Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

LIABILITAS DAN PENGUKURANNYA


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Akuntansi

Disusun Oleh:

1. Dicka Virdiansyah 14080304007


2. Mustika Kusumaningtyas 14080304012
3. Sun Fatayatin 14080304019
4. Azimatun Nimah 14080304032
5. Ainun Jariyah 14080304035

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI
PRODI PENDIDIKAN AKUNTANSI
2017

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seperti aset, kewajiban merupakan elemen neraca yang akan membentuk
informasi sematik berupa posisi keuangan bila dihubungkan dengan elemen yang
lain yaitu aset dan ekuitas atau pos-pos rinciannya.
Kewajiban merespresentasikan sebagian sumber dana dari aset badan
usaha berupa potensi jasa (manfaat) fisik dan non-fisik yang memampukannya
untuk menyediakan barang dan jasa.
Kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai konsekuensi dari
kontrak mengingat atau atau peraturan perundangan. Tugas atau tanggung jawab
untuk bertindak atau melakukan sesuatu pengorbanan ekonomis yang harus
dilakukan perusahaan karena tindakan atau transaksi sebelumnya.
Pengorbanan ekonomis dapat berbentuk penyerahan utang, aktifa lain jasa-
jasa, atau melakukan pekerjaan tertentu.tindakan atau transaksi sebelumnya itu
dapat berupa uang, barang atau jasa, diakuinya suatu beban atau kerugian

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan permasalahan di atas maka dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian dan karaakteristik liabilitas?
2. Bagaimana pengakuan liabilitas?
3. Bagaimana pengukuran liabilitas?
4. Bagaimana penyajian dan pengungkapan liabillitas dalam laporan
keuangan?

1.2 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuannya sebagai berikut:
1. Dapat memahami pengertian dan karaakteristik liabilitas?
2. Dapat memahami pengakuan liabilitas?
3. Untuk mengetahui bagaimana pengukuran liabilitas?
4. Untuk mengetahui bagaimana penyajian dan pengungkapan liabillitas
dalam laporan keuangan?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Liabilitas / Kewajiban

Konsep Kewajiban

Kewajiban merupakan salah satu elemen penting dalam neraca yang


akan menghasilkan informasi semantik jika dihubungkan dengan elemen-
elemen laporan keuangan lainnya.

Pengertian Kewajiban

FASB (Finally Accounting Standart Board) mendefinisikan


kewajiban dalam kerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC No.6,
prg.35) :

Liabilities are probablefuture sacrifices of economic benefits arising from


present obligations of a particular entity to transfer assets or provide services
to other entities in the future as a result of past transactions or events.

(Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup


pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk
mentransfer aset atau menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain di
masa datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu).

Sedangkan menurut IASC, mendefinisikan kewajiban sebagai


berikut :

A liability is a present obligation of the enterprise arising from past events,


the settlement of which is excepted to result in an outflow from the enterprise
resource embodying economic benefit.

(Kewajiban adalah utang saat ini yang timbul dari kejadian perusahaan di
masa lalu yang diharapkan hasilnya menjadi aliran keluar sumber daya
manfaat ekonomi.)
Dalam Statement of Accounting Concepts No. 4, Australian
Accounting Standards Board (AASB) mendifinisi kewajiban sebagai berikut
(prg. 12) :

Liabilities are the future sacrifices of services potential or future


economic benefits that the entity is presently obliged to make to other entities
as a resul of past transaction or other past events.

Definisi-definisi diatas memisahkan antara makna atau pengertian dan


pengukuran serta pengakuan sehingga definisi tersebut lebih bersifat
semantik daripada structural. Definisi IASC dan AASB menanggalkan kata
probable karena dianggap bahwa tiap kriteria pengakuan bukan sifat dari
pengakuan.

Definisi-definisi kewajiban diatas sangat menekankan konsep


kesatuan usaha dengan dinyatakan secara eksplisit ungkapan kesatuan usaha
(entitas/entity atau perusahaan/enterptise) di dalamnya unutk menunjukkan
pihak yang mempunyai keharusan untuk melakukan pengorbanan ekonomik.

APB (Accounting Principles Board) no.4 mendefenisikan kewajiban :

Liabilities-economic obligation of an enterprise that are recognized and


measured in conformity with generally accepted accounting priciple.
Liabilities also include certain deffered credits that are not obligation but
that are recognize and measure in conformity accepted accounting principle.

Selain definisi APB, definisi kewajiban selalu memuat pula ungkapan


manfaat ekonomik, sumber ekonomik, atau potensi jasa. Ini berarti bahwa
pengertian kewajiban tidak dapat dipisahkan dengan pengertian asset. Asset
dapat menimbulkan kewajiban dan sebaliknya timbulnya kewajiban dapat
dibarengi dengan pengakuan asset. (Suwardjono, 2005:305-307)

Karakteristik Kewajiban

Dengan berbagai variasi diatas, secara umum dapat dikatakan bahwa


kewajiban mempunyai tiga karakteristik utama yaitu:

