Anda di halaman 1dari 7

PENGERTIAN KEWAJIBAN

FASB mendefinisi kewajiban dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut;


“kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti
yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer aset
atau menyediakan /menyerahkan jasa kepada kesatuan lain di masa datang sebagai
akibat transaksi atau kejadian masa lalu.” Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi
kewajiban sebagai berikut; “sebuah liabilitas adalah utang saat ini yang timbul dari
kejadian perusahaan di masa lalu yang diharapkan hasilnya menjadi aliran keluar
sumber daya manfaat ekonomi.”
Definisi-definisi kewajiban di atas sangat menekankan konsep kesatuan usaha dengan
dinyatakannya secara eksplisit ungkapan kesatuan usaha dengan dinyatakkannya secara
eksplisit ungkapan kesatuan usaha (entitas atau perusahaan) di dalamnya untuk menunjukkan
pihak yang mempunyai keharusan untuk melakukan pengorbanan ekonomik. Definisi
kewajiban selalu memuat pula ungkapan manfaat ekonomik, sumber ekonomik, atau potensi
jasa. Ini berarti bahwa pengertian kebawjiban tidak dapat dipisahkan dengan pengertian aset.
Aset dapat menimbulkan kewajiban dan sebaliknya timbulnya kewajiban dapat dibarengi
dengan pengakuan aset. Maka secara garis besar, dapat dikatakan bahwa kewajiban memiliki
tiga karakteristik utama yaitu; pengorbanan manfaat ekonomik masa yang akan datang,
keharusan untuk mentransfer aset, dan timbul akibat masa lalu.

A. Pengorbanan Manfaat Ekonomik


Agar bisa disebut sebagai kewajiban, suatu objek harus memuat suatu tugas atau
tanggung jawab kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan usaha untuk
melunasi, menunaikan, atau melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat
ekonomik yang cukup pasti di masa datang. Cukup pasti dimasa datang mengandung
makna bahwa jumlah rupiah pengorbanan dapat ditentukan dengan layak. Untuk
menjadi sebuah kewajiban, pengorbanan tersebut harus bersifat memaksa dan bukan
atas dasar kebijakan atau keleluasaan manajemen untuk memutuskan, baik dalam hal
jumlah rupiah maupun dalam transfer. Secara umum, keharusan mengorbankan
sumber ekonomik masa datang tidak dapat menjadi kewajiban kalau keharusan
tersebut bersifat terbuka atau tidak pasti.
B. Keharusan Sekarang
Suatu pengorbanan ekonomik masa datang harus timbul akibat keharusan sekarang.
Pengertian sekarang dalam hal ini mengacu pada dua hal yaitu waktu dan adanya.
Waktu yang dimaksud adalah tanggal pelaporan (neraca).
a. Keharusan Kontraktual
Adalah keharusan yang timbul akibat perjanjian atau peraturan hukum yang di
dalamnya kewajiban bagi suatu kesatuan usaha dinyatakan secara eksplisit atau
implisit dan mengikat.
b. Keharusan Konstruksif
Adalah keharusan yang timbul akibat kebijakan kesatuan usaha dalam rangka
menjalankan dan memajukan usahanya untuk memenuhi apa yang disebut praktik
usaha yang baik atau etika bisnis dan buakn untuk memenuhi kewajiban yuridis.
c. Keharusan Demi Keadilan
Adalah keharusan yang ada sekarang yang menimbulkan kewajiban bagi
perusahaan semata-mata karena panggilan etis atau moral daripada karena
peraturan hukum atau praktik bisnis yang sehat.
d. Keharusan Bergantung atau Bersyarat
Adalah keharusan yang pemenuhannya tidak pasti karena bergantung pada
kejadian masa datang atau terpenuhinya syarat-syarat tertentu di masa datang.

Keempat keharusan diatas merupakan keharusan sekarang yang memenuhi kriteria


kewajiban. Untuk keharusan kontraktual, konstruksif, dan demi keadilan, pengorbanan
karena kesepakatan telah dicapai atau kebijakan telah diputuskan sehingga sudah cukup jelas
jumlah dan waktu pengorbanannya.

C. Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu


Kriteria ini menyempurnakan kriteria keharusan sekarang dan sekaligus sebagai tes
pertama pengakuan suatu pos sebagai kewajiban, tetapi tidak cukup untuk mengakui
secara resmi dalam sistem pembukuan. Transaksi atau kejadian masa lalu adalah
kriteria untuk memenuhi definisi tetapi bukan kriteria untuk pengakuan. Jadi, adanya
pengorbanan manfaat ekonomik masa datang tidak cukup untuk mengakui suatu objek
ke dalam kewajiban kesatuan usaha untuk dilaporkan via statemen keuangan.
Hak Kewajiban Tak Bersyarat
Konsep ini menyatakan bahwa walaupun kontrak telah ditandatangani, salah satu pihak tidak
mempunyai kewajiban apapun sebelum pihak lain memenuhi apa yang menjadi hak pihak
lain. Jadi, konsep hak-kewajiban takbersyarat ini menyatakan “tidak ada hak tanpa
kewajiban dan sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak.” Secara teknis, konsep ini
diartikan bahwa hal atau kewajiban timbul bila salah satu pihak telah berbuat sesuatu.
Kontrak-kontrak semacam ini dikenal dengan nama kontrak saling-mengimbangi takbersyarat
atau kontrak eksekutori.
Transaksi atau kejadian yang dapat dijadikan dasar untuk menandai saat, titik, atau
tanggal pengakuan hak dan kewajiban dalam suatu kontrak. Hukum perikatan atau kontrak
juga cukup kompleks untuk menentukan timbulnya hak dan kewajiban yuridis. Dalam Most
(1982, hlm 352) menunjukkan bahwa titik atau saat tersebut dapat berupa :
1. Tanggal kontrak ditandatangani
2. Tanggal objek kontrak telah diperoleh salah satu pihak
3. Tanggal objek kontrak telah siap digunakan oleh salah satu pihak
4. Tanggal objek kontrak telah dipisahkan untuk digunakan oleh pihak lain
5. Tanggal objek kontrak telah diserahkan
6. Tanggal telah diterima/dibayarnya uang muka, kalau ada
7. Dalam kasus kontrak konstruksi jangka panjang :
a. Suatu titik selama konstruksi berjalan
b. Pada saat konstruksi dimulai

Jadi, saat penentuan transaksi masa lampau perlu dipertimbangkan dengan seksama dengan
memperhatikan kondisi yang melingkupi suatu kontrak. Namun demikian, secara konseptual
diperlukan pedoman atau kriteria untuk memilih saat yang tepat. Selanjutnya, Most
mengemukakan hal yang harus dipertimbangkan untuk memilih saat yang tepat, yaitu :
1. Pemenuhan defisini aset dan kewajiban
2. Kekuatan mengikat yaitu seberapa kuat bahwa pelaksanaan kontrak tidak dapat
dibatalkan
3. Kebermanfaatan bagi keputusan
Karakteristik Pendukung
Keharusan membayar kas. Pelunasan kewajiban pada umumnya dilakukan dengan
pembayaran kas. Esensi kewajiban lebih terletak pada pengorbanan manfaat ekonomik masa
datang daripada terjadinya pengeluaran kas. Adanya pengeluaran kas merupakan hal penting
untuk mengapliaksikan definisi kewajiban karena dua hal yaitu; sebagai bukti adanya suatu
kewajiban, dan sebagai pengukur atribut atau besarnya kewajiban yang cukup objektif.

Identitas terbayar jelas. Ketika identitas terbayar sudah jelas, hal tersebut hanya menguatkan
bahwa kewajiban memang ada tetapi untuk menjadi kewajiban identitas terbayar tidak harus
dapat ditentukan pada saat keharusan terjadi. Yang penting adalah bahwa keharusan sekarang
pengorbanan sumber ekonomik dimasa datang telah ada dan bukan siapa yang harus dilunasi
atau dibayar. Akan tetapi pada saat pelunasan kewajiban, terbayar dengan sendirinya harus
teridentifikasi.

Berkekuatan hukum. Adanya daya paksa yuridis hanya menunjukkan bahwa kewajiban
tersebut memang ada dan dapat dibuktikan secara yuridis material. Daya paksa yang melekat
pada klaim-klaim hukum bukan merupakan syarat mutlak untuk mengakui adanya kewajiban.
Keharusan melakukan pengorbanan manfaat ekonomik masa datang tidak harus timbul dari
desakan pihak eksternal, tetapi dari minat atau kebijakan internal manajemen. Klaim pihak
lain seperti utang usaha tidak harus di dukung oleh dokumen yang berkekuatan hukum atau
mempunyai daya paksa secara hukum untuk memenuhi definisi kewajiban. Akan tetapi, demi
keadilan dan kewajaran, perusahaan harus membayar utang usaha tersebut.

PENGAKUAN, PENGUKURAN, dan PENILAIAN


Kewajiban harus diukur dan diakui pada saat terjadinya. Kewajiban juga diukur atas dasar
penghargaan sepakatan (kos). Kos sebagai pengukur tidak hanya diterapkan untuk aset pada
saat pemerolehan tetapi juga untuk kewajiban pada saat terjadinya. Sebagai ketentuan umum,
pengukuran kwajiban harus ejalan dengan pengukuran aset yang berkaitan. Kewajiban
mengalami tiga tahap perlakuan yaitu: penanggungan (pengakuan terjadinya), penelusuran,
dan pelunasan (penyelesaian).

PENGAKUAN
Pada prinsipnya, kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat akibat
transaksi yang sebelumnya telah terjadi. Mengikatnya suatu keharusan harus dievaluasi atas
dasar kaidah pengakuan (recognition rules). Kriteria pengakuan lebih berkaitan dengan
pedoman umum dalam rangka memenuhi karakteristik kualitatif informasi sehingga elemen
statemen keuangan hanya dapat diakui bila kriteria definisi, keberpautan, keterandalan, dan
keterukuran dipenuhi. Kriteria umum ini tidak operasional sehingga diperlukan kaidah
pengakuan sebagai penjabaran teknis kriteria pengakuan umum. Dalam hal kewajiban, kaidah
pengakuan berkaitan dengan saat atau apa yang menandai bahwa kewajiban dapan diakui
(dibukukan). Kam mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan
kewajiban yaitu (hlm. 119-120):

1. Ketersediaan dasar hukum.


Ketika ada bukti yuridis yang kuat tentang adanya daya paksa untuk memenuhi
keharusan, jelas tidak dapat disangkap bahwa suatu kewajiban memang ada. Kaidah
ini terkait dengan kualitas keterandalan dan keberpautan informasi. Faktur pembelian
(invoice) dan tanda penerimaan barang (receiving report) merupakan dasar hukum
yang cukup meyakinkan untuk mengakui kewajiban.

2. Keterterapan konsep dasar.


Kaidah ini merupakan penjabaran teknis kriteria keterandalan. Keadaan-keadaan
tertentu yang menjadikan konsep konservatisma terterapkan dapat memicu pengakuan
kewajiban. Implikasi dianutnya konsep konservatisma adalah rugi dapat segera diakui
tetapi tidak demikian dengan untung. Ini berarti kewajiban dapat diakui segera
sedangkan aset tidak.

3. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi.


Merupakan penjabaran teknis kriteria keterandalan. Kaidah ini berkaitan dengan
masalah relevansi informasi. Utang sewaguna (lease obligations) dapat diakui pada
saat transaksi meskipun tidak ada transfer hak milik dalam transaksi sewaguna
tersebut. Dalam hal ini, kewajiban dapat atau bahkan harus diakui kalau secara
substantif sewaguna tersebut sebenarnya adalah pembelian angsuran (yaitu memenuhi
salah satu kriteria kapitalisasi).

4. Keterukuran nilai kewajiban.


Keterukuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai kualitas keterandalan
informasi. Definisi kewajiban mengandung kata cukup pasti (probable) yang mengacu
tidak hanya pada terjadinya pengorbanan sumber ekonomik masa datang tetapi juga
pada jumlah rupiahnya.

Pada umumnya saaat pengakuan terjadi sangat jelas karena kebanyakan kewajiban
timbul dari kontrak yang menyebutkan secara tegas saat mengikatnya kontrak, jumlah rupiah
pembayaran kewajiban, dan saat pembayaran. Akan tetapi, untuk beberapa kasus, jumlah
rupiah (kos) kewajiban bergantung pada kejadian dimasa datang meskipun cukup pasti bahwa
keharusan membayar dimasa datang tidak dapat dihindari. Hendriksen dan van Breda (1191,
hlm. 675-676 menunjukkan saat-saat mengakui kewajiban yaitu:
a. Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban telah
mengikat. Dalam hal kontrak eksekutori, pengakuan menunggu sampai salah satu
pihak memanfaatkan/ menguasai manfaat yang diperjanjikan atau memenuhi
kewajibannya (to perform).
b. Bersamaan dengan pengakuan biaya bila barang dan jasa yang menjadi biaya belum
dicatat sebagai aset sebelumnya.
c. Bersamaan dengan pengakuan aset. Kewajiban timbul ketika hak untuk menggunakan
barang dan jasa diperoleh.
d. Pada akhirnya periode karena penggunaan asas akrual melalui proses penyesuaian.
Pengakuan ini menimbulkan pos utang atau kewajiban akrual (accrued liabilities).

Pengakuan Kewajiban Bergantung


Untuk keharusan bergantung (khususnya rugi bergantung yang menimbulkan
kewajiban), kaidah pengakuan keempat (keterukuran nilai kewajiban) dan pasti tidaknya
pengorbanan sumber ekonomik masa datang akan terjadi menimbulkan masalah pengakuan.
Kewajiban kontraktual, konstuktif, dan demi keadilan dalam beberapa kasus juga bersifat
bergantung terutama bila kewajiban tersebut melibatkan penaksiran jumlah masa datang yang
merugikan. FSAB memberikan contoh keadaan-keadaan kebergantungan rugi (loss
contingencies) yang berpontensi memicu pengakuan kewajiban sebagai berikut (SFAS No.5,
prg. 4).
a. Ketertagihan piutang usaha
b. Keharusan berkaitan dengan jaminan produk dan kerusakan produk
c. Resiko rugi atau kerusakan properitas (fasilitas) kesatuan usahan akibat kebakaran,
ledakan, dan bahaya lainnya
d. Ancaman pengambilalihan aset oleh pemerintah
e. Persengketaan yang memberatkan atau menunggu keputusan
f. Klaim atau pungutan yang telah diajukan/dikenakan atau yang mungkin (possible)
terjadi
g. Resiko rugi akibat bencana yang ditanggung oleh perusahaan asuransi kerugian dan
kecelakaan dan perusahaan reasuransi
h. Jaminan terhadap utang pihak lain
i. Keharusan bank komersial dalam ikatan standby letters of credit
j. Perjanjian untuk membeli kembali piutang atau aset yang terkait yang telah dijual

Anda mungkin juga menyukai