Hehe 3
Hehe 3
DM TIPE 1
(DIABETES MELITUS)
DisusunOleh:
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
1
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Fakultas : Kedokteran
PALU
Pembimbing Mahasiswa
2
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul i
Lembar Pengesahan ii
Daftar Tabel v
Daftar Gambar vi
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Definisi 3
B. Epidemiologi 3
C. Klasifikasi 4
D. Patogenesis 4
E. Manifestasi Klinis 8
F. Diagnosis 10
G. Penatalaksanaan DVT 15
H komplikasi 21
I. Prognosis 23
Halaman
BAB V. KESIMPULAN 40
DAFTAR PUSTAKA 41
3
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Klasifikasi DM berdasarkan etiologi 4
DAFTAR GAMBAR
Halaman
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
Sangat dimungkinkan angkanya lebih tinggi apabila kita merujuk pada
kemungkinan anak dengan DM yang meninggal tanpa terdiagnosis sebagai
ketoasidosis diabetikum ataupun belum semua pasien DM tipe 1 yang
10
dilaporkan.
6
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Definisi
Epidemiologi
7
Terdapat 2 puncak insidens DM tipe 1 pada anak yaitu pada usia 5-6 tahun
dan 11 tahun. Patut dicatat bahwa lebih dari 50% penderita baru DM tipe 1
berusia >20 tahun.10
dikaitkan dengan pola HLA tertentu yaitu MHC HLA kelas II pada kromosom
6p21 misalnya HLA-DR3 dan HLA-DR4. Sistem HLA berperan sebagai suatu
factor kerentanan. Diperlukan suatu factor pemicu yang berasal dari lingkungan
(infeksi virus, toksin dll) untuk menimbulkan gejala klinis DM tipe 1.10
Dikaitkan dengan HLA, diperkirakan 10% mempunyai riwayat keluarga
diabetes. Resiko kembar identik adalah kurang dari 40%, sedangkan pada saudara
kandung diperkirakan 4% pada usia 20 tahun, dan 9,6% pada usia 60 tahun
dibandingkan 0,5% pada seluruh populasi.10
2.1 Klasifikasi
International Society of Pediatric and Adolescene Diabetes dan WHO
merekomendasikan klasifikasi DM berdasarkan etiologi (Tabel 1).
8
III. DM Tipe lain
a. Defek genetik fungsi pankreas sel β
b. Defek genetic pada kerja insulin
Patofisiologi
akan menimbulkan gejala ketika 90% sel β pankreas rusak. Ketika massa sel β
9
menurun, sekresi insulin menurun sampai insulin yang tersedia tidak memadai
untuk mempertahankan kadar glukosa dalam darah normal. Setelah kerusakan sel
β mencapai 80-90%, hiperglikemia terjadi dan diabetes dapat didiagnosis. Pasien
sebelum gejala klinis muncul. Sekitar 85% penderita DM tipe 1 memiliki sel islet
yang bersirkulasi dalam darah, dan kebanyakan memiliki antibodi anti-insulin
yang dapat di deteksi sebelum terapi insulin. Antibodi sel islet yang umum
ditemukan adalah Glutamate Acid Decarboxylase (GAD), Insulin-Associated
Tyrosine Phosphatase Antibody (IA2A), Insulin Autoantibody (IAA), Islet Cell
Antibody (ICA). Polimorfisme Antigen Leukosit Manusia (HLA) kelas II yang
mengkode DR dan DQ adalah penentu genetik utama DM tipe 1. Sekitar 95%
pasien DM tipe 1 memiliki HLA-DR3 dan HLA-DR4. Heterozigot untuk
haplotipe tersebut memiliki resiko DM yang jauh lebih besar dibandingkan
10
Susceptibility
Environment Genetic
Immunological Priming
Auto-immune disease
Insulin Deficiency
Clinical Diabetes
11
Gambar 2. Patomekanisme terjadi DM tipe 1
GEJALA KLINIS
Gejala yang paling umum dari diabetes mellitus tipe 1 (DM) adalah poliuria,
polidipsia, dan polifagia, bersama dengan kelesuan, mual, dan pandangan kabur,
yang semuanya merupakan hasil dari hiperglikemia itu sendiri. Poliuria
disebabkan oleh diuresis osmotik sekunder akibat hiperglikemia. Enuresis
12
nokturnal berat sekunder akibat poliuria dapat menjadi indikasi timbulnya
diabetes pada anak kecil. Haus adalah respons terhadap keadaan hiperosmolar dan
dehidrasi. Kelelahan dan kelemahan dapat disebabkan oleh pengecilan otot akibat
terjadi secara de novo atau sekunder akibat tekanan penyakit atau pembedahan.