1. Pengorbanan manfaat ekonomik masa dating


2. Keharusan sekarang untuk mentransfer asset
3. Timbul akibat transaksi masa lalu

Pengorbanan Manfaat Ekonomik


Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu objek harus memuat
suatu tugas (duty) atau tanggung jawab (responsibility) kepada pihak lain
yang mengharuskan suatu kesatuan usaha untuk melunasi, menunaikan, atau
melaksanakannya dengan cara mengorbankan manffat ekonomik yang
cukup pasti di masa datang. Pengorbanan manfaat ekonomik diwujudkan
dalam bentuk transfer atau prnggunaan asset kesatuan usaha. Cukup pasti di
masa datang mengandung makna bahwa jumlah rupiah pengorbanan dapat
ditentukan dengan layak. Demikian juga, saat pengorbanan manfaat
ekonomik dapat ditentukan atas dasar kejadian tertentu atau atas
permintaan pihak lain (on demand).
Transfer manfaat ekonomik kepada pemilik (pemegang saham) tidak
termasuk dalam pengertian pengorbanan sumber ekonomik masa datang
yang membentuk kewajiban karena untuk menjadi kewajiban pengorbanan
tersebut harus bersifat memaksa (nondiscretionary) dan bukan atas dasar
kebijakan atau keleluasaan manajemen untuk memutuskan (discretieonary)
baik dalam hal jumlah rupiah maupun dalam saat transfer. Secara umum,
keharusan mengorbankan sumberekonomik masa datang tidak dapat
menjadi kewajiban kalau keharusan tersebut bersifat terbuka atau tidak pasti
(open-ended). Kesatuan usaha tidak mempunyai keharusan untuk
mentransfer asset ke pemilik kecuali dalam hal kesatuan usaha dilikuidasi.
Walaupun secara konseptual (dari sudut konsep dasar kesatuan usaha)
ekuitas juga merupakan kewajiban bagi perusahaan, pengorbanan sumber
ekonomiknya tidak cukup pasti baik dalam jumlah maupun saat sehingga
kewajiban harus dibedakan dan dilaporkan secara terpisah dengan ekuitas.
Bahwa pengorbanan ekonomik harus dikaitkan dengan pihak lain
berarti bahwa kewajiban hanya dapat terjadi antarkesatuan usaha atau paling
tidak melibatkan kesatuan usaha yang lain. Kewajiban tidak timbul dari
kejadian internal misalnya adanya keharusan membentuk dana asuransi diri
(self-insurance) guna mengantisipasi pengorbanan sumbwer ekonomik
untuk mengganti fasilitas fisis yang sewaktu-waktu rusak atau menutup rugi
akibat musibah.

Keharusan Sekarang
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, sutau pengorbanan ekonomik
masa datang harus timbul akibat keharusan (ob;igations atau duties)
sekarang. Pengertian sekarang (present) dalam hal ini mengacu pada dua
hal : waktu dan adanya. Waktu yang dimaksud adalah tanggal
pelaporan(neraca). Artinya, pada tanggal neraca kalau perlu atau kalau
dipaksakan (secara yuridis, etis, atau rasional) pengorbanan umber
ekonomik harus dipenuhi karena keharusan untuk itu telah ada. Tentu saja
jumlah rupiah pengorbanan yang dipaksakan pada tanggal neraca tidak akan
sebesar jumlah rupiah yang akan dibayar dimasa datang (setelah tanggal
neraca). Perbedaan ini terjadi akibat sifat yang melekat pada
kewajiban yaitu bunga yang bermakna sebagai nilai waktu uang atau harga
penundaan ( the time value of money or rhe price of delay).
Menurut Kam (1990. Hlm. 111-112), pendefinisian kewajiban sebagai
pengorbanan sumber ekonmik masa datang tidak menunjuk pada sesuatu
yang belum terjadi. Dengan kata lain, pengorbanan tersebut tidak nyata pada
saat sekarang. Objek yang nyata (real-world-object) sebenarnya adalah
keharusan yang sekarang ada. Jadi, keharusan sekarang seharusnya menjadi
focus atau kata kunci definisi. Lebih dari itu, pengorbanan sumber
ekonomik masa datang sebenarnya sama maknanya dengan transfer asset
atau penyerahan jasa di masa datang sehingga definisi FSAb berlebihan
(redundant). Oleh karena itu, Kam mengusulkan pemfrasaan kembali
definisi kewajiban sebagai berikut :
Liabilities are obligations of a particular entity which necessitate the entity
to transfer assets or render services to other entities in the future, and are
the results of past transactions or events.
Keharusan mengorbankan sumber ekonomik dapat timbul akibat
perjanjian (kontrak) antara dua kesatuan usaha, pengenaan/pemaksaan
(imposition) pada entitas oleh pemerintah atau pengadilan, atau kondisi
lingkungan bisnis (sosial,politik, dan ekonomik). Pengertian kewajiban
mencakupi keharusan kontraktual (contractual atau legally enforceable
obligations), keharusan konstruktif atau bentukkan (constructive
obligations), keharusan demi keadilan (contingent obligations). Walaupun
secara definisional keharusan-keharusan tersebut menimbulkan kewajiban,
tidak semua kewajiban harus diakui dalam akuntansi.
Keharusan Kontraktual adalah keharusan yang timbul akibat perjanjian
atau peraturan hukum yang didalamnya kewajiban bagi suatu kesatuan
usaha dinyatakan secara eksplisit atau implisit dan mengikat. Kewajiban ini
muncul karena aspek hokum sebagai lingkungan eksternal yang tidak dapat
dihindari (unavoidable) dan yang dapat memaksakan secara hokum untuk
memenuhinya (legally enforceable. Penghindaran kewajiban dari keharusan
kontraktual menimbulkan sanksi atau hukuman (penalty). Pihak yang harus
dilunasi pada umumnya sudah jelas (identifiable0 dan bukti tentang adanya
keharusan ini biasanya didukung oleh dokumen tertulis sehingga
keterverifikasiannya tinggi. Utang pajak, utang bunga, utang usaha, utang
wesel, dan utang obligasi merupakan kewajiban yang berkaitan dengan
keharusan kontraktual.
Keharusan Konsruktif adalah keharusan yang timbul akibat kebijakan
kesatuan usaha dalam rangka menjalankan dan memajukan usahanya untuk
memenuhi apa yang disebut praktik usaha yang baik (best business
practices) atau etika bisnis (business ethics) dan bukan untuk mmenuhi
kewajiban yuridis. Kebijakan tersebut menimbulkan kewajiban karena
kesatuan usaha sengaja member , mengkonstruksi, atau membentuk hak
bagi pihak lain (misalnya, pelanggan, pemasok, pegawai, atau perusahaan
lain) tanpa harus melalui perjanjian tertulis yang disepakati kedua belah
pihak. Contah kewajiban yang masuk dalam kategori ini antara lain adalah
kebersediaan perusahaan untuk untuk membayar atau membeli kembali
botol gelas minuman dengan harga yang ditentukan (misalnya botol Coca-
cola), servis gratis yang dijanjikan oleh dealer sepeda motor, pengembalian
uang (refund) untuk barang yang ternyata cacat atau rusak, pengantian harga
film oleh toko cuci-cetak bila film hilang atau rusak, dan tunjangan hari raya
untuk karyawan.
Keharusan Demi Keadilan adalah keharusan yang ada sekarang yang
menimbulkan kewajiban bagi perusahaan semata-mata karena panggilan etis
atau moral daripada karena peraturan hokum atau praktik bisnis yang sehat.
Keharusan ini muncul dari tugas (duties) kepada pihak lain untuk
melaksanakan sesuatu yang dipandang wajar, adil, dan benar menurut hati
nurani (conscience) dan rasa keadilan (sense of justice). Tidak ada sanksi
hukum untuk tidak memenuhi keharusan ini tetapi kewajiban ini mengikat
lantaran sanksi social atau moral. Kewajiban ini memberi donasi untuk
badan amal tiap akhir tahun dan kewajiban memberi hadiah kepada
penduduk yang tinggal disekitar pabrik karena ketidaknyamanan yang
ditimbulkannya merupakan contih kewajiban yang dilandasi oleh
keharusan demi keadilan ini. Keharusan konstruktif dan demi keadilan
merupakan keharusan karena kehendak sendiri atau pertimbangan internal
walaupun bentuk konsekuensi keuangannya sama seperti keharusan
kontraktual.
Keharusan bergantung atau bersyarat adalah keharusan yang
pemenuhannya (jumlah rupiahnya atau jadi tidaknya dipenuhi) tidak pasti
karena bergantung pada kejadian masa datang atau terpenuhinya syarat-
syarat tertentu dimasa datang. Kebergantungan adalah suatu kondisi, situasi,
atau serangkaian keadaan yang melibatkan ketidakpastian yang menyangkut
laba atau rugi yang mungkin terjadi. Munculan yang harus dikonfirmasi
dengan kejadian atau syarat masa datang untuk kedua kebergantungan
tersebut adalah :
1. Yang berkaitan dengan kebergantungan laba : perusahaan mungkin
memperoleh asset atau tidak tergantung pada ejadian masa datang.
2. Yang berkaitan dengan kebergantungan rugi : hilangnya atau turunnya
nilai suatu asset atau tidak atau timbulnya suatu kewajiban atau tidak.
Keharusan bergantung merupakan salah satu bentuk kebergantungan yang
berkaitan dengan rugi selanjutnya FASB menjelaskan bahwa bila terdapat
kebergantungan rugi, kemungkinan atau kebolehjadian bahwwa suatu atau
beberapa kejadian masa datang akan akan memastikan munculan di atas
dapat berkisar dari cukup pasti sampai jauh dari pasti dengan agak
pasti diantara keduanya didefinisikan sebagai berikut :
a. Cukup pasti : Suatu atau beberapa kejadian masa datang boleh jadi
terjadi.
b. Agak pasti : Kemungkinan bahwa suatu atau beberapa kejadian masa
datang terjadilah adalah lebih dari jauh dari pasti tetapi kurang dadi
cukup pasti.
c. Jauh dari pasti : Kemungkinan bahwa suatu atau beberapa kejadian
masa datang terjadi adalah kecil atau tipis.

