Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Kewajiban

FASB mendefinisi kewajiban dalam rerangka konseptualnya bahwa


kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti
yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer aset
atau menyediakan atau menyerahkan jasa kepada kesatuan lain di masa datang
sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu. Definisi FASB digunakan
sebagai basis pembahasan karena definisi tersebut cukup lengkap secara
sistematik. Artinya definisi tersebut telah mencakupi berbagai gagasan atau kata
kunci yang terkandung dalam beberapa definisi kewajiban oleh sumber-sumber
lain.

Secara umum dapat dikatakan bahwa kewajiban mempunyai tiga


karakteristik utama yaitu: (a) pengorbanan manfaat ekonomik masa datang, (b)
keharusan sekarang untuk mentransfer aset, dan (c) timbul akibat transaksi masa
lalu.

Pengorbanan Manfaat Ekonomik

Untuk dapat disebut sebagai kawajiban, suatu objek harus memuat suatu
tugas (duty) atau tanggungjawab (responsibility) kepada pihak lain yang
mengharuskan kesatuan usaha untuk melunasi, menunaikan, atau
melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik yang cukup
pasti di masa datang. Pengorbanan manfaat ekonomik diwujudkan dalam bentuk
transfer atau menggunaan aset kesatuan usaha.

Transfer manfaat ekonomik kepada pemilik (pemegang saham) tidak


termasuk dalam pengertian pengorbanan sumber ekonomik masa datang yang
membentuk kewajiban karena untuk menjadi kewajiban pengorbanan tersebut
harus bersifat memaksa (nondiscretionary) dan bukan atas dasar kebijakan atau
keleluasaan menajemen untuk memutuskan (discretionary) baik dalam hal jumlah

1
rupiah maupun dalam saat transfer. Secara umum, keharusan mengorbankan
sumber ekonomik masa datang tidak dapat menjadi kewajiban kalau kaharusan
tersebut bersifat terbuka atau tidak pasti (open-ended). Kesatuan usaha tidak
mempunyai keharusan untuk mentransfer aset ke pemilik kecuali dalam hal
kesatuan usaha dilikuidasi.

Bahwa pengorbanan ekonomik harus dikaitkan dengan pihak lain berarti


bahwa kewajiban hanya dapat terjadi antarkesatuan usaha atau paling tidak
melibatkan kesatuan usaha yang lain. kewajiban tidak timbul dari kejadian
internal suatu kesatuan usaha.

Keharusan Sekarang

Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik masa


datang harus timbul akibat keharusan (obligation atau duties) sekarang.
Pengertian “sekarang” (present) dalam hal ini mengacu pada dua hal: waktu dan
adanya. Waktu yang dimaksud adalah tanggal pelaporan (neraca). Artinya, pada
tanggal neraca kalau perlu atau kalau dipaksakan pengorbanan sumber ekonomik
harus dipenuhi karena keharusan untuk itu telah ada. Tentu saja jumlah rupiah
pengorbanan yang dipaksakan pada tanggal neraca tidak akan sebesar jumlah
rupiah yang akan dibayar di masa datang (setelah tanggal neraca). Perbedaan ini
terjadi akiat sifat yang melekat pada kewajiban yaitu bunga yang bermakna
sebagai nilai waktu uang atau harga penundaan (the time value of money or the
price of delay).

Menurut Kam (1990. Hlm.111-112) pendefinisian kewajiban sebagai


pengorbanan sumber ekonomik masa datang tidak menunjuk pada sesuatu yang
sekarang ada dan nyata (real) tetapi menunjuk pada kejadian masa datang yang
jelas belum terjadi. Dengan kata lain, pengorbanan tersebut tidak nyata pada saat
sekarang. Objek yang nyata (real-world-object) sebenarnya adalah keharusan
yang sekarang ada. Jadi, keharusan sekarang seharusnya menjadi fokus atau kata
kunci definisi.

Keharusan mengorbankan sumber ekonomik dapat timbul akibat pejanjian


antara dua kesatuan usaha, pengenaan/pemaksaan (imposition) pada entitas oleh

2
pemerintah atau pengadilan, atau kondisi lingkungan bisnis (soail, politik, dan
ekonomik). Pengertian kewajiban mencakupi keharusan kontraktual (contractual
atau legally enforceable obligations), keharusan konstruktif atau bentukan
(constructive obligations), keharusan demi keadilan (equitable obligations), dan
keharusan bergantung atau bersyarat (contingent obligations).

 Keharusan kontraktual adalah keharusan yang timbul akibat perjanjian


atau peraturan hukum yang di dalamnya kewajiban bagi suatu kesatuan
ussaha dinyatakan secara eksplisit atau implisit dan mengikat. Kewajiban ini
muncul karena aspek hukum sebagi lingkungan eksternal yang tidak dapat
dihindari (unavoidalbe) dan dapat memaksakan secara hukum untuk
memenuhinya (legally unforceableI). Penghindaran kewajiban dari
keharusan kontraktual menimbulkan sanksi atau hukuman. Pihak yang harus
dilunasi pada umumnya sudah jelas dan bukti tentang adanya keharusan ini
biasanya didukung oleh dokumen tertulis sehingga keterverifikasiannya
tinggi.

