PEMBAHASAN
1. Pengertian Kewajiban
Untuk dapat disebut sebagai kawajiban, suatu objek harus memuat suatu
tugas (duty) atau tanggungjawab (responsibility) kepada pihak lain yang
mengharuskan kesatuan usaha untuk melunasi, menunaikan, atau
melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik yang cukup
pasti di masa datang. Pengorbanan manfaat ekonomik diwujudkan dalam bentuk
transfer atau menggunaan aset kesatuan usaha.
1
rupiah maupun dalam saat transfer. Secara umum, keharusan mengorbankan
sumber ekonomik masa datang tidak dapat menjadi kewajiban kalau kaharusan
tersebut bersifat terbuka atau tidak pasti (open-ended). Kesatuan usaha tidak
mempunyai keharusan untuk mentransfer aset ke pemilik kecuali dalam hal
kesatuan usaha dilikuidasi.
Keharusan Sekarang
2
pemerintah atau pengadilan, atau kondisi lingkungan bisnis (soail, politik, dan
ekonomik). Pengertian kewajiban mencakupi keharusan kontraktual (contractual
atau legally enforceable obligations), keharusan konstruktif atau bentukan
(constructive obligations), keharusan demi keadilan (equitable obligations), dan
keharusan bergantung atau bersyarat (contingent obligations).
3
Keharusan bergantung atau bersyarat adalah keharusan yang
pemenuhannya (jumlah rupiahnya atau jadi-tidaknya dipenuhi) tidak pasti
karena bergantung pada kejadian masa datang atau terpenuhinya syarat-
syarat tertentu di masa datang. Kebergantungan (contingency) adalah suatu
kondisi, situasi, atau serangkaian keadaan yang melibatkan ketidakpastian
yang menyangkut laba atau rugi yang mungkin terjadi.
Transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi
tetapi bukan kriteria untuk pengakuan. Jadi, adanya pengorbanan manfaat
ekonomik masa datang tidak cukup untuk mengakui suatu objek ke dalam
kewajiban kesatuan usaha untuk dilaporkan via statemen keuangan. Transaksi
masa lalu yang dimaksud adalah transaksi yang menimbulkan keharusan sekarang
telah terjadi. Untuk memnuhi definisi kewajiban, keharusan sekarang harus di
dahului transaksi atau kejadian masa lalu.
4
ekonomik masa datang atau yang mengharuskan kesatuan usaha untuk
mentransfer aset atau menyediakan jasa kepada kesatuan usaha yang lain.
Hak-Kewajiban Takbersyarat
Transaksi atau kejadian yang dapat dijadikan dasar untuk menandai saat,
titik, atau tanggal pengakuan hak dan kewajiban dalam suatu kontrak memang
sangat pelik. Dalam hal kontrak, Most (1982 hlm. 352) menunjukkan bahwa titik
atau saat tersebut dapat berupa:
Karakteristik Pendukung
5
FASB mnyebutkan beberapa karakteristik pendukung yaitu membayar kas,
identitas terbayar jelas, dan terpaksakan secara atau berkekuatan hukum.
Keharusan membayar kas. Keharusan membayar kas pada waktu dan
jumlah rupiah tertentu di masa datang merupakan petunjuk yang kuat atau
jelas mengenai kewajiban. Akan tetapi, untuk menjadi kewajiban,
penyerahan aset (kas) bukan satu-satunya kriteria tetapi lebih meliputi pula
penyerahan jasa. Esensi kewajiban lebih terletak pada pengorbanan manfaat
ekonomik masa datang dari pada terjadinya pengeluaran kas. Meski
demikian adanya pengeluaran kas merupakan hal penting untuk
mengaplikasi definisi kewajiban karena dua hal yaitu: (1) sebagai bukti
adanya suatu kewajiban dan (2) sebagai pengukur atribut atau besarnya
kewajiban yang cukup objektif.
Identitas terbayar jelas. Bila identitas terbayar sudah jelas, hal tersebut
hanya menguatkan bahwa kewajiban memang ada tetapi tidak untuk
menjadi kewajiban identitas terbayar tidak harus dapat ditentukan pada saat
keharusan terjadi.
