Anda di halaman 1dari 47

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN 05 April 2019


UNIVERSITAS ALKAIRAAT
PALU

DM TIPE 1

(DIABETES MELITUS)

DisusunOleh:

Muhammad Zhafran Natsir, S.Ked

(13 18 777 14 295)

Pembimbing :

Dr. Yoma Sari Namara, Sp.


PD

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN

KLINIK PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

1
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT

PALU

2019

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Muhammad Zhafran Natsir, S.Ked

No. Stambuk 14 18 777 14 295

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Pendidikan Dokter

Universitas : Al-Khairaat Palu

Judul Referat : Diabetes Melitus Tipe 1

Bagian : Ilmu Penyakit Dalam

Bagian Ilmu Penyakit

Dalam RSU ANUTAPURA

PALU

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, 05 April 2019

Pembimbing Mahasiswa

Dr. Yoma Sari Namara, Sp. PD Muhammad Zhafran Natsir, S.Ked

2
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul i

Lembar Pengesahan ii

Daftar Isi iii

Daftar Tabel v

Daftar Gambar vi

BAB I. PENDAHULUAN 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3

1. Deep vein thrombosis 3

A. Definisi 3

B. Epidemiologi 3

C. Klasifikasi 4

D. Patogenesis 4

E. Manifestasi Klinis 8

F. Diagnosis 10

G. Penatalaksanaan DVT 15

H komplikasi 21

I. Prognosis 23

Lanjutan Daftar Isi

Halaman

BAB III. LAPORAN KASUS 25

BAB IV. PEMBAHASAN 35

BAB V. KESIMPULAN 40

DAFTAR PUSTAKA 41

3
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1 Klasifikasi DM berdasarkan etiologi 4

Tabel 2 Kriteria Diagnosis DM 12

Tabel 3 Jenis-jenis insulin 18

Tabel 4 Target Glukosa Darah 20-21

Tabel 5 Target kadar HbA1c 21

Tahapan pemeriksaan penapisan komplikasi


Tabel 6 22
mikrovaskuler
Tekanan darah berdasarkan tinggi badan dan jenis
Tabel 7 23-24
kelamin

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Patomekanisme terjadinya DM 7


Gambar 2 Patomekanisme terjadinya DM 8

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit diabetes pertama kali dideskripsikan pada masa Mesir Kuno lebih
dari 3500 tahun yang lalu. Saat itu penyakit ini digambarkan sebagai ‘sangat
banyak buang air kecil’. Sekitar 2000 tahun yang lalu, terdapat laporan dari Turki
yang menyebutkan penyakit ini sebagai kehausan yang sangat serta kencing yang
banyak. Pada tahun 1900, Stobolev di Rusia dan Opie di USA, pada waktu yang
hamper bersamaan menyebutkan bahwa diabetes mellitus terjadi akibat dari
destruksi pulau-pulau Langerhans kelenjar pankreas.1,3
Diabetes mellitus merupakan ganguan metabolik/endokrin yang paling
umum pada masa kanak-kanak dengan konsekuensi penting terhadap
perkembangan fisik dan emosi. Pengaruhnya terhadap kualitas hidup, serta
morbiditas dan mortalitas, terutama diakibatkan komplikasi yang melibatkan
pembuluh darah kecil dan besar, menimbulkan retinopati, nefropati, neuropati,
penyakit jantung iskemik, serta obstruksi pembuluh darah besar.1,3
Secara keseluruhan, sekitar 96.000 anak usia dibawah 15 tahun diperkirakan
dapat mengembangkan DM tipe 1 setiap tahunnya di seluruh dunia. Di beberapa
negara barat kasus DM tipe 1 terjadi 5-10% dari seluruh jumlah penderita
diabetes, dan lebih dari 90% penderita diabetes pada anak dan remaja adalah DM
tipe 1. Insidens tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 43/100.000 dan insidens yang
rendah di Jepang yaitu 1,5-2/100.000 untuk usia kurang 15 tahun. Insidens DM
tipe 1 lebih tinggi pada ras Kaukasia dibanding ras lainnya. Diperkirakan
diseluruh dunia 80.000 anak-anak berusia kurang dari 15 tahun akan berkembang
menjadi DM tipe 1.9
Insiden di Indonesia sampai saat ini belum diketahui. Namun dari data
registry nasional untuk penyakit DM pada anak dari UKK Endokrinologi PP
IDAI, terjadi peningkatan jumlah dari 200-anak dengan DM pada tahun 2008
menjadi 580-an pasien pada tahun 2011 dan hingga tahun 2014 didapatkan 1021
kasus.10

5
Sangat dimungkinkan angkanya lebih tinggi apabila kita merujuk pada
kemungkinan anak dengan DM yang meninggal tanpa terdiagnosis sebagai
ketoasidosis diabetikum ataupun belum semua pasien DM tipe 1 yang
10
dilaporkan.

6
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA

Definisi

Diabetes mellitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik.


Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaaan, di antaranya adalah
gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau
gangguan kedua-duanya. Sekresi insulin yang rendah mengakibatkan gangguan
pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.1,8,9
Diabetes mellitus tipe 1 terjadi disebabkan oleh karena kerusakan sel β-
pankreas. Kerusakan yang terjadi dapat disebabkan oleh proses autoimun maupun
idiopatik. Pada DM tipe 1 sekresi insulin berkurang atau terhenti. Sedangkan DM
tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin. Pada DM tipe 2 biasanya dikaitkan dengan
sindrom resistensi insulin lainnya seperti obesitas, hiperlipidemia, akantosis
nigrikans, hipertensi atau hiperandrogenisme ovarium. 6,9,11,12

Epidemiologi

Secara keseluruhan, sekitar 96.000 anak usia dibawah 15 tahun diperkirakan


dapat mengembangkan DM tipe 1 setiap tahunnya di seluruh dunia. Insidens DM
tipe 1 sangat bervariasi baik antar negara maupun di dalam suatu negara. Di
beberapa negara barat kasus DM tipe 1 terjadi 5-10% dari seluruh jumlah
penderita diabetes, dan lebih dari 90% penderita diabetes pada anak dan remaja
adalah DM tipe 1. Insidens tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 43/100.000 dan
insidens yang rendah di Jepang yaitu 1,5-2/100.000 untuk usia kurang 15 tahun.
Insidens DM tipe 1 lebih tinggi pada ras Kaukasia dibanding ras lainnya.
Diperkirakan diseluruh dunia 80.000 anak-anak berusia kurang dari 15 tahun akan
berkembang menjadi DM tipe 1. Data registri nasional DM tipe 1 pada anak dari
PP IDAI tahun 2009 hingga tahun 2014 didapatkan 1021 kasus.9,10

7
Terdapat 2 puncak insidens DM tipe 1 pada anak yaitu pada usia 5-6 tahun
dan 11 tahun. Patut dicatat bahwa lebih dari 50% penderita baru DM tipe 1
berusia >20 tahun.10

Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan dalam terjadinya DM tipe 1.


Walaupun hampir 80% penderita DM tipe 1 baru tidak mempunyai riwayat
keluarga dengan penyakit serupa, namun faktor genetik dikaitkan dengan pola
HLA tertentu, tetapi sistem HLA bukan merupakan faktor satu-satunya ataupun
faktor dominan pada patogenesis DM tipe 1. Sistem HLA berperan sebagai suatu
susceptibility gene atau faktor kerentanan. Diperlukan suatu faktor pemicu yang
berasal dari lingkungan (infeksi virus, toksin dll) untuk menimbulkan gejala klinis
DM tipe 1 pada seseorang yang rentan. Hal ini menjelaskan bahwa faktor genetic
dan lingkungan sangat berperan dalam terjadinya DM tipe 1. Factor genetic

dikaitkan dengan pola HLA tertentu yaitu MHC HLA kelas II pada kromosom
6p21 misalnya HLA-DR3 dan HLA-DR4. Sistem HLA berperan sebagai suatu
factor kerentanan. Diperlukan suatu factor pemicu yang berasal dari lingkungan
(infeksi virus, toksin dll) untuk menimbulkan gejala klinis DM tipe 1.10
Dikaitkan dengan HLA, diperkirakan 10% mempunyai riwayat keluarga
diabetes. Resiko kembar identik adalah kurang dari 40%, sedangkan pada saudara
kandung diperkirakan 4% pada usia 20 tahun, dan 9,6% pada usia 60 tahun
dibandingkan 0,5% pada seluruh populasi.10

2.1 Klasifikasi
International Society of Pediatric and Adolescene Diabetes dan WHO
merekomendasikan klasifikasi DM berdasarkan etiologi (Tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (ISPAD 2018)

I. DM Tipe-1 (destruksi sel-β)


a. Destruksi sel β, biasanya menjadi defisiensi insulin absolut.
b. Idiopatik
II. DM Tipe-2
a. Resistensi insulin dengan defisiensi insulin relatif serta hiperglikemia.