 Keharusan konstruktif adalah keharusan yang timbul akibat kebijakan


kesatuan usaha dalam rangka menjalankan dan memajukan usahanya untuk
memenuhi apa yang disebut praktik usaha yang baik (best business practice)
atau atika bisnis (business ethics) dan bukan untuk memenuhi kewajiban
yuridis. Kebijakan tersebut menimbulkan kewajiban karena kesatuan usaha
sengaja memberi, mengkonstruksi, atau membentuk hak bagi pihal lain
tanpa harus melalui perjanjian tertulis yang disepakati kedua pihak.

 Keharusan demi keadilan adalah keharusan yang ada sekarang yang


menimbulkan kewajiban bagi perusahaan semata-mata karena panggilan etis
atau moral dari pada karena peraturan hukum atau praktik bisnis yang sehat.
Keharusan ini muncul dari tugas kepada pihak lain untuk melaksanakan
sesuatu yang dipandang wajar, adil, dan benar menurut hati nurani dan rasa
keadilan. Tidak ada sanksi hukum untuk tidak memnuhi keharusan ini tetapi
kewajiban ini mengikat lantaran sanksi sosial atau moral.

3
 Keharusan bergantung atau bersyarat adalah keharusan yang
pemenuhannya (jumlah rupiahnya atau jadi-tidaknya dipenuhi) tidak pasti
karena bergantung pada kejadian masa datang atau terpenuhinya syarat-
syarat tertentu di masa datang. Kebergantungan (contingency) adalah suatu
kondisi, situasi, atau serangkaian keadaan yang melibatkan ketidakpastian
yang menyangkut laba atau rugi yang mungkin terjadi.

Keempat keharusan di atas merupakan keharusan sekarang yang memenuhi


kriteria kewajiban. Untuk keharusan kontraktual, konstruktif, dan demi keadilan,
pengorbanan sumber ekonomik masa datang pada umumnya dianggap cukup pasti
karena kesepakatan telah dicapai atau kebijakan telah diputuskan sehingga sudah
cukup jelas jumlah dan waktu pengorbanannya. Untuk keharusan bergantung,
pengorbanan sumber ekonomik masa datang belum pasti jumlah rupiah maupun
jadi tidaknya. Oleh karena itu, tidak semua kewajiban yang timbul akibat
keharusan sekarang tersebut dapat diakui sebagai kewajiban.

Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu

Transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi
tetapi bukan kriteria untuk pengakuan. Jadi, adanya pengorbanan manfaat
ekonomik masa datang tidak cukup untuk mengakui suatu objek ke dalam
kewajiban kesatuan usaha untuk dilaporkan via statemen keuangan. Transaksi
masa lalu yang dimaksud adalah transaksi yang menimbulkan keharusan sekarang
telah terjadi. Untuk memnuhi definisi kewajiban, keharusan sekarang harus di
dahului transaksi atau kejadian masa lalu.

Kebanyakan kewajiban terjadi karena adanya transaksi pertukaran antara


kesatuan usaha dan kesatuan usaha lainnya. Anggaran pembelian suatu mesin
yang telah disetujui disertai jadwal pembelian dan pembayaran mempunyai
implikasi pengorbanan sumber ekonomik di masa datang. Akan tetapi, anggaran
tidak menimbulkan kewajiban meskipun persetujuan anggaran dipandang sebagai
kejadian masa lalu. Alasannya adalah belum terjadi transaksi atau kejadian yang
memberi kesatuan usaha penguasaan atau pengendalian terhadap manfaat

4
ekonomik masa datang atau yang mengharuskan kesatuan usaha untuk
mentransfer aset atau menyediakan jasa kepada kesatuan usaha yang lain.

Hak-Kewajiban Takbersyarat

Konsep hak-kewajiban takbersyarat menyatakan “tidak ada hak tanpa


kewajiban dan sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak”. Secara teknis, konsep
ini diartikan bahwa hak atau kewajiban timbul bila salah satu pihak telah berbuat
sesuatu. Kontrak-kontrak semacam ini dikenal dengan nama konrak saling-
mengimbangi takbersyarat (unconditionally offsetting contracts) atau kontrak
eksekutori (executory contracts).

Transaksi atau kejadian yang dapat dijadikan dasar untuk menandai saat,
titik, atau tanggal pengakuan hak dan kewajiban dalam suatu kontrak memang
sangat pelik. Dalam hal kontrak, Most (1982 hlm. 352) menunjukkan bahwa titik
atau saat tersebut dapat berupa:

1. Tanggal kontrak ditandatangani.


2. Tanggal objek kontrak telah diperoleh salah satu pihak.
3. Tanggal objek kontrak telah siap digunakan oleh salah satu pihak.
4. Tanggal objek kontrak telah dipisahkan untuk digunakan oleh pihak lain.
5. Tanggal objek kontrak telah diserahkan.
6. Tanggal telah diterima/dibayarnya uang muka, kalau ada.
7. Dalam kasus kontrak konstruksi jangka panjang:
a. Suatu titik selama kosntruksi berjalan.
b. Pada saat konstruksi dimulai.

Saat penentuan transaksi masa lampau perlu dipertimbangkan dengan


seksama dengan memperhatikan kondisi yang melingkupi suatu kontrak. Secara
konseptual diperlukan pedoman atau kriteria untuk memilih saat yang tepat. Most
mengemukakan hal yang harus dipertimbangkan untuk memilih saat yang tepat
yaitu:
a. Pemenuhan definisi aset dan kewajiban.
b. Kekuatan mengikat yaitu seberapa kuat bahwa pelaksanaan kontrak tidak
dapat dibatalkan.
c. Kebermanfaatan bagi keputusan.

Karakteristik Pendukung

5
FASB mnyebutkan beberapa karakteristik pendukung yaitu membayar kas,
identitas terbayar jelas, dan terpaksakan secara atau berkekuatan hukum.
 Keharusan membayar kas. Keharusan membayar kas pada waktu dan
jumlah rupiah tertentu di masa datang merupakan petunjuk yang kuat atau
jelas mengenai kewajiban. Akan tetapi, untuk menjadi kewajiban,
penyerahan aset (kas) bukan satu-satunya kriteria tetapi lebih meliputi pula
penyerahan jasa. Esensi kewajiban lebih terletak pada pengorbanan manfaat
ekonomik masa datang dari pada terjadinya pengeluaran kas. Meski
demikian adanya pengeluaran kas merupakan hal penting untuk
mengaplikasi definisi kewajiban karena dua hal yaitu: (1) sebagai bukti
adanya suatu kewajiban dan (2) sebagai pengukur atribut atau besarnya
kewajiban yang cukup objektif.
 Identitas terbayar jelas. Bila identitas terbayar sudah jelas, hal tersebut
hanya menguatkan bahwa kewajiban memang ada tetapi tidak untuk
menjadi kewajiban identitas terbayar tidak harus dapat ditentukan pada saat
keharusan terjadi.
 Berkekuatan hukum. Memang pada umumnya, keharusan suatu entitas
untuk mengorbankan manfaat ekonomik timbul akibat klaim yuridis yang
mempunyai kekuatan memaksa. Adanya daya paksa yuridis hanya
menunjukan bahwa kewajiban tersebut memang ada dan dapat dibuktikan
secara yuridis material. Meskipun demikian, daya paksa yang melekat pada
klaim-klaim hukum bukan merupakan syarat mutlak untuk mengakui
adanya kewajiban. Keharusan melakukan pengorbanan manfaat ekonomik
masa datang tidak harus timbul dari desakan pihak eksternal tetapi dari
minat atau kebijakan internal manajemen. Itulah sebabnya kewajiban
mencakupi pengorbanan sumber ekonomik masa depan yang timbul akibat
keharusan konstruktif dan dan demi keadilan.

Dari apa yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa definisi


kewajiban sebenarnya merupakan bayangan cermin dari definisi aset. Transaksi,
kejadian, atau keadaan dapat mempengaruhi aset dan kewajiban secara bersamaan
karena konsep kesatuan usaha yagn mendasari sistem berpasangan. Konsep hak-

6
kewajiban takbersyarat sebernya juga mengatakan bahwa dalam hal tertentu
adanya aset harusa diimbangi dengan timbulnya kewajiban atau sebaliknya
timbulnya kewajiban harus diimbangi akses atau kendali terhadap suatu aset.
Walaupun demikian, perubahan aset tidak selalu disertai dengan perubahan
kewajiban.

2. Pengakuan, Pengukuran, dan Penilaian


Sebagai bayangan cermin aset, kewajiban juga harus diukur dan diakui pada
saat terjadinya. Kalau aset diukur dengan dasar penghargaan sepakatan (kos),
demikian juga kewajiban. Jadi kos sebagai pengukur tidak hanya diterapkan untuk
aset pemerolehan tetapi juga untuk kewajiban pada saat terjadinya.
Kewajiban memiliki tiga tahap perlakuan yaitu penanggungan (pengakuan
terjadinya), penelusuran, dan pelunasan (penyelesaian). Penelusuran berarti
penentuan status dan jumlah rupiah (kos) kewajiban setiap saat. Penentuan kos
setiap saat (termasuk pada saat tanggal neraca) dapat disebut dengan penilaian
kewajiban.
Pengakuan
Kam (1990, hlm.109) membedakan antara kaidah pengakuan dan criteria
pengakuan. Criteria pengakuan lebih berkaitan dengan pedoman umum dalam
rangka memenuhi karakteristik kualitatif informasi sehingga elemen statemen
keuangan hanya dapat diakui bila criteria definisi, keberpautan, keterandalan, dan
keterukuran dipenuhi. Kaidah pengakuan merupakan prosedur aplikasi untuk
menandai adanya elemen dan saat dipenuhinya criteria pengakuan umum. Dalam
hal kewajiban, kaidah pengakuan berkaitan dengan saat ata apa yang menandai
bahwa kewajiban telah mengikat sehingga suatu kewajiban dapat diakui
(dibukukan). Kam mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai
pengakuan kewajiban yaitu (hlm.119-120):
1. Ketersediaan dasar hukum. Kalau terdapat bukti yuridis yang kuat tentang
adanya daya paksa untuk memenuhi keharusan, jelas tidak dapat disangkal
bahwa suatu kewajiban memang ada. Kaidah ini terkait dengan kualitas
keterandalan dan keberpautan informasi. Kaidah ini tidak mutlak sehingga