Keharusan sekarang merupakan karakteristik dari kewajiban.


Keempat keharusan diatas merupakan keharusan sekarang yang memenuhi
kritaria kewajiban. Untuk keharusan kontraktual, konstruktif, dan demi
keadilan pengorbanan sumber ekonomik masa datang pada umumnya
dianggap cukup pasti karena kesepakatan telah dicapai atau kebijakan telah
diputuskan sehingga sudah cukup jelas jumlah dan waktu pengorbanannya.
Untuk keharusan bergantung, pengorbanan sumber ekonomik masa datang
belum pasti baik jumlah rupiah maupun jadi tidaknya.oleh karena itu, tidak
semua kewajiban yang timbul akibat keharusan sekarang tersebut dapat
diakui sebagai kewajiban.

Akibat transaksi atau kejadian masa lalu


Transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi
definisi tetapi bukan kriteria untuk pengakuan. Jadi, adanya pengorbanan
manfaat ekonomi masa datang tidak cukup untuk mengakui suatu objek
kedalam kewajiban kesatuan usaha untuk dilaporkan via statemen keuangan.
Transaksi masa lalu disini adalah transaksi yang menimbulkan
keharusan sekarang telah terjadi. Sebagai contoh, karena perusahaan mendapat
pinjaman bank (dengan kontrak), keharusan sekarang berupa keharusan
kontraktual timbul pada akhir periode akuntansi. Dalam hal ini
penandatanganan kontrak merupakan peristiwa yang yang telah terjadi dan
menimbulkan keharusan. Akan tetapi tidak semua penandatanganan kontrak
dengan sendirinya menimbulkan keharusan. Sebelum salah satu pihak
melaksanakan apa yang diperjanjikan, kontrak akan bersifat eksekutori.
Tuntutan ganti rugi resmi dari pihak lain atas tuduhan pelanggaran hak
paten yang diajukan ke pengadilan dalam suatu tahun menimbulkan keharusan
sekarang bagi perusahaan diakhir tahun meskipun pengorbanan suatu
ekonomik masa datangnya masih bergantung pada keputusan pegadilan.
Tuntutan yag diajukan merupakan peristiwa yang telah terjadi yang
menimbulkan keharusan sekarang sehingga keharusan tersebut memenuhi
criteria kewajiban meskipun sifatnya bergantung. Jadi untuk memenuhi
kewajiban, keharusan sekarang didahului transaksi atau kejadian masa lalu.
Kebanyakan kewajiban terjadi karena adanya transaksi pertukaran
antara kesatuan usaha dan kesatuan usaha lainnya. Anggaran pembelian suatu
mesin yang telah disetujui dan krsatuannya usaha lainnya. Anggaran
pembelian suatu mesin yang telah disetujui disertai jadwal pembelian dan
pembayaran mempunyai implikasipengorbanan sumber ekonomi di masa
depan. Akan tetapi, anggaran tidak menimbulsk nkeharusan sekarang atau
kewajiban meskipun persetujuan anggaran dapat dipandang sebagai kejadian
masa lalu. Alasannya adalah belum terjadi transaksi atau kejadian yang
memberi kesatuan usaha penguasaan atau pengendalian terhadap manfaat
ekonomi masa datang atau yang mengharuskan kesatuan usaha mentranser
asset atau menyediakan jasa keada kesatuan usaha lain. Pengakuan asset atau
kewajiban atas dasar anggaran merupakan pengakuan yang bersifat hipotesis.

Karakteristik Pendukung
FASB menyebutkan beberapa karakteristik pendukung yaitu :
1. Keharusan membayar kas
Pelunasan kewajiban pada umumnya dilakukan dengan
pembayaran kas.
Esensi kewajiban lebih terletak pada pengorbanan manfaat ekonomik
masa datang daripada terjadinya pengeluaran kas. Adanya pengeluaran
kas merupakan hal penting untuk mengaplikasikan definisi kewajiban
karena dua hal :
a. Sebagai bukti adanya suatu kewajiban
b. Sebagai pengukur atribut atau besarnya kewajiban yang cukup
objektif
2. Identitas terbayar jelas
Bila identitas terbayar sudah jelas, hal tersebut hanya menguatkan
bahwa kewajiban memang ada tetapi untuk menjadi kewajiban identitas
terbayar tidak harus dapat ditentukan pada saat keharusan terjadi.
Jadi, yang penting adalah bahwa keharusan sekarang pengorbanan
sumber ekonomik dimasa datang telah ada dan bukan siapa yang harus
dilunasi atau dibayar. Akan tetapi, pada saat pelunasan kewajiban, terbayar
dengan sendirinya harus teridentifikasi.
3. Berkekuatan hokum
Keharusan melakukan pengorbanan manfaat ekonomik masa
deatang tidak harus timbul dari desakan pihak eksternal tetapi dari minat
atau kebijakan internal manajemen. Itulah sebabnya kewajiban mencakupi
pengorbanan sumber ekonomik masa depan yang timbul akibat keharusan
konstruktif dan demi keadilan. Main pihak lain seperti utang usaha tidak
harus di dukung oleh dokumen yang berkekuatan hukum atau mempunyai
daya paksa secara hukum untuk memenuhi definisi kewajiban. Akan tetapi,
demi keadilam dan kewajaran, perusahaan harus membayar utang usaha
tersebut. Pendapatan sewa tak terhak, laba kotor tangguhan, dan beberapa
pos lain yang timbuk dalam penyesuaian akhir tahun memenuhi criteria
sebagai kewajiban meskipun tidak dilandasi oleh daya paksa secara hukum
dan bahkan bukan merupakan keharusan pengorbanan sumber ekonomik.
Itulah sebabnya, definisi kewajiban APB memasukkan beberapa pos kredit
tangguhan yang non keharusan sebagai kewajiban. Laba kotor tangguhan
adalah contoh kredit tangguhan yang bukan keharusan. Pos kredit
tangguhan yang merupakan keharusan misalnya adalah kredit pajak
tangguhan.
2.2 Pengakuan Liabilitas
Pengakuan mengikuti aturan standar dari SFAC 5 yang menyatakan
bahwa suatu kewajiban harus diakui sebagai kewajiban apabila memenuhi
empat kriteria umum, yaitu:
1. Memenuhi definisi suatu kewajiban
2. Dapat diukur
3. Relevan
4. Dapat diandalkan
Tujuan dari penilaian kewajiban adalah bahwa pengukuran kewajiban
harus memungkinkan penyajian informasi kepada investor dan kreditor
sebagai sarana untuk meramalkan arus kas. Tujuan lain mencakup penilaian
sebagai dasar untuk perbandingan laba antar periode dan antar perusahaan,
dan sebagai perbandingan dari klaim beberapa pemegang ekuitas.

Pada prinsipnya, kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat


akibat transaksi yang sebelumnya telah terjadi. Mengikatnya suatu keharusan
harus di evaluasi atas dasar kaidah pengakuan. Empat kaidah pengakuan
untuk menandai pengakuan kewajiban, yaitu:

