Anda di halaman 1dari 9

KONSEP HUTANG

Pengertian Hutang
Menurut FASB dalam SFAC No.6, Hutang adalah pengorbanan manfaat ekonomi masa
mendatang yang mungkin timbul karena kewajiban sekarang suatu entitas untuk menyerahkan
aktiva atau memberikan jasa kepada entitas lain dimasa mendatang sebagai akibat transaksi masa
lalu
Sama dengan definisi hutang yang dikemukan FASB, IAI (1994) mendefinisikan hutang
(kewajiban) merupakan hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu,
penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang
mengandung manfaat ekonomi (paragraf 62).
Menurut Soemarso (2008:81) kewajiban (hutang) adalah pengorbanan ekonomi yang
harus dilakukan perusahaan dimasa mendatang karena tindakan atau transaksi sebelumnya.
Pengorbanan ekonomi dapat berbentuk penyerahan uang, aktiva lain, jasa-jasa atau dilakukannya
pekerjaan tertentu. Tindakan atau transaksi itu dapat berupa diterimanya uang, barang atau jasa,
diakuinya suatu biaya atau kerugian. Kewajiban mengakibatkan adanya ikatan yang memberikan
hak kreditur untuk mengklaim aktiva perusahaan. Kewajiban biasanya dapat ditentukan
jumlahnya atau mudah ditaksir dan dinyatakan dalam satuan uang.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan hutang adalah pengorbanan ekonomis
untuk kepentingan masa depan yang berbentuk penyerahan aktiva dan jasa, serta sudah ada
kesepakatan dengan dua belah pihak dimasa lalu.

Karakteristik Hutang
Karakteristik hutang berkaitan dengan sisi semantic dari hutang. Pemahaman terhadap
karakteristik hutang memainkan peranan penting dalam mengidentifikasi apakah transaksi atau
peristiwa tertentu betul-betul memenuhi kriteria hutang sehingga dapat dicatat dan disajikan
dalam laporan keuangan. Karakteritik tersebut berkaitan dengan identifikasi terhadap definisi
hutang.
Sejalan dengan pengertian aktiva, hutang didefiniskan berdasarkan makna ekonomi yang
berkaitan dengan kejadial)j peritiwa masa mendatang, yaitu sesuatu yang dikaitkan dengan
manfaat ekonomi. Dari definisi yang dikemukakan FASB diatas, pengertian hutang memiliki dua
komponen utama, yaitu :
1. Kewajiban sekarang
Kewajiban sekarang memiliki arti bahwa kewajiban tersebut timbul karena pada saat
sekarang suatu entitas memiliki tanggungjawab yang tidak dapat dihindari untuk menyerahkan
barang/jasa. Kewajiban tersebut mungkin timbul dari pembelian barang/jasa, kerugian-kerugian
yang dialami dan harus ditanggung oleh perusahaan, dan lain-lain. Kewajiban yang masih
tergantung pada peristiwa masa mendatang, tidak boleh diakui sebagai hutang kecuali ada suatu
kemungkinan yang cukup besar bahwa peristiwa tersebut akan terjadi.
Obyek hutang yang sebenarnya adalah kewajiban yang ada pada saat sekarang. Oleh karena
itu menurut Kam (1990: p.111) definisi hutang yang lebih menunjukkan kondisi pada saat
sekarang adalah Kewajiban suatu unit usaha yang mempakan kehamsan bagi unit usaha tersebut
untuk menyerahkan aktiva/jasa pada pihak lain dimasa mendatang sebagai akibat transaksi masa
lalu.
Hutang sering juga disebut dengan Klaim/Hak tertentu pihak lain terhadap aktiva suatu
pemsahaan. Hal ini disebabkan suatu unit usaha dapat memiliki aktiva/jasa karena adanya pihak
lain yang menyediakan dana untuk memperoleh aktiva/jasa tersebut. Oleh karena itu, jumlah
aktiva yang ada pada neraca pada dasarnya mempakan klaim pihak lain terhadap sumber
ekonomi pemsahaan (aktiva), sehingga entitas memiliki kewajiban untuk menyerahkan
aktiva/jasa pada pihak lain tersebut. Kewajiban tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis
yaitu:
a. Kewajiban pada kreditor/hutang
b. Kewajiban pada pemilik (owners equity)
2. Hasil Transaksi Masa Lalu
Syarat lain dari hutang adalah berasal dari transaksi masa lalu. Transaksi tersebut
menunjukkan transaksi yang benar-benar telah terjadi sehingga dapat digunakan untuk
memastikan bahwa hanya kewajiban sekarang yang hams dicatat sebagai hutang dalam neraca.
Syarat ini membutuhkan adanya suatu kriteria khusus untuk menentukan apakah suatu kewajiban
telah terjadi atau belum. Misalnya suatu perusahaan melakukan pemesanan pembelian barang
secara kredit dengan suplier tertentu. Aturan yang sekarang ada menjelaskan bahwa pada saat
pemesanan tersebut dilakukan, belum terjadi adanva kewajiban yang harus diakui sampai barang
yang dibeli benar-bencH diterima oleh perusahaan atau telah terjadi perpindahan hak milik atas
barang tersebut. Jadi dalam hal ini yang dikatakan sebagai peristiwa masa lalu adalah saat
penerimaan barang, bukan saat dilakukannya pemesanan.

