TIM PENGAJAR
1.Pesta Corry Sihotang Dipl Mw.SKM MKes
2.Syaniah Umar,SST MKeb
3.Maria Sondak SST,SKM Mkes
4. Afriani SKM Mkes
5.Agustina Ningsih SKM,MKes
Modul
KEGAWAT DARURATAN MATERNAL DAN
NEONATAL
B. Analisis Instruksi
1.4 Penilaian Awal Kegawatdaruratan dan Cara Merujuk dengan Cepat dan Tepat
1.5 Jenis-jenis Kegawatdaruratan Maternal Pada Kehamilan
1.6 Penanganan Syok
2. Jenis-jenis Kegawatdaruratan Maternal Pada Persalinan
2.1 PraEklampsia
2.2 Eklampsia
2.3 Plasentaprevia
2.4 Solusioplasenta
4.1 Metritis
4.3 Peritonitis
B. MATERI
1. Memahami konsep dasar kegawatdaruratan pada maternal dan
neonatal
1.1 Defenisi Kegawat daruratan Maternal
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang
kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan
membutuhkan tindakan segera guna menyelamatkan jiwa/nyawa
Kegawatdaruratan juga adalah perdarahan yang mengancam nyawa
selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi
pada awal minggu kehamilan (seperti abortus, molahidatidosa, kista
vaskuler, kehamilan ekstra uterin(ektopik), dan perdarahan pada minggu
akhir kehamilan, dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio
plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan pervagina setelah
seksiosesarea, retensioplasenta, perdarahan pasca persalinan, hematoma,
koagulopatiobstetrik).
Tujuan Pelayanan Gawat Darurat:
1.2 Pre hospital
1. Menyingkirkan benda-benda berbahaya ditempat kejadian yg
beresiko menyebabkan jatuh korban (Pecahan kaca atau dicurigai
ada bom)
2. Melakukan triase atau memilah dan menentukan kondisi korban
gawat darurat
3. Melakukan Fiksasi (Stabilisasi sementara)
4. Melakukan Evakuasi : korban dpindahkan ketempat lebih aman /
dikirim ke pelayanan kesehatan sesuai kondisi korban
5. Mempersiapkan masyarakat, awam khusus dan petugas kesehatan
melalui pelatihan siaga terhadap bencana
1.3 In Hospital
1. Memberikan pertolongan sesuai dengan kondisinya
2. Memberikan bantuan hidup dasar dan hidup lanjut
3. Melakukan stabilisasi dan mempertahankan hemodinamik yang
akurat
4. Melakukan rehabilitasi agar produktifitas korban setelah kembali ke
masyarakat setidaknya setara bila dibanding sebelum bencana
menimpanya.
5. Melakukan pendidikan kesehatan dan melatih korban untuk
mengenali kondisinya dengan segala kelebihan yang dimiliki
1.4 Post Hospital
1. Mengembalikan rasa percaya diri kepada korban
2. Mengembalikan rasa harga diri yang hilang sehingga dapat tumbuh
dan berkembang
3. Meningkatkan kemampuan bersosialisasi kepada orang-orang
terdekat dan masyarakat yang lebih luas
4. Mengembalikan pada permanen sistem sebagai tempat kehidupan
nyata korban
5. Meningkatkan persepsi terhadap realitas kehidupannya pada masa
yang akan datang
1.5 Falsafah Pelayanan Gawat Darurat
1. A (Airway): Kebutuhan akan jalan nafas yang utuh tanpa sumbatan
2. B ( Breathing): Kebutuhan untuk bernafas secara normal
3. C ( Circulation): Sirkulasi yang adekuat
4. D ( Disability): Kebutuhan akan pergerakan yang normal
5. E (Exposure): Kebutuhan akan integritas fisik yang utuh
hanya apabila menderita anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan
2. Abortus Inkomplet. Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien
pasien gelisah
banyak. Pada syok berat, lebih dipilih kuretase tanpa anestesi kemudian
dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah
hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili
khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara
hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya
b) Etiologi
c) Klasifikasi
lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti
perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti
1. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS
2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar):
lembab
e) Manifestasi Klinis
1.Amenorrhoe dan tanda-tanda kehamilan.
2. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. Merupakan
gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama
usia kehamilan.
7. Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti
8. Gejala Tirotoksikosis
f) Diagnosis
penunjang seperti laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang
1. Perdarahan vaginam
2. Hiperemesis
3. Hipertiroid
g) Penatalaksanaan
2. Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila
umum penderita.
tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi
h) Pengawasan Lanjutan
oral pil.
2. Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun, yaitu setiap minggu
tidak
Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya
keganasan.
pada jalan yang melewati tuba uteri. Kehamilan tuba terutama di ampula, jarang
Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering unilateral (abortus
tuba), hebat dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen yang jelas dan
menyebar. Kavum douglas menonjol dan sensitive terhadap tekanan. Jika ada
1. Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih jarang pada abdomen
bagian atas.
2. Abdomen tegang.
3. Mual.
4. Nyeri bahu.
Jika terjdi syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan darah di
hidung, keringat dingin, ekstremitas pucat, kuku kebiruan, dan mungkin terjadi
gangguan kesadaran.
c) Diagnosis
d) Penanganan
3. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut
2. Atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi.
e) Terapi
Terapi untuk gangguan ini adalah dengan infuse ekspander plasma (Haemaccel,
1. Preeklampsia
2. Eklampsia
3. Plasenta Previa
a) Pengertian
Preeklampsia merujuk pada kompleks gejala pada kehamilan yang meliputi
atau 15 mmHg diastolik di atas nilai normal) (Bresler & Sternbach, 2006). Sementara
proteinuria atau edema atau keduanya yang disebabkan oleh kehamilan atau
dipengaruhi oleh kehamilan yang sekarang. Biasanya keadaan ini timbul setelah
umur kehamilan 20 minggu tetapi dapat pula berkembang sebelum saat tersebut
terjadi.pada.primigravida.
b). Manifestasi klinik : Menurut Taber (1994), data subjektif yang didapatkan adalah:
1. Kenaikan berat badan yang timbul secara cepat dalam waktu yang singkat
menunjukkan adanya retensi cairan dan dapat merupakan gejala paling dini dari
pembengkakan pada muka dan tangan. Keluhan yang umum adalah sesaknya
1. Sakit kepala : Meskipun sakit kepala merupakan gejala yang relatif biasa
selama kehamilan, sakit kepala dapat juga menjadi gejala awal dari edema otak.
dan dapat menunjukkan spasme arteriolar retina, iskemia, edema, atau pada kasus-
hematoma.subkapsuler.hepar
c).Pemeriksaan.fisik.Menurut.Taber.(1994),
yang normal selama kehamilan lanjut. Edema pada muka dan tangan tampaknya
3. Kenaikan berat badan yang cepat merupakan suatu petunjuk dari retensi cairan
ekstravaskular
5. Pemeriksaan thorak : karena edema paru merupakan satu dari komplikasi serius
6. Refleks tendon profunda (lutut dan kaki) : Hiperfleksia dan klonus merupakan
d) Pemeriksaan.abdomen
Rasa sakit daerah hepar merupakan suatu tanda potensial yang tidak
e) Pemeriksaan.pelvis
Keadaan serviks dan stasi dari bagian terbawah merupakan pertimbangan yang
a. Preeklampsia.ringan
Bila aterm, kelahiran dianjurkan untuk mencegah komplikasi ibu dan janin.
Sebelum aterm, tirah baring di rumah sakit biasanya dianjurkan sebagai usaha
diperiksa 4 kali sehari. Berat badan, protein urine dan keluaran urin diperiksa
test dan sonografi membantu dalam evaluasi kesehatan ibu dan janin.
b. Preeklampsia.berat
urine, masukan dan keluaran dipantau dengan ketat. Tes-tes diagnostik dasar
diencerkan. Efek terapi magnesium sulfat dapat diperiksa secara klinis dengan
aktivitas refleks patela. Refleks dan klonus kaki yang hiperaktif memberi kesan
refleks patela merupakan tanda pertama dari keracunan magnesium. Aliran urin
keracunan.magnesium
3. Terapi anti hipertensi : Jika tekanan darah secara tiba-tiba meningkat di atas
170 hingga 180 mmHg sistolik atau 110 hingga 120 mmHg diastolik, hidralazin
aliran darah ke ginjal. Dosis awal 5 mg diberikan intravena dan tekanan darah
dipantau setiap 5 menit. Jika tekanan diastolik tidak turun di bawah 100 mmHg
dalam 20 menit, diberikan dosis ulangan 5 hingga 10 mg. Dosis ini diulangi
setiap interval 20 menit sampai tekanan diastolik turun menjadi 100 mmHg.