8
III. DM Tipe lain
a. Defek genetik fungsi pankreas sel β
b. Defek genetic pada kerja insulin

c. Kelainan eksokrin pancreas


Pankreatitis; Trauma/pankreatomi; Neoplasma; Kistik fibrosis;
Haemokhromatosus; Fibrokalkulus pankreatopati.
d. Gangguan endokrin
Akromegali; Sindrom Cushing; Glukagonoma; Feokromositoma;
Hipertiroidisme; Somatostatinoma.
e. Terinduksi obat dan kimia
Vakor; Pentamidin; Asam nikotinik; Glukokortikoid; Hormon
tiroid; Diazoxid; Agonis β-adrenergik; Tiazid; Dilantin; α-

interferon; dan lain-lain.


f. Infeksi
Rubella Kongenital; Enterovirus; Sitomegalovirus
g. Penyebab lainnya dari diabetes yang dimediasi oleh kekebalan
Antibodi reseptor insulin; Defisiensi autoimun poliendokrin APS I
dan II
h. Kelainan genetik lainnya yang berkaitan dengan terjadinya diabetes
Sindrom Down; Sindrom Klinifelter; Sindrom Turner; Ataksia
Friedreich; Distrofi myotonik; Porfiria; Sindrom Prader-Willi.

IV. Diabetes Mellitus Kehamilan


Sumber : ISPAD Clinical Practice Consensus Guidlines 2018

Patofisiologi

DM tipe 1 adalah penyakit autoimun kronis yang berhubungan dengan


kehancuran selektif sel beta pankreas yang menyebabkan sebagian, atau dalam
kebanyakan kasus, defisiensi insulin absolut. Timbulnya penyakit klinis
merupakan tahap akhir dari kerusakan sel beta yang mengarah ke DM tipe 1 dan

akan menimbulkan gejala ketika 90% sel β pankreas rusak. Ketika massa sel β

9
menurun, sekresi insulin menurun sampai insulin yang tersedia tidak memadai
untuk mempertahankan kadar glukosa dalam darah normal. Setelah kerusakan sel
β mencapai 80-90%, hiperglikemia terjadi dan diabetes dapat didiagnosis. Pasien

membutuhkan insulin eksogen untuk mengatasi kondisi katabolik ini, mencegah


ketosis, menurunkan hiperglukagonemia dan menormalkan metabolisme lemak
dan protein.9,13
Saat ini autoimun dianggap sebagai faktor utama dalam patofisiologi DM
tipe 1. Pada individu yang secara genetik rentan, infeksi virus dapat merangsang
produksi antibodi terhadap protein virus yang memicu respons autoimun terhadap
molekul sel beta yang mirip secara antigenik. Perkembangan terbaru pada remaja
yang beresiko terkena DM tipe 1 menunjukan bahwa penyakit dini adalah suatu
kontinum yang berkembang melalui tahap-tahap yang dapat diidentifikasi

sebelum gejala klinis muncul. Sekitar 85% penderita DM tipe 1 memiliki sel islet
yang bersirkulasi dalam darah, dan kebanyakan memiliki antibodi anti-insulin
yang dapat di deteksi sebelum terapi insulin. Antibodi sel islet yang umum
ditemukan adalah Glutamate Acid Decarboxylase (GAD), Insulin-Associated
Tyrosine Phosphatase Antibody (IA2A), Insulin Autoantibody (IAA), Islet Cell
Antibody (ICA). Polimorfisme Antigen Leukosit Manusia (HLA) kelas II yang
mengkode DR dan DQ adalah penentu genetik utama DM tipe 1. Sekitar 95%
pasien DM tipe 1 memiliki HLA-DR3 dan HLA-DR4. Heterozigot untuk
haplotipe tersebut memiliki resiko DM yang jauh lebih besar dibandingkan

homozigot. HLA-DQ juga dianggap sebagai penanda spesifik kerentanan DM.


Sebaliknya, beberapa haplotipe (HLA-DR2) memberikan perlindungan yang kuat
terhadap DM tipe 1. Progresifitas pada remaja dapat dibagi menjadi 3 tingkat
varibel, stadium 1 ditandai dengan autoimun sel β pankreas dengan
normoglikemia dan asimptomatik, stadium 2 berkembang menjadi disglikemia
namun masih asimptomatik, stadium 3 didefinisikan sebagai timbulnya gejala
klinis (simptomatik).9,13

10
Susceptibility

Environment Genetic

Immunological Priming

Auto-immune disease

Islet Cell Destruction

Insulin Deficiency

Clinical Diabetes

Gambar 1. Patomekanisme terjadi DM tipe 1

11
Gambar 2. Patomekanisme terjadi DM tipe 1

GEJALA KLINIS

Gejala yang paling umum dari diabetes mellitus tipe 1 (DM) adalah poliuria,
polidipsia, dan polifagia, bersama dengan kelesuan, mual, dan pandangan kabur,
yang semuanya merupakan hasil dari hiperglikemia itu sendiri. Poliuria
disebabkan oleh diuresis osmotik sekunder akibat hiperglikemia. Enuresis

12
nokturnal berat sekunder akibat poliuria dapat menjadi indikasi timbulnya
diabetes pada anak kecil. Haus adalah respons terhadap keadaan hiperosmolar dan
dehidrasi. Kelelahan dan kelemahan dapat disebabkan oleh pengecilan otot akibat

katabolik defisiensi insulin, hipovolemia, dan hipokalemia. Kram otot disebabkan


oleh ketidakseimbangan elektrolit. Penglihatan kabur dihasilkan dari efek keadaan
hiperosmolar pada lensa dan humor vitreus. Metabolit glukosa menyebabkan
pembengkakan lensa secara osmotik, mengubah panjang fokus normalnya. Gejala
pada saat presentasi klinis pertama biasanya dapat ditelusuri kembali beberapa
hari hingga beberapa minggu sebelumnya. Namun, kerusakan sel beta mungkin
sudah dimulai berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun, sebelum timbulnya
gejala klinis. Awitan penyakit simtomatik mungkin tiba-tiba. Bukan hal yang aneh
bagi pasien DM tipe 1 untuk mengalami ketoasidosis diabetik (DKA), yang dapat

terjadi secara de novo atau sekunder akibat tekanan penyakit atau pembedahan.
Timbulnya gejala pada pasien muda dengan ketoasidosis selalu dianggap sebagai
diagnosis DM tipe 1.15
Seiring waktu, pasien dengan DM tipe 1 baru-awal akan kehilangan berat
badan, meskipun nafsu makan normal atau meningkat, karena penipisan air dan
keadaan katabolik dengan berkurangnya glikogen, protein, dan trigliserida.
Penurunan berat badan mungkin tidak terjadi jika pengobatan dimulai segera
setelah timbulnya penyakit. Gejala gastrointestinal (GI) DM tipe 1 adalah sebagai
berikut:

- Mual, ketidaknyamanan perut atau sakit, dan perubahan gerakan usus dapat
menyertai DKA akut.
- Perlemakan hati akut dapat menyebabkan distensi kapsul hepatik,
menyebabkan nyeri kuadran kanan atas.

- Nyeri perut yang persisten dapat mengindikasikan penyebab serius DKA


pada perut lainnya (misalnya, pankreatitis Gejala GI kronis pada stadium
akhir DM disebabkan oleh neuropati otonom visceral).