7
kewajiban juga dapat diakui bila terbukti substantive adanya keharusan
konstruktif atau demi keadilan.
2. Keterterapan konsep dasar konservatisma. Kaidah ini merupakan
penjabaran barang teknis criteria keterandalan. Keadaan-keadaan tertentu
yang menjadikan konsep konservatisme terterapkan dapat memicu
pengakuan kewajiban. Implikasi dianutnya jinsep konservatisme adalah rugi
dapat diakui segera tetapi tidak demikian dengan untung. Ini berarti
kewajiban dapat diakui segera sedangkan asset tidak.
3. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi. Substansi suatu transaksi
dapat memicu pencatatan seluruh kewajiban yang timbul ketika transaksi
terjadi meskipun secara yuridis/kontraktual kewajiban baru akan mengikat
secara berkala pada saat keharusan sekarang timbul. Kaidah ini berkaitab
dengan masalah relevansi informasi.
4. Keterukuran nilai kewajiban. Keterukuran merupakan salah satu syarat
untuk mencapai kualitas keterandalan informasi. Adanya kepastian
mengenai jumlah rupiah dapat memicu diakuinya suatu kewajiban. Kalau
pengukuran suatu pos kewajiban bersifat sangat subjektif dan arbiter, pada
umumnya pos tersebut tidak diakui.
Hendriksen dan Breda (1991, hlm. 675-676) menunjukkan saat-saat untuk
mengakui kewajiban yaitu:
a. Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban
telah mengikat.
b. Bersamaan dengan pengakuan biaya bila barang dan jasa yang menjadi
biaya belum dicatat sebagai asset sebelumnya.
c. Bersamaan dengan pengakuan asset. Kewajiban timbul ketika hak untuk
menggunakan barang dan jasa diperoleh.
d. Pada akhir perioda karena penggunaan asas akrual melalui proses
penyesuaian. Pengakuan ini menimbulkan pos hutang atau kewajiban akrual
(accrual liabilities).
Pengakuan Kewajiban Bergantung

8
FASB memberikan contoh-contoh keadaan-keadaan kebergantungan rugi
(loss contingencies) yang berpotensi memicu pengakuan kewajiban sebagai
berikut (SFAS No.5, prg. 4):
a. Ketertaggihan piutang usaha
b. Keharusan berkaitan dengan jumlah jaminan produk dan kerusakan produk
c. Risiko rugi atau kerusajan properitas (fasilitas) kesatuan usaha akibat
kebakaran, ledakan, dan bahaya lainnya.
d. Ancaman pengambilalihan asset oleh pemerintah
e. Persengketaan yang memberatkan atau menunggu keputusan
f. Klaim atau pungutan yang telah diajukan/dikenakan atau yang mungkin
terjadi
g. Risiko rugi akibat bencana yang ditanggung oleh perusahaan asuransi
kerugian dan kecelakaan dan perusahaan reasuransi
h. Jaminan terhadap utang pihak lain
i. Keharusan bank komersial dalam ikatan stanby letters of credit
j. Perjanjian untuk membeli kembali piutang atau asset yang terkait yang telah
dijual
Rugi potensial yang dapat ditimbulkan oleh keadaan kebergantungan diatas
dapat diakui (dibebankan ke pendapatan) sebelum terlaksananya kejadian yang
menjadi syarat terjadinya rugi atau hanya diakui pada saat diperoleh kepastian
tentang status kejadian yang menjadi syarat. FASB menetapkan bahwa rugi
taksiran yang dapat terjadi dari kebergantungan rugi harus diakru dengan
membebankannya ke pendapatan ( sebagai biaya atau rugi ) bila kedua kondisi
berikut dipenuhi (SFASNo.5, prg.8):
a. Informasi yang tersedia sebelum penerbitan statemen keuangan
menunjukkan bahwa suatu asset cukup pasti telah turun nilainya atau suatu
kewajiban cukup pastu telah terjadi pada tanggal statemen keuangan. Pada
tanggal statemen keuangan harus sudah dapat disimpulkan bahwa kejadian
atau beberapa kejadian, yang menegaskan adanya rugi, cukup pasti akan
terjadi.
b. Jumlah rupiah rugi dapat diestimasi dengan cukup tinggi.

9
Pengukuran

Pengukur yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada saat
terjadinya adalah penghargaan sepakatan dalam transaksi bukan jumlah rupiah
pengorbanan ekonomik masa datang. Penghargaan sepakatan suatu kewajiban
merefleksi nilai setara tunai atau nilai sekarang kewajiban yaitu jumlah rupiah
pengorbanan sumber ekonomik seandainya kewajiban dilunasi pada saat
terjadinya. Dengan demikian, basis pencatatan kewajiban adalah niai setara tunai
bukan nilai nominal utang nilai setara tunai lebih tepat mengukur kewajiban
karena asset tang bersangkutan juga diukur dengan jumlah tersebut

Kewajiban Dalam Pembelian Kredit

Dasar pengukuran asset yang paling objektif adalah kos tunai atau kos tunai
implicit. Karena kewajiban cerminan dari asset, pengukurannya juga
menggunakan pengukuran asset. Bila kewajiban yang timbul dalam rangka
pembelian barang dagangan, kos barang dagangan akan lebih tepat kalau dicatat
atas dasar net invoice method.