Terjadinya Hutang
Interpretasi terhadap kejadian yang dapat menimbulkan hutang memainkan peranan penting
dalam mengakui hutang yang akan disajikan di neraca. Hutang tidak hanya terjadi karena faktor
kontrantual yang didasarkan pada aspek yuridis, tetapi juga karena faktor lain yang memenuhi
kriteria pengakuan hutang. Dengan demikian apabila ditinjau dari substansi ekonomi suatu
transaksi / peristiwa memenuhi kriteria hutang, otomatis hutang akan diakui dan disajikan dalam
neraca.
1. Keadaan Yang Dapat Menimbulkan Hutang
Definisi yang dikemuk kan FASB di atas merupakan upaya untuk memberikan penafsiran
Semantik (interpretatif) bagi suatu unit usaha. Dua karakteristik yang penting adalah kewajiban
tersebut sudah ada pada saat itu dan harus merupakan hasil transaksi masa lalu. Jadi timbulnya
hutang tergantung pada terjadinya suatu transaksi/kejadian yang bersifat ekternal. Transaski
tersebut dapat berupa transaksi keuangan atau kejadian nonkeuangan seperti timbulnya
kecelakaan yang menimbulkan kewajiban untuk mengganti suatu kerusakan.
Kohler, (1970: hal. 263) menyatakan bahwa hutang adalah suatu jumlah yang harus
dibayar dalam bentuk uang, barang atau jasa khususnya hutang yang memiliki kriteria sebagai
berikut :
a. terjadi/ telah terjadi (current liability)
b. terjadi pada suatu saat tertentu di masa mendatang misalnya hutang untuk pembiayaan
(funded debt), hutnng yang masih harus dibayar (accrued liability)
c. terjadi karena tidak dilaksanakannya suatu tindakan di masa yang akan datang, misalnya
pendapatan yang ditangguhkan dan hutang bersyarat/ contingent liability
Atas dasar hal di atas, dapat dirumuskan bahwa hutang dapat terjadi karena beberapa faktor.
Hutang dapat terjadi karena factor berikut ini :
a. Kewajiban Lega]/Kontrak (Contractual Liabilities) : Kewajiban legal adalah hutang yang
timbul karena adanya ketentuan formal berupa peraturan hukum untuk membayar kas atau
menyerahkan barang (jasa) kepada entitas tertentu.
b. Kewajiban Konstruktif (Constructi-ve Liabilities) : Kewajiban konstrukti£ timbul karena
kewajiban tersebut sengaja diciptakan untuk tujuan/ kondisi tertentu, meskipun secara
formal tidak dilakukan melalui perjanjian tertulis untuk membayar sejumlah tertentu
dimasa yang akan datang.
c. Kewajiban Equitabel (Equitable Liabilities) : Kewajiban ekuitabel adalah hutang yang
timbul karena adanya kebijakan yang diambil oleh perusahaan karena alas an moral/ etika
dan perlakuannya diterima oleh praktik secara umum (contohnya: hutang garansi).
Kewajiban equitabel dapat dianggap sebagai kewajiban oleh kedua belah pihak yang
terlibat meskipun terjadinya tidak melalui proses hukum. Jadi kewajiban/hutang yang
dicatat dalam laporan keuangan tidak harus berasal dari kewajiban/hutang yang sah
menurut aturan hukum.Biasanya kewajiban ini timbul karena adanya keharusan untuk
membuat pembayaran di masa mendatang derni hubungan bisnis yang baik atau karena
kebiasaan pelaku bisnis yang dianggap baik.
2. Unconditional Right of Offset
Kewajiban yang berasal dari kontrak berjalan untuk memperoleh suatu barang dan jasa di
masa mendatang dapat dikatakan sebagai suatu transaksi hutang atau sebaliknya bukan hutang.
Kewajiban tersebut merupakan suatu transaksi keuangan yang berasal dari transaksi usaha dan
menimbulkankewajiban untuk melakukan pembayaran di masa mendatang, apabila suatu
barang atau jasa telah diterima. Umumnya akuntan tidak akan mencatat kontrak tersebut
apabila tidak ada satu pihakpun yang melaksanakan suatu prestasi kerja. Alasannya adalah
sebelum barang tersedia, kewajiban pembeli terhadap hak penguasaan aktiva ditandai oleh hak
pembeli untuk menerima barang tersebut.
Atas dasar berbagai sumber terjadinya hutang di atas, secara umum dapat dirumuskan
bahwa hutang harus diakui dalam laporan keuangan apabila memenuhi kriteria berikut ini:
a. Ada kemungkinan bahwa pengorbanan potensi jasa/manfaat ekonomi masa mendatang
akan dilakukan atau akan terjadi.
b. Jumlah hutang dapat diukur dengan cukup pasti.
Sementara itu Kam (1990) mengatakan bahwa hutang dapat diakui berdasarkan kondisi
berikut ini :
a. Didasarkan pada hokum
b. Pemakaian prinsip konservatisme
c. Substansi ekonomi suatu transaksi
d. Kemampuan mengukur nilai hutang