Berkekuatan hukum. Memang pada umumnya, keharusan suatu entitas
untuk mengorbankan manfaat ekonomik timbul akibat klaim yuridis yang
mempunyai kekuatan memaksa. Adanya daya paksa yuridis hanya
menunjukan bahwa kewajiban tersebut memang ada dan dapat dibuktikan
secara yuridis material. Meskipun demikian, daya paksa yang melekat pada
klaim-klaim hukum bukan merupakan syarat mutlak untuk mengakui
adanya kewajiban. Keharusan melakukan pengorbanan manfaat ekonomik
masa datang tidak harus timbul dari desakan pihak eksternal tetapi dari
minat atau kebijakan internal manajemen. Itulah sebabnya kewajiban
mencakupi pengorbanan sumber ekonomik masa depan yang timbul akibat
keharusan konstruktif dan dan demi keadilan.
6
kewajiban takbersyarat sebernya juga mengatakan bahwa dalam hal tertentu
adanya aset harusa diimbangi dengan timbulnya kewajiban atau sebaliknya
timbulnya kewajiban harus diimbangi akses atau kendali terhadap suatu aset.
Walaupun demikian, perubahan aset tidak selalu disertai dengan perubahan
kewajiban.
7
kewajiban juga dapat diakui bila terbukti substantive adanya keharusan
konstruktif atau demi keadilan.
2. Keterterapan konsep dasar konservatisma. Kaidah ini merupakan
penjabaran barang teknis criteria keterandalan. Keadaan-keadaan tertentu
yang menjadikan konsep konservatisme terterapkan dapat memicu
pengakuan kewajiban. Implikasi dianutnya jinsep konservatisme adalah rugi
dapat diakui segera tetapi tidak demikian dengan untung. Ini berarti
kewajiban dapat diakui segera sedangkan asset tidak.
3. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi. Substansi suatu transaksi
dapat memicu pencatatan seluruh kewajiban yang timbul ketika transaksi
terjadi meskipun secara yuridis/kontraktual kewajiban baru akan mengikat
secara berkala pada saat keharusan sekarang timbul. Kaidah ini berkaitab
dengan masalah relevansi informasi.
4. Keterukuran nilai kewajiban. Keterukuran merupakan salah satu syarat
untuk mencapai kualitas keterandalan informasi. Adanya kepastian
mengenai jumlah rupiah dapat memicu diakuinya suatu kewajiban. Kalau
pengukuran suatu pos kewajiban bersifat sangat subjektif dan arbiter, pada
umumnya pos tersebut tidak diakui.
Hendriksen dan Breda (1991, hlm. 675-676) menunjukkan saat-saat untuk
mengakui kewajiban yaitu:
a. Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban
telah mengikat.
b. Bersamaan dengan pengakuan biaya bila barang dan jasa yang menjadi
biaya belum dicatat sebagai asset sebelumnya.
c. Bersamaan dengan pengakuan asset. Kewajiban timbul ketika hak untuk
menggunakan barang dan jasa diperoleh.
d. Pada akhir perioda karena penggunaan asas akrual melalui proses
penyesuaian. Pengakuan ini menimbulkan pos hutang atau kewajiban akrual
(accrual liabilities).
Pengakuan Kewajiban Bergantung
8
FASB memberikan contoh-contoh keadaan-keadaan kebergantungan rugi
(loss contingencies) yang berpotensi memicu pengakuan kewajiban sebagai
berikut (SFAS No.5, prg. 4):
a. Ketertaggihan piutang usaha
b. Keharusan berkaitan dengan jumlah jaminan produk dan kerusakan produk
c. Risiko rugi atau kerusajan properitas (fasilitas) kesatuan usaha akibat
kebakaran, ledakan, dan bahaya lainnya.
d. Ancaman pengambilalihan asset oleh pemerintah
e. Persengketaan yang memberatkan atau menunggu keputusan
f. Klaim atau pungutan yang telah diajukan/dikenakan atau yang mungkin
terjadi
g. Risiko rugi akibat bencana yang ditanggung oleh perusahaan asuransi
kerugian dan kecelakaan dan perusahaan reasuransi
h. Jaminan terhadap utang pihak lain
i. Keharusan bank komersial dalam ikatan stanby letters of credit
j. Perjanjian untuk membeli kembali piutang atau asset yang terkait yang telah
dijual
Rugi potensial yang dapat ditimbulkan oleh keadaan kebergantungan diatas
dapat diakui (dibebankan ke pendapatan) sebelum terlaksananya kejadian yang
menjadi syarat terjadinya rugi atau hanya diakui pada saat diperoleh kepastian
tentang status kejadian yang menjadi syarat. FASB menetapkan bahwa rugi
taksiran yang dapat terjadi dari kebergantungan rugi harus diakru dengan
membebankannya ke pendapatan ( sebagai biaya atau rugi ) bila kedua kondisi
berikut dipenuhi (SFASNo.5, prg.8):
a. Informasi yang tersedia sebelum penerbitan statemen keuangan
menunjukkan bahwa suatu asset cukup pasti telah turun nilainya atau suatu
kewajiban cukup pastu telah terjadi pada tanggal statemen keuangan. Pada
tanggal statemen keuangan harus sudah dapat disimpulkan bahwa kejadian
atau beberapa kejadian, yang menegaskan adanya rugi, cukup pasti akan
terjadi.
b. Jumlah rupiah rugi dapat diestimasi dengan cukup tinggi.