Neuropati mempengaruhi hingga 50% pasien dengan DM tipe 1, tetapi


neuropatisimptomatikbiasanyamerupakanperkembanganyangterlambat,

13
berkembang setelah bertahun-tahun hiperglikemia kronis yang berkepanjangan.
Neuropati perifer tampak mati rasa dan kesemutan pada kedua tangan dan kaki, perasaan seperti sa

Penting untuk menanyakan tentang jenis dan durasi diabetes pasien dan
tentang perawatan yang diterima pasien untuk diabetes. Penentuan tipe diabetes didasarkan pada ri
sangat penting dalam penilaian pasien dengan DM tipe 1.15

DIAGNOSIS
Anamnesis
Bentuk klasik
:
- Polidipsi, poliuri, polifagi. Poliuria biasanya tidak diutarakan secara
langsung oleh orangtua kepada dokter, yang sering dikeluhkan adalah anak
sering mengompol, mengganti popok terlalu sering, disertai infeksi jamur
berulang disekitar daerah tertutup popok, dan anak terlihat dehidrasi.
- Penurunan berat badan yang nyata dalam waktu 2-6 minggu disertai

keluhan lain yang tidak spesifik.


- Mudah lelah

Pada kasus KAD :


- Awitan gejala klasik yang cepat dalam waktu beberapa hari
- Sering disertai nyeri perut, sesak nafas, dan letargi.

Pemeriksaan fisis dan tanda klinis

• Tanpa disertai tanda gawat darurat


- Polidipsi, poliuri, polifagi disertai penurunan berat badan kronik

14
- ‘’irritable’’ dan penurunan prestasi sekolah
- Infeksi kulit berulang
- Kandidiasis vagina terutama pada anak wanita prepubertas

- Gagal tumbuh
- Berbeda dengan DM tipe 2 yang biasanya cenderung gemuk, anak-anak
DM tipe 1 biasanya kurus

• Disertai tanda gawat darurat (KAD)


- Penurunan berat badan yang nyata dalam waktu cepat
- Nyeri perut dan muntah berulang
- Dehidrasi sedang sampai berat namun anak masih poliuri
- Sesak nafas, napas cepat dan dalam (kussmaul) disertai bau aseton
- Gangguan kesadaran

- Renjatan
• Kondisi yang sulit didiagnosis (sering menyebabkan keterlambatan
diagnosis KAD)
- Pada bayi/anak <2-3 tahun
- Hiperventilasi: sering didiagnosis awal sebagai pneumonia atau asma
berat
- Nyeri perut: sering diduga sebagai akut abdomen
- Poliuri dan enuresis: sering didiagnosis awal sebagai gangguan
psikogenik

- Muntah berulang: sering didiagnosis awal sebagai gastroenteritis

Pemeriksaan penunjang:

- Kadar gula darah sewaktu: >200 mg/dL (11,1 mmol/L). Pada penderita
asimtomatis ditemukan kadar gula darah puasa lebih tinggi dari normal
dan uji toleransi glukosa terganggu pada lebih dari satu kali pemeriksaan.
- Kadar gula darah puasa: >126 mg/dL (tidak ada asupan kalori selama 8
jam).
- Kadar gula darah 2 jam pasca toleransi glukosa: >200 mg/dL (11,1

mmol/L)

15
- Kadar C-Peptida: untuk melihat fungsi sel β yang masih memproduksi
insulin; dapat digunakan apabila sulit membedakan DM tipe 1 dan 2.

- Pemeriksaan HbA1c bermanfaat untuk mengukur kadar glukosa darah


selama 120 hari yang lalu (sesuai usia eritrosit), menilai perubahan terapi
8-12 minggu sebelumnya, dan menilai pengendalian penyakit DM
dengan tujuan mencegah terjadinya komplikasi diabetes.

- Glukosuria: tidak spesifik untuk DM perlu dikonfirmasi dengan


pemeriksan gula darah.

- Penanda autoantibodi: hanya sekitar 70-80% dari penderita DM tipe 1


memberikan hasil pemeriksaan auto antibodi (ICA, IAA) yang positif,
sehingga pemeriksaan ini bukan merupakan syarat mutlak diagnosis.
Pencitraan: untuk mendiagnosis DM tipe 1 tidak memerlukan pemeriksaan
pencitraan khusus.11,12

Tabel 2. Kriteria diagnosis Diabetes Melitus (ISPAD 2018)

1. Classic symptoms of diabetes or hyperglycemic crisis, with plasma glucose


concentration >11,1 mmol/L (200 mg/dL).

2. Fasting plasma glucose >7.0 mmol/L (126 mg/dL). Fasting is defined as no


caloric intake for at least 8 h..a

3. Two-hour postload glucose >11,1 mmol/L (> 200 mg/dL) during an OGTT. a

The test should be performed using a glucose load containing the equivalent of 75
g anhydrous glucose dissolved in water or 1,75 g/kg of body weight to a maximum of 75 g.

4. HbA1c >6,5% b

The test should be performed in a laboratory using a method that is NGSP


certified and standardized to the DCCT assay.

16
a
In the absence of unequivocal hyperglycemia, the diagnosis of diabetes based on
these criteria should be confirmed by repeat testing.
b
A value of less than 6,5% does not exclude diabetes diagnosed using glucose

tests. The role of HbA1c alone in diagnosing type 1 diabetes in children is unclear

Perjalanan Penyakit

Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical


Practice Consencus Guidelines tahun 2009.
- Periode pra-diabetes
- Periode manifestasi klinis
- Periode honey moon/remisi parsial
- Periode ketergantungan insulin yang menetap

Periode Pra-Diabetes
Pada periode ini, gejala-gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini
sudah terjadi sekitar 90% kerusakan sel β-pankreas. Predisposisi genetik tertentu
memungkinkan terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang
ditandai dengan mulai berkurangnya sel β-pankreas yang berfungsi. Kadar C-
petide mulai menurun. Pada periode ini autoantibody mulai ditemukan apabila
dilakukan pemeriksaan laboratorium.4

Periode Manifestasi Klinis

Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini sudah
terjadi sekitar 90% kerusakan sel β-pankreas. Karena sekresi insulin sangat
kurang, maka kadar gula darah akan tinggi/meningkat. Kadar gula darah yang
melebihi 180mg/dL akan menyebabkan dieresis osmotik. Keadaan ini
menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit melalui urin (poliuri,
dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat di-uptake ke dalam sel,
penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus.
Pada periode ini penderita memerlukan insulin dari luar agar gula darah di-uptake
ke dalam sel. 4

Periode Honey Moon

17
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode
ini sisa-sisa sel β-pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin
dari dalam tubuh sendiri. Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan

berkurang hingga kurang dari 0,5 U/kgBB/hari. Namun periode ini hanya
berlangsung sementara, bisa dalam hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu
adanya edukasi pada orang tua bahwa periode ini bukanlah fase remisi yang
menetap.4

Periode Ketergantungan Insulin yang Menetap


Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM. pada periode
ini penderita akan membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur
hidupnya.4

Pitfall dalam diagnosis


Diagnosis diabetes seringkali salah, disebabkan gejala-gejala awalnya
tidak terlalu khas dan mirip dengan penyakit lain, terkadang tenaga medis juga
tidak menyadari kemungkinan penyakit ini karena jarangnya kejadian DM tipe 1
yang ditemui ataupun belum pernah menemui kasus DM tipe 1 pada anak.
Beberapa gejala yang sering menjadi pitfall dalam diagnosis DM tipe 1 pada anak
di antaranya adalah :
1. Sering Kencing : Kemungkinan diagnosisnya adalah infeksi saluran kemih
atau terlalu banyak minum (selain DM). Variasi dari keluhan ini adalah
adanya enuresis (mengompol) setelah sebelumnya anak tidak pernah
enuresis lagi.
2. Berat badan turun atau tidak mau naik lagi : Kemungkinan diagnosis adalah
asupan nutrisi yang kurang atau adanya penyebab organik lain. Hal ini
disebabkan karena masih tingginya kejadian malnutrisi di negara kita.
Sering pula dianggap sebagai salah satu gejala tuberculosis pada anak.
3. Sesak nafas : Kemungkinan diagnosanya adalah bronkopneumonia. Apabila
disertai gejala lemas, kadang juga didiagnosis sebagai malaria. Padahal
gejala sesak nafasnya apabila diamati pola nafasnya adalah tipe Kusmaull

18
(nafas cepat dan dalam) yang sangat berbeda dengan tipe nafas pada
bronkopneumonia. Nafas Kusmaull adalah tanda dari ketoasidosis.
4. Nyeri perut : Seringkali dikira sebagai peritonitis atau appendicitis. Pada

penderita DM tipe 1, nyeri perut ditemui pada keadaan ketoasidosis.