Pengakuan Hutang
Menurut kerangka konseptual entitas akan mengakui hutang jika hutang tersebut
memenuhi definisi hutang jika :
a. Adalah mungkin (probable) bahwa manfaat ekonomi masa datang yang diasosiakan dengan
hutang terse but akan mengalir keluar dari entitas; dan
b. Hutang tersebut memiliki cost atau nilai yang dapat diukur secara handal (realible).
Dalam banyak kasus mengakui hutang akan memberikan pengguna lapoaan keuangan
dengan infomasi yang relevan. Namun demikian dalam kasus yang lain dapat juga tidak
memberikan informasi yang relevan a tau tidak cukup relevan jika dibandingkan dengan
biayanya.
a. Jika tingkat ketidak pastian dalam mengestimasi terlalu tinggi, maka relevansi estimasi
tersebut menjadi dipertanyakan. Dalam kedaan sebagai berikut dan tidak ada ukuran lain
yang tersedia terhadap hutang sehingga tidak dapat memberikan informasi yang relevan bagi
pengguna, maka hutang tidak diakui.
b. Mengakui kewajiban khusus yang menghasilkan informasi yang tidak relevan, tidak komplit
atau tidak dapat dipahami maka kewajiban tersebut juga tidak diakui sebagai hutang.

Pengukuran Hutang
Dasar pengukuran hutang adalah jumlah rupiah sumber ekonomi yang harus dikorbankan
apabila pada saat penilaian (pelaporan), hutang dilunasi. Hal ini disebabkan tujuan penyajian
hutang biasanya dikaitkan dengan masalah likuidasi. Dengan demikian, dasar penilaian yang
digunakan adalah nilai sekarang pengeluaran kas/ pengorbanan sumber ekonomi dimasa
mendatang untuk melunasi hutang tersebut sampai tanggal jatuh tempo. Atau dengan kata lain,
besamya nilai hutang tersebut harus didiskontokan dengan tingkat bunga tertentu dengan rumus
sebagai berikut :
PV =F ¿
PV = Nilai sekarang dari hutang pada tanggal penilaian
F = Aliran kas masa mendatang pada periode t dari tanggal penilaian
r = tingkat bunga