Tekanan darah yang turun terlalu cepat dapat mengganggu perfusi plasenta dan
2. Eklampsia
a) Pengertian Eklampsia
1. Istilah eklampsi berasal dari bahas yunani berarti halilintar, karena seolah–
olah gejala eklampsi timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului oleh tanda–tanda
lain. Eklampsi umumnya timbul pada pada wanita hamil atau dalam nifas
komA.
2. Eklampsi adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, kejang timbul bukan
3. Eklampsi adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam masa persalinan
atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau demam (dr. Handaya,
dkk).
b) Epidimiologi
dilaporkan berkisar antara 0,3 -0,7%. Sedangkan di negara maju angka nya
mual yang hebat, nyeri di epigastrium dan hiper-refleksi. Bila keadaan ini tidak
segera diobati akan timbul kejang. Terutama pada persalinan, bahaya ini besar.
melihat, kelopak mata bergetar. Demikian pula tangannya dan kepala berputar ke
kiriataukekanan
Berlangsung 15-30 detik atau kurang dari 30 detik, dalam tingkat ini semua otot
menjadi kaku, wajahnya keliatan kaku ( distorsi ), bola mata menonjol, tangan
dalam tempo yang cepat, terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali
dengan kuat disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian
disusul dengan kontraksi intermitten pada otot-oto muka dan otot seluruh tubuh.
Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini, sehingga seringkali penderita terlempar dari
tempat tidur. Seringpula lidah tergigit, dan mulut keluar liur yang berbusa kadan
tidak sadar.
4. Tingkat Koma.
Lama kesadaran tidak selalu sama, secar perlahan-lahan pendrita mulai sadar lagi,
akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan berulang
sehingga ia tetap dalam koma. Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi
cepat dan suhu meningkat sampai 40 derajat celcius, mungkin karena gangguan
kadang-kadang terjadi aspirasi bahkan muntah. Penderita yang sadar kembali dari
5. Komplikasi
b. Hipofibrinogenia.
c. Hemolisis
j. Komplikasi lain (lidah tergigit, trama dan fraktur karena jtuh dan
DIC).
6. Penatalaksanaan Eklampsia
Tujuan:
dikamar isolasi cukup terang agar bila terjadi sinosis segera dapat diatasi segera
dapat diketahui.
Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstermitas penderita yang kejang tidak
sudap lidah kedalam mulut si penderita dan jangan mencoba melepas sudap lidah
8. Perawatan koma
Tindakan pertama pada penderita koma adalah menjaga dan mengusaha kan
agar jalan nafas atas tetap terbuka.cara yang sederhana dan cukup efektif dalam
menjaga terbukanya jalan nafas atas adalah dengan manuver tik –neck lift,yaitu
kepala direndahkan dan leher dalam posisi ekstensi kebelakang atau head tilt –chain
d) Reflek patella harus (+), pernafasan lebih dari 16 kali per menit serta
e) Ambil contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium, seperti : Hb, Ht, leukosit,
3. Plasenta previa
Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir
b) Etiologi
Mengapa Plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat
pada dosidua akibat persalinan yang lampau dan dapat menyebabkan plasenta
previa tidak selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa
didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas fungsi, memang
dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau
diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar. Plasenta yang letaknya
2. Perdarahan berulang
5. Timbulnya perlahan-lahan
d) Diagnosis
hematokrit.
2. Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas
panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas
panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas
panggul.
perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri
tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak
implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5
perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat, tidak
e) Klasifikasi
Plasenta
jaringan Plasenta
pinggir pembukaan.