5. Tidak sadar : Keadaan ketoasidosis dapat dipikirkan pada kemungkinan
diagnosis seperti malaria serebral, meningitis, ensefalitis, ataupun cedera
kepala.3

Penatalaksanaan DM Tipe 1

Tatalaksana pasien dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi pengobatan


berupa pemberian insulin. Ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam
tatalaksana agar penderita mendapatkan kualitas hidup yang optimal dalam
jangka
6,9,10,11
pendek maupun jangka panjang.
Terdapat 5 pilar manajemen DM tipe 1, yaitu :
1. Insulin
2. Diet
3. Aktivitas / exercise
4. Edukasi
5. Monitoring kontrol glikemik

1. Insulin

Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita


DM tipe 1. Dalam pemberian insulin harus diperhatikan jenis insulin, dosis
insulin, regimen yang digunakan, cara menyuntik serta penyesuaian dosis
yang diperlukan.6,10,11
a. Jenis insulin : Kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin kerja
cepat, kerja pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun insulin
campuran (campuran kerja cepat/pendek dengan kerja menengah).
Penggunaan jenis insulin ini tergantung regimen yang digunakan.6,10
b. Dosis Insulin harian tergantung pada: Umur, berat badan, status

pubertas, lama menderita, fase diabetes, asupan makanan, pola

19
olahraga, aktifitas harian, hasil monitoring glukosa darah dan HbA1c,
serta ada tidaknya komorbitas. 6,10,11,14
Dosis insulin (empiris):

- Dosis selama fase remisi parsial, total dosis harian insulin


<0,5 IU/kgBB/hari.
- Prepubertas (diluar fase remisi parsial) dalam kisaran dosis
0,7-1 IU/kgBB/hari.
- Selama pubertas kebutuhan biasanya meningkat menjadi 1,2-2
IU/kgBB/hari.
c. Regimen : Kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen
konvensional, serta regimen intensif. Regimen konvensional/mix
splitregimen dapat berupa pemberian dua kali suntik/hari atau tiga kali

suntik/hari. Sedangkan regimen intensif berupa pemberian regimen


basal bolus. Pada regimen basal bolus dibedakan antara insulin yang
diberikan untuk memberikan dosis basal maupun dosis bolus.6,10,11
- Regimen insulin sangat bersifat individual, sehingga tidak ada
regimen yang seragam untuk semua penderita DM tipe 1.
Regimen apapun yang digunakan bertujuan untuk mengikuti
pola fisiologi sekresi insulin orang normal sehingga mampu
menormalkan metabolisme gula atau paling tidak mendekati
normal.

- Pemilihan regimen insulin harus memperhatikan beberapa


faktor yaitu: umur, lama menderita, gaya hidup (pola makan,
jadwal latihan, sekolah dsb), target control metabolik, dan
kebiasaan individu maupun keluarga.
- Regimen apapun yang digunakan, insulin tidak boleh
dihentikan pada keadaan sakit. Dosis insulin disesuaikan
dengan sakit penderita.
- Berdasarkan hasil Diabetes Control and Complication Trial
(DCCT), sukar sekali mencapai normoglikemia secara

20
konsisten pada DM tipe 1. Rerata HbA1c pada kelompok
pengobatan intensif DCCT adalah 7-7,5%.
- Konsep basal-bolus (misal: insulin pump, kombinasi

pemberian insulin basal 1-2 kali dan insulin kerja cepat atau
kerja pendek sebagai bolus saat makan utama/makan kecil)
menyerupai sekresi insulin fisiologis.
- Bagi anak sangat dianjurkan paling tidak menggunakan 2 kali
injeksi insulin per hari (campuran insulin kerja cepat/pendek
dengan insulin basal).
- Pada fase remisi seringkali hanya memerlukan 1 kali suntikan
insulin kerja menengah, panjang atau basal untuk mencapai
control metabolik yang baik.

d. Cara menyuntik : Terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik


dalam hal absorpsinya yaitu di daerah abdomen, lengan atas, lateral
paha. Daerah bokong tidak dianjurkan karena paling buruk
absorpsinya. 6

e. Penyesuain Dosis :
- Penyesuaian dosis insulin bolus dapat dilakukan dengan
memperhitungkan rasio insulin bolus-karbohidrat, yaitu

dengan cara memperhitungkan rasio dosis insulin bolus harian


dengan total karbohidrat harian.
- Penyesuaian dosis insulin juga dapat dilakukan dengan cara
memperhitungkan rasio insulin-karbohidrat (menggunakan
rumus 500). Angka 500 dibagi dengan dosis insulin total
harian hasilnya dinyatakan dalam gram, artinya 1 unit insulin
dapat mencakup sejumlah gram karbohidrat dalam diet
penderita.
- Koreksi hiperglikemia: dapat dilakukan dengan rumus 1800

bila menggunakan insulin kerja cepat, dan rumus 1500 bila

21
menggunakan insulin kerja pendek. Angka 1800 atau 1500
dibagi dengan insulin total harian hasilnya dalam mg/dL,
artinya 1 unit insulin akan menurunkan kadar glukosa darah

sebesar hasil pembagian tersebut dalam mg/dL. Hasil


perhitungan dosis koreksi ini bersifat individual dan harus
mempertimbangkan factor lain misalnya latihan.11

Tabel 3. Jenis-jenis insulin

Jenis insulin Awitan Puncak kerjaLama Waktu


kerja Pemberian

Kerja Cepat Bersamaan


(Aspart, Glulisin, Lispro) dengan makan
5-15 menit 1-3 jam 3-5 jam

30 menit
Kerja Pendek 2-4 jam
30-60 menit 5-8 jam
sebelum makan
(Reguler/Soluble)

Kerja Menengah
Semilente
1-2 jam 4-10 jam 8-6 jam 30 menit
sebelum makan
NPH 2-4 jam 4-12 jam 12-24 jam
Tipe Lente IZS 3-4 jam 6-15 jam 18-24 jam

Kerja Panjang 30 menit


Tipe ultra lente 20-30 jamsebelum makan
4-8 jam 12-24 jam
Basal Analog
Glargine Detemir
2-4 jam Tidak ada 24* Diberikan 1-2
1-2 jam 6-12 jam 20-24 jam kali perhari

Campuran
Cepat-menengah
30 menit 1-12 jam 16-24 jam 30 menit
sebelum makan
Pendek-menengah 30 menit 1-12 jam 16-24 jam

Note: IZS: Insulin Zinc Suspension; NPH: Neutral Protamine Hagedorn Insulin
*Lama kerja kemungkinan kurang dari 24 jam.

2. Diet

22
Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada upaya untuk
mengoptimalkan proses pertumbuhan. Pada regimen konvensional, pengaturan
makan dengan memperhitungkan asupan dalam bentuk kalori. Pada regimen

basal-bolus, pengaturan makan dengan memperhitungkan asupan dalam bentuk


gram karbohidrat. Pemilihan jenis makanan dianjurkan karbohidrat dengan indeks
glikemik dan glycemic load yang rendah. Untuk itu pemberian diet terdiri dari
50¬55% karbohidrat, 15-20% protein dan 30% lemak. Pada anak DM tipe 1
asupan kalori perhari harus dipantau ketat karena terkait dengan dosis insulin yang
diberikan selain monitoring pertumbuhannya. Kebutuhan kalori perhari
sebagaimana kebutuhan pada anak sehat/normal. 6,10,11
Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas
dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

1000 + (usia dalam tahun x 100) = Kalori/hari

Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 60-65% karbohidrat,
25% protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan <30% lemak. 6,14
Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali
makanan kecil. Tidak ada pengaturan makan khusus yang dianjurkan pada anak,
tetapi pemberian makanan yang mengandung banyak serat seperti buah, sayuran, dan
sereal akan membantu mencegah lonjakan kadar glukosa darah. 6,14
3. Aktivitas / exercise
Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga
akan membantu mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat badan
apabila menjadi obes serta meningkatkan percaya diri. Olahraga akan membantu
menurunkan kadar gula darah serta meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap
insulin. Namun perlu diketahui pula bahwa olahraga dapat meningkatkan risiko
hipoglikemia maupun hiperglikemia (bahkan ketoasidosis). Sehingga pada anak
DM memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjalankan
olahraga, di antaranya adalah target gula darah yang diperbolehkan untuk
olahraga, penyesuaian diet, insulin serta monitoring gula darah yang aman.
Apabila gula darah sebelum olahraga di atas 250 mg/dl serta didapatkan adanya

23
ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila kadar gula darah di bawah 90
mg/dl, maka sebelum berolahraga perlu menambahkan diet karbohidrat untuk
mencegah hipoglikemia. 6,10,11

4. Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita
maupun orang tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya,
patofisiologi, apa yang boleh dan tidak boleh pada penderita DM, insulin
(regimen, dosis, cara menyuntik, lokasi menyuntik serta efek samping
penyuntikan), monitor gula darah dan juga target gula darah ataupun HbA1c yang
diinginkan. 6

5. Monitoring kontrol glikemik


Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang diberikan sudah
baik atau belum. Kontrol glikemik yang baik akan memperbaiki kualitas hidup
pasien, termasuk mencegah komplikasi baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Pasien harus melakukan pemeriksaan gula darah berkala dalam sehari.
HbA1c harus dipantau sebanyak 4-6 kali pertahun pada anak yang lebih muda dan
3-4 kali pertahun pada anak yang lebih besar. Target HbA1c pada semua
kelompok usia adalah <7,5% (5,8 mmol/L). Nilai berdasarkan Diabetes Control
and Complications (DCCT) dinyatakan dalam persen (%) dan berdasarkan The

International Federation of Clinical Chemistry and Laboratory Medicine (IFCC)


dalam mmol/L. Di samping itu, efek samping pemberian insulin, komplikasi yang
terjadi, serta pertumbuhan dan perkembangan perlu dipantau. 6,10

Tabel 4. Target Glukosa Darah berdasarkan ISPAD dan IDF

Derajat Ideal (non Optimal Suboptimal Resiko tinggi


kontrol diabetik)
Glukosadarah65-100mg/dL90-145 mg/ >145 mg/dL >162 mg/dL
sebelum makan(3,6-5,6 dL (5-8 ( > 8 mmol/L) (> 9 mmol/L)

mmol/L) mmol/L)

24
Glukosa 80-126 mg/dL 90-180 mg/ 180-250 mg/dL > 250 mg/dL
darah (4,5-7,0 dL (10-14 (> 14 mmoL)
setelah mmol/L) (5-10 mmol/L) mmol/L)

makan
Glukosa 80-100 mg/dL 120-180 mg/ < 120 mg/dL < 80 mg/dL
darah (4,0-5,6 dL (6,7-10 atau 200 mg/dL atau > 200
sebelum mmol/L) mmol/L) (<6,7 mmol/L mg/dL (< 4,4
tidur atau 10- mmol/L atau >
11mmol/L) 11 mmol/L)
Glukosa 65-100 mg/dL 80-162 mg/ < 75 mg/dL 70 mg/dL atau
darah (3,6-5,6 dL (4,5-9 atau > 162 > 200 mg/dL
malam mmol/L) mmol/L) mg/dL (< 4,3 (< 4,0 mmol/L
hari saat mmol/L atau > atau > 11

tidur 9 mmol/L) mmol/L)

Tabel 5. Target kadar HbA1c menurut ISPAD dan IDF


Derajat Kontrol Ideal (non Optimal Suboptimal Risiko
diabetik) tinggi
DCCT <6,05 <7,5 7,5-9,0 >9,0
IFCC (mmol/L) <43 <58 58-75 > 75

Komplikasi

Komplikasi DM tipe-1 dapat digolongkan sebagai komplikasi akut dan


komplikasi kronik baik reversibel maupun ireversibel. Sebagian besar komplikasi
akut atau jangka pendek bersifat reversibel sedangkan yang kronik bersifat
ireversibel, tetapi perjalanan penyakitnya dapat diperlambat melalui tata laksana
yang optimal. Berdasarkan hasil DCCT, dapat disimpulkan bahwa komplikasi
kronik pada penderita DM tipe-1 dapat dihambat secara bermakna dengan kontrol
metabolik yang baik. Perbedaan HbA1c sebesar 1% sudah mengurangi risiko

komplikasi sebanyak 25-50%.10,14

25
Komplikasi jangka pendek (akut) yang sering terjadi : hipoglikemia dan
ketoasidosis. Komplikasi diabetes pada sistem pembuluh darah dapat
menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang berarti. Komplikasi jangka panjang

ini terjadi akibat perubahan mikrovaskuler dan makrovaskular. Komplikasi


mikrovaskular meliputi retinopati, nefropati yang diawali dengan
mikroalbuminuria, dan neuropati. Sedangkan yang termasuk komplikasi
makrovaskular adalah penyakit arteri koroner, penyakit serebrovaskular, dan
penyakit pembuluh darah perifer. Masa anak dan remaja merupakan perioda yang
dapat digunakan untuk endukasi dan tata laksana intensif untuk mencegah dan
menunda komplikasi.10,14

Tabel 6. Tahapan pemeriksaan penapisan Komplikasi Mikrovaskuler menurut

ISPAD dan IDF.

Komplikasi Penapisan awal Pemantauan


Retinopati Pemeriksaan mata segera Penapisan retinopati
(dalam 3 bulan) setelah sebaiknya dilakukan setiap
diagnosis untuk mendeteksi tahun atau lebih sering bila
katarak atau gangguan terdapat risiko tinggi
refraksi yang membutuhkan kebutaan. Terapi laser dapat
koreksi kacamata. menurunkan kejadian
Pemeriksaan retina dimulai kebutaan karena retinopati.

sejak usia 11 tahun dan 2


tahun setelah terdiagnosis.
Nefropati Pemeriksaan Mikroalbuminemia
mikroalbuminuria dimulai diperiksa setiap
sejak usia 11 tahun dan 2 Tahun Mikroalbuminemia
tahun setelah terdiagnosis. dapat menghilang,
Perlu 2 atau 3 sampel urin intermiten, atau menetap
untuk membuktikan Penyebab lain
microalbuminuria yang mikroalbuminemia: infeksi
didefinisikan saluran kemih, olahraga,
sebagai
dan menstruasi Untuk
berikut:

26
Kecepatan ekskresi albumin microalbuminuria ACE-
(Albumin Excretion Rate/ inhibitor atau ARB dapat
AER): 20 – 200 mg/min mengurangi dan mencegah

atau AER 30 – 300 mg/hari. proteinuria (protein >500


Rasio Albumin/Kreatinin mg/hari atau 300mg/L pada
(RAK) pada pemeriksaan pemeriksaan urin pagi)
urin pagi:
Laki-laki 2.5 – 25 mg/mmol
Perempuan 3.5 – 25
mg/mmol Konsentrasi
albumin: 30 – 300 mg/L
pada pemeriksaan urin pagi
Neuropati Pemeriksaan klinis di usia Setiap tahun

11 tahun dan telah


terdiagnosis selama 2 tahun
ACE: Angiotensin Converting Enzyme; ARB: Angiotensi Receptor Blocker

Tabel 7. Tekanan Darah berdasarkan tinggi badan dan jenis kelamin menurut
ISPAD dan IDF

Tinggi (cm) LK Laki-laki Laki-laki Laki-laki


TD sistolik
TD Sistolik TD Diastolik TD Diastolik
persentil 90
persentil 95 persentil 90 persentil 95

110 113 118 68 72


120 115 120 70 73
130 117 122 72 74
140 120 124 73 75
150 125 130 74 77
160 133 138 74 79
170 140 146 77 81
180 144 151 79 83
190 143 148 81 84
Tinggi Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan
(cm) TD Sistolik TD Sistolik TD Diastolik TD Diastolik
persentil 90 persentil 95 persentil 90 persentil 95

110 110 113 66 70


120 112 115 68 72
130 114 118 70 74

27
140 118 123 72 75
150 122 126 73 76
160 125 130 74 77
170 129 134 75 78

TD: T1e 8k a0n a n Darah, diu 1ku3r3 dalam mmHg. 1P3a8da orang dengan76diabetes terapi

an8t0ipertensi digunakan jika TD > persentil 95 atau > 130/80.