Penilaian Hutang
Penilaian hutang pada saat tertentu adalah penentuan jumlah rupiah yang harus
dikorbankan seandainya pada saat tersebut kewajiban harus dilunasi. Dengan kata lain, penilaian
adalah penentuan nilai sekarang kewajiban. Atribut Penilaian Menurut FASB
a. Nilai pasar sekarang (current market value)
b. Nilai pelunasan neto (net settlement value)
c. Nilai diskunan aliran kas masa datang (discounted value of future cash flows)
Tujuan penilaian hutang antara lain :
a. Keinginan untuk mencatat beban dan kerugian dalam penentuan laba masa berjalan
b. Pengukuran hutang harus memungkinkan penyajian informasi kepada investor dan
kreditur sebagai sarana untuk meramalkan arus kas
c. Penilaian sebagai dasar untuk perbandingan laba antar periode dan antar
perusahaan dan sebagai perbandingan dari klaim beberapa pemegang ekuitas.

Penyelesaian Hutang
Hutang dianggap selesai/ dilunasi apabila suatu perusahaan telah melakukan kewajiban
untuk menyerahkan aktiva/jasa kepada pihak lain. Dengan demikian pelunasan suaht hutang
hanya terjadi apabila terdapat penyerahan aktiva/jasa kepada pihak lain. Yang menjadi masalah
adalah apabila hutang dilunasi dengan cara menegeluarkan saham baru.
Secara konseptual, pelunasan hutang dengan menggunakan saham tidak dapat dikatakan
sebagai pelunasan hutang. Hal ini disebabkan saham tersebut bukan kelompok aktiva/jasa.
Keadaan tersebut berlaku juga untuk pelunasan hutang yang dilakukan dengan menggunakan
dividen saham. Pada saat dividen saham diumumkan, memang perusahaan memiliki kewajiban
untuk menyerahkan sahamnya sendiri. Namun demikian, saham tersebut jelas bukan aktiva/jasa,
sehingga tidak dapat dikatakan sebagai pelunasan hutang. Lain halnya kalau dividen yang
diumumkan adalah dividen kas. Pengumuman tentang pembagian dividen kas jelas akan
menimbulkan adanya hutang. Hal ini disebabkan perusahaan memiliki kewajiban untuk
menyerahkan kas dimasa mendatang. Dengan demikian pembagian dividen kas dapat dikatakan
sebagai pelunasan hutang.
IAI (1994: paragraf 62) dalam SAK menyebutkan bahwa penyelesaian kewajiban masa
kini biasanya melibatkan perusahaan untuk mengorbankan sumber daya yang memiliki manfaat
masa depan demi uniuk memenuhi tuntutan pihak lain. Penyelesaian kewajiban yang ada
sekarang dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan :
a. Pembayaran kas
b. Penyerahan aktiva
c. Pemberian jasa
d. Penggantian kewajiban tersebut dengan kewajiban yang lain atau,
e. Konversi kewajiban menjadi ekuitas
Kewajiban juga dapat dihapus dengan cara lain seperti kreditor membebaskan atau membatalkan
haknya.
1. In-Substance Defeseance
Dalam FASB statement No. 76 dijelaskan bahwa ada alternative lain yang dapat dilakukan
untuk melunasi hutang yaitu dengan cara yang dikenal dengan nama In-Substance Defeseance.
In-Substance Defeseance adalah suatu rencana perjanjian dimana seorang debitur menempatkan
sejumlah tertentu harta monoter secukupnya yang bebas resiko pada kuasa badan perwalian
(trust) tertentu untuk digunakan sebagai pembayaran hutang dimasa mendatang.
Jadi menurut FASB, berdasarkan konsep economic substance over legal form, seorang
debitur dapat menghapus hutangnya dari neraca apabila debitur tersebut telah menempatkan,
menyerahkan sejumlah tertentu kas atau aktiva monoter lainnya kepada badan perwalian untuk
digunakan sebagai pelunasan hutang. Dalam kondisi demikian, debitur tersebut tidak memiliki
kewajiban untuk melakukan pembayaran di masa mendatang dan hutangnya dianggap telah
dilunasi sehinga dikeluarkan dari neraca.
Perlakuan terhadap in-substance defeseance ini sering menimbulkan pro dan kontra.
Menurut suplemen Statement No. 76, sebenarnya dalam in substance defeseance, perusahaan
(debitur) telah menempatkan aktiva tertentu pada badan perwalian. Hal ini menunjukkan bahwa
pengorbanan telah dilakukan karena perusahaan telah menyerahkan aktiva tertentu. Sebaliknya