Timbulnya gejala pada pasien muda dengan ketoasidosis selalu dianggap sebagai
diagnosis DM tipe 1.15
Seiring waktu, pasien dengan DM tipe 1 baru-awal akan kehilangan berat
badan, meskipun nafsu makan normal atau meningkat, karena penipisan air dan
keadaan katabolik dengan berkurangnya glikogen, protein, dan trigliserida.
Penurunan berat badan mungkin tidak terjadi jika pengobatan dimulai segera
setelah timbulnya penyakit. Gejala gastrointestinal (GI) DM tipe 1 adalah sebagai
berikut:
- Mual, ketidaknyamanan perut atau sakit, dan perubahan gerakan usus dapat
menyertai DKA akut.
- Perlemakan hati akut dapat menyebabkan distensi kapsul hepatik,
menyebabkan nyeri kuadran kanan atas.
13
berkembang setelah bertahun-tahun hiperglikemia kronis yang berkepanjangan.
Neuropati perifer tampak mati rasa dan kesemutan pada kedua tangan dan kaki, perasaan seperti sa
Penting untuk menanyakan tentang jenis dan durasi diabetes pasien dan
tentang perawatan yang diterima pasien untuk diabetes. Penentuan tipe diabetes didasarkan pada ri
sangat penting dalam penilaian pasien dengan DM tipe 1.15
DIAGNOSIS
Anamnesis
Bentuk klasik
:
- Polidipsi, poliuri, polifagi. Poliuria biasanya tidak diutarakan secara
langsung oleh orangtua kepada dokter, yang sering dikeluhkan adalah anak
sering mengompol, mengganti popok terlalu sering, disertai infeksi jamur
berulang disekitar daerah tertutup popok, dan anak terlihat dehidrasi.
- Penurunan berat badan yang nyata dalam waktu 2-6 minggu disertai
14
- ‘’irritable’’ dan penurunan prestasi sekolah
- Infeksi kulit berulang
- Kandidiasis vagina terutama pada anak wanita prepubertas
- Gagal tumbuh
- Berbeda dengan DM tipe 2 yang biasanya cenderung gemuk, anak-anak
DM tipe 1 biasanya kurus
- Renjatan
• Kondisi yang sulit didiagnosis (sering menyebabkan keterlambatan
diagnosis KAD)
- Pada bayi/anak <2-3 tahun
- Hiperventilasi: sering didiagnosis awal sebagai pneumonia atau asma
berat
- Nyeri perut: sering diduga sebagai akut abdomen
- Poliuri dan enuresis: sering didiagnosis awal sebagai gangguan
psikogenik
Pemeriksaan penunjang:
- Kadar gula darah sewaktu: >200 mg/dL (11,1 mmol/L). Pada penderita
asimtomatis ditemukan kadar gula darah puasa lebih tinggi dari normal
dan uji toleransi glukosa terganggu pada lebih dari satu kali pemeriksaan.
- Kadar gula darah puasa: >126 mg/dL (tidak ada asupan kalori selama 8
jam).
- Kadar gula darah 2 jam pasca toleransi glukosa: >200 mg/dL (11,1
mmol/L)
15
- Kadar C-Peptida: untuk melihat fungsi sel β yang masih memproduksi
insulin; dapat digunakan apabila sulit membedakan DM tipe 1 dan 2.
3. Two-hour postload glucose >11,1 mmol/L (> 200 mg/dL) during an OGTT. a
The test should be performed using a glucose load containing the equivalent of 75
g anhydrous glucose dissolved in water or 1,75 g/kg of body weight to a maximum of 75 g.
4. HbA1c >6,5% b
16
a
In the absence of unequivocal hyperglycemia, the diagnosis of diabetes based on
these criteria should be confirmed by repeat testing.
b
A value of less than 6,5% does not exclude diabetes diagnosed using glucose
tests. The role of HbA1c alone in diagnosing type 1 diabetes in children is unclear
Perjalanan Penyakit
Periode Pra-Diabetes
Pada periode ini, gejala-gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini
sudah terjadi sekitar 90% kerusakan sel β-pankreas. Predisposisi genetik tertentu
memungkinkan terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang
ditandai dengan mulai berkurangnya sel β-pankreas yang berfungsi. Kadar C-
petide mulai menurun. Pada periode ini autoantibody mulai ditemukan apabila
dilakukan pemeriksaan laboratorium.4
Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini sudah
terjadi sekitar 90% kerusakan sel β-pankreas. Karena sekresi insulin sangat
kurang, maka kadar gula darah akan tinggi/meningkat. Kadar gula darah yang
melebihi 180mg/dL akan menyebabkan dieresis osmotik. Keadaan ini
menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit melalui urin (poliuri,
dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat di-uptake ke dalam sel,
penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus.
Pada periode ini penderita memerlukan insulin dari luar agar gula darah di-uptake
ke dalam sel. 4
17
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode
ini sisa-sisa sel β-pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin
dari dalam tubuh sendiri. Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan
berkurang hingga kurang dari 0,5 U/kgBB/hari. Namun periode ini hanya
berlangsung sementara, bisa dalam hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu
adanya edukasi pada orang tua bahwa periode ini bukanlah fase remisi yang
menetap.4
18
(nafas cepat dan dalam) yang sangat berbeda dengan tipe nafas pada
bronkopneumonia. Nafas Kusmaull adalah tanda dari ketoasidosis.
4. Nyeri perut : Seringkali dikira sebagai peritonitis atau appendicitis. Pada
Penatalaksanaan DM Tipe 1
1. Insulin
19
olahraga, aktifitas harian, hasil monitoring glukosa darah dan HbA1c,
serta ada tidaknya komorbitas. 6,10,11,14
Dosis insulin (empiris):
20
konsisten pada DM tipe 1. Rerata HbA1c pada kelompok
pengobatan intensif DCCT adalah 7-7,5%.
- Konsep basal-bolus (misal: insulin pump, kombinasi
pemberian insulin basal 1-2 kali dan insulin kerja cepat atau
kerja pendek sebagai bolus saat makan utama/makan kecil)
menyerupai sekresi insulin fisiologis.
- Bagi anak sangat dianjurkan paling tidak menggunakan 2 kali
injeksi insulin per hari (campuran insulin kerja cepat/pendek
dengan insulin basal).
- Pada fase remisi seringkali hanya memerlukan 1 kali suntikan
insulin kerja menengah, panjang atau basal untuk mencapai
control metabolik yang baik.
e. Penyesuain Dosis :
- Penyesuaian dosis insulin bolus dapat dilakukan dengan
memperhitungkan rasio insulin bolus-karbohidrat, yaitu
21
menggunakan insulin kerja pendek. Angka 1800 atau 1500
dibagi dengan insulin total harian hasilnya dalam mg/dL,
artinya 1 unit insulin akan menurunkan kadar glukosa darah
30 menit
Kerja Pendek 2-4 jam
30-60 menit 5-8 jam
sebelum makan
(Reguler/Soluble)
Kerja Menengah
Semilente
1-2 jam 4-10 jam 8-6 jam 30 menit
sebelum makan
NPH 2-4 jam 4-12 jam 12-24 jam
Tipe Lente IZS 3-4 jam 6-15 jam 18-24 jam
Campuran
Cepat-menengah
30 menit 1-12 jam 16-24 jam 30 menit
sebelum makan
Pendek-menengah 30 menit 1-12 jam 16-24 jam
Note: IZS: Insulin Zinc Suspension; NPH: Neutral Protamine Hagedorn Insulin
*Lama kerja kemungkinan kurang dari 24 jam.
2. Diet
22
Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada upaya untuk
mengoptimalkan proses pertumbuhan. Pada regimen konvensional, pengaturan
makan dengan memperhitungkan asupan dalam bentuk kalori. Pada regimen
Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 60-65% karbohidrat,
25% protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan <30% lemak. 6,14
Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali
makanan kecil. Tidak ada pengaturan makan khusus yang dianjurkan pada anak,
tetapi pemberian makanan yang mengandung banyak serat seperti buah, sayuran, dan
sereal akan membantu mencegah lonjakan kadar glukosa darah. 6,14
3. Aktivitas / exercise
Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga
akan membantu mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat badan
apabila menjadi obes serta meningkatkan percaya diri. Olahraga akan membantu
menurunkan kadar gula darah serta meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap
insulin. Namun perlu diketahui pula bahwa olahraga dapat meningkatkan risiko
hipoglikemia maupun hiperglikemia (bahkan ketoasidosis). Sehingga pada anak
DM memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjalankan
olahraga, di antaranya adalah target gula darah yang diperbolehkan untuk
olahraga, penyesuaian diet, insulin serta monitoring gula darah yang aman.
Apabila gula darah sebelum olahraga di atas 250 mg/dl serta didapatkan adanya
23
ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila kadar gula darah di bawah 90
mg/dl, maka sebelum berolahraga perlu menambahkan diet karbohidrat untuk
mencegah hipoglikemia. 6,10,11
4. Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita
maupun orang tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya,
patofisiologi, apa yang boleh dan tidak boleh pada penderita DM, insulin
(regimen, dosis, cara menyuntik, lokasi menyuntik serta efek samping
penyuntikan), monitor gula darah dan juga target gula darah ataupun HbA1c yang
diinginkan. 6
mmol/L) mmol/L)
24
Glukosa 80-126 mg/dL 90-180 mg/ 180-250 mg/dL > 250 mg/dL
darah (4,5-7,0 dL (10-14 (> 14 mmoL)
setelah mmol/L) (5-10 mmol/L) mmol/L)
makan
Glukosa 80-100 mg/dL 120-180 mg/ < 120 mg/dL < 80 mg/dL
darah (4,0-5,6 dL (6,7-10 atau 200 mg/dL atau > 200
sebelum mmol/L) mmol/L) (<6,7 mmol/L mg/dL (< 4,4
tidur atau 10- mmol/L atau >
11mmol/L) 11 mmol/L)
Glukosa 65-100 mg/dL 80-162 mg/ < 75 mg/dL 70 mg/dL atau
darah (3,6-5,6 dL (4,5-9 atau > 162 > 200 mg/dL
malam mmol/L) mmol/L) mg/dL (< 4,3 (< 4,0 mmol/L
hari saat mmol/L atau > atau > 11
Komplikasi
25
Komplikasi jangka pendek (akut) yang sering terjadi : hipoglikemia dan
ketoasidosis. Komplikasi diabetes pada sistem pembuluh darah dapat
menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang berarti. Komplikasi jangka panjang
26
Kecepatan ekskresi albumin microalbuminuria ACE-
(Albumin Excretion Rate/ inhibitor atau ARB dapat
AER): 20 – 200 mg/min mengurangi dan mencegah
Tabel 7. Tekanan Darah berdasarkan tinggi badan dan jenis kelamin menurut
ISPAD dan IDF
27
140 118 123 72 75
150 122 126 73 76
160 125 130 74 77
170 129 134 75 78
TD: T1e 8k a0n a n Darah, diu 1ku3r3 dalam mmHg. 1P3a8da orang dengan76diabetes terapi
PROGNOSIS
28
BAB III
LAPORAN
KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Nn.A
Umur : 16 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Tinggede
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Tanggal pemeriksaan : 7 Maret 2019
II. ANAMNESIS
Keluhan utama
Lemas
Pasien perempuan berusia 16 tahun masuk rumah sakit diantar oleh orang
tuanya dengan keluhan lemas seluruh tubuh. Rasa lemas timbul secara tiba-
tiba disertai mual, muntah berisi cairan, nyeri ulu hati dan sakit kepala
terutama pada bagian atas kepala. Tidak ada kejang, tidak ada pingsan.
Selama empat bulan terakhir nafsu makan mengalami peningkatan.
Dalam sehari bisa sampai 4-5 kali makan. Namun berat badan tidak
mengalami peningkatan. Tetapi mengalami penurunan berat badan sekitar 4
kg selama empat bulan terakhir. Selain itu penderita selalu merasa haus
dalam empat bulan terakhir, sehingga pasien banyak minum. Penderita juga
29
sering merasa cepat lelah. Sering buang air kecil terutama pada malam hari.