PROGNOSIS

Diabetes Mellitus tipe 1 adalah penyakit kronis yang serius,menurut


beberapa literatur mengenai penyakit ini disebutkan bahwa umur dari penderita 10
tahun lebih pendek dibandingkan dengan yang bukan penderita. Pada anak yang
menderita kemungkinan akan mengalami penghambatan pertumbuhan sehingga
akan menjadi lebih pendek, dibandingkan dengan orang normal. Sedangkan
perkembangan seksual dari anak penderita diabetes mellitus tipe 1 juga akan
terhambat sehingga pencapaian umur pubertas akan lebih tua dari anak yang
normal. Prognosis akan menjadi buruk bila penyakit tidak dideteksi secara cepat.
Hal ini juga akan mengakibatkan komplikasi akut maupun kronis yang cukup
berat sehingga dapat mengancam jiwa penderita. Prognosis baik akan didapatkan
apabila pengelolaan status hiperglikemia dan ketogenesis terlaksana dengan baik,
kecepatan dan ketepatan deteksi dini penyakit serta pendidikan tentang penyakit
T1DM serta pengelolaannya yang jelas kepada orangtua pasien akan membantu
mencegah komplikasi yang mengancam jiwa.13

28
BAB III

LAPORAN

KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Nn.A
Umur : 16 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Tinggede
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Tanggal pemeriksaan : 7 Maret 2019

II. ANAMNESIS
Keluhan utama

Lemas

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien perempuan berusia 16 tahun masuk rumah sakit diantar oleh orang
tuanya dengan keluhan lemas seluruh tubuh. Rasa lemas timbul secara tiba-
tiba disertai mual, muntah berisi cairan, nyeri ulu hati dan sakit kepala
terutama pada bagian atas kepala. Tidak ada kejang, tidak ada pingsan.
Selama empat bulan terakhir nafsu makan mengalami peningkatan.
Dalam sehari bisa sampai 4-5 kali makan. Namun berat badan tidak
mengalami peningkatan. Tetapi mengalami penurunan berat badan sekitar 4
kg selama empat bulan terakhir. Selain itu penderita selalu merasa haus
dalam empat bulan terakhir, sehingga pasien banyak minum. Penderita juga

29
sering merasa cepat lelah. Sering buang air kecil terutama pada malam hari.

30
BAB lancar. Pada bulan mei tahun 2018 pasien di diagnosis diabetes dan
mendapat terapi insulin, namun tidak teratur.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sering mengalami keluhan yang sama seperti ini sebelumnya dan
pada bulan mei tahun 2018 yang lalu pasien didiagnosis diabetes melitus.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Dalam keluarga ibu kandung pasien mengidap diabetes melitus.

Riwayat Pengobatan

Pasien memiliki riwayat pengobatan insulin namun tidak terkontrol.

Riwayat Sosial dan Lingkungan

Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara, kakaknya tidak memiliki


keluhan yang sama. Pasien masih tinggal bersama orang tua dan belum
bekerja.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present
Keadaan umum : Tampak lemas
Kesadaran : Kompos mentis
GCS : E4V5M6
Nadi : 89 kali/ menit
Respirasi rate : 20 kali/ menit
Tekanan darah : 120/80 mmHg

Tempt axilla : 36,8 C


Berat badan : 36 kg

Status Generalis

31
• Kepala : Normocephal

• Mata : Anemis -/-, icterus -/-

• Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-)

• Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran


kelenjar tyroid (-).

• Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Gerakan dada simetris bilateral mengikuti gerak nafas
Palpasi : Nyeri tekan (-), Vocal Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak,
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1/S2 regular, murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Tampak datar
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan pada regio epigastrium
Perkusi : Timpani

• Ekstremitas : Akral hangat (+) di keempat ektremitas, edema


ekstremitas (-)

32
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Lengkap (05 Maret 2019)


WBC : 6,6 x 103uL
RBC : 3,82 x 106uL
HGB : 13,7 g/dL
HCT : 41,7%
MCV : 89 fL
MCH : 28,3 pg
MCHC : 33,6 g/dL
RDW-CV : 13,7 %
RDW-SD : 43 fL
PLT : 457 x 103uL
MPV : 7,9 fL
PCT : 0,363%
GDS : 225 mg/dl

Pemeriksaan Profil Lipid (06 Maret 2019)


Kolesterol : 201 mg/dL
HDL : 31 mg/dL
LDL : 138 mg/dL
Trigliserida : 239mg/dL

V. Resume

Pasien perempuan berusia 16 tahun masuk rumah sakit diantar oleh orang
tuanya dengan keluhan lemas seluruh tubuh. Rasa lemas timbul secara tiba-tiba
disertai mual, muntah berisi cairan, nyeri ulu hati dan sakit kepala terutama pada
bagian atas kepala. Tidak ada kejang, tidak ada pingsan.
Selama empat bulan terakhir pasien sering merasa lapar dan nafsu makan
mengalami peningkatan. Dalam sehari bisa sampai 4-5 kali makan. Namun berat
badan tidak mengalami peningkatan. Tetapi mengalami penurunan berat badan

sekitar 4 kg selama empat bulan terakhir. Selain itu penderita selalu merasa haus

33
dalam empat bulan terakhir, sehingga pasien banyak minum. selama sakit
penderita sering merasa cepat lelah. Sering buang air kecil terutama pada malam
hari. BAB lancar. Pada bulan mei tahun 2018 pasien di diagnosis diabetes dan

mendapat terapi insulin, namun tidak teratur.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum:tampak lemas


kesadaran: kompos mentis, GCS: E4V5M6, nadi: 89 kali/ menit, respirasi rate: 20
kali/ menit, tekanan darah: 120/80 mmHg, tempt axilla: 36,8  C, BB: 36 kg.

Skala nyeri : 0, kepala: normocephal, mata : anemis -/-, icterus -/-, Mulut
: Sianosis (-), bibir kering (-), leher : pembesaran kelenjar getah bening (-),
pembesaran kelenjar tyroid (-). Untuk pemeriksaan paru-paru, didapatkan
inspeksi: gerakan dada simetris bilateral mengikuti gerak nafas, palpasi: nyeri
tekan (-), vocal fremitus kiri = kanan , perkusi : sonor kedua lapangan paru,
auskultasi: suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-. Untuk pemeriksaan
jantung didapatkan inspeksi: iktus kordis tidak tampak, palpasi: ictus cordis teraba
di ICS V, perkusi : batas jantung normal, auskultasi : S1/S2 regular, murmur (-).
Untuk pemeriksaan abdomen didapatkan inspeksi: tampak datar, auskultasi:
Peristaltik (+) kesan normal, palpasi : nyeri tekan pada regio epigastrium,
perkusi: Timpani. Ekstremitas: Akral hangat (+) di keempat ektremitas, edema
ekstremitas (-)

VI. DIAGNOSIS KERJA


DM tipe 1

VII. DIAGNOSIS BANDING


- DM tipe 2
- Enuresis nokturnal

VIII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
- IVFD RL 16 tpm

34
- Omeprazole 40 mg/24 jam
- Domperidone 10 mg 3x1
- Novorapid 3x12U

IX. MONITORING
- Keluhan
- Evaluasi tanda vital

06/03/2019Lemas, sakit kepala, nyeri ulu hati, mual, muntah

O KU : Sakit sedang Kesadaran : Kompos mentis

Denyut Nadi : 84 kali/menit TD : 110/80 mmHg

Respirasi : 20 kali/menit Suhu : 36,70C

Kulit : Warna sawo matang

Kepala-Leher :

Bentuk : normosefal

Rambut : warna hitam tidak mudah dicabut

Mata : Edem palpebra (-), pupil bulat isokor (+/+), RCL (+/+), RCTL (+/+), konjun
Telinga : nyeri (-), sekret (-) otorrhea (-)

Hidung : rinorrhea (-), epistaksis (-), pernapasan cuping hidung (-


)

Mulut : bibir kering (-), sianosis (-) lidah kotor (-), tonsil T1/T1, faring hiperemis (-
Leher : tiroid ikut gerakan menelan (-), pembesaran KGB (-) Sistem pernapasan
Inspeksi: simetris bilateral (+)

35
Palpasi: vokal fremitus (D=S),

Perkusi: Sonor kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Sistem kardiovaskuler: denyut ictus cordis tidak terlihat, denyut ictus cordis teraba di

Sistem gastrointestinal: inspeksi kesan datar, peristaltik usus (+) kesan normal, perku
Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-)

A Diabetes Melitus tipe 1

P  IVFD RL 16 tpm
 Omeprazole 40 mg/24 jam
 Domperidone 10 mg 3x1
 Simvastatin 10 mg 1x1
 Novorapid 3x12U

07/03/2019Lemas, sakit kepala berkurang, nyeri ulu hati, mual, muntah

O KU : Sakit sedang Kesadaran : Kompos mentis

Denyut Nadi : 92 kali/menit TD : 120/80 mmHg

Respirasi : 20 kali/menit Suhu : 36,60C

Kulit : Warna sawo matang

Kepala-Leher :

Bentuk : normosefal

Rambut : warna hitam tidak mudah dicabut

Mata : Edem palpebra (-), pupil bulat isokor (+/+), RCL (+/+),

36
RCTL (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-)

Telinga : nyeri (-), sekret (-) otorrhea (-)

Hidung : rinorrhea (-), epistaksis (-), pernapasan cuping hidung (-


)

Mulut : bibir kering (-), sianosis (-) lidah kotor (-), tonsil T1/T1, faring hiperemis (-

Leher : tiroid ikut gerakan menelan (-), pembesaran KGB (-) Sistem pernapasan
Inspeksi: simetris bilateral (+) Palpasi : vokal fremitus (D=S), Perkusi: Sonor kedua la
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Sistem kardiovaskuler: denyut ictus cordis tidak terlihat, denyut ictus cordis teraba di

Sistem gastrointestinal: inspeksi kesan datar, peristaltik usus (+) kesan normal, perku

Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-)

A Diabetes Melitus tipe 1

P  IVFD RL 16 tpm
 Omeprazole 40 mg/24 jam
 Domperidone 10 mg 3x1
 Simvastatin 10 mg 1x1
 Novorapid 3x12U

37
08/03/2019 Lemas berkurang, nyeri ulu hati, mual (-), muntah (-)

O KU : Sakit sedang Kesadaran : Kompos mentis

Denyut Nadi : 84 kali/menit TD : 110/80 mmHg

Respirasi : 20 kali/menit Suhu : 36,70C

Kulit : Warna sawo matang

Kepala-Leher :

Bentuk : normosefal

Rambut : warna hitam tidak mudah dicabut

Mata : Edem palpebra (-), pupil bulat isokor (+/+), RCL (+/+),
RCTL (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-)

Telinga : nyeri (-), sekret (-) otorrhea (-)

Hidung : rinorrhea (-), epistaksis (-), pernapasan cuping hidung (-


)

Mulut : bibir kering (-), sianosis (-) lidah kotor (-), tonsil T 1/T1,
faring hiperemis (-)

Leher : tiroid ikut gerakan menelan (-), pembesaran KGB (-)

Sistem pernapasan

Inspeksi : simetris bilateral (+)

Palpasi : vokal fremitus (D=S),

Perkusi : Sonor kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Sistem kardiovaskuler: denyut ictus cordis tidak terlihat, denyut


ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicular sinistra, batas
jantung normal, bunyi jantung S1/S2 murni regular, bunyi
tambahan (-).

Sistem gastrointestinal: inspeksi kesan datar, peristaltik usus (+)

38
kesan normal, perkusi bunyi timpani (+), palpasi nyeri tekan (+)
regio epigastrium.

Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-)

A Diabetes Melitus tipe 1

P  Lansoprazole 1x1
 Simvastatin 10 mg 1x1
 Novorapid 3x12U

39
BAB IV
PEMBAHASAN

1. Anamnesis
Pasien perempuan berusia 16 tahun masuk rumah sakit diantar oleh orang
tuanya dengan keluhan lemas seluruh tubuh. Rasa lemas disertai mual, muntah
dan sakit kepala. Tidak ada kejang, tidak ada pingsan.
Selama empat bulan terakhir pasien sering merasa lapar dan nafsu makan
mengalami peningkatan. Dalam sehari bisa sampai 4-5 kali makan. Namun berat
badan tidak mengalami peningkatan. Tetapi mengalami penurunan berat badan
sekitar 4 kg selama empat bulan terakhir. Selain itu penderita selalu merasa haus
dalam empat bulan terakhir, sehingga pasien banyak minum. selama sakit
penderita sering merasa cepat lelah. Sering buang air kecil terutama pada malam
hari. BAB lancar. Pada bulan mei tahun 2018 pasien di diagnosis diabetes dan
mendapat terapi insulin, namun tidak teratur. Ibu dari pasien mengidap diabetes.
Diabetes mellitus tipe 1 disebabkan oleh adanya suatu proses autoimmune
atau idiopatik Dalam keadaan infeksi virus dapat memicu terjadinya suatu
proses autoimmune yang menyebabkan terjadinya destruksi sel beta pancreas
sehingga produksi insulin terhenti dan terjadi defisiensi insulin absolute. Selain
itu kerentanan genetic juga berperan dalam terjadinya diabetes mellitus tipe 1.
Pada kasus ini ibu pasien menderita penyakit diabetes mellitus. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa faktor genetik dan lingkungan sangat berperan dalam
terjadinya DM tipe 1. Faktor genetik dikaitkan dengan pola HLA tertentu yaitu
MHC HLA kelas II pada kromosom 6p21 misalnya HLA-DR3 dan HLA-DR4.
Sistem HLA berperan sebagai suatu faktor kerentanan. Diperlukan suatu factor
pemicu yang berasal dari lingkungan (infeksi virus, toksin dll) untuk
menimbulkan gejala klinis DM tipe 1.
Secara epidemiologi sekitar 96.000 anak usia dibawah 15 tahun
diperkirakan dapat mengembangkan DM tipe 1 setiap tahunnya di seluruh dunia.
Insidens DM tipe 1 sangat bervariasi baik antar negara maupun di dalam suatu

40
negara. Di beberapa negara barat kasus DM tipe 1 terjadi 5-10% dari seluruh
jumlah penderita diabetes, dan lebih dari 90% penderita diabetes pada anak dan
remaja adalah DM tipe 1. Pada kasus ini anak yang menderita DM tipe 1 berusia

16 tahun, terdiagnosis DM sejak usia 15 tahun dan tergolong remaja.

2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum:tampak lemas
kesadaran: kompos mentis, GCS: E4V5M6, nadi: 89 kali/ menit, respirasi rate: 20
kali/ menit, tekanan darah: 120/80 mmHg, tempt axilla: 36,8  C, BB: 36 kg, skala
nyeri : 0, kepala: normocephal, mata : anemis -/-, icterus -/-, Mulut : Sianosis (-),
bibir kering (-), leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar
tyroid (-). Untuk pemeriksaan paru-paru, didapatkan inspeksi: gerakan dada
simetris bilateral mengikuti gerak nafas, palpasi: nyeri tekan (-), vocal fremitus
kiri = kanan , perkusi : sonor kedua lapangan paru, auskultasi: suara nafas
vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-. Untuk pemeriksaan jantung didapatkan
inspeksi: iktus kordis tidak tampak, palpasi: ictus cordis teraba di ICS V, perkusi :
batas jantung normal, auskultasi: S1/S2 regular, murmur (-). Untuk pemeriksaan
abdomen didapatkan inspeksi: tampak datar, auskultasi: Peristaltik (+) kesan
normal, palpasi: nyeri tekan pada regio epigastrium, perkusi: Timpani.
Ekstremitas: Akral hangat (+) di keempat ektremitas, edema ekstremitas (-)
Pasien dalam kasus ini masuk dengan keluhan lemas disertai mual,
muntah dan sakit kepala. Selama empat bulan terakhir sering merasa lapar
sehingga nafsu makan mengalami peningkatan dan mengalami penurunan berat
badan sekitar 4 kg selama empat bulan terakhir. Selain itu penderita selalu merasa
sering haus dalam empat bulan terakhir, sehingga pasien banyak minum. selama
sakit penderita sering merasa cepat lelah. Sering buang air kecil terutama pada
malam hari.
Gejala ini sesuai dengan manifestasi klinik dari diabetes mellitus tipe 1
yaitu polydipsia, polyuria, polyphagia dan disertai gejala lain berupa nocturia,
fatigue, letargi, penurunan berat badan dan penglihatan kabur.

41
Pada diabetes mellitus tipe 1 terjadi defisiensi insulin absolute yang diserta
dengan respon dari sel alfa pancreas berupa peningkatan hormone glucagon. Hal
ini mengakibatkan penurunan uptake glukosa di otot sehingga pasien akan selalu

merasa lemas walaupun makan banyak. Tubuh memerlukan glukosa untuk


dijadikan sumber energi. Pada keadaan ini akan terjadi pemecahan protein dan
lipid dalam tubuh (Lipolysis) sehingga terjadi penurunan berat badan, rasa lapar
berlebihan dan polyphagia. Pemecahan protein menghasilkan produk akhir berupa
asam amino, sedangkan produk akhir pemecahan lipid adalah glycerol dan asam
lemak. Produk-produk ini di gunakan dalam proses glukoneogenesis di hepar
untuk pembentukan glukosa. Pembentukan glukosa yang terlalu banyak ini akan
menyebabkan hiperglikemia.
Keadaan hiperglikemia akan menyebabkan suatu permasalahan yaitu

diuresis osmotik. Diuresis osmotic adalah suatu kondisi dimana terjadinya


peningkatan glukosa yang menyebabkan terjadinya perpindahan glukosa ke ginjal
sehingga terjadi glukosuria.

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini yaitu pemeriksaan
laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap, kadar gula darah sewaktu, dan
pemeriksaan profil lipid.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar gula darah sewaktu


adalah 225 g/dL. Diagnosis diabetes melitus berdasarkan konsensus nasional
pengelolaan diabetes mellitus tipe 1 dapat ditegakkan apabila memenuhi salah
satu kriteria sebagai berikut:

- Ditemukannya gejala klinis, poliuri, polidipsi, polifagi, nokturia,


enuresis, penurunan berat badan dan kadar glukosa plasma sewaktu >
200 mg/dL (11,1 mmol/L)
- Kadar glukosa plasma puasa > 126 mg/dL (7 mmol/L)

42
- Kadar glukosa plasma > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) pada jam ke-2
TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral)
- HbA1c > 6,5% (dengan standar NGSP dan DCCT)

Pada anak biasanya pemeriksaan toleransi glukosa tidak perlu


dilakukan,karena gambaran klinis sudah ada. Berdasarkan kriteria tersebut, pasien
ini didiagnosis pasti diabetes mellitus tipe 1 karena memenuhi kriteria 1.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar profil lipid terjadi


peningkatan trigliserida. Hal ini sesuai dengan penelitian Bedowra Z dkk di
Bangladesh tentang profil lipid DM tipe 1 pada anak dan dewasa dimana jumlah
sampel total 422 pasien, 198 laki-laki dan 224 perempuan. Rentang usia pasien
adalah 10-18 tahun. Frekuensi dislipidemia adalah 64% dan lebih banyak pada
kelompok usia pubertas (74%). Sebagian besar sampel memiliki durasi diabetes
<5 tahun. Dislipidemia yang paling sering ditemukan adalah peningkatan
trigliserida (50%). Tidak ada perbedaan yang signifikan mengenai riwayat
keluarga, riwayat diabetes atau lamanya diabetes.

4. Penatalaksanaan
- IVFD RL 16 tpm
- Omeprazole 40 mg/24 jam
- Domperidone 10 mg 3x1
- Simvastatin 10 mg 1x1
- Novorapid 3x12U

Pada kasus ini jenis insulin yang di berikan adalah novorapid yaitu insulin
kerja cepat. Jenis ini direkomendasikan untuk digunakan pada jam makan, atau
penatalaksanaan insulin saat sakit. Dapat diberikan dalam regimen 2/3x sehari
atau regimen basal-bolus.Selain itu jenis ini menghindari terjadinya hipoglikemia.
Adapun dosis yang diberikan pada pasien ini adalah 0,5-1 Unit/Kg BB/hari. Berat
badan pasien 36 kg sehingga dosis yang diberikan adalah 3 kali 12 unit/hari

43
diberikan sebelum makan. Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari
beberapa hal seperti monitor gula darah, diet, olahraga maupun usia puberitas
(terkadang meningkat hingga 2 unit/kgBB/hari). Insulin jenis ini memberikan efek

yang cepat dibandingkan insulin regular saat tatalaksana hiperglikemia,


ketoasidosis, saat sakit, atau tindakan bedah dimana pada pasien ini berada dalam
keadaan sakit.

Pemberian omeprazole pada kasus ini bertujuan untuk mengatasi gejala


simptomatik. Omeprazole merupakan golongan proton pump inhibitor (PPI)
yang dapat menghambat asam lambung dengan menghambat kerja enzim
(K+H+ ATPase) yang akan memecah K +H+ ATP menghasilkan energy yang
digunakan untuk mengeluarkan asam HCL dari kanalikuli sel parietal ke
dalam lumen lambung.

Pemberian domperidone bertujuan untuk antiemetik pada kasus ini.


Domperidon menjadi obat antiemetik dengan mekanisme kerja menghambat aksi
dopamin dengan menginhibisi dopamin pada reseptornya. Obat ini memiliki
afinitas yang cukup kuat pada reseptor dopamin D2 dan D3 yang ditemukan
dalam CTZ (Chemoreseptor Trigger Zone) yang berada pada bagian luar sawar
darah otak yang meregulasi mual dan muntah.

Pemberian simvastatin bertujuan untuk menurunkan kadar kolesterol pada


kasus ini. Simvastatin bekerja dengan cara menghambat HMG-CoA reduktase,
suatu enzim yang berperan dalam pembentukan kolesterol. Dengan terhambatnya
kinerja enzim maka kadar kolesterol dalam darah akan berkurang.

44
BAB V
KESIMPULAN

1. Diabetes mellitus merupakan ganguan metabolik/endokrin yang paling umum


pada masa kanak-kanak dengan konsekuensi penting terhadap perkembangan
fisik dan emosi.
2. Diabetes mellitus tipe 1 terjadi disebabkan oleh karena kerusakan sel β-
pankreas. Kerusakan yang terjadi dapat disebabkan oleh proses autoimun
maupun idiopatik. Pada DM tipe 1 sekresi insulin berkurang atau terhenti.
3. Data registri nasional DM tipe 1 pada anak dari PP IDAI tahun 2009 hingga
tahun 2014 didapatkan 1021 kasus.
4. Sebagian besar penderita DM tipe 1 mempunyai riwayat perjalanan klinis yang
akut. Poliuri, polidipsi, polifagi merupakan ciri khas dari DM tipe 1.
5. Gejala lain juga dapat berupa enuresis, nokturia, penurunan berat badan, dan
gangguan penglihatan, ketoasidosis diabetik.
6. Untuk diagnosis DM tipe 1 diperoleh dari anamnesis didapatkan gejala khas
berupa poliuri, polidipsi, dan polifagi. Pada pemeriksaan darah didapatkan
peningkatan kadar gula darah.
7. Penatalaksanaan DM tipe 1 merupakan penatalaksanaan mutlak berupa
pemberian insulin eksogen.
8. Differential diagnosis DM tipe 1 adalah DM tipe 2, enuresis nocturnal.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Justin M.Gregory, Daniel J et all. Type 1 Diabetes Mellitus . Pediatrics


in review:2013
2. Al Homsi MF, Lukic ML. An Update on the pathogenesis of Diabetes
Mellitus. Faculty of Medicine and Health Sciences, UAE University, Al
Ain, United Arab Emirates; 2000
3. Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010). Diabetes in children
and adolescents, basic training manual for healthcare professionals in

developing countries, 1st ed. Argentina: ISPAD, h 20-21.


4. ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2018. Stages of type 1
Diabetes in Children and Adolescents. Pediatric Diabetes 2018, h 3-11
5. Mortensen HB, et al. Multinational study in children and adolescents with
newly diagnosed type 1 diabetes: association of age, ketoacidosis, HLA
status, and autoantibodies on residual beta-cell function and glycemic

control 12 months after diagnosis. Pediatric Diabetes 2010: 11: 218–226.


6. Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N
(2010). Diabetes Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP
Aman B. Pulungan, editor. Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung
Seto 2010, h 124-161.
7. Thomas RC, et al. Autoimmunity and the Pathogenesis of type 1 Diabetes.
McGill University Medical School, Montreal, Canada; 2010; 47(2): 51–71
8. Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children.
Dalam: Moshang T Jr. Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc,
h 3-18.
9. ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2018: Definition,
epidemiology, and classification of diabetes in children and adolescents, h
8-13.
10. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation:
Konsensus Nasional Pengelolaan DM tipe 1 2015, h 6-80.
11. PPM IDAI. Diabetes Melitus tipe-1 2009, h 51-57.

46
12. American Diabetes Association. Standards of Medical Care In Diabetes
2018, h 13-27.
13. Emedicine Medscape. Pathophysiology of Type 1 Diabetes Mellitus 2018.

14. Panduan Praktik Klinis IDAI. Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes Melitus
tipe 1 Pada Anak dan Remaja, h 1-13.
15. Emedicine Medscape. Type 1 Diabetes Mellitus Clinical Presentation 2018.

47

Anda mungkin juga menyukai