a. Ketersediaan dasar hukum

Kaidah ini terkait dengan kualitas keterandalan dan keberpautan


informasi. Ketersediaan dasar hukum yang menimbulkan daya paksa
hanya merupakan karakteristik pendukung definisi kewajiban tadi. Jadi,
kaidah ini tidak mutlak sehingga kewajiban juga dapat diakui bila terdapat
bukti substantif hanya keharusan konstruktif atau demi kedilan.
b. Keterterapan konsep dasar konservatisma
Kaidah ini merupakan penjabaran teknis kriteria keterandalan.
Implikasi dianutnya konsep konservatisma adalah rugi dapat segera diakui
tetapi tidak demikian dengan untung. Ini berarti kewajiban dapat diakui
segera sedangkan aset tidak.
c. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi
Substansi suatu transaksi dapat memicu pencatatan seluruh
kewajiban yang timbul ketika transaksi terjadi meskipun secara
yuridis/kontraktual kewajiban baru akan mengikat secara berkala pada
saat keharusan sekarang timbul. Dalam hal ini, kewajiban dapat atau
bahkan harus diakui jika secara substantif sewaguna tersebut sebenarnya
adalah pembelian angsuran.
d. Keterukuran nilai kewajiban
Keterukuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai kualitas
keterandalan informasi. Oleh karena itu, adanya kepastian mengenai
jumlah rupiah dapat memicu diakuinya suatu kewajiban. Jika pengukuran
suatu pos kewajiban bersifat sangat subjektif dan arbitrer, pada umumnya
pos tersebut tidak diakui.
Yang menjadi masalah teknis adalah kapan keempat kaidah di atas
dipenuhi. Hal ini berkaitan dengan penentuan saat pengakuan kewajiban.
Hendriksen dan Van Breda menunjukkan saatsaat untuk mengakui
kewajiban yaitu:
a. Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan
kewajiban telah mengikat. Dalam hak kontrak eksekutori, pengakuan
menunggu sampai salah satu pihak memanfaatkan/menguasai manfaat
yang diperjanjikan atau memenuhi kewajibannya.
b. Bersamaan dengan pengakuan biaya jika barang dan jasa yang menjadi
biaya belum dicatat sebagai aset sebelumnya.
c. Bersamaan dengan pengakuan aset. Kewajiban timbul ketika hak untuk
menggunakan barang dan jasa diperoleh.
d. Pada akhir perioda karena penggunaan asas akrual melalui proses
penyesuaian. Pengakuan ini menimbulkan pos utang atau kewajiban
akruan.
Keempat kaidah tersebut di atas sebagai bukti teknis dan ketentuan
saat pencatatan pada umumnya mudah diidentifikasi dan diterapkan untuk
keharusan kontraktual, konstruktif, dan demi keadilan.

Pengakuan Kewajiban Bergantung


Untuk keharusan bergantung (khususnya rugi bergantung yang
menimbulkan kewajiban), kaidah pengakuan keempat (keterukuran nilai
kewajiban) dan pasti setidaknya pengorbanan sumber ekonomik masa datang akan
terjadi menimbulkan masalah pengakuan. Oleh karena itu, diperlukan ketentuan
yang lebih tegas untuk mengakui kewajiban yang berkaitan dengan rugi
bergantung. FSAB memberi contoh keadaankeadaan kebergantungan rugi yang
berpotensi memicu pengakuan kewajiban sebagai berikut:
a. Ketertagihan piutang usaha
b. Keharusan berkaitan dengan jaminan produk dan kerusakan produk
c. Risiko rugi atau kerusakan properitas (fasilitas) kesatuan usaha akibat
kebakaran, ledakan, dan bahaya lainnya.
d. Ancaman penambilan set oleh pemerintah
e. Persengketaan yang memberatkan atau menunggu keputusan
f. Klaim atau pungutan yang telah diajukan/dikenakan atau yang mungkin
(possible) terjadi
g. Risiko rugi akibat bencana yang ditanggung oleh perusahaan asurnsi kerugian
dan kecelakaan dan perusahaan reasuransi
h. Jaminan bank komersial dalam ikatan standby letters of credit
i. Perjanjian untuk membeli kembali piutang atau asset yang terkait yang telah
dijual

2.3 Pengukuran Liabilitas (Kewajiban)

Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam mata uang


asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata
uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.

Nilai nominal atas kewajiban mencerminkan nilai kewajiban


pemerintah pada saat pertama kali transaksi berlangsung seperti nilai yang
tertera pada lembar surat utang pemerintah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti
transaksi pembayaran, perubahan penilaian dikarenakan perubahan kurs valuta
asing, dan perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan
dengan menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut.

Penggunaan nilai nominal dalam menilai kewajiban mengikuti


karakteristik dari masing-masing pos.

Utang kepada Pihak Ketiga (Account Payable)


Terhadap barang/jasa yang telah diterima pemerintah dan belum
dibayar, termasuk barang dalam perjalanan yang telah menjadi haknya,
pemerintah mengakui kewajiban tersebut sebagai utang di neraca.

Contoh: Kontraktor membangun fasilitas atau peralatan sesuai dengan


spesifikasi yang ada pada kontrak perjanjian dengan pemerintah.
Kontraktor tersebut sudah menyelesaikan porsi pekerjaan tahap I dan telah
menyerahkan kepada pemerintah. Jumlah tagihan termin I tersebut sampai
akhir tahun belum dibayar. Oleh karena itu, jumlah tersebut merupakan
utang yang harus disajikan di neraca.

Apabila dalam jumlah kewajiban terdapat utang yang disebabkan


adanya transaksi antar unit pemerintahan, penyajiannya harus dipisahkan
dari kewajiban kepada unit nonpemerintahan.

Utang Bunga (Accrued Interest)


Utang bunga pinjaman pemerintah dicatat sebesar biaya bunga yang
telah terjadi dan belum dibayar. Bunga dimaksud dapat berasal dari utang
pemerintah baik dari dalam maupun luar negeri. Utang bunga pinjaman
pemerintah yang belum dibayar harus diakui pada setiap akhir periode
pelaporan sebagai bagian dari kewajiban jangka pendek.

Pengukuran dan penyajian utang bunga di atas juga berlaku untuk


sekuritas pemerintah yang diterbitkan pemerintah pusat dalam bentuk
Surat Utang Negara (SUN) dan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah
(provinsi, kota, dan kabupaten) dalam bentuk dan substansi yang sama
dengan SUN.

Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)


Pada akhir periode pelaporan, saldo pungutan/potongan untuk PFK
yang belum disetorkan kepada yang berhak harus disajikan sebagai utang
di neraca sebesar jumlah yang masih harus disetorkan.

Jumlah pungutan/potongan PFK yang dilakukan pemerintah harus


diserahkan kepada pihak lain sejumlah yang sama dengan jumlah yang
dipungut/dipotong. Pada akhir periode pelaporan biasanya masih terdapat
saldo pungutan/potongan yang belum disetorkan kepada pihak lain.
Jumlah saldo pungutan/potongan tersebut harus disajikan di neraca
sebesar jumlah yang masih harus disetorkan sebagai utang PFK.