pihak yang mengkritik Statement tersebut menyatakan bahwa perusahaan (debitur) sebenarnya
belum melakukan kewajiban sampai kreditur benar-benaT telah dibayar.
2. Kredit Tangguhan (Deferred Credit)
Dalam APB Statement No. 4, hutang didefinisikan sebagai kewajiban ekonomi yang diakui
dan diukur sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Definisi tersebut meliputi juga
kredit tangguhan yang bukan merupakan kewajiban ekonomi. Atas dasar hal terse but, kredit
tangguhan yang bukan merupakan kewajiban juga harus dikelompokkan sebagai hutang apabila
kredit tangguhan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
Dalam laporan keuangan seringkali timbul masalah yang berkaitan dengan perlakuan kredit
tangguhan tertentu yang dimasukkan sebagai hutang. Misalnya uang muka yang dibayar pembeli
tetapi produk belum diserahkan kepada pembeli. Kasus demikian menunjukkan adanya
kewajiban untuk menyerahkan aktiva/jasa pada masa mendatang kepada pembeli. Dengan
demikian transaksi tersebut jelas dapat dianggap sebagai hutang.
Kredit tangguhan yang sering menjadi masalah laba kotor belum direalisir (deferred gross
profit) yang timbul dari penjualan angsuran. Apabila prinsip pengakuan pendapatan atas
penjualan angsuran diterapkan, laba hanya akan diakui bila terdapat kas yang diterima atas
penjualan angsuran terse but. Laba kotor belum direalisir merupakan perbedaan antara penjualan
dengan cost barang terjual atas penjualan angsuran.
3. Hutang Dan Rugi Kontinjensi (Contingent Loss/Liabilities)
Dalam FASB Statement No.5 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Kontinjensi
adalah suatu kondisi atau situasi yang menimbulkan ketidakpastian akan timbulnya
kemungkinan hutang rugi suatu perusahaan, dimana timbulnya kemungkinan tersebut
tergantung pada terjadi tidaknya satu peristiwa a tau lebih dimasa mendatang. Rugi
kontinjensi sering menjadi masalah dalam pengakuan hutang terutama menyangkut
kewajiban sekarang atau masa mendatang.
FASB menyatakan bahwa suatu hutang dapat dilaporkan apabila ada kemungkinan yang
cukup besar suatu kewajiban harus dibayar dimasa mendatang dan jumlah tersebut dapat
ditaksir secara cukup pasti. Hutang kontinjensi (bersyarat) harus diungkapkan dalam laporan
keuangan apabila kemungkinan pembayarannya tidak besar dan juga tidak kecil. Hutang
bersyarat yang memiliki probabilitas cukup tinggi antara lain berupa pemberian garansi
puma jual (hutang garansi) atas penjualan yang telah dilakukan.
Penyajian Hutang Menurut IFRS
Kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan kelancarannya sejalan dengan
penyajian aset. Aset lancar disajikan menurut urutan likuiditas sedangkan kewajiban disajikan
menurut urutan jatuh tempo. PSAK No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak
memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek harus diklasifikasi sebagai kewajiban
jangka panjang. Semua kewajiban diklasifikasi sebagai jangka pendek bila :
1. Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi perusahaan,
atau
2. Jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.
Kewajiban berbunga jangka panjang tetap diklasifikasi sebagai kewajiban jangka
panjang, walaupun kewajiban tersebut akan jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan sejak
tanggal neraca, apabila :
1. Kesepakatan awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari dua belas bulan.
2. Perusahaan bermaksud membiayai kembali kewajibannya dengan pendanaan jangka
panjang.
3. Pembiayaan pendanaan jangka panjang didukung dengan perjanjian pembiayaan kembali
atau penjadualan kembali pembayaran yang resmi disepakati sebelum laporan keuangan
disetujui.

https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwjJtf7Cue_3AhUd63MBHcCRCb0Q
FnoECBwQAQ&url=https%3A%2F%2Fstie-igi.ac.id%2Fwp-content%2Fuploads
%2F2020%2F05%2FPERTEMUAN-KE-9-KONSEP-
LIABILITIES.docx&usg=AOvVaw2AqlD-rkF1-fuRo2iyHDwu

Anda mungkin juga menyukai