4. Plasenta Letak Rendah, Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen
f) Penatalaksanaan
3. Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta previa
totalis atau parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena plasenta letak
rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar mulut serviks sekitar 4-5 cm), pecahkan
selaput ketuban dan berikan infuse oksitosin; jika perdarahan tidak berhenti,
g) Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik. Pada
kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse Macrodex,
Kebidanan : 2009)
yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak
b) Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti. Meskipun
demikian ada beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya, antara lain :
2. pre-eklampsia
4. trauma
5. tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior uterus yang
1. umur lanjut
2. multiparitas
6. mioma uteri
c) Klasifikasi
terlepasnya placenta. Pada solusio placenta, darah dari tempat pelepasan mencari
jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan akhirnya keluar dari serviks
tersembunyi.
d) Gejala klinis
2. Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan
3. Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah
(uterus en bois).
bertambah
e) Diagnosis
bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir, ditemukan
adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal plasenta akibat tekanan dari
hematom retroplasenta.
f) Gambaran klinik
Ruptura sinus marginalis sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun
jumlahnya sedikit sekali. Perut mungkin terasa agak sakit atau terus menerus agak
tegang. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus menerus apakah akan
menjadi lebih tegang karena perdarahan terus menerus. Bagian bagian janin masih
mudah teraba.
Plasenta telah lepas lebih dari seperempatnya tapi belum sampai duapertiga luas
plasenta ringan, atau mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang
sedikit, mungkin perdarahan telah mencapai 1000ml. Dinding uterus teraba tegang
terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar diraba. Bila janin
masih hidup, bunyi jantungnya sukar didengar dengan stetoskop biasa, harus
dengan stetoskop ultrasonic. Tanda-tanda persalinan biasanya telah ada dan akan
selesai dalam waktu 2 jam. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin
Plasenta telah lepas lebih dari duapertiga permukaannya. Terjadi sangat tiba-tiba.
Biasanya ibu telah jatuh dalam syok dan janin telah meninggal. Uterus sangat
tegang seperti papan, sangat nyeri, perdarahan pervaginam tidak sesuai dengan
keadaan syok ibu, malahan mungkin , perdarahan pervaginam belum sempat terjadi.
Besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal.
g) Penanganan
berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang maka
ketat.
Apabila janin hidup, dilakukan sectio caesaria. Sectio caesaria dilakukan bila
oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila janin mati, ketuban segera
persalinan.
h) Pengobatan
Umum :
1. Transfusi darah.
Transfusi darah harus segera diberikan tidak peduli bagaimana keadaan umum
penderita waktu itu. Karena jika diagnosis solusio placenta dapat ditegakkan itu
1. Pemberian O2
2. Pemberian antibiotik.
a) Pengertian
Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet diatas
sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul, atau
bahu tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang
sakrum.
Distosia bahu secara sederhana adalah kesulitan pada saat melahirkan bahu
(Varney, 2004). Pada presentasi kepala bahu anterior terjepit di atas simpisis
pubis sehingga bahu tidak dapat melewati panggul kecil atau sempit panggul.
Bahu posterior tertahan di atas promontorium bagian atas. Distosia bahu terjadi
jika bahu masuk ke dalam panggul kecil dengan diameter biakromial pada posisi
anteroposterior dari panggul sebagai pengganti diameter oblik panggul yang
mana diameter oblik sebesar 12,75 cm lebih panjang dari diameter
anteroposterior (11 cm). Waktu untuk menolong distosia bahu kurang lebih 5-10
menit.
b) Patofisiologi
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan
kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada
umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis.