30
BAB lancar. Pada bulan mei tahun 2018 pasien di diagnosis diabetes dan
mendapat terapi insulin, namun tidak teratur.
Pasien sering mengalami keluhan yang sama seperti ini sebelumnya dan
pada bulan mei tahun 2018 yang lalu pasien didiagnosis diabetes melitus.
Riwayat Pengobatan
Status Present
Keadaan umum : Tampak lemas
Kesadaran : Kompos mentis
GCS : E4V5M6
Nadi : 89 kali/ menit
Respirasi rate : 20 kali/ menit
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Status Generalis
31
• Kepala : Normocephal
• Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Gerakan dada simetris bilateral mengikuti gerak nafas
Palpasi : Nyeri tekan (-), Vocal Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak,
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1/S2 regular, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan pada regio epigastrium
Perkusi : Timpani
32
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
V. Resume
Pasien perempuan berusia 16 tahun masuk rumah sakit diantar oleh orang
tuanya dengan keluhan lemas seluruh tubuh. Rasa lemas timbul secara tiba-tiba
disertai mual, muntah berisi cairan, nyeri ulu hati dan sakit kepala terutama pada
bagian atas kepala. Tidak ada kejang, tidak ada pingsan.
Selama empat bulan terakhir pasien sering merasa lapar dan nafsu makan
mengalami peningkatan. Dalam sehari bisa sampai 4-5 kali makan. Namun berat
badan tidak mengalami peningkatan. Tetapi mengalami penurunan berat badan
sekitar 4 kg selama empat bulan terakhir. Selain itu penderita selalu merasa haus
33
dalam empat bulan terakhir, sehingga pasien banyak minum. selama sakit
penderita sering merasa cepat lelah. Sering buang air kecil terutama pada malam
hari. BAB lancar. Pada bulan mei tahun 2018 pasien di diagnosis diabetes dan
Skala nyeri : 0, kepala: normocephal, mata : anemis -/-, icterus -/-, Mulut
: Sianosis (-), bibir kering (-), leher : pembesaran kelenjar getah bening (-),
pembesaran kelenjar tyroid (-). Untuk pemeriksaan paru-paru, didapatkan
inspeksi: gerakan dada simetris bilateral mengikuti gerak nafas, palpasi: nyeri
tekan (-), vocal fremitus kiri = kanan , perkusi : sonor kedua lapangan paru,
auskultasi: suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-. Untuk pemeriksaan
jantung didapatkan inspeksi: iktus kordis tidak tampak, palpasi: ictus cordis teraba
di ICS V, perkusi : batas jantung normal, auskultasi : S1/S2 regular, murmur (-).
Untuk pemeriksaan abdomen didapatkan inspeksi: tampak datar, auskultasi:
Peristaltik (+) kesan normal, palpasi : nyeri tekan pada regio epigastrium,
perkusi: Timpani. Ekstremitas: Akral hangat (+) di keempat ektremitas, edema
ekstremitas (-)
VIII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
- IVFD RL 16 tpm
34
- Omeprazole 40 mg/24 jam
- Domperidone 10 mg 3x1
- Novorapid 3x12U
IX. MONITORING
- Keluhan
- Evaluasi tanda vital
Kepala-Leher :
Bentuk : normosefal
Mata : Edem palpebra (-), pupil bulat isokor (+/+), RCL (+/+), RCTL (+/+), konjun
Telinga : nyeri (-), sekret (-) otorrhea (-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-) lidah kotor (-), tonsil T1/T1, faring hiperemis (-
Leher : tiroid ikut gerakan menelan (-), pembesaran KGB (-) Sistem pernapasan
Inspeksi: simetris bilateral (+)
35
Palpasi: vokal fremitus (D=S),
Sistem kardiovaskuler: denyut ictus cordis tidak terlihat, denyut ictus cordis teraba di