Contoh: Pada Tahun 2006, Pemprov Maluku memungut iuran Askes,


tabungan perumahan, Pajak Penghasilan atas Gaji dari pegawai pemerintah
provinsi tersebut sebesar Rp 10 juta. Pada 31 Desember 2006, diketahui
jumlah pungutan yang telah disetor ke PT Askes, Perum Perumnas dan
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) adalah sebesar Rp 8
juta.

Atas transaksi tersebut, Pemprov Maluku seharusnya menyetor jumlah


PFK (iuran Askes, Tabungan Perumahan dan Pajak Penghasilan) sebesar
yang dipungut yaitu Rp 10 Juta. Tetapi pemda tersebut baru menyetor
hanya sebesar Rp 8 juta, oleh sebab itu Pemprov Maluku harus mencatat
Hutang PFK di Neraca Per 31 Desember 2006 sebesar Rp 2 Juta.

Bagian Lancar Utang Jangka Panjang

Nilai yang dicantumkan dalam laporan keuangan untuk bagian lancar


utang jangka panjang adalah jumlah yang akan jatuh tempo dalam waktu 12 (dua
belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Contohnya Pinjaman obligasi yang jatuh
tempo tahun yang akan datang sebesar Rp 1 Milyar disajikan sebesar nilai
nominal.

Kewajiban Lancar Lainnya (Other Current Liabilities)

Kewajiban lancar lainnya merupakan kewajiban lancar yang tidak


termasuk dalam kategori utang jangka pendek di atas. Termasuk dalam kewajiban
lancar lainnya tersebut adalah biaya yang masih harus dibayar pada saat laporan
keuangan disusun. Pengukuran untuk masing-masing item disesuaikan dengan
karakteristik masing-masing pos tersebut, misalnya utang gaji kepada pegawai
dinilai berdasarkan jumlah gaji yang masih harus dibayar atas jasa yang telah
diserahkan oleh pegawai tersebut.

Utang Pemerintah yang tidak Diperjualbelikan dan yang


Diperjualbelikan

Penilaian utang pemerintah disesuaikan dengan karakteristik utang


tersebut yang dapat berbentuk:

Utang Pemerintah yang tidak diperjualbelikan (Non-traded Debt)

Utang Pemerintah yang diperjualbelikan (Traded Debt)


Utang Pemerintah yang tidak Diperjualbelikan (Non-Traded Debt)

Nilai nominal atas utang pemerintah yang tidak diperjualbelikan (non-


traded debt) merupakan kewajiban entitas kepada pemberi utang sebesar pokok
utang dan bunga sesuai yang diatur dalam kontrak perjanjian dan belum
diselesaikan pada tanggal pelaporan.

Contoh dari utang pemerintah yang tidak dapat diperjualbelikan adalah


pinjaman bilateral, multilateral, dan lembaga keuangan international seperti IMF,
World Bank, ADB dan lainnya. Bentuk hukum dari pinjaman ini biasanya dalam
bentuk perjanjian pinjaman (loan agreement).

Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga tetap, penilaian dapat


menggunakan skedul pembayaran (payment schedule) menggunakan tarif bunga
tetap. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga variabel, misalnya tarif bunga
dihubungkan dengan satu instrumen keuangan atau dengan satu indeks lainnya,
penilaian utang pemerintah menggunakan prinsip yang sama dengan tarif bunga
tetap, kecuali tarif bunganya diestimasikan secara wajar berdasarkan data
sebelumnya dan observasi atas instrumen keuangan yang ada.

Utang Pemerintah yang Diperjualbelikan (Traded Debt)

Akuntansi untuk utang pemerintah dalam bentuk yang dapat


diperjualbelikan, misalnya obligasi atau Surat Utang Negara seharusnya dapat
mengidentifikasi jumlah sisa kewajiban dari pemerintah pada suatu waktu tertentu
beserta bunganya untuk suatu periode akuntansi. Untuk penilaian surat utang ini
perlu data hasil penjualan, dan nilai pada saat jatuh tempo atas jumlah yang akan
dibayarkan kepada pemegangnya.

Utang pemerintah yang dapat diperjualbelikan biasanya dalam bentuk


sekuritas utang pemerintah (government debt securities) yang dapat memuat
ketentuan mengenai nilai utang pada saat jatuh tempo.

Jenis surat utang pemerintah ini dinilai sebesar nilai pari (original face
value) dengan memperhitungkan diskonto atau premium yang belum diamortisasi.
Surat utang pemerintah yang dijual sebesar nilai pari (face) tanpa diskonto
ataupun premium harus dinilai sebesar nilai pari (face). Surat utang yang dijual
dengan diskonto akan bertambah nilainya selama periode penjualan dan jatuh
tempo; sedangkan surat utang yang dijual dengan harga premium nilainya akan
berkurang.

Amortisasi atas diskonto atau premium dapat menggunakan metode garis


lurus.

Sebagai contoh : Pemerintah menerbitkan obligasi retail seri 001 sebanyak


1.000.000 lembar dengan nilai nominal Rp 1.000.000 per lembar. Pada tanggal 2
Januari 2006 hasil penjualan bersih obligasi ini adalah Rp 1.100.000.000.000
Obligasi ini jatuh tempo 2 Januari 2011. Metode amortisasi yang digunakan
adalah garis lurus.

Nilai obligasi yang disajikan di neraca per 31 Desember 2006 adalah:

Nilai Nominal Rp 1.000.000.000.000

Premium

Rp 100.000.000.000-(1/5X100.000.000000) = Rp (20.000.000.000)

= Rp 1.080.000.000.000

Perubahan Valuta Asing

Utang pemerintah dalam mata uang asing dicatat dengan menggunakan


kurs tengah bank sentral saat terjadinya transaksi. Kurs tunai yang berlaku pada
tanggal transaksi sering disebut kurs spot (spot rate). Untuk alasan praktis, suatu
kurs yang mendekati kurs tanggal transaksi sering digunakan, misalnya rata-rata
kurs tengah bank sentral selama seminggu atau sebulan digunakan untuk seluruh
transaksi pada periode tersebut. Namun, jika kurs berfluktuasi secara signifikan,
penggunaan kurs rata-rata untuk suatu periode tidak dapat diandalkan.

Pada setiap tanggal neraca pos kewajiban moneter dalam mata uang asing
dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah bank
sentral pada tanggal neraca. Selisih penjabaran pos kewajiban moneter dalam
mata uang asing antara tanggal transaksi dan tanggal neraca dicatat sebagai
kenaikan atau penurunan ekuitas dana periode berjalan.
Konsekuensi atas pencatatan dan pelaporan kewajiban dalam mata uang
asing akan mempengaruhi pos pada Neraca untuk kewajiban yang berhubungan
dan ekuitas dana pada entitas pelaporan.

Apabila suatu transaksi dalam mata uang asing timbul dan diselesaikan
dalam periode yang sama, maka seluruh selisih kurs tersebut diakui pada periode
tersebut. Namun jika timbul dan diselesaikannya suatu transaksi berada dalam
beberapa periode akuntansi yang berbeda, maka selisih kurs harus diakui untuk
setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs untuk masing-
masing periode.

Contoh:

Utang dalam US $ 1.000 equivalen dengan Rp 10.000.000 tercatat di buku besar.


Pada tanggal 31 Desember 2005 kurs tengah BI untuk US $ 1 adalah Rp 9.200,-
Penyajian di neraca adalah Rp 9.200.000. ( US $ 1.000 X Rp 9.200).

2.4 Pengungkapan dan Penyajian Liabilitas dalam Laporan Keuangan

Secara umum, kewajiban disajikan dalam neraca berdasarkan urutan


kelancarannya sejalan dengan aset. PSAK No. 1 menggariskan bahwa aset lancar
disajikan menurut urutan likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan
jatuh tempo. Ini berarti kewajiban jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada
kewajiban jangka panjang. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pembaca
untuk mengevaluasi likuiditas perusahaan. PSAK No. 1 menentukan bahwa
semua kewajiban yang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek
diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Kriteria tersebut adalah (a)
diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi
perusahaan, atau (b) jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal
neraca.

Penyajian Kewajiban Lancar

Dalam praktek, kewajiban lancar biasanya dicatat dalam catatan


akuntansi dan dilaporkan dalam laporan keuangan pada nilai penuh jatuh
temponya. Karena singkatnya priode waktu yang terlibat, yang sering kali
kurang dari satu tahun. Maka perbedaan antara nilai sekarang kewajiban
lancar dan nilai jatuh temponya biasanya tidak besar. Akun kewajiban
lancar biasanya disajikan sebagai klasifikasi pertama dalam kelompok
kewajiban dan ekuitas pemegang saham di neraca. Dalam kelompok
kewajiban lancar akun-akun itu dapat dicantumkan menurut jatuh
temponya, dalam jumlah yang menurun, atau menurut prefensi
likuiditasnya.

Penyajian hutang jangka panjang

Perusahaan yang mempunyai banyak terbitan hutang jangka


panjang dalam jumlah besar seringkali hanya melaporkan satu akun dalam
neraca dan mendukungnya dengan komentar serta skedul dalam catatan
yang menyertainya. Pengungkapan catatan umumnya berisi dari
kewajiban, tanggal jatuh tempo, suku bunga, provisi penarikan,
pembatasan yang dilakukan oleh kreditor, dan aktiva yang disepakati atau
digadaikan sebagai jaminan.

Kewajiban disini diantaranya: Kewajiban Kontinjensi Dan Kewajiban Diestimasi

Kewajiban kontinjensi

Pengertian Kewajiban kontinjensi adalah:

a) Kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu, dan


keberadaannya menjadi pasti dengan terjadi atau tidak terjadinya satu
peristiwa atau lebih pada masa depan yang tidak sepenuhnya berada
dalam kendali pemerintah; atau

b) Kewajiban kini yang timbul sebagai akibat peristiwa masa lalu,


tetapi tidak diakui, karena:

1) tidak terdapat kemungkinan besar (not probable ) pemerintah


mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat
ekonomis untuk menyelesaikan kewajibannya; atau
2) jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal.

- Keuntungan kontinjensi

Keuntungan kontinjensi (gain contingencies) adalah klaim atau


hak untuk menerima aktiva (atau memiliki kewajiban yang menurun)
yang keberadaannya tidak pasti tetapi pada akhirnya akan menjadi sah.
Jenis keuntungan kontoinjensi yang khas adalah :

1. Penerimaan yang mungkin atas uang dari hadia, sumbangan, bonus,


dan lain sebagainya.

2. Kemungkinan pengembalian dana dari pemerintah atas kelebihan


pajak

3. Penundaan kasus pengadilan yang hasilnya mungkin


menguntungkan

4. Kerugian pajak yang dikompensasi ke depan

- Kerugian Kontinjensi

Kerugian kontingensi (loss contiengencies) adalah situasi yang


melibatkan ketidakpastian atas kemungkinan terjadinya kerugian.
Kewajiban yang terjadi sebagai akibat dari kerugian kontinjensi
menurut defenisinya disebut sebagai kewajiban kontinjen. Kewajiban
kontijen (contiegencies liabilities) adalah kewajiban yang bergantung
pada terjadinya atau tidak terjadinya satu atau lebih kejadian di masa
depan untuk mengkonfirmasi jumlah hutang, pihak yang dibayar,
tangal pembayaran, atau keberadaannya.

Apabila terdapat kerugian kontinjensi, maka kemungkinan


bahwa kejadian di masa depan akan menguatkan terjadinya kewajiban
dapat berkisar dari sangat mungkin hingga kurang mungkin.