9
Pengukuran
Pengukur yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada saat
terjadinya adalah penghargaan sepakatan dalam transaksi bukan jumlah rupiah
pengorbanan ekonomik masa datang. Penghargaan sepakatan suatu kewajiban
merefleksi nilai setara tunai atau nilai sekarang kewajiban yaitu jumlah rupiah
pengorbanan sumber ekonomik seandainya kewajiban dilunasi pada saat
terjadinya. Dengan demikian, basis pencatatan kewajiban adalah niai setara tunai
bukan nilai nominal utang nilai setara tunai lebih tepat mengukur kewajiban
karena asset tang bersangkutan juga diukur dengan jumlah tersebut
Dasar pengukuran asset yang paling objektif adalah kos tunai atau kos tunai
implicit. Karena kewajiban cerminan dari asset, pengukurannya juga
menggunakan pengukuran asset. Bila kewajiban yang timbul dalam rangka
pembelian barang dagangan, kos barang dagangan akan lebih tepat kalau dicatat
atas dasar net invoice method.
Nilai nominal atau jatuh tempo utang obligasi sering dianggap sebagai
jumlah rupiah kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik penerbit maupun
kreditor. Dasar pengukuran demikian sebenarnya tidak tepat. Untuk suatu kontrak
utang dengan ketentuan pembayaran bunga periodic dan pokok pinjaman pada
akhir jangka kontrak, pengukuran jumlah rupiah (kos) utang dan asset untuk dasar
pencatatan pertama kali yang tepat adalah kos tunai implicit.
Dalam hal obligasi jangka panjang, jumlah rupiah uang yang diterima oleh
penerbit dan yang dibayarkan oleh kredito pada saat penerbitan hanyalah
merupakan bagian kecil dari jumlah rupiah total yang terlibat dalam kontrak
obligasi. Jumlah rupiah ini adalah seluruh jumlah rupiah pembayaran pembayaran
masa dating (bunga periodic dan nominal obligasi). Pembayaran masa dating ini
sebenarnya terdiri dari dua unsure yaitu (1) nilai sekarang pembayaran bunga
10
periodic dan nilai sekarang nominal obligasi dan (2) bunga efektif yang terlibat
dalam penentuan harga obligasi tersebut.
Diskun Obligasi
Premium Obligasi
11
Kewajiban dapat bersifat moneter dan nonmoneter. Kewajiban moneter
adalah kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik masa datangnya berupa
kas dengan jumlah rupiah dan saat yang pasti (baik jumlah tanggal maupun berapa
jumlah pembayarna berkala). Secara konseptual, pada saat terjadinya, kewajiban
moneter diukur atas dasar nilai diskunan pembayaran kas masa datang. Hal ini
berlaku khususnya untuk kewajiban jangka panjang. Untuk kewajiban moneter
jangka pendek, kewajiban dapat diukur atas dasar nilai nominal berdasarkan
konsep materialitas. Termasuk dalam pengertian kewajiban moneter adalah
penerimaan dimuka yang akan dikompensasikan dengan pembelian barang dan
jasa dimasa dating. Disebut kewajiban moneter karena kalau pembelian barang
dan jasa batal, uang muka tersebut harus dikembalikan.
Kewajiban nonmoneter adalah keharusan untuk menyediakan barang dan
jasa dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul karena
penerimaan pembayaran dimuka untuk barang dan jasa tersebut. Bila pembayaran
di muka penuh, kewajiban nonmoneter diukur atas dasar pembayaran tersebut
yang menunjukkan harga yang disepakati untuk barang dan jasa. Pembayaran
penuh dimuka tersebut sebenarnya merepresentasikan jumlah untuk menutup kos
barang dan jasa yang jasa yang akan diserahkan dan laba. Jumlah yang digunakan
untuk menutup kos itulah yang murni merupakan kewajiban sedangkan jumlah
untuk menutup laba merupakan laba tangguhan yang tidak dapat disebut
kewajiban karena tidak memenuhi definisi kewajiban.
