Anda di halaman 1dari 27

MATERI 1

1. Pengertian Kegawatdaruratan
Penderita gawat darurat adalah penderitaan yang memerlukan pertolongan segera
karena berada dalam keadaan yang mengancam nyawa. Pertolongan yang diberikan
dilakukan secara cepat,tepat dan cermat untuk mencegah kematian maupun kecacatan.
Ukuran keberhasilan dari pertolongan ini adalah waktu tanggap (response time) dari
penolong.
a. Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat dan terancam nyawanya
dan atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya. Biasanya dilambangkan dengan label merah.
Misalnya AMI (Acut Miocart Infac).
b. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan
darurat Biasanya dilambangkan dengan label biru. Misalnya pasien dengan Ca
stadium akhir.
c. Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam
nyawa dan anggota badannya. Biasanya dilambangkan dengan label kuning.
Misalnya: pasien Vulnus Laceratum tanpa pendarahan.
d. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Biasanya
dilambangkan dengan label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek.
e. Pasien Meninggal
Label hitam (Pasien sudah meninggal) merupakan prioritas terakhir.
Peran dan fungsi bidan dalam kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal diorientasikan
pada kemampuan memberikan asuhan meliputi upaya pencegahan (preventif),
promosi terhadap pelaksanaan asuhan kebidanan normal, deteksi komplikasi pada ibu
dan anak serta akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai serta kemampuan
dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan.
2. Tanda dan Gejala Kegawatdaruratan
a. sianosis sentral
Sianosis adalah warna kebiru-biruan pada kulit dan selaput lendir yang terjadi
akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berkaitan
dengan O2).
b. apnea
Klasifikasi periode dengan kriteria sebagai berikut :
● Ringan, apabila 5-15 kali/jam.
● Sedang, apabila 15-30 kali/jam.
● Berat, apabila >30 kali/jam.
c. kejang
● Kejang umum
● Kejang subtle
d. spasme
● Kontraksi otot tidak terkendali paling tidak beberapa detik sampai
beberapa menit
● Dipicu oleh sentuhan, suara maupun cahaya
● Bayi tetap sadar
● Sering menangis kesakitan
● Trismus (rahang kaku, mulut tidak dapat dibuka, bibir mencucu seperti
mulut ikan)
● Opistotonus
e. pendarahan
Setiap perdarahan pada neonatus harus segera dirujuk, perdarahan dapat
disebabkan kekurangan faktor pembekuan darah dan faktor fungsi pembekuan
darah atau menurun.
f. sangat kuning
g. berat <1500 g
3. Penyebab Kegawatdaruratan
Penyebab utama kematian ibu di Indonesia secara langsung adalah perdarahan 42 %,
Eklampsia 13 %, Komplikasi Abortus 11 %, Infeksi 10 %, dan Persalinan lama 9 %.
Penyebabnya dibagi menjadi dua yaitu :
● Penyebab langsung biasanya erat dengan kondisi kesehatan ibu sejak proses
kehamilan, proses persalinan, dan pasca persalinan.
● Sedangkan penyebab tidak langsung lebih terkait dengan kondisi sosial
ekonomi, geografis serta perilaku budaya masyarakat yang terangkum dalam 4
T “ Terlalu” (terlalu tua, terlalu muda, terlalu banyak, terlalu sering) dan 3
Terlambat yaitu yang pertama, terlambat mengambil keputusan, baik secara
individu, keluarga atau keduanya.
a. Maternal
● Abortus
● mola hidatidosa
● kehamilan ektopik
● perdarahan
b. Neonatal
Faktor - faktor yang menyebabkan kegawatdaruratan pada neonatus :
● Faktor kehamilan: Kehamilan kurang bulan, kehamilan dengan
penyakit DM, Kehamilan dengan gawat janin, kehamilan dengan
penyakit kronis ibu, kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat,
infertilitas.
● Faktor pada partus: Partus dengan infeksi intrapartum dan partus
dengan penggunaan obat sedative.
● Faktor pada bayi: Skor apgar yang rendah, BBLR, bayi kurang bulan,
berat
● lahir lebih dari 4000 gr, cacat bawaan dan frekuensi pernafasan dengan
2x observasi lebih dari 60x/menit.
Kondisi yang menyebabkan kegawatdaruratan neonatus
Hipotermi
hipertermi
hiperglikemi
tetanus
asfiksia
4. Wewenang Bidan
a. Wewenang bidan diatur dalam Permenkes RI No. 28 tahun 2017 bagian kedua
tercantum pada pasal 18 bahwa dalam penyelenggaraan praktik kebidanan,
bidan memiliki kewenangan untuk memberikan pelayanan kesehatan ibu,
pelayanan kesehatan anak dan pelayanan kesehatan reproduksi serta keluarga
berencana. Bidan berwenang memberikan pelayanan kesehatan anak yang
dijelaskan pada Pasal 20.
b. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 Tentang
Kebidanan pada Pasal 49 dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan
kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat (1) huruf a.
c. Dan pada Pasal 50, dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan
kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf b.
MATERI 2
1. Penilaian Awal Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
Penilaian awal adalah langkah pertama untuk menentukan dengan cepat kasus
obstetrik yang dicurigai dalam keadaan gawat darurat dan membutuhkan pertolongan
segera dengan mengidentifikasi penyulit (komplikasi) yang dihadapi. Dalam penilaian
awal ini, anamnesis lengkap belum dilakukan. Anamnesis awal dilakukan bersama-sama
periksa pandang, periksa raba, dan penilaian tanda vital dan hanya untuk mendapatkan
informasi yang sangat penting berkaitan dengan kasus.

tindakan pertolongan harus dilakukan secara sistematis dengan menempatkan


prioritas pada fungsi vital sesuai dengan urutan ABC, yaitu:
2. A (air way): yaitu membersihkan jalan nafas dan menjamin nafas bebas hambatan
3. B (Breathing): yaitu menjamin ventilasi lancer
4. C (Circulation): yaitu melakukan pemantauan peredaran darah (Nurqalbi dkk, 2019).

Adapun pemeriksaan yang dilakukan untuk penilaian awal adalah sebagai berikut
(Prawirohardjo, 2018):
1. Penilaian dengan periksa pandang
a. Menilai kesadaran penderita: pingsan/koma, kejang-kejang, gelisah tampak
kesakitan
b. Menilai wajah penderita: pucat, kemerahan, banyak keringat
c. Menilai pernapasan: cepat, sesak napas
d. Menilai perdarahan dari kemaluan
2. Penilaian dengan periksa raba (palpasi)
a. Kulit: dingin, demam
b. Nadi: lemah/kuat, cepat/normal
c. Kaki/tungkai bawah: bengkak
3. Penilaian tanda-tanda vital
● Tekanan darah
● Nadi
● Suhu
● Pernapasan
5. Penanganan Awal Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
a. Stabilisasi dan Rujukan
Pada penangulangan permasalahan rujukan dalam merujuk kasus gawat
darurat perlu diperhatikan stabilisasi penderita, yaitu:
● Penanganan pernafasan dan pemberian oksigen
● Kontrol perdarahan
● Pemberian cairan infus intra vena, dan
● Tranfusi darah serta obat-obatan.

Penanganan stabilisasi pada penderita dapat disebut juga tindakan ABCD:


● Air way: jalan nafas bersih dan terbuka
● Breathing: frekuensi jantung 120 -160 kali per detik pernafasan
● Circulation: kulit dan bibir kemerahan
● Drug: telah memberikan obat yang dibutuhkan
Tahapan rujukan maternal dan neonatal:
a. Menentukan kegawatdaruratan penderita
b. Menentukan tempat rujukan
c. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga
d. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju
1) Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk.
2) Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan
selama dalam perjalanan ke tempat rujukan.
3) Meminta petunjuk dan cara penanganan untuk menolong penderita bila
penderita tidak mungkin dikirim.
e. Persiapan klien (BAKSOKUDA) yang meliputi:
1) B (Bidan). Pastikan ibu/bayi/klien didampingi oleh tenaga kesehatan yang
kompeten dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan
2) A (Alat). Bawa perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan seperti
spuit, infus set, tensimeter, dan stetoskop
3) K (Keluarga). Beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien) dan
alasan mengapa ia dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang lain harus
menerima ibu (klien) ke tempat rujukan.
4) S (Surat). Beri surat ke tempat rujukan yang berisi identifikasi ibu (klien),
alasan rujukan, uraian hasil rujukan, asuhan, atau obat-obat yang telah
diterima ibu.
5) O (Obat). Bawa obat-obat esensial yang diperlukan selama perjalanan
merujuk.
6) K (Kendaraan). Siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan
ibu (klien) dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan
dalam waktu cepat.
7) U (Uang). Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang
cukup untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang diperlukan di tempar
rujukan
8) DA (Donor Darah). Siapkan darah untuk kebutuhan penderita transfuse
darah apabila terjadi perdarahan (Dinas Kesehatan Propinsi Nusa Tenggara
Barat, 2011).
f. Transmisi pasien
g. Perawatan lanjutan pasien:
● Pasien yang telah dipulangkan namun membutuhkan rawat jalan.
● Pasien yang butuh ditindaklanjuti tapi datang, maka harus ada tenaga
kesehatan yang pergi mengunjungi.
b. Terapi cairan
Terapi cairan bertujuan untuk mempertahankan sirkulasi atau mengembalikan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat pada pasien yang tidak mampu
mengendalikan keseimbangan cairan dalam tubuhnya, sehingga mampu menciptakan
hasil yang menguntungkan bagi kondisi pasien. Dalam penerapan bantuan hidup lanjut,
langkah penting yang dapat dilakukan secara simultan bersama langkah lainnya
merupakan drug and fluid treatment. Pada pasien yang mengalami kehilangan cairan
yang banyak seperti dehidrasi karena muntah, mencret dan syok, langkah tersebut dapat
menyelamatkan pasien.

Pemberian metode terapi cairan dengan tujuan perbaikan dan perawatan stabilitas
hemodinamik pada pasien memerlukan berbagai pertimbangan, karena pemilihannya
tergantung pada jenis dan komposisi elektrolit dari cairan yang hilang dari tubuh. Jumlah
kasus kesalahan terapi cairan jarang dilaporkan, namun diketahui satu diantara lima
pasien dengan pemberian terapi cairan dan elektrolit intravena menderita komplikasi atau
morbiditas karena pemberian terapi cairan yang tidak tepat (Sukarata dan I Putu, 2017).

c. Transfusi Darah
Adapun tujuan dilakukannya transfusi darah adalah sebagai berikut:
● Untuk meningkatkan volume sirkulasi darah setelah pembedahan,
trauma, atau perdarahan.
● Untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk
mempertahankan kadar hemoglobin pada klien yang menderita anemia
berat.
● Untuk memberikan komponen seluler yang terpilih sebagai terapi
pengganti (misalnya faktor-faktor pembekuan plasma untuk membantu
mengontrol perdarahan pada klien penderita hemofilia).
Indikasi pemberian:
● Hemophilia A
● Perdarahan pasca bedah
● Penyakit von wilebrand
● Defisiensi antikoagulan faktor VIII
● Defisiensi fibrinogen kongenital
● Defisiensi antikoagulan faktor XIII
d. Pemberian Medikamentosa
Cara pemberian obat dapat melalui tiga cara yaitu sebagai berikut:
● Intravena (IV). Dengan melalui intravena merupakan cara yang tepat
untuk pasien syok ataupun dalam kondisi gawat darurat.
● Intramuskuler (IM). Cara ini dilakukan jika tidak tersedianya bahan
untuk pemberian intravena (IV).
● Per Oral. Cara pemberian melalui oral tidak dianjurkan untuk pasien
yang mengalami syok. Pemberian melalui oral dilakukan pada pasien
yang sadar, stabil dan dapat makan dan minum.
e. Penatalaksanaan Nyeri
Tujuan dalam penatalaksanaan nyeri yaitu mengurangi intensitas dan durasi nyeri
yang dirasakan, mengurangi ketidakmampuan akibat nyeri yang dirasakan, minimalisir
kemungkinan nyeri akut menjadi gejala nyeri krosnis yang persisten, dan meningkatkan
kualitas hidup pasien, serta mengoptimalkan kemampuan pasien untuk dapat menjalankan
aktivitas sehari-hari (Sulistriani, 2016).

WHO yang diperbarui ini berfokus pada kualitas hidup dan dimaksudkan sebagai
pendekatan dua arah, memperluas strategi untuk mengobati nyeri akut juga. Untuk nyeri
akut, analgesik terkuat (untuk intensitas nyeri itu) adalah terapi awal dan kemudian
dikurangi, sedangkan untuk nyeri kronis, menggunakan pendekatan bertahap dari bawah
ke atas. Namun, dokter juga harus memberikan de-eskalasi dalam kasus resolusi nyeri
kronis (Anekar dan Marco, 2020).

f. Diuretika
Diuretik adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan ekskresi air dan
natrium klorida. Diuretik merupakan zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran
kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal (Maryam, 2020). Istilah diuresis
mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang
diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut
dan air (Nurihardiyanti dan Ihwan, 2015).

Prinsip kerja diuretik secara umum adalah menurunkan reabsorbsi elektrolit oleh
tubulus ginjal, dimana peningkatan ekskresi elektrolit akan disertai dengan peningkatan
ekskresi air yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan osmotik. Senyawa yang dapat
merangsang pengeluaran air sangat potensial untuk digunakan dalam keadaan seperti
udema, gagal jantung, gagal ginjal, dan hipertensi. Fungsi utama diuretik adalah
memobilisasi cairan edema, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa
sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal (Maryam, 2020). Senyawa
gingerol pada jahe merah dan kurkumin pada kunyit putih dapat digunakan sebagai
peluruh urin (diuretikum) (Sholehuddin, 2018).

MATERI 3
1. Abortus Imminens
Abortus imminens adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan sebelum 20
minggu tanpa disertai keluarnya hasil konsepsi dan dilatasi serviks. Komplikasi
abortus imminens berupa perdarahan atau infeksi dapat menyebabkan kematian. Pola
pemenuhan kebutuhan sehari-hari untuk mencegah terjadinya abortus imminens ada 7
yakni: pola nutrisi, pola eliminasi, pola istirahat, personal hygiene, pola seksual, pola
aktivitas dan psikososial spiritual. Abortus imminens dapat disebabkan oleh kelainan
pada bentuk rahim, faktor bawaan serta kualitas sel telur yang kurang baik,
ketidakseimbangan hormon, kekurangan gizi, gaya hidup (minum-minuman keras,
merokok), riwayat abortus.
Tanda dan gejala abortus imminens :
● Terjadi perdarahan melalui ostium uteri eksternum dalam jumlah sedikit
● Disertai sedikit nyeri perut bawah atau tidak sama sekali
● TFU (Tinggi Fundus Uteri) masih sesuai dengan usia kehamilan
● Serviks belum membuka, ostium uteri masih tertutup
Diagnosis abortus imminens (threatened abortion) ditandai dengan gejala awal
pendarahan pada trimester pertama kehamilan berlangsung beberapa jam atau
beberapa hari kemudian terjadi nyeri kram perut.
Penatalaksanaan :
● Pertahankan kehamilan
● Tidak diperlukan pengobatan khusus
● Edukasi untuk tidak melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan
seksual
● Jika perdarahan berhenti pantau kondisi ibu selanjutnya pada pemeriksaan
antenatal (termasuk kadar Hb dan USG setiap 4 minggu)
● Jika perdarahan tidak berhenti nilai kondisi janin dengan USG dan
kemungkinan adanya penyebab lain
2. Abortus Insipiens
Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan kurang dari 20
minggu dengan adanya dilatasi serviks yang meningkat dan ostium uteri telah
membuka, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi
lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah. Abortus insipiens merupakan abortus
yang sedang mengancam dimana kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi dan akan
berkembang pada abortus kompletus atau abortus inkompletus. Tanda dan gejala
abortus insipiens yaitu perdarahn pervaginam dan keluar gumpalan, perut terasa
sangat mmulas, tfu sesuai UK, serviks membuka, pada pemeriksaan urine
menunjakan hasil positif, gerakan janin masih dapat dirasakan serta djj masih
terdengar.
Diagnosis abortus insipiens :
● haid terlambat atau amenorea kurang dari 20 minggu
● pemeriksaan fisik yang terdiri dari keadaan umum tampak lemah, tekanan
darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, dan suhu
badan normal atau meningkat
● perdarahan pervginam dengan disertai keluarnya jaringan
● perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau
tidak jaringan keluar dari ostium
● Pada pemeriksaan dalam dengan melihat porsio masih terbuka, besar uterus
sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan
● Pemeriksaan penunjang yang umumnya dilakukan antara lain :
a. Tes kehamilan akan menunjukkan hasil positif bila janin masih hidup
bahkan 2-3 hari setelah abortus.
● b. Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup.
Penatalaksanaan abortus insipiens :
● Berkonsultasi dengan dokter kandungan
● Lakukan konseling kemungkinan risiko, rasa tidak nyaman selama tindakan
● jika perdarahan berat pada kehamilan kurang dari 16 mgg maka lakukan
evakuasi isi uterus. jika evakuasi tidak dapat dilakukan berikan ergometrin 0.2
mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu) dan segera rencanakan
evakuasi
● jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, tunggu pengeluaran hasil konsepsi
secara spontan dan evakuasi sisa hasil konsepsi dari dalam uterus, bila perlu,
berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 L NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan
kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu pengeluaran hasil konsepsi
● lakukan pemantauan pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam lakukan
pemeriksaan jaringan secara makroskopik
● Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen,
dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar Hb setelah 24
jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb>8 gr/dl, ibu diperbolehkan
pulang.
3. Abortus Inkomplit
Abortus inkompletus adalah perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian hasil
konsepsi telah keluar dari kavum uteri melalui kanalis serviks yang tertinggal pada
desidua atau plasenta (Prawirohardjo S, 2010: 469).
Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau
teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta). Perdarahan
biasanya terus berlangsung, banyak dan membahayakan ibu, sering seviks tetap
terbuka karena masih ada di benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing
(corpus alienum), oleh karena itu uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan
mengadakan kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada
abortus insipiens (Kemenkes RI, 2013).
Tanda dan gejala abortus inkomplit yaitu perdarahan memanjang, perdarahan bisa
lebih sedikit atau banyak, terjadi infeksi dengan ditandai suhu tinggi, kontraksi hebat,
serviks terbuka, pada pemeriksaan vaginal jaringan dapat diraba atau terkadang sudah
menojol, perdarhan idak dapat berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan dan dapat
menyebabkan syok.
Diagnosis :
● Anamnesis (adanya amenorea pada masa reproduksi, perdarahan pervaginam
disertai hasil konsepsi rasa sakit atau kram perut)
● Pemeriksaan fisik (abdomen lembak/tidak ada nyeri tekan, sisa hasil konsepsi
ditemukan di dalam uterus seriviks terlihat dilatasi dan tidak mennjol)
● pemeriksaan penunjang (tes kehamilan, HB, leukosit, waktu perdarahan,
trombosit, USG, pemeriksaan fibrinogen
Penatalaksanaan :
● Konseling
● Konsultasi dengan dokter
● Jika perdarahan berat dan usia kehamilan < 16 mg, dilakukan evakuasi isi
uterus. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg
IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu).
● Jika usia kehamilan > 16 mg, berikan infus 20 IU oksitosin dalam 500 ml
NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk
membantu pengeluaran hasil konsepsi.
● Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg)
● Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen,
dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin
setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
diperbolehkan pulang serta pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah
penanganan
Pada kasus perdarahan dengan abortus bidan memiliki kewenangan dalam mendeteksi
dan memberikan asuhan bagi ibu. Hal tersebut terdapat dalam Peraturan Kementerian
Kesehatan No. 21 Tahun 2021 yaitu memberikan dukungan psikososial, tatalaksana
medis dilakukan berkolaborasi dengan dokter SpOG dan memberikan konseling
perencanaan kehamilan termasuk pelayanan kontrasepsi pasca keguguran serta
perencanaan kehamilan selanjutnya.
4. Abortus Komplit
Abortus kompletus adalah perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh dari hasil
hasil konsepsi telah dikeluarkan dari kavum uteri. Pada abortus kompletus, hasil
konsepsi yang dikeluarkan memiliki berat janin kurang dari 500 gram atau usia
kehamilan kurang dari 20 minggu, osteum uteri telah menutup, dan uterus mulai
mengecil sehingga akan terjadi perdarahan yang sedikit. Tanda gejalanya yaitu
perdarahan yang sedikit karena hasil konsepsi telah keluar, perut sedikit nyeri, tfu
lebih kecil dari UK, serviks menutup, pemeriksaan tes urine hasil akan menunjukan
positif.
Diagnosis dari abortus kompletus ditandai dengan pengeluaran lengkap seluruh hasil
konsepsi yang diikuti dengan sedikit perdarahan, dan nyeri. Tatalaksana yang
dilakukan adalah peningkatan keadaan umum ibu.
Penatalaksanaan :
● lakuksn konseling untuk memberikan dukungan
● observasi keadaan ibu
● apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferosus 600 mg/hari
selama 2 minggu, jika anemia berat berikan transfusi darah
● evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu
5. KET
Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur
yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri, tetapi
biasanya menempel pada daerah didekatnya.
Faktor resiko KET :
● Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
● Faktor abnormalitas dari zigot
● Faktor tuba
● Faktor ovum
● Faktor lain (pemakaian iud)
Patologi :
● Pembentukan desidua dituba tidak sempurna→ vili korialis menembus
endosalpingdanmasuk ke dalam lapisan otot-otot tuba denganmerusak jaringan
dan pembuluh darah.
● Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron→uterus menjadi besar
dan lembek.
● Setelah janinmati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi→dikeluarkan
berkeping-kepingatau dilepaskan secara utuh.
● Perdarahan pervaginam berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan
desidua

Gambaran klinis :
● Kehamilan ektopik belum terganggu (belum mengalamiruptur) : gangguan
haid, nyeri di perut bawah yangtidak khas,walaupun kehamilan ektopik belum
mengalamiruptur→ultrasonografi (USG) dan laparoskopi.
● Kehamilan ektopik terganggu: nyeri, perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam
rongga perut
Diagnosis :
● Anamnesis : haid berapalama, nyeri abdominal, perdarahan pervaginam,
● Pemeriksaan umum : pasien tampak kesakitan dan pucat
● Pemeriksaan ginekologi : tanda-tanda kehamilan muda biasanya ditemukan,
pergerakan serviks enyebabkan rasa nyeri, uterus teraba sedikit membesar
● Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah
merah→anemia, leukosit meningkatlebih dari 20.000
● Laparoskopi: menilai keadaan uterus, ovarium,tuba, kavum Douglas dan
ligamentum latum.Adanya darah dalam rongga pelvis mempersulit visualisasi
alat kandungan tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi.
6. Mola Hidatidosa
Mola hidatidosa merupakan kehamilan yang berkembang tidak wajar (konsepsi yang
patologis) dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami
perubahan/degenerasi hidropik menyerupai buah anggur atau mata ikan.
Faktor yang menyebabkan mola :
● Faktor ovum yang memang sudah patologik, tetapi terlambat untuk
dikeluarkan
● Imuno Selektif dari trofoblast
● Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
● Malnutrisi, defisiensi protein, asam folat, karoten, vitamin, dan lemak hewani
● Paritas tinggi
● Umur, risiko tinggi kehamilan dibawah 20 atau diatas 40 tahun
● Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
● Suku bangsa (ras) dan faktor geografi yang belum jelas

Patogenesis :
● Teori missed abortion, Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu
saat dimana seharusnya sirkulasi fetomaternal terbentuk menyebabkan
gangguan peredaran darah.
● Teori neoplasma dari Park, Teori ini mengemukakan bahwa yang abnormal
adalah sel-sel trofoblas yang mempunyai fungsi yang abnormal pula dimana
terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam vili sehingga timbul
gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian
mudigah. Sebagian dari vili berubah menjadi gelembung-gelembung yang
berisi cairan jernih.
Diagnosis :
● Anamnesis
● Pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, auskultasi dan pemeriksaan dalam)
● Pemeriksaan penunjang (laboratorium, USG, aminografi, uji sonde hanifa,
foto thorax, T3 dan T4 Untuk membuktikan gejala tirotoksikosis)
Penatalaksanaan :
● Perbaiki keadaan umum
● Pengeluaran jaringan mola (kuretase, histerektomi, Terapi dengan profilaksis
dengan sitostatika)
Kewenangan bidan :
● menegakkan diagnosis kemungkinan dengan melakukan pemeriksaan data
subjektif dan objektif, selanjutnya melakukan rujukan untuk mendapatkan
diagnosis pasti dan dilakukan pemeriksaan penunjang oleh dokter spesialis
obgyn yang memang berwenang dalam melakukan penatalaksanaan mola
hidatidosa.

MATERI 4
1. Kegawatdaruratan kehamilan lanjut
a. plasenta previa
1) Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim sedemikian rupa sehingga menutupi seluruh atau
sebagian osteum uteri internum (Sarwono).
2) Klasifikasi
● Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang
menutupi seluruh osteum uteri internum.
● Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi
sebagian osteum uteri internum.
● Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada
di pinggir osteum uteri internum.
● Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya
berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari osteum uteri
internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak
normal.
3) etiologi
● Vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai
akibat dari proses radang atau atrofi, multiparitas, usia lanjut,
bekas SC, post kuretase, miomektomi dsb berperan dalam
proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium yang
menjadi faktor risiko bagi terjadinya plasenta previa.
● Pengaruh rokok, menyebabkan insiden plasenta previa 2 kali
lipat. Hipoksemia akibat karbon monoksida hasil pembakaran
rokok menyebabkan plasenta hipertrofi sebagai upaya
kompensasi, sehingga melebar sampai ke segmen bawah rahim.
● Pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis menyebabkan
pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim
sehingga menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum
4) gambaran
● 22 minggu sudah mengalami pendarahan berulang
● tidak ada nyeri
● pendarahan terjadi setelah bangun tidur
● darah yang keluar berupa darah segar
5) penatalaksanaan
● Tidak dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan dalam pada
perdarahan antepartum sebelum tersedia persiapan untuk seksio
sesaria (pemeriksaan boleh dilakukan di ruang operasi)
● Pemeriksaan inspikulo secara hati-hati dapat menentukan
sumber perdarahan berasal dari kanalis servisis atau sumber
lain (servisitis, polip, keganasan, laserasi atau trauma).
Meskipun demikian, adanya kelainan di atas tidak
menyingkirkan diagnosis placenta previa
● Perbaikan kekurangan cairan/darah dengan memberikan infus
cairan IV (NaCl 0.9% atau Ringer Laktat)
● Lakukan rujukan di tempat rujukan tersier
● Lakukan penilaian jumlah perdarahan.
● Jika perdarahan banyak dan berlangsung, persiapkan seksio
sesarea tanpa memperhitungkan usia kehamilan
● Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup tetapi
prematur, pertimbangkan terapi ekspektati
peran bidan dalam tatalaksana plasenta previa
● Mendeteksi adanya gejala ataupun tanda klinis dari
plasenta previa. Perdarahan sekecil apapun, kaji peluang
plasenta previa (jika kehamilan diatas 22 minggu)
● Melakukan kolaborasi dengan SpOG untuk menentukan
diagnosa yang akurat adanya plasenta previa
● Melakukan rujukan ke RS dengan perlindungan infus
RL untuk stabilisasi penderita, dan rehidrasi karena ada
perdarahan, dimana jumlah darah yang keluar tidak
selalu mencerminkan jumlah perdarahan secara
keseluruhan.
b. solusio plasenta
1) Pengertian
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan
maternal dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua
endometrium sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir.
2) Klasifikasi
Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja (ruptura sinus
marginalis), dapat pula terlepas lebih luas (solusio plasenta parsialis),
atau bisa seluruh permukaan maternal plasenta terlepas (solusio
plasenta totalis).

3) Faktor resiko
● Faktor sosioekonomi : usia muda, primiparitas, single parent,
pendidikan rendah, solusio plasenta rekurens.
● Faktor fisik: trauma tumpul pada perut, kecelakaan
● Faktor kelainan rahim: mioma uteri submukosa, uterus
berseptum
● Faktor penyakit: hipertensi, kelainan sistem pembekuan darah
(trombofilia)
● Faktor sebab iatrogenik: merokok dan kokain
4) gambaran
Gejala dan tanda klinis yang klasik dari solusio plasenta adalah
terjadinya perdarahan yang berwarna tua keluar melalui vagina,
perdarahan kadang tidak banyak, rasa nyeri perut dan uterus tegang
terus menerus mirip his partus prematurus atau kontraksi tetanik pada
uterus dan pada solusio plasenta yang berat terdapat kelainan denyut
jantung janin(fetal distress) atau IUFD.
5) penatalaksanaan
Tidak boleh dilakukan di fasilitas kesehatan dasar harus dilakukan di
fasilitas kesehatan lanjutan
Bidan berperan mendeteksi dan merujuk kasus solusio plasenta dengan
aman ke RS. Lakukan rujukan dengan perlindungan infus RL/NaCl
dan merujuk dengan didampingi bidan. Semua pasien terdeteksi
Solusio plasenta harus ditangani di RS. Ketika masuk ke RS harus
segera dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk kadar HB dan
golongan darah serta gambaran pembekuan darah. Pemeriksaan USG
untuk membedakan dengan plasenta previa dan memastikan janin
hidup. Penanganan terhadap solusio plasenta bisa bervariasi sesuai
keadaan kasus masing-masing tergantung berat ringannya klasifikasi
solusio, pendarahan, usia kehamilan, tanda-tanda persalinan, serta
keadaan ibu dan janin.

c. ruptur uteri
1) Pengertian
Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau
persalinan pada saat umur kehamilan lebih dari 28 minggu.
2) Klasifikasi
Klasifikasi ruptur uteri menurut keadaan robek
● Ruptur uteri inkomplit (subperitoneal) Ruptur uteri yang hanya
dinding uterus yang robek sedangkan lapisan serosa
(peritoneum) tetap utuh.
● Ruptur uteri komplit (transperitoneal) Ruptur uteri yang selain
dinding uterusnya robek, lapisan serosa (peritoneum) juga
robek sehingga dapat berada di rongga perut.
Klasifikasi ruptur uteri menurut kapan terjadinya
● Ruptur uteri pada waktu kehamilan (ruptur uteri gravidarum)
Ruptur uteri yang terjadi karena dinding uterus lemah
● Ruptur uteri pada waktu persalinan (ruptur uteri intrapartum)
Ruptur uteri pada dinding uterus baik, tapi bagian terbawah
janin tidak maju/ turun yang.
● Klasifikasi ruptur uteri menurut etiologinya
3) Etiologi
● Riwayat ruptur uteri
● Parut uterus sebelumnya (Bekas Op SC, histerektomi, dll)
● Riwayat miomektomi yang menembus cavum uteri
● Pernah perforasi usus tanpa gejala
● Pernah kuretase vakum
● Histeroskopi
● Eksesif oksitosin dan prostaglandin lainnya
● Persalinan dengan tindakan (vakum ekstraksi dan forcep ekstraksi)
● Overdistensi uterus (Kehamilan ganda, polihidramnion)
● Grandemultipara
● Plasenta perkreta
● Partus macet
4) gambaran
segmen bawah uterus tegang, nyeri pada perabaan, lingkaran retraksi
(Van Bandle Ring) meninggi sampai mendekati pusat, dan ligamentum
rotunda menegang. ibu mengalami muntah, perut mengkilat,
pendarahan yang keluar tidak sesuai dengan yang ada atau pendarahan
sebelum di bawa ke faskes.
5) penatalaksanaan
● Bidan harus mengenali tanda gejala ruptur uteri
● atasi syok dengan pemberian cairan dan darah
● beri oksigen
● Melakukan rujukan dan kolaborasi dengan spOG untuk penanganan
lebih lanjut
d. syok
1) Pengertian
syok merupakan suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem
kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu
mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai.

2) Klasifikasi
● Syok Hemoragik dan Hipovolemik Adalah suatu syok yang
disebabkan oleh perdarahan yang banyak. Akibat perdarahan
pada kehamilan muda, misalnya abortus, kehamilan ektopik
dan penyakit trofoblas (mola hidatidosa); perdarahan
antepartum seperti plasenta previa, solusio plasenta, ruptur
uteri, dan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan
laserasi jalan lahir.
● Syok Neurogenik Yaitu syok yang akan terjadi karena rasa sakit
yang berat disebabkan oleh kehamilan ektopik yang terganggu,
solusio plasenta, persalinan dengan forceps atau persalinan
letak sungsang di mana pembukaan serviks belum lengkap,
versi dalam yang kasar, firasat/tindakan crede, ruptura uteri,
inversio uteri yang akut, pengosongan uterus yang terlalu cepat
(pecah ketuban pada polihidramnion), dan penurunan tekanan
tiba-tiba daerah splanknik seperti pengangkatan tiba tiba tumor
ovarium yang sangat besar.
● Syok Kardiogenik Yaitu syok yang terjadi karena kontraksi otot
jantung yang tidak efektif yang disebabkan oleh infark otot
jantung dan kegagalan jantung. Sering dijumpai pada
penyakit-penyakit katup jantung.
● Syok Endotoksik/septic Merupakan suatu gangguan
menyeluruh pembuluh darah disebabkan oleh lepasnya toksin.
Penyebab utama adalah infeksi bakteri gram negatif. Sering
dijumpai pada abortus septic, korioamnionitis, dan infeksi
pasca persalinan.
● Syok Anafilaktik Yaitu syok yang sering terjadi akibat
alergi/hipersensitif terhadap obat-obatan. Penyebab syok yang
lain seperti emboli air ketuban, udara atau thrombus,
komplikasi anestesi dan kombinasi seperti pada abortus
inkompletus (hemoragik dan endotoksin) dan kehamilan
ektopik terganggu dan rupture uteri (hemoragik dan
neurogenik).
3) tanda dan gejala
Diagnosis syok, jika terdapat tanda atau gejala :
● Nadi cepat dan lemah (110 kali per menit atau lebih)
● Tekanan darah yang rendah ( sistolik kurang dari 90 mmHg)
Tanda dan gejala lainnya :
● Kesadaran penderita menurun, berkeringat, gelisah,
aptis/bingungan/pingsan/ tidak sadar
● Penderita merasa mual (mau muntah)
● Kulit penderita dingin, lembab dan pucat.
● Nafas dangkal dan kadang tak teratur (30 kali/menit
● Mata penderita nampak hampa, tidak bercahaya dan manik
matanya/pupil) melebar
4) penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan syok adalah melakukan penanganan awal
dan khusus untuk:
● Menstabilkan kondisi pasien
● Memperbaiki volume cairan sirkulasi darah
● Mengefisiensikan sistem sirkulasi darah
● Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok
Penanganan Awal
● Mintalah bantuan. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada
dan siapkan fasilitas tindakan gawat darurat
● Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu dan
harus dipastikan bahwa jalan nafas bebas.
● Pantau tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan dan
suhu tubuh)
● Baringkan ibu tersebut dalam posisi miring untuk
meminimalkan risiko terjadinya aspirasi jika ia muntah dan
untuk memastikan jalan nafasnya terbuka.
● Jagalah ibu tersebut tetap hangat tetapi jangan terlalu panas
karena hal ini akan menambah sirkulasi perifernya dan
mengurangi aliran darah ke organ vitalnya.
● Naikan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke
jantung (jika memungkinkan tinggikan tempat tidur pada
bagian kaki).

MATERI 7
1. Aturan yang berlaku dalam permenkes
- MKRI no 47 tahun 2018 = Pelayanan kegawatdaruratan
- Pasal 1 mengenai pelayanan kegawatdaruratan
- Pasal 2 Pengaturan Pelayanan Kegawatdaruratan
- Pasal 3 kriteria kegawatdaruratan
- Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2017 Tentang izin dan
penyelenggaraan praktik bidan.
2. Peran Stakeholder dalam Mengatasi Masalah Kegawatdaruratan
Stakeholders adalah setiap orang yang terpengaruh oleh keputusan dan tertarik pada
hasil dari keputusan tersebut, termasuk individu-individu, atau kelompok-kelompok
atau keduanya baik didalam maupun diluar organisasi.
➔ Stakeholder primer merupakan Stakeholder yang secara langsung terkena
dampak, baik positif maupun negatif dari suatu rencana serta mempunyai
kepentingan langsung terhadap kegiatan tersebut. Contohnya tenaga kesehatan
memiliki dampak langsung dari kebijakan pemerintah daerah untuk
penanggulangan kematian ibu dan anak yaitu tenaga kesehatan terlibat
langsung dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak, melakukan penyuluhan
untuk pencegahan kematian pada ibu, melaksanakan program posyandu, dan
lain-lain.
➔ Stakeholders kunci merupakan stakeholder yang secara legalitas memiliki
kewenangan, pengaruh dan kepentingan yang tinggi dalam pengambilan
keputusan pada pembuatan kebijakan. Contoh: Dinas Kesehatan di suatu
daerah karena memiliki wewenang dalam merumuskan kebijakan mengenai
penanggulangan kematian ibu, wewenang tersebut diatur dalam Peraturan
Walikota daerah tersebut tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas dan
fungsi, serta tata kerja dinas kesehatan di daerah tersebut.
➔ Stakeholder sekunder adalah stakeholder yang tidak mempunyai kepentingan
langsung terhadap kegiatan tetapi memiliki kepedulian besar terhadap proses
pengembangan. Stakeholders pendukung dapat dijadikan fasilitator dalam
proses pengembangan dan cukup berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan. Contoh: Kecamatan, Kelurahan, Keluarga, RT, RW, Dunia Usaha,
dan Institusi Pendidikan merupakan stakeholders sekunder dalam
implementasi kebijakan penanggulangan AKI
MATERI 8
1. Pengertian sistem rujukan
- Sistem rujukan adalah suatu jaringan pelayanan kesehatan yang
memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas
timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat baik
secara vertikal maupun horizontal (Dalam Permenkes No. 01 Tahun 2012)
kepada yang lebih kompeten, terjangkau dan dilakukan secara rasional.
- Tujuan rujukan adalah dihasilkannya pemerataan upaya kesehatan dalam
rangka penyelesaian masalah kesehatan secara berdaya dan berhasil guna.
- Tujuan Sistem rujukan adalah untuk meningkatkan mutu, cakupan dan
efisiensi pelayanan kesehatan secara terpadu. Oleh karena itu, kelancaran
rujukan dapat menjadi faktor yang menentukan untuk menurunkan angka
kematian ibu dan perinatal, terutama dalam mengatasi keterlambatan.

Karakteristik sistem rujukan menurut KEMENKES dalam Pedoman Sistem Rujukan


Nasional (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012)
- Rujukan berdasarkan indikasi
- Prosedur rujukan pada kasus kegawatan
- Melakukan rujukan balik ke fasilitas perujuk
- Keterjangkauan fasilitas rujukan
- Rujukan pertama dari fasilitas primer

Dalam melaksanakan rujukan hal yang harus diberikan kepada keluarga:


- Konseling tentang kondisi klien yang menyebabkan perlu dirujuk
- Konseling tentang kondisi yang diharapkan diperoleh di tempat rujukan
- Informasi tentang fasilitas pelayanan kesehatan tempat rujukan dituju
- Pengantar tertulis kepada fasilitas pelayanan yang dituju mengenai kondisi
klien saat ini dan riwayat sebelumnya serta upaya/ tindakan yang telah
diberikan
- Berikan upaya mempertahankan keadaan umum klien
- Bila perlu, karena kondisi klien, dalam perjalanan menuju tempat rujukan
harus didampingi perawat/ bidan
- Menghubungi fasilitas pelayanan tempat rujukan dituju agar memungkinkan
segera menerima rujukan klien
2. Kolaborasi dalam rujukan
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) membedakannya menjadi dua macam yakni :
- Rujukan Kesehatan. Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan
penyakit dan peningkatan derajat kesehatan. Dengan demikian rujukan
kesehatan pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat
(public health service).
- Rujukan Medik. Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan
penyakit serta pemulihan kesehatan. Dengan demikian rujukan medik pada
dasarnya berlaku untuk pelayanan kedokteran (medical service)
➔ Pelayanan kesehatan tingkat primer. Pelayanan ini meliputi :
Puskesmas dan jaringannya termasuk Polindes/Poskesdes, Bidan
Praktek Mandiri, Klinik Bersalin serta fasilitas kesehatan lainnya milik
pemerintah maupun swasta.
➔ Pelayanan kesehatan tingkat sekunder. Pelayanan ini meliputi : Rumah
Sakit Umum dan Khusus baik milik Pemerintah maupun Swasta yang
setara dengan RSU Kelas D, C dan B Non Pendidikan, termasuk
Rumah Sakit Bersalin (RSB), serta Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA).
➔ Pelayanan kesehatan tingkat tersier di RS type B dan A. Pelayanan ini
meliputi : Rumah Sakit yang setara dengan Rumah Sakit Umum dan
Rumah Sakit Khusus Kelas A, kelas B pendidikan, milik Pemerintah
maupun swasta.
3. Tata cara melakukan rujukan dan menerima rujukan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012
pasal 7 tata cara melakukan dan menerima rujukan
Pasal 8 = Rujukan horizontal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3)
Kriteria pasien yang dirujuk apabila memenuhi salah satu dari:
- Sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi.
- Pemeriksaan penunjang medis ternyata tidak mampu diatasi.
- Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi
pemeriksaan harus disertai pasien yang bersangkutan.
- Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu.
4. Rujukan maternal dan neonatal
- Sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan maternal harus mengacu pada
prinsip utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif dan sesuai
dengan kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan
5. Prinsip merujuk
- Mencegah 3 Terlambat (3T).
Terlambat dalam mengenali tanda bahaya kehamilan dan persalinan, terlambat
dalam mencapai fasilitas (transportasi ke rumah sakit/puskesmas karena jauh),
dan terlambat mendapat pertolongan yang cepat dan tepat di fasilitas
pelayanan (kurang lengkap atau tenaga medis kurang).
- Rujukan yang terencana.
Harus sudah dipersiapkan sebagai pasien rujukan sejak awal ketika faktor
risiko ditemukan saat pemeriksaan kehamilannya.
- Upayakan pasien dalam keadaan stabil.
Petugas kesehatan/Dokter/ Bidan harus melakukan stabilisasi pasien terlebih
dahulu sebelum merujuk pasiennya
- Diluar kompetensi petugas.
Pasien harus dirujuk apabila pasien yang untuk penatalaksanaannya sudah
tidak lagi menjadi kewenangan bagi fasilitas Polindes/Poskesdes/Puskesmas
yang bersangkutan.
- Ada komunikasi awal.
Lakukan kontak terlebih dahulu dengan Rumah Sakit / Puskesmas yang dituju
untuk mencegah kemungkinan tidak dapat ditangani atau terlambat ditangani
6. Penanganan pra rujukan maternal
Menjelaskan diagnosis terapi dan tindakan medis yang dilakukan, alasan dan tujuan
dilakukan rujukan, resiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan,
transportasi rujukan, resiko atau penyulit yang dapat timbul selama dalam perjalanan
7. Persiapan pra rujukan
- Menentukan kegawatdaruratan penderita
- Menentukan tempat rujukan
- Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga
- Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju
- Persiapan penderita (BAKSOKUDA)
- Pengiriman penderita (ketersediaan sarana kendaraan)
- Tindak lanjut penderita
8. Perencanaan rujukan
- Komunikasikan rencana merujuk dengan ibu dan keluarganya, karena rujukan
harus mendapatkan persetujuan dari ibu dan/atau keluarganya.
- Hubungi pusat layanan kesehatan yang menjadi tujuan rujukan dan sampaikan
kepada tenaga kesehatan yang akan menerima pasien hal-hal berikut ini:
➔ Indikasi rujukan
➔ Kondisi ibu dan janin
➔ Rencana terkait prosedur teknis rujukan (termasuk kondisi lingkungan
dan cuaca menuju tujuan rujukan)
➔ Kesiapan sarana dan prasarana di tujuan rujukan
- Hal yang perlu dicatat oleh pusat layanan kesehatan yang akan menerima
pasien adalah:
➔ Nama pasien
➔ Nama tenaga kesehatan yang merujuk
➔ Indikasi rujukan
➔ Kondisi ibu dan janin
➔ Penatalaksanaan yang telah dilakukan sebelumnya
➔ Nama dan profesi tenaga kesehatan yang mendampingi pasien
- Lengkapi dan kirimlah berkas-berkas
- Bila terdapat indikasi, pasien dapat dipasang jalur intravena dengan kanul
berukuran 16 atau 18.
- Mulai penatalaksanaan dan pemberian obat-obatan sesuai indikasi
- Periksa kelengkapan alat dan perlengkapan yang akan digunakan untuk
merujuk
- Selalu siap sedia untuk kemungkinan terburuk.
- Nilai kembali kondisi pasien sebelum merujuk
- Catat dengan jelas semua hasil pemeriksaan berikut nama tenaga kesehatan
dan jam pemeriksaan terakhir. Untuk memudahkan dan meminimalkan resiko
dalam perjalanan rujukan.
- Perlengkapan dan modalitas transportasi secara spesifik dibutuhkan Untuk
melakukan rujukan tepat waktu (kasus kegawatdaruratan obstetri)
9. Indikasi dan kontra indikasi rujukan
- Rujukan kegawatdaruratan adalah rujukan yang dilakukan sesegera mungkin
karena berhubungan dengan kondisi kegawatdaruratan yang mendesak.
- Rujukan berencana adalah rujukan yang dilakukan dengan persiapan yang
lebih panjang ketika keadaan umum ibu masih relatif lebih baik, misalnya di
masa antenatal atau awal persalinan ketika didapati kemungkinan risiko
komplikasi

Anda mungkin juga menyukai