- Pengakuan

Banyak peristiwa masa lalu yang dapat menimbulkan


kewajiban kini. Walaupun demikian, dalam beberapa peristiwa yang
jarang terjadi, misalnya dalam tuntutan hukum, dapat timbul
perbedaan pendapat mengenai apakah peristiwa tertentu sudah terjadi
atau apakah peristiwa tersebut menimbulkan kewajiban kini. Jika
demikian halnya, perusahaan menentukan apakah kewajiban kini telah
ada pada tanggal neraca dengan mempertimbangkan semua bukti yang
tersedia, termasuk misalnya pendapat ahli. Bukti yang
dipertimbangkan mencakup, antara lain, bukti tambahan yang
diperoleh dari peristiwa setelah tanggal neraca. Atas dasar bukti
tersebut, apabila besar kemungkinan bahwa kewajiban kini belum ada
pada tanggal neraca, pemerintah mengungkapkan adanya kewajiban
kontingensi. Pengungkapan tidak diperlukan jika kemungkinan arus
keluar sumber daya kecil. Kewajiban kontingensi dapat berkembang
ke arah yang tidak diperkirakan semula. Oleh karena itu, kewajiban
kontingensi harus terus-menerus dikaji ulang untuk menentukan
apakah tingkat kemungkinan arus keluar sumber daya bertambah
besar(probable ). Apabila kemungkinan itu terjadi, maka manajemen
akan mengakui kewajiban diestimasi dalam laporan keuangan periode
saat perubahan tingkat kemungkinan tersebut terjadi, kecuali nilainya
tidak dapat diestimasikan secara andal. Pengukuran Besaran
kewajiban kontingensi tidak dapat diukur secara eksak. Untuk itu
diperlukan pertimbangan profesional oleh pihak yang berkompeten.
Penyajian dan Pengungkapan Kewajiban kontingensi tidak disajikan
pada neraca , namun demikian perusahaan harus mengungkapkan
kewajiban kontingensi pada Catatan atas Laporan Keuangan untuk
setiap jenis kewajiban kontingensi pada tanggal neraca.

- Pengukuran

Besaran kewajiban kontingensi tidak dapat diukur secara


eksak. Untuk itu diperlukan pertimbangan profesional oleh pihak yang
berkompeten

- Penyajian Dan Pengungkapan


Kewajiban kontingensi tidak disajikan pada neraca, namun
demikian harus mengungkapkan kewajiban kontingensi pada Catatan
atas Laporan Keuangan untuk setiap jenis kewajiban kontingensi pada
tanggal neraca.

Pengungkapan tersebut dapat meliputi:

1. Karakteristik kewajiban kontingensi;

2. Estimasi dari dampak finansial yang diukur;

3. Indikasi tentang ketidakpastian yang terkait dengan jumlah atau


waktu aruskeluar sumber daya;

4. Kemungkinan penggantian oleh pihak ketiga

Kewajiban Destimasi

- Pengertian

Kewajiban diestimasi adalah kewajiban yang waktu dan jumlahnya


belum pasti. Kewajiban diestimasi dapat dibedakan dari kewajiban lain,
seperti utang dagang dan akrual, karena pada kewajiban diestimasi
terdapat ketidakpastian mengenai waktu atau jumlah yang harus
dikeluarkan pada masa datang untuk menyelesaikan kewajiban diestimasi
tersebut.

- Pengakuan

Kewajiban diestimasi harus diakui apabila ketiga kondisi berikut


dipenuhi:

a) Perusahaan memiliki kewajiban kini (baik bersifat hukum maupun


bersifat konstruktif) sebagai akibat peristiwa masa lalu;

b) besarkemungkinan (probable) penyelesaian kewajiban


tersebutmengakibatkan arus keluar sumber daya; dan
c) estimasi yang andal mengenai jumlah kewajiban tersebut dapat dibuat.

- Pengungkapan

Untuk setiap jenis kewajiban diestimasi, entitas harus


mengungkapkan:

a) Nilai tercatat pada awal dan akhir periode;

b) Kewajiban diestimasi tambahan yang dibuat dalam periode


bersangkutan, termasuk peningkatan jumlah pada kewajiban
diestimasi yang ada;

c) Jumlah yang digunakan, yaitu jumlah yang terjadi dan dibebankan


pada kewajiban diestimasi selama periode bersangkutan;

d) Jumlah yang belum digunakan yang dibatalkan selama periode


bersangkutan; dan

e) Peningkatan, selama periode yang bersangkutan, dalam nilai kini yang


timbul karena berlalunya waktu dan dampak dari setiap perubahan
tingkat diskonto.ormasi komparatif tidak diharuskan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kewajiban mempunyai tiga karakteristik utama yaitu pengorbanan
manfaat ekonomi masa datang, menjadi keharusan sekarang dan
timbul akibat transaksi ataukejadian masa lampau
Pengertian kewajiban merupakan bayangan cermin pengertian aset.
Transaksi atau kejadian masa lalu menimbulkan penguasaan sekarang
perolehan manfaat ekonomik masa datang untuk aset
sedangkan untuk kewajiban hal tersebutmenimbulkan keharusan sekarang
pengorbanan manfaat ekonomik masa datang.
DAFTAR PUSTAKA

Wahyudiono. 2011. Kewajiban. [Online] :


http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:http://wahyudiono.dosen.narotama.ac.id/files/2011/09/MK-TA-08.doc
(diakses pada 12 Februari 2017)

Dharul Fadli, Ridho. 2015. Konsep Kewajiban. [Online] :


https://www.academia.edu/13569509/Teori_Akuntansi_Bab_6_Konsep_Kewajiba
n (diakses pada 12 Februari 2017)

__________. 2011 Pengakuan Liabilitas.


http://mariberlajarbersama.blogspot.co.id/2012/11/tugas-teori-akuntansi-
liabilitas.html. Diakses 11 Februari 2017.

Munandar, Asdar. 2012. Kewajiban dan Ekuitas. [Online].


http://asdarmunandar.blogspot.com/2012/01/kewajiban-danekuitas.html. Diakses
12 Februari 2017.

Anda mungkin juga menyukai