Penilaian
12
obligasi. Amortisasi diskun atau premium merupakan proses dalam rangka
penulusuran kewajiban untuk menentukan nilai pelunasan sekarang. Untuk
kewajiban moneter, nilai sekarangnya biasanya ditentujan atas dasar aliran kas
keluar masa dating diskunan dengan tingkat bunga pasar sebagai tarif diskun.
3. Pelunasan
Begitu terjadi akibat transaksi, kejadian, atau keadaan yang memicu
kesatuan usaha ang mengikuti kewajiban, suatu kewajiban akan terus mengikat
atau menjadi keharusan sampai keharusan tersebut dipenuhi melalui transaksi,
kejadian, atau keadaan yang mempengaruhi kesatuan usaha. Pelunasan adalah
tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan oleh kesatuan usaha untuk
mempengaruhi (to satisfy) kewajiban pada saat dan dalam kondisi normal usaha
(in due course of business) sehingga dia bebas dar kewajiban tersebut. Pelunasan
biasanya merupakan pemenuhan secara langsung kepada pihak yang berpiutang.
Kebanyakan kewajiban dipenuhi secara langsung dengan pembayaran tunai.
Beberapa kewajiban dipenuhi dengan pentransferan atau penyediaan jasa oleh
kesatuan usaha kepada kesatuan usaha lainnya. Beberapa kewajiban menjadi batal
atau kesatuan usaha menjadi bebas dari kewajiban lantaran pengampunan
sebagian/seluruhnya, kompromi, penimbulan atau pengakuan kewajiban
baru/pengganti, pengambil-alihan kewajiban oleh pihak lain, atau keadaan khusus
misalnya dalam kasus restrukturisasi utang. Bila kewajiban menjadi hapus
lantaran berbagai transaksi atau kejadian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
keharusan sekarang mengalami pembebasan atau pembatalan.
Pelunasan secara langsung disebut juga pelunasan secara yudiris karena
kewajiban kepada pihak yang berpiutang secara yudiris hapus melalui transaksi
langsung yang benar-benar terjadi (misalnya pembayaran tunai secara langsung).
Pada saat pembayaran, pengutang atau debitur secara yuditis bebas dari
kewajiban dan secara teknis/administratif dan tuntas dapat mendebit utangnya.
Pelunasan secara tidak langsung terjadi apabila kesatuan usaha melakukan
tindakan yang mengarah kepelunasan misalnya dengan pembentukan dana khusus
untuk pelunasan baik dikelola sendiri atau melalui wali amanat. Pembentukan atau
penyisihan dana semacam ini menadikan kesatuan usaha secara subtantif
menempati keadaan yang disebut pembatalan atau pembebasan secara subtantif.
Transfer Aset Finansial
13
Untuk melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer aset finansial
(termasuk kas ) barang atau jasa. Pada umumnya, bila kewajiban telah dilunasi
dengan mentransfer secara penuh kas, barang atau jasa ke debitor, maka pada saat
itu pelunasan dianggap tuntas. Debitor tidak lagi terlibat dengan aset atau kreditor
secara finansial. Pelunasan kewajiban dengan aset finansial dapat juga bersifat
tuntas bila penyerahan aset finansial bersifat tak bersyarat dan dianggap sebagai
penjualan. Artinya aset finansial dianggap dijual secara tunai dan kas yang
diterima seketika itu pula dianggap untuk melunasi kewajiban.
Lain halnya kalau pelunasan kewajiban dilakukan dengan transfer aset
finansial yang menimbulkan keterlibatanberlanjut pentransfer dengan aset
transferan atau transfer. Dalam hal ini kewajiban tidak lenyap secara tuntasatau
ada kewajiban baru yang berkaitan dengan aset transferan. Contoh keterlibatan
berlanjut adalah adanya hak regres, janji untuk membeli kembali, penerbitan opsi,
san penjaminan dengan kolateral. Secara umum transfer aset dianggap sebagai
penjualan apabila pentransfer menyerahkan penguasaan atas aset finansial tersebut
dan menerima aset lain sebagai penghargaan atas aset finansial tersebut.
Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo
Bila kewajiban di lunasi sebelum jatuh tempo, nilai jatuh tempo (nominal)
dengan sendirinya merefleksi nilai sekarang (saat pelunasan) kewajiban sehingga
tidak ada selisih antara jumlah rupiah yang dibayar dan nilai nominal. Nilai jatuh
tempo juga akan sama dengan nilai buku atau nilai bawaan kewajiban karena
proses amortisasi selisih antara nominal dan nilai pasar pada saat penerbitan utang
(misalnya obligasi). Selama beredar, nilai sekarang atau nilai pasar kewajiban
berfluktuasi mengikuti tingkat bunga yang berlaku tetapi pada umumnya fluktuasi
tersebut tidak diakui dapam pembukuan debitor. Oleh karena itu, bila utag
dilunasi sebelum jatuh tempo (APBO No. 26 menyebutkan sebagai early
extinguishment of debt), debitor harus menebus utang tersebut dengan harga
pasarnya sehingga dapat terjadi selisih antara nilai bawaan dan nilai penebusan.
Yang menjadi masalah adalah apakah selisih tersebut dapat diperlakukan sebagai
untung/rugi (masuk statemen laba/rugi) atau sebagai penyesuaian ekuitas
pemegang saham. Bila masuk dalam stetemen laba-rugi apakah selisih tersebut
bersifat ordiner atau ekstaordiner.
14
Utang Terkonversi
1. Tingkat bunga nominal jauh dibawah tingkat bunga pasar untuk obligasi
biasa yang setara.
2. Hagra konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga ppasar saham biasa.
3. Harga konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi kecuali
karena pengecualian yang diperlukan akibat pengembalian hak yang
melekat pada saham biasa seperti dalam hal terjadi pemecahan saham atau
deviden saham.
15
a. Hak konversi mempunyai nilai ekonomik sehingga tidak berbeda sengan
sifat hak opsi atau waran.
b. Pada saat penerbitan hak konversi atau nilai utang obligasi biasa dapat
diukur secara cukup andal sehingga tidak ada kesulitan teknis untuk
mengimplementasikan pemisahan tersebut.
c. Tujuan penerbitan utang terkonversi yang sebenarnya adalah pendanaan
dengan ekuitas.
Pembebasan Substantif
16
kinerja secara kosmetik. Hal ini dapat dilakukan karena keuntungan bagi debitor
sebagai berikut:
Penyajian
17
a. Kesepakatan awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari dua
belas bulan.
b. Perusahaan bermaksud membiayai kembali kewajibannya dengan
pendanaan jangka panjang.
c. Maksud dari huruf b didukung dengan perjanjian pembiayaan kembali atau
penjualan kembali pembayaran yang resmi disepakati sebelum laporan
keuangan disetujui.
Hak Mengkompensasi
a. Tiap pihak dari dua pihak yang berkontrak utang kepada yang lain suatu
jumlah rupiah tertentu
b. Pihak pelapor (reporting party) mempunyai hak mengontra jumlah yang
diutangnya dengan jumlah yang diutang pihak lain.
c. Pihak pelapor memang berniat untuk mengontra.
d. Hak mengontra terpaksakan secara hukum.
18
BAB III
KESIMPULAN
Kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat akibat transaksi yang
sebelumnya terjadi. Kewajiban dapat diakui atas dasar kriteria pengakuan yaitu definisi,
keterukuran, keterandalan, dan keberpautan. Kam (hlm 119-120) mengajukan empat
kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu ketersediaan dasar
hukum, keterterapan konsep dasar konservatisme, ketertentuan substansi ekonomik
transaksi, dan keterukuran nilai kewajiban. Keempat kaidah tersebut dapat memberikan
petunjuk tentang adanya bukti teknis untuk mengakui kewajiban.
Penentuan kos kewajiban pada saat terjadinya paralel dengan pengukuran aset,
dan pengukur yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada saat
terjadinya adalah dengan penghargaan sepakatan dalam transaksi-transaksi dan bukan
jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa datang. Penghargaan suau kewajiban
merefleksi nilai setara tunai atau nilai sekarang kewajiban yaitu jumlah rupiah
pengorbanan sumber ekonomik seandainya kewajiban dilunasi pada saat terjadinya.
Penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah rupiah yang harus
dikorbankan seandainya pada saat tersebut kewajiban harus dilunasi, dengan kata lain
penilaian adalah penentuan nilai sekarang kewajiban. Atribut pengukuran menurut
FASB adalah nilai pasar sekarang, nilai pelunasan neto, dan Nilai diskunan aliran kas
masa datang. Penilaian dalam tahap penelusuran adalah Penilaian kewajiban setiap saat
dalam perioda dari saat pengakuan sampai pelunasan.
19
DAFTAR PUSTAKA
20