
1962).Dari riwayat pendidikannya dan dari keterlibatannya dalam organisasi politik maupun
perjuangankemerdekaan, tampaklah bahwa Yamin termasuk seorang yang berwawasan luas.
Walaupunpendidikannya pendidikan Barat, ia tidak pernah menerima mentah-mentah apa yang
diperolehnyaitu sehingga ia tidak menjadi kebarat-baratan. Ia tetap membawakan nasionalisme
dan rasa cintatanah air dalam karya-karyanya. Barangkali halini merupakan pengaruh
lingkungan keluarganyakarena ayah ibu Yamin adalah keturunan kepala adat di Minangkabau.
Ketika kecil pun, Yamin olehorang tuanya diberi pendidikan adat dan agama hingga tahun 1914.
Dengan demikian, dapatdipahami apabila Yamin tidak terhanyut begitu saja oleh hal-hal yang
pernah diterimanya, baik ituberupa karya-karya sastra Barat yang pernah dinikmatinya maupun
sistem pendidikan Barat yangpernah dialaminya.Umar Junus dalam bukunya Perkembangan
Puisi Indonesia dan Melayu Modern (1981) menyatakanbahwa puisi Yamin terasa masih
berkisah, bahkan bentul-betul terasa sebagai sebuah kisah. Dengandemikian, puisi Yamin
memang dekat sekali dengan syair yang memang merupakan puisi untuk
mengisahkan sesuatu.”Puisi Yamin itu dapat dirasakan sebagai syair dalam bentuk yang bukan
syair”,
demikian Umar Junus. Karena itu, sajak-sajak Yamin dapat dikatakan lebih merupakan
suatupembaruan syair daripada suatu bentuk puisi baru. Akan tetapi, pada puisi Yamin
seringkali bagianpertamanya merupakan lukisan alam, yang membawa pembaca kepada
suasana pantun sehinggapuisi Yamin tidak dapat dianggap sebagai syair baru begitu saja. Umar
Junus menduga bahwadalam penulisan sajak-sajaknya, Yamin menggunakan pantun, syair, dan
puisi Barat sebagai sumber.Perpaduan ketiga bentuk itu adalah hal umum terjadi terjadi pada
awal perkembangan puisi moderndi Indonesia.Jika Umar Junus melihat adanya kedekatan
untuk soneta yang dipergunakan Yamin dengan bentukpantun dan syair, sebetulnya hal itu tidak
dapat dipisahkan dari tradisi sastra yang melingkungiYamin pada waktu masih amat
dipengaruhi pantun dan syair. Soneta yang dikenal Yamin melaluikesusastraan Belanda ternyata
hanya menyentuh Yamin pada segi isi dan semangatnya saja. Karenaitu, Junus menangkap
kesan berkisah dari sajak-sajak Yamin itu terpancar sifat melankolik, yangkebetulan merupakan
sifat dan pembawaan soneta. Sifat soneta yang melankolik dan kecenderunganberkisah yang
terdapat didalamnya tidak berbeda jauh dengan yang terdapat dalam pantun dansyair. Dua hal
yang disebut terakhir, yakni sifat melankolik dan kecenderungan berkisah, kebetulansesuai
untuk gejolak perasaan Yamin pada masa remajanya. Karena itu, soneta yang baru sajadikenal
Yamin dan yang kemudian digunakannya sebagai bentuk pengungkapan
estetiknyhamengesankan bukan bentuk soneta yang murni.Keith Robert Foulcher (1974)
dalamAdvertisementdisertasinyha mengemukakan bahwa konsepsi Yamin tentang soneta
dipengaruhi sastra Belanda dantradisi kesusastraan Melayu. Karena itu, soneta Yamin bukanlah
suatu adopsi bentuk eropa dalamkeseluruhan kompleksitas strukturalnya, tetapi lebih
merupakan suatu pengungkapan yang visual,sesuatu yang bersifat permukaan saja dari soneta
Belanda, yang masih memiliki ekspresi puitis yangkhas Melayu.Berikut ini ditampilkan sebuah
soneta Yamin yang masih dilekati tradisi sastra Melayudan yang menggambarkan kerinduan
dan kecitaan penyair pada tanah kelahiran.
BIOGRAFI
MUHAMMAD YAMIN
Pada tahun 1928 Yamin menerbitkan kumpulan sajaknya yang berjudul Indonesia, Tumpah
Darahku.Penerbitan itu bertepatan dengan Kongres Pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda
yang terkenalitu. Dalam kumpulan sajak ini, Yamin tidak lagi menyanyikan Pulau Perca atau
Sumatera saja,melainkan telah menyanyikan kebesaran dan keagungan Nusantara. Kebesaran
sejarah berbagaikerajaan dan suku bangsa di Nusantara seperti kerajaan Majapahit, Sriwijaya,
dan Pasai terlukisdalam sajak-
Keagungan dan keluhuran masa silam bangsanya menimbulkan pula kesadaran pada diri
Yaminbahwa:
Buat kami anak sekarangSejarah demikian tanda nan terangKami berpoyong asal nan
gadangBertenaga tinggi petang dan pagi
Di atas terbaca warna nasionalisme dalam sajak-sajak Muhammad Yamin. Warna nasionalisme
dalamkepenyairan Yamin agaknya tidak dapat dipisahkan dari peranan Yamin sebagai pejuang
dalammasa-masa mencapai kemerdekaank. Di samping itu, adanya Kongres Pemuda yang
melahirkanSumpah Pemuda itu juga memegang peranan yang amat penting. Dengan adanya
sumpah pemudaitu kesadaran nasional semakin meningkat dan organisasi-organisasi pemuda
yang semula bersifatkedaerahan mulai mengubah dirinya ke arah nasionalistis. Hal ini dapat
dikatakan berpengaruh padapandangan Yamin sebagai penyair dan peranannya yang ingin
disumbangkannya untuk kejayaan
BIOGRAFI
MUHAMMAD YAMIN
[Type text] Page 4bangsa dan negaranya. Sebagai pemuda yang mencita-citakan kejayaan
masa depan bangsanya,ia tetap mengenang kegemilangan masa silam bangsanya:
Tiap gelombang di lautan berdesirSampai ke pantai tanah pesisirSetiap butir berbisik di
pasirSemua itu terdengar bagikuMenceriterakan hikayat zaman yang laluPeninggalan bangsaku
segenap waktuBerkat cahaya pelita poyangku
Penggalan sajak berikut ini juga memperlihatkan adanya kesadaran untuk memelihara hasi-
hasilyang pernah dicapai oleh para pendahulu bangsa dan menjadikannya sebagai modal untuk
meraihkegemilangan masa depan:
Patriotisme Yamin yang juga mengilhami untuk menumbuhkan kecintaan pada bangsa dan
sastra.Yamin melihat adanya hubungan langsung antara patriotisme yang diwujudkan lewat
kecintaan padabahasa dan pengembangan sastra Indonesia. Sebagai penyair yang
kecintaannya pada bahasanasionalnya berkobar-kobar, ia cenderung mengekspresikan rasa
estetisnya dalam bahasanasionalnya dengan harapan kesusastraan baru akan tumbuh lebih
pesat. Hal ini tampak dalam baikberikut ini:
Apabila perasaan baru sudah mendirikan pustakabaru dalam bahasa tumpah daerah kita,
makalahirlah zaman yang mulia, sebagai pertandaanperadaban baru, yaitu peradaban Indonesia
-Raya
Free Download