Diskun dan Premium Utang Obligasi

Nilai nominal atau jatuh tempo utang obligasi sering dianggap sebagai
jumlah rupiah kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik penerbit maupun
kreditor. Dasar pengukuran demikian sebenarnya tidak tepat. Untuk suatu kontrak
utang dengan ketentuan pembayaran bunga periodic dan pokok pinjaman pada
akhir jangka kontrak, pengukuran jumlah rupiah (kos) utang dan asset untuk dasar
pencatatan pertama kali yang tepat adalah kos tunai implicit.

Dalam hal obligasi jangka panjang, jumlah rupiah uang yang diterima oleh
penerbit dan yang dibayarkan oleh kredito pada saat penerbitan hanyalah
merupakan bagian kecil dari jumlah rupiah total yang terlibat dalam kontrak
obligasi. Jumlah rupiah ini adalah seluruh jumlah rupiah pembayaran pembayaran
masa dating (bunga periodic dan nominal obligasi). Pembayaran masa dating ini
sebenarnya terdiri dari dua unsure yaitu (1) nilai sekarang pembayaran bunga

10
periodic dan nilai sekarang nominal obligasi dan (2) bunga efektif yang terlibat
dalam penentuan harga obligasi tersebut.

Makna Harga Efektif Obligasi

Bagi penerbit obligasi, perhitungan biaya bunga menjadi tidak lengkap


(tepat) apabila tidak memperhatikan kedua proses diatas (perhitungan bunga
periodic dan akumulasi diskun). Jumlah rupiah utang obligasu tiap saat
(keharusan saat itu) sebelum jatuh tempo akan terlalu besar apabila dinyatakan
sebesar nominalnya.

Diskun Obligasi

Diskun obligasi yang belum diamortisasi bukan merupakan suatu kerugian


karena asset yang diperoleh sebelumnya tidak ada yang berkurang atau menguap.
Dia juga bukan asset karena tidak ada pengeluaran yang mengakibatkan
bertambahnya asset fisis sebesar jumlah rupiah diskun tersebut. Simpulan yang
pasti adalah bahwa diskun utang obligasi pada waktu penerbiitan adalah suatu
jumlah rupuah debit yang menunjukkan biaya bunga yang harus dibayar pada
tanggal jatuh tempo. Diskun tersebut harus dilaporkan dalam neraca sebagai
pengurang nilai nominal (jatuh tempo) utang obligasi. Jadi akun diskun obligasi
merupakan akun penillaian terhadap akun utang obligasi yang memuat nominal
utang.

Premium Obligasi

Mengartikan premium obligasi sebagai “pendapatan tangguhan” jelas tidak


tepat karena secara konseptual pendapatan atau laba tidak timbul dari proses
pemerolehan uutang. Pendapatan hanya timbul dari kegiatan pembentukan
pendapatan. Atas dasar konstinuitas usaha, premium obligasi yang belum
diamortisasi adalah benar-benar merupakan utang dan jumlah amortisasi periodik
adalah merupakan penyesuaian (pengurang) terhadap biaya bunga dan bukannya
merupakan elemen pendapatan. Tanpa penyesuaian ini biaya bunga periodic akan
menjadi tersaji lebih (overstated).

Kewajiban Moneter dan Nonmoneter

11
Kewajiban dapat bersifat moneter dan nonmoneter. Kewajiban moneter
adalah kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik masa datangnya berupa
kas dengan jumlah rupiah dan saat yang pasti (baik jumlah tanggal maupun berapa
jumlah pembayarna berkala). Secara konseptual, pada saat terjadinya, kewajiban
moneter diukur atas dasar nilai diskunan pembayaran kas masa datang. Hal ini
berlaku khususnya untuk kewajiban jangka panjang. Untuk kewajiban moneter
jangka pendek, kewajiban dapat diukur atas dasar nilai nominal berdasarkan
konsep materialitas. Termasuk dalam pengertian kewajiban moneter adalah
penerimaan dimuka yang akan dikompensasikan dengan pembelian barang dan
jasa dimasa dating. Disebut kewajiban moneter karena kalau pembelian barang
dan jasa batal, uang muka tersebut harus dikembalikan.
Kewajiban nonmoneter adalah keharusan untuk menyediakan barang dan
jasa dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul karena
penerimaan pembayaran dimuka untuk barang dan jasa tersebut. Bila pembayaran
di muka penuh, kewajiban nonmoneter diukur atas dasar pembayaran tersebut
yang menunjukkan harga yang disepakati untuk barang dan jasa. Pembayaran
penuh dimuka tersebut sebenarnya merepresentasikan jumlah untuk menutup kos
barang dan jasa yang jasa yang akan diserahkan dan laba. Jumlah yang digunakan
untuk menutup kos itulah yang murni merupakan kewajiban sedangkan jumlah
untuk menutup laba merupakan laba tangguhan yang tidak dapat disebut
kewajiban karena tidak memenuhi definisi kewajiban.

Penilaian

Penilaian mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang pada setiap


saat antara terjadinya kewajiban sampai dilunasinya kewajiban. Makin mendelati
saat jatuh tempo, nilai kewajiban akan makin mendekati nilai nominal kewajiban.
Jadi, penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah rupiah
yang harus dikorbankan seandainya pada saat tersebut kewajiban harus dilunasi.
Dengan kata lain, penilaian adalah penentuan nilai sekarang kewajiban. Dalam hal
obligasi, nillai sekarang tersebut disebut nilai bawaan atau nilai pelunasan
sekarang. Nilai pelunasan sekarang pada umumnya bergantung pada nilai pasar

12
obligasi. Amortisasi diskun atau premium merupakan proses dalam rangka
penulusuran kewajiban untuk menentukan nilai pelunasan sekarang. Untuk
kewajiban moneter, nilai sekarangnya biasanya ditentujan atas dasar aliran kas
keluar masa dating diskunan dengan tingkat bunga pasar sebagai tarif diskun.

3. Pelunasan
Begitu terjadi akibat transaksi, kejadian, atau keadaan yang memicu
kesatuan usaha ang mengikuti kewajiban, suatu kewajiban akan terus mengikat
atau menjadi keharusan sampai keharusan tersebut dipenuhi melalui transaksi,
kejadian, atau keadaan yang mempengaruhi kesatuan usaha. Pelunasan adalah
tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan oleh kesatuan usaha untuk
mempengaruhi (to satisfy) kewajiban pada saat dan dalam kondisi normal usaha
(in due course of business) sehingga dia bebas dar kewajiban tersebut. Pelunasan
biasanya merupakan pemenuhan secara langsung kepada pihak yang berpiutang.
Kebanyakan kewajiban dipenuhi secara langsung dengan pembayaran tunai.
Beberapa kewajiban dipenuhi dengan pentransferan atau penyediaan jasa oleh
kesatuan usaha kepada kesatuan usaha lainnya. Beberapa kewajiban menjadi batal
atau kesatuan usaha menjadi bebas dari kewajiban lantaran pengampunan
sebagian/seluruhnya, kompromi, penimbulan atau pengakuan kewajiban
baru/pengganti, pengambil-alihan kewajiban oleh pihak lain, atau keadaan khusus
misalnya dalam kasus restrukturisasi utang. Bila kewajiban menjadi hapus
lantaran berbagai transaksi atau kejadian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
keharusan sekarang mengalami pembebasan atau pembatalan.
Pelunasan secara langsung disebut juga pelunasan secara yudiris karena
kewajiban kepada pihak yang berpiutang secara yudiris hapus melalui transaksi
langsung yang benar-benar terjadi (misalnya pembayaran tunai secara langsung).
Pada saat pembayaran, pengutang atau debitur secara yuditis bebas dari
kewajiban dan secara teknis/administratif dan tuntas dapat mendebit utangnya.
Pelunasan secara tidak langsung terjadi apabila kesatuan usaha melakukan
tindakan yang mengarah kepelunasan misalnya dengan pembentukan dana khusus
untuk pelunasan baik dikelola sendiri atau melalui wali amanat. Pembentukan atau
penyisihan dana semacam ini menadikan kesatuan usaha secara subtantif
menempati keadaan yang disebut pembatalan atau pembebasan secara subtantif.
Transfer Aset Finansial

13
Untuk melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer aset finansial
(termasuk kas ) barang atau jasa. Pada umumnya, bila kewajiban telah dilunasi
dengan mentransfer secara penuh kas, barang atau jasa ke debitor, maka pada saat
itu pelunasan dianggap tuntas. Debitor tidak lagi terlibat dengan aset atau kreditor
secara finansial. Pelunasan kewajiban dengan aset finansial dapat juga bersifat
tuntas bila penyerahan aset finansial bersifat tak bersyarat dan dianggap sebagai
penjualan. Artinya aset finansial dianggap dijual secara tunai dan kas yang
diterima seketika itu pula dianggap untuk melunasi kewajiban.
Lain halnya kalau pelunasan kewajiban dilakukan dengan transfer aset
finansial yang menimbulkan keterlibatanberlanjut pentransfer dengan aset
transferan atau transfer. Dalam hal ini kewajiban tidak lenyap secara tuntasatau
ada kewajiban baru yang berkaitan dengan aset transferan. Contoh keterlibatan
berlanjut adalah adanya hak regres, janji untuk membeli kembali, penerbitan opsi,
san penjaminan dengan kolateral. Secara umum transfer aset dianggap sebagai
penjualan apabila pentransfer menyerahkan penguasaan atas aset finansial tersebut
dan menerima aset lain sebagai penghargaan atas aset finansial tersebut.
Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo
Bila kewajiban di lunasi sebelum jatuh tempo, nilai jatuh tempo (nominal)
dengan sendirinya merefleksi nilai sekarang (saat pelunasan) kewajiban sehingga
tidak ada selisih antara jumlah rupiah yang dibayar dan nilai nominal. Nilai jatuh
tempo juga akan sama dengan nilai buku atau nilai bawaan kewajiban karena
proses amortisasi selisih antara nominal dan nilai pasar pada saat penerbitan utang
(misalnya obligasi). Selama beredar, nilai sekarang atau nilai pasar kewajiban
berfluktuasi mengikuti tingkat bunga yang berlaku tetapi pada umumnya fluktuasi
tersebut tidak diakui dapam pembukuan debitor. Oleh karena itu, bila utag
dilunasi sebelum jatuh tempo (APBO No. 26 menyebutkan sebagai early
extinguishment of debt), debitor harus menebus utang tersebut dengan harga
pasarnya sehingga dapat terjadi selisih antara nilai bawaan dan nilai penebusan.
Yang menjadi masalah adalah apakah selisih tersebut dapat diperlakukan sebagai
untung/rugi (masuk statemen laba/rugi) atau sebagai penyesuaian ekuitas
pemegang saham. Bila masuk dalam stetemen laba-rugi apakah selisih tersebut
bersifat ordiner atau ekstaordiner.

14
Utang Terkonversi

Instrumen keuangan pada dasarnya adalah alat pembayaran atau penjaminan


sehingga dapat digunakan oleh pemegangnya untuk melunasi utang. Utang
terkonversi atau konvertibel merupakan salah satu instrument financial tersebut.
Sekuritas utang semacam ini biasanya mempunyai status sebagai kewajiban dan
ekuitas sekaligus. Artinya, pemegang instrument mempunyai hak istimewa untuk
mengubah status utang menjadi ekuitas setiap saat selama hak istimewa untuk
mengubah status utang menjadi ekuitas setiap saat selama hak tersebut masih
berlaku. Obligasi terkonversi pada umumnya diterbitkan untuk menarik para
investor karena mereka dapat menggeser risiko atau mengubah status sekuritas
menjadi lebih menguntungkan. Hak konversi digunakan untuk menarik investor
untuk mengimbangi tingkat bunga nominal yang terlalu rendah disbanding tingkat
bunga umum. Oleh karena itu, harga perdana biasanya jauh lebih tinggi dari
obligasi biasa dengan tingkat risiko yang sama. Hendriksen dan Van Breda (1991,
hlm. 688) menunjukkan bahwa obligasi terkonversi biasanya mempunyai
karakteristik sebagai berikut:

1. Tingkat bunga nominal jauh dibawah tingkat bunga pasar untuk obligasi
biasa yang setara.
2. Hagra konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga ppasar saham biasa.
3. Harga konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi kecuali
karena pengecualian yang diperlukan akibat pengembalian hak yang
melekat pada saham biasa seperti dalam hal terjadi pemecahan saham atau
deviden saham.

Karakteristik obligasi konversi menimbulkan masalah akuntansi pada saat


pengakuan, pengkonversian, dan pelunasan. Karena bersifat kewajiban dan
ekuitas, masalah pada saat pengakuan adalah apakah harga penerbitan obligasi
harus dipecah menjadi porsi yang merepresentasi utang obligasi dan
merepresentasi hak konversi atau harga penerbitan tidak dipecah dan utang
terkonversi dianggap utang semata-mata. Utang konversi mengandung sifat utang
dan ekuitaas, kedua komponen harus diakui secara terpisah. Pandangan ini
didasarkan ataas pemikiran sebagai berikut:

15
a. Hak konversi mempunyai nilai ekonomik sehingga tidak berbeda sengan
sifat hak opsi atau waran.
b. Pada saat penerbitan hak konversi atau nilai utang obligasi biasa dapat
diukur secara cukup andal sehingga tidak ada kesulitan teknis untuk
mengimplementasikan pemisahan tersebut.
c. Tujuan penerbitan utang terkonversi yang sebenarnya adalah pendanaan
dengan ekuitas.

Dasar pemikiran yang melandasi perlakuan sebagai utang semata-mata


dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Utang obligasi terkonversi merupakan sekuritas hibrida sehingga harus


dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
b. Penilaian hak konversi akan bersifat subjektif karena ketidakterpisahan
kedua komponen.

Jadi, ketidakterpisahan dan kepraktisan menjadi landasan pikiran untuk


memperlakukan utang terkonversi semata-mata sebagai utang. Meskipun
demikian, untuk sekuritas utang dengan hak bell saham yang terpisah, APB
mengambil posisi sebaliknya yaitu porsi nilai sekuritas yang melekat pada hak
beli harus di perlakukan sebagai modal setotan dan nilainya ditentukan atas dasar
nilai wajar relative dari kedua sekuritas pada saat penerbitan.

Pembebasan Substantif

Kewajiban dapat dinyatakan terlunasi dan lenyap apabila telah dilakukan


pembayaran atau telah terjadi pembebasan secara hukum oleh pihak kreditor atau
pengadilan. Bila telah tercapai saat sehingga debitor tidak perlu lagi melakukan
pembayaran dimasa yang berkaitan dengan pinjaman tersebut, maka pada saat
tersebut secara subtanstif debitor sudah bebas dari kewajiban sehingga dapat
mengakui kewajiban dan asset dalam perwalian meskipun utang belum jatuh
waktu. Masalah teoritis dalam hal ini adalah apakah pada saat terjadi pembebasan
substantive perusahaan dapat mengakui kewajiban.

Pengakuan kewajiban pada saat terjadinya pemnbebasan subtantif dapat


dimanfaatkan oleh debitor untuk melakukan manajemen laba dan peningkatkan

16
kinerja secara kosmetik. Hal ini dapat dilakukan karena keuntungan bagi debitor
sebagai berikut:

a. Kewajiban dihapus dari neraca sehingga rasio kewajiban-ekuitas membaik.


b. Laba tahun berjalan akan meningkat dengan jumlah untung yang terjadi
dalam pengakuan kewajiban. Hal ini terjadi bila selisih antara nilai tunai
dana dan nominal utang dicacat sebagai untung.
c. Untung pengakuan kewajiban tidak dikenai pajak (di Amerika) karena
untung tersebut sebenarnya belum terealisasi sehingga perusahaan dapat
menghemat atau menunda pajak dan meningkatkan profitabilitas secara
cukup berarti pada saat pembebasan substantif.
d. Bila aset berupa obligasi pemerintah, maka perusahaan dapat menghemat
pajak karena untuk perhitungan pajak pendapatan bunga obligasi
p[emerintah dapat dikompensasi oleh biaya bunga utang.
e. Pembebasan substansif memungkinkan perusahaan untuk memperlakukan
kewajiban jangka panjang seperti mengelola surat-surat berharga di sisi aset.

Penyajian

Kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan kelancarannya sejalan


dengan penyajian aset. PSAK no 1 pasal 39 menggariskan bahwa aset lancar
disajikan menurut urutan likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan
jatuh tempo. Ini berarti kewajiban jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada
kewajiban jangka panjang. PSAK No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban
yang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek harus diklasifikasi
sebagai kewajiban jangka panjang. Suatu kewajiban dikliasifikasi sebagai
kewajiban jangka pendek bila (paragraf 44) :

a. Diperkirakan akan diselessaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi


perusahaan, atau
b. Jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.

Paragraf 47 menyebutkan bahwa kewajiban berbunga jangka pannjang tetap


diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pannjang, walaupun kewajiban tersebut
akan jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan sejak tanggal neraca,
apabila:

17
a. Kesepakatan awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari dua
belas bulan.
b. Perusahaan bermaksud membiayai kembali kewajibannya dengan
pendanaan jangka panjang.
c. Maksud dari huruf b didukung dengan perjanjian pembiayaan kembali atau
penjualan kembali pembayaran yang resmi disepakati sebelum laporan
keuangan disetujui.

Hak Mengkompensasi

Kompensasi tidak dapat dilakukan karena tidak ada transaksi yang


menghubungkan antara debitor dan kreditor. Artinya, pembentukan dana
merupakan kegiatan internal perusahaan atau kehendak manajemen atau bukan
transakasi yang melibatkan kreditor. Ada kalanya hak mengontra diperbolehkan
bila kondisi ini biasanya berkaitan dengan apa yang disebut sebagai kontrak
bersyarat dan kontrak pertukaran. Kontrak bersyarat adalah kontrak yang hak dan
kewajibannya tergantung pada timbulnya kejadian masa datang tertentu yang
belum tentu terjadi dan dapat mengubah saat penerimaan, penyerahan, atau
pertukaran jumlah rupiah atau instrumen keuangan.

Hak mengontra dikatakan ada bilamana semua kondisi berikut terpenuhi:

a. Tiap pihak dari dua pihak yang berkontrak utang kepada yang lain suatu
jumlah rupiah tertentu
b. Pihak pelapor (reporting party) mempunyai hak mengontra jumlah yang
diutangnya dengan jumlah yang diutang pihak lain.
c. Pihak pelapor memang berniat untuk mengontra.
d. Hak mengontra terpaksakan secara hukum.

18
BAB III

KESIMPULAN

Menurut FASB kewajiban diartikan sebagai pengorbanan manfaat ekonomik masa


datang yang cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha
untuk menstransfer aset atau menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain
datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.

Kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat akibat transaksi yang
sebelumnya terjadi. Kewajiban dapat diakui atas dasar kriteria pengakuan yaitu definisi,
keterukuran, keterandalan, dan keberpautan. Kam (hlm 119-120) mengajukan empat
kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu ketersediaan dasar
hukum, keterterapan konsep dasar konservatisme, ketertentuan substansi ekonomik
transaksi, dan keterukuran nilai kewajiban. Keempat kaidah tersebut dapat memberikan
petunjuk tentang adanya bukti teknis untuk mengakui kewajiban.

Penentuan kos kewajiban pada saat terjadinya paralel dengan pengukuran aset,
dan pengukur yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada saat
terjadinya adalah dengan penghargaan sepakatan dalam transaksi-transaksi dan bukan
jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa datang. Penghargaan suau kewajiban
merefleksi nilai setara tunai atau nilai sekarang kewajiban yaitu jumlah rupiah
pengorbanan sumber ekonomik seandainya kewajiban dilunasi pada saat terjadinya.

Penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah rupiah yang harus
dikorbankan seandainya pada saat tersebut kewajiban harus dilunasi, dengan kata lain
penilaian adalah penentuan nilai sekarang kewajiban. Atribut pengukuran menurut
FASB adalah nilai pasar sekarang, nilai pelunasan neto, dan Nilai diskunan aliran kas
masa datang. Penilaian dalam tahap penelusuran adalah Penilaian kewajiban setiap saat
dalam perioda dari saat pengakuan sampai pelunasan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Suwardjono. 2014. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi


ketiga. Yogyakarta: BPFE.

20

Anda mungkin juga menyukai