Sistem gastrointestinal: inspeksi kesan datar, peristaltik usus (+) kesan normal, perku
Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-)
P IVFD RL 16 tpm
Omeprazole 40 mg/24 jam
Domperidone 10 mg 3x1
Simvastatin 10 mg 1x1
Novorapid 3x12U
Kepala-Leher :
Bentuk : normosefal
Mata : Edem palpebra (-), pupil bulat isokor (+/+), RCL (+/+),
36
RCTL (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-) lidah kotor (-), tonsil T1/T1, faring hiperemis (-
Leher : tiroid ikut gerakan menelan (-), pembesaran KGB (-) Sistem pernapasan
Inspeksi: simetris bilateral (+) Palpasi : vokal fremitus (D=S), Perkusi: Sonor kedua la
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Sistem kardiovaskuler: denyut ictus cordis tidak terlihat, denyut ictus cordis teraba di
Sistem gastrointestinal: inspeksi kesan datar, peristaltik usus (+) kesan normal, perku
P IVFD RL 16 tpm
Omeprazole 40 mg/24 jam
Domperidone 10 mg 3x1
Simvastatin 10 mg 1x1
Novorapid 3x12U
37
08/03/2019 Lemas berkurang, nyeri ulu hati, mual (-), muntah (-)
Kepala-Leher :
Bentuk : normosefal
Mata : Edem palpebra (-), pupil bulat isokor (+/+), RCL (+/+),
RCTL (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-) lidah kotor (-), tonsil T 1/T1,
faring hiperemis (-)
Sistem pernapasan
38
kesan normal, perkusi bunyi timpani (+), palpasi nyeri tekan (+)
regio epigastrium.
P Lansoprazole 1x1
Simvastatin 10 mg 1x1
Novorapid 3x12U
39
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Anamnesis
Pasien perempuan berusia 16 tahun masuk rumah sakit diantar oleh orang
tuanya dengan keluhan lemas seluruh tubuh. Rasa lemas disertai mual, muntah
dan sakit kepala. Tidak ada kejang, tidak ada pingsan.
Selama empat bulan terakhir pasien sering merasa lapar dan nafsu makan
mengalami peningkatan. Dalam sehari bisa sampai 4-5 kali makan. Namun berat
badan tidak mengalami peningkatan. Tetapi mengalami penurunan berat badan
sekitar 4 kg selama empat bulan terakhir. Selain itu penderita selalu merasa haus
dalam empat bulan terakhir, sehingga pasien banyak minum. selama sakit
penderita sering merasa cepat lelah. Sering buang air kecil terutama pada malam
hari. BAB lancar. Pada bulan mei tahun 2018 pasien di diagnosis diabetes dan
mendapat terapi insulin, namun tidak teratur. Ibu dari pasien mengidap diabetes.
Diabetes mellitus tipe 1 disebabkan oleh adanya suatu proses autoimmune
atau idiopatik Dalam keadaan infeksi virus dapat memicu terjadinya suatu
proses autoimmune yang menyebabkan terjadinya destruksi sel beta pancreas
sehingga produksi insulin terhenti dan terjadi defisiensi insulin absolute. Selain
itu kerentanan genetic juga berperan dalam terjadinya diabetes mellitus tipe 1.
Pada kasus ini ibu pasien menderita penyakit diabetes mellitus. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa faktor genetik dan lingkungan sangat berperan dalam
terjadinya DM tipe 1. Faktor genetik dikaitkan dengan pola HLA tertentu yaitu
MHC HLA kelas II pada kromosom 6p21 misalnya HLA-DR3 dan HLA-DR4.
Sistem HLA berperan sebagai suatu faktor kerentanan. Diperlukan suatu factor
pemicu yang berasal dari lingkungan (infeksi virus, toksin dll) untuk
menimbulkan gejala klinis DM tipe 1.
Secara epidemiologi sekitar 96.000 anak usia dibawah 15 tahun
diperkirakan dapat mengembangkan DM tipe 1 setiap tahunnya di seluruh dunia.
Insidens DM tipe 1 sangat bervariasi baik antar negara maupun di dalam suatu
40
negara. Di beberapa negara barat kasus DM tipe 1 terjadi 5-10% dari seluruh
jumlah penderita diabetes, dan lebih dari 90% penderita diabetes pada anak dan
remaja adalah DM tipe 1. Pada kasus ini anak yang menderita DM tipe 1 berusia
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum:tampak lemas
kesadaran: kompos mentis, GCS: E4V5M6, nadi: 89 kali/ menit, respirasi rate: 20
kali/ menit, tekanan darah: 120/80 mmHg, tempt axilla: 36,8 C, BB: 36 kg, skala
nyeri : 0, kepala: normocephal, mata : anemis -/-, icterus -/-, Mulut : Sianosis (-),
bibir kering (-), leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar
tyroid (-). Untuk pemeriksaan paru-paru, didapatkan inspeksi: gerakan dada
simetris bilateral mengikuti gerak nafas, palpasi: nyeri tekan (-), vocal fremitus
kiri = kanan , perkusi : sonor kedua lapangan paru, auskultasi: suara nafas
vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-. Untuk pemeriksaan jantung didapatkan
inspeksi: iktus kordis tidak tampak, palpasi: ictus cordis teraba di ICS V, perkusi :
batas jantung normal, auskultasi: S1/S2 regular, murmur (-). Untuk pemeriksaan
abdomen didapatkan inspeksi: tampak datar, auskultasi: Peristaltik (+) kesan
normal, palpasi: nyeri tekan pada regio epigastrium, perkusi: Timpani.
Ekstremitas: Akral hangat (+) di keempat ektremitas, edema ekstremitas (-)
Pasien dalam kasus ini masuk dengan keluhan lemas disertai mual,
muntah dan sakit kepala. Selama empat bulan terakhir sering merasa lapar
sehingga nafsu makan mengalami peningkatan dan mengalami penurunan berat
badan sekitar 4 kg selama empat bulan terakhir. Selain itu penderita selalu merasa
sering haus dalam empat bulan terakhir, sehingga pasien banyak minum. selama
sakit penderita sering merasa cepat lelah. Sering buang air kecil terutama pada
malam hari.
Gejala ini sesuai dengan manifestasi klinik dari diabetes mellitus tipe 1
yaitu polydipsia, polyuria, polyphagia dan disertai gejala lain berupa nocturia,
fatigue, letargi, penurunan berat badan dan penglihatan kabur.
41
Pada diabetes mellitus tipe 1 terjadi defisiensi insulin absolute yang diserta
dengan respon dari sel alfa pancreas berupa peningkatan hormone glucagon. Hal
ini mengakibatkan penurunan uptake glukosa di otot sehingga pasien akan selalu
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini yaitu pemeriksaan
laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap, kadar gula darah sewaktu, dan
pemeriksaan profil lipid.
42
- Kadar glukosa plasma > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) pada jam ke-2
TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral)
- HbA1c > 6,5% (dengan standar NGSP dan DCCT)
4. Penatalaksanaan
- IVFD RL 16 tpm
- Omeprazole 40 mg/24 jam
- Domperidone 10 mg 3x1
- Simvastatin 10 mg 1x1
- Novorapid 3x12U
Pada kasus ini jenis insulin yang di berikan adalah novorapid yaitu insulin
kerja cepat. Jenis ini direkomendasikan untuk digunakan pada jam makan, atau
penatalaksanaan insulin saat sakit. Dapat diberikan dalam regimen 2/3x sehari
atau regimen basal-bolus.Selain itu jenis ini menghindari terjadinya hipoglikemia.
Adapun dosis yang diberikan pada pasien ini adalah 0,5-1 Unit/Kg BB/hari. Berat
badan pasien 36 kg sehingga dosis yang diberikan adalah 3 kali 12 unit/hari
43
diberikan sebelum makan. Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari
beberapa hal seperti monitor gula darah, diet, olahraga maupun usia puberitas
(terkadang meningkat hingga 2 unit/kgBB/hari). Insulin jenis ini memberikan efek
44
BAB V
KESIMPULAN
45
DAFTAR PUSTAKA
46
12. American Diabetes Association. Standards of Medical Care In Diabetes
2018, h 13-27.
13. Emedicine Medscape. Pathophysiology of Type 1 Diabetes Mellitus 2018.
14. Panduan Praktik Klinis IDAI. Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes Melitus
tipe 1 Pada Anak dan Remaja, h 1-13.
15. Emedicine Medscape. Type 1 Diabetes Mellitus Clinical Presentation 2018.
47