Dorongan pada saat ibu meneran akan meyebabkan bahu depan (anterior)
berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran
menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi
anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan
terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.
c) Etiologi
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu
untuk “melipat” ke dalam panggul (misal : pada makrosomia) disebabkan oleh
fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga
penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat
melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah
mengalami pemanjangan kala II sebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam
panggul.
d) Penilaian Klinik
a. Kepala janin telah lahir namun masih erat berada di vulva
b. Kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar
c. Dagu tertarik dan menekan perineum
d. Tanda kepala kura-kura yaitu penarikan kembali kepala terhadap
perineum sehingga tampak masuk kembali ke dalam vagina.
e. Penarikan kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang terperangkap
di belakang symphisis.
e) Faktor Risiko
a. Ibu dengan diabetes, 7 % insiden distosia bahu terjadi pada ibu
dengan diabetes gestasional (Keller, dkk)
b. Janin besar (macrossomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada
bayi dengan berat lahir yang lebih besar, meski demikian hampir
separuh dari kelahiran doistosia bahu memiliki berat kurang dari 4000 g.
c. Riwayat obstetri/persalinan dengan bayi besar
d. Ibu dengan obesitas
e. Multiparitas
f. Kehamilan posterm, dapat menyebabkan distosia bahu karena janin
terus tumbuh setelah usia 42 mingu.
g. Riwayat obstetri dengan persalinan lama/persalinan sulit atau
riwayat distosia bahu, terdapat kasus distosia bahu rekuren pada 5
(12%) di antara 42 wanita (Smith dkk., 1994)
h. Cephalopelvic disproportion
f) Komplikasi pada Ibu
a. Laserasi daerah perineum dan vagina yang luas
b. Gangguan psikologi sebagai dampak dari pengalaman yang
traumatik
c. Depresi jika janin cacat atau meninggal
d. Distosia bahu dapat menyebabkan perdarahan postpartum karena
atonia uteri,
e. rupture uteri,
a) Ruptur Uteri
Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat meluas ke seluruh dinding
uterus dan isi uterus tumpah ke seluruh rongga abdomen (komplet), atau dapat pula
Klasifikasi
1. Ruptur Uteri Gravidarum. Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi
pada korpus.
2. Ruptur Uteri Durante Partum. Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya
1. Korpus Uteri. Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah
2. Segmen Bawah Rahim. Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan
lama (tidak maju). SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya
3. Serviks Uteri. Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep
vagina.
2. Ruptur Uteri Inkompleta. Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut
latum.
Etiologi
1. tindakan obstetri,
2. ketidakseimbangan fetopelvik,
6. kecelakaan.
Penatalaksanaan
penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotinika, antibiotika,
dsb. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah melakukan
cukup.
Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adala :
3. Jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan
Manajemen
1. Segera hubungi dokter, konsultan, ahli anestesi, dan staff kamar operasi
2. Buat dua jalur infus intravena dengan intra kateter no 16 : satu oleh larutan
elektrolit, misalnya oleh larutan rimger laktat dan yang lain oleh tranfusi darah.
( jaga agar jalur ini tetap tebuka dengan mengalirkan saline normal, sampai
darah didapatkan ).
3. Hubungi bank darah untuk kebutuhan tranfusi darah cito, perkiraan jumlah
4. Berikan oksigen
histerektomi )
Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam
15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri(plasenta telah
lahir).Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot myometrium
uterus untuk berkontraksi dan memendek.Atonia Uteri adalah suatu kondisi
dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka
darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak
terkendali. (Apri, 2007).
5. Infeksi intrapartum
6. Multiparitas tinggi
8. umur yang terlalu tua atau terlalu muda(<20 tahun dan >35 tahun)
Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III
persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha
melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.
c) Manifestasi Klinis
1. perdarahan pervaginam
e) diagnosis
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai
uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini.
Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat,
mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit.
Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus
IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar.
Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.
g) Langkah-langkah Penatalaksanaan Atonia Uteri
1. Resusitasi
4. pemberian Uterotonika
5. Kompresi Bimanual
Ada beberapa macam pengertian dari kompresi bimanual,antara lain sebagai
berikut:
· Kompresi bimanual adalah suatu tindakan untuk mengontrol dengan
segera homorrage postpartum.dinamakan demikian karena secara literature
melibatkatkan kompresi uterus diantara dua tangan.(varney,2004)
· Menekan rahim diantara kedua tangan dengan maksud merangsang
rahim untuk berkontraksi dan mengurangi perdarahan (depkes RI,1996-1997)
· Tindakan darurat yang dilakukan untuk menghentikan perdarahan
pasca salin.(depkes RI,1997)
7. Memberikan Ergometrin 0,2 mgIM atau Misoprostol 600-1000 mcg per
rektal.
Ergometrin tidak diberikan untuk ibu hipertensi.
8. Memasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan
Oksitosin 20 unit dalam 500 ml Ringer Laktat, habiskan 500 cc pertama secepat
mungkin.
9. Memakai sarung tangan DTT dan ulangi KBI.
Amati perkembangannya, apakan uterus berkontraksi. Jika :
YA, maka pantau pasien dengan seksama selama kala IV.
TIDAK, maka lanjutkan ke langkah berikutnya.
10. Segera merujuk pasien
11. Mendampingi pasien ke tempat rujukan
12. Melakukan infus oksitosin 20 unit dalam 500 cc Ringer Laktat dengan laju
500 ml/jam hingga tiba di empat rujukan atau hingga menghabiskan 1,5 L infus,
kemudian lanjutkan dengan kecepatan 125 ml/jam. Jika tidak tersedia cairan yang
cukup, beri 500 ml kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minuman untuk
rehidarasi.
a. Pengertian
Luka perineum pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan
Pada persalinan akan terjadi penekanan pada jalan lahir lunak oleh
kepala janin. Dengan perineum yang masih utuh pada primigravida akan
124).
b. Etiologi
Partus presipitatus
Partus presipitatus partus yang sudah selesai kurang dari 3 jam yang
ditandai oleh sifat his yang normal, tonus otot diluar his juga bisa,
kelainan terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus bagi ibu
ialah terjadi perlukaan luas pada jalan lahir, khusunya vagina dan
Laserasi pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala janin
dilahirkan, keadaan ini akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat
dan tidak terkendali. Adanya kerja sama yang baik antara pasien dengan
penolong persalinan saat kepala crowning sangat berperan dalam upaya
pencegahan laserasi dalam tahap ini pasien dan penolong berkerja sama
sebagai berikut:
meningkatkan permeabilitas kapiler Ketika mikrosirkulasi mengalami
aslinya. Sampai akhir bulan, hanya 35% sampai 59% kekuatan luka
tercapai. Tidak akan lebih dari 70% sampai 80% kekuatan dicapai
tahunan.
posisi yang lebih padat. Hal ini, sejalan dengan dehidrasi, mengurangi
sebelum luka.
perineum.
yang tidak perlu. Setiap dilakukan penusukan jarum saat menjahit, kita
sama saja membuat suatu luka baru pada jaringan, oleh karna itu upaya
gunakan teknik jahitan jelujur. Jika ada sayatan yang terlalu dalam
g. Penanganan
Perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan
daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam
semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan bau. (Rukiyah, 2011; h.
125).
a. Saat mandi: pada saat mandi ibu post partum pasti melepas
bakteri pada cairan yang tertampung pada pembalut, demikian pula pada
2011; h.125).
b. Setelah buang air kecil: pada saat buang air kecil kemungkinan
besar terjadi kontaminasi air seni pada rektum akibatnya dapat memicu
perineum.
intrvaskular.
antiseptik.
e. Budaya dan keyakinan: budaya dan keyakinan akan mempengaruhi
saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat berakibat
jalan lahir.
kondisi fisik ibu post partum masih lemah. (Rukiyah & Yulianti, 2010; h.
363).
a. Persiapan
dengan posisi jongkok jika ibu telah mampu atau berdiri dengan posisi
kaki terbuka.
Alat dan bahan: alat yang digunakan adalah botol, baskom dan gayung,
air hangat dan handuk bersih, sedangkan bahan yang digunakan adalah
b. Penatalaksanaan
plastik
kebelakang.
merasa nyaman.
1. Etiologi
a. Etiologi dasar meliputi
• Faktor maternal: gravida berusia lanjut, multiparitas.
• Faktor uterus: bekas sectio caesaria (sering plasenta
tertanam pada jaringan cicatrix uterus), bekas pembedahan
uterus, anomali uterus, tidak efektif kontraksi uterus,
pembentukan contraction ring, bekas kuretase uterus (yang
terutama dilakukan setelah abortus), bekas pengeluaran
plasenta secara manual, bekas endometritis.
• Faktor plasenta: plasenta previa, implantasi cornual,
plasenta akreta, kelainan bentuk plasenta.
b. Etiologi berdasar abnormalitas pada tingkatan kala III,
meliputi :
• Plasenta belum lepas dari dinding uterus
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi
perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi perdarahan
merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta dari
dinding uterus karena kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta (plasenta adhesiva), plasenta melekat
erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus
desidua sampai miometrium – sampai di bawah peritoneum
(plasenta akreta – perkreta).
• Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi
belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk
melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga
terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang
menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
7.
8. 2. Penatalaksanaan Plasenta Manual (APN, 2008)
a. Persiapan
• Memasang set dan cairan infus.
• Menjelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan.
• Melakukan anestesi verbal/analgesia per rektal.
• Menyiapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi.
b. Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri
• Memastikan kandungan kemih dalam keadaan kosong.
• Menjepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari
vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai.
• Secara obstetrik, memasukkan tangan lainnya (punggung
tangan menghadap kebawah) ke dalam vagina dengan
menelusuri sisi bawah tali pusat.
• Setelah mencapai bukaan servik, minta seseorang
asisten/penolong lain untuk menegangkan klem tali pusat
kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus
uteri.
• Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam
hingga ke kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi
plasenta.
• Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi
salam (ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari-jari lain saling
merapat).
c. Melepas plasenta dari dinding uterus
1.) Menentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta
paling bawah.
• Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat
tetap di sebelah atas dan sisipkan ujung jari-jari tangan
diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung
tangan menghadap ke bawah (posterior ibu).
• Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah
atas tali pusat dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara
plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan
menghadap ke atas (anterior ibu).
2.) Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan
dinding uterus, maka perluas pelepasan plasenta dengan
jalan menggeser tangan ke kanan dan kiri sambil digeserkan
ke atas (kranial) hingga semua perlekatan plasenta terlepas
dari dinding uterus.
d. Mengeluarkan plasenta
• Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri,
lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa plasenta
yang tertinggal.
• Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simpisis (tahan
segmen bawah uterus) kemudian instruksikan
asisten/penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan
dalam membawa plasenta keluar (hindari terjadinya percikan
darah).
• Lakukan penakanan (dengan tangan yang menahan
suprasimpisis) uterus ke arah dorso kranial setelah plasenta
dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang
telah disediakan.
e. Pencegahan infeksi pasca tindakan
• Dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan
peralatan lain yang digunakan.
• Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya
di dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit.
• Cuci tangan.
• Keringkan tangan dengan handuk bersih.
f. Pemantauan pasca tindakan
• Periksa kembali tanda vital ibu.
• Catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan.
• Tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih
diperlukan dan asuhan lanjutan.
• Beritahu pada ibu dan keluarga bahwa tindakan telah
selesai.
• Lanjutkan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan
sebelum dipindah ke ruang rawat gabung .
terbuka
dapat terjadi
sebagai akibat
tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. Bila hal tersebut terjadi,
obat-
b) Etiologi
sebagian plasenta
3. Abnormalitas plasenta
pelepasan plasenta
tidak lengkap)
- Perdarahan segera
d) Penanganan
bekuan darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui alat
3. Bila kadar Hb < 8 gr% beri tranfusi darah, bila kadar Hb > 8 gr%
2. Etiologi
seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari
tempat lain dalam tubuh), dan endogen (dari jalan lahir sendiri).
jalan lahir.
serta cairan. Pada batas antara daerah yang meradang dan daerah
sehat terdapat lapisan terdiri atas leukosit – leukosit. Pada infeksi yang
penjelaran.
3. Bakteriologi
adalah.
ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan
infeksi terbatas.
abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.
f. Syok
5. Klasifikasi
bagian dari infeksi yang lebih luas. Kerokan pada wanita dengan
perabdominal.
8. Penanganan
Penanganan yang dapat dilakukan yaitu.
e. Bila ada pus, lakukan drainase (kalau perlu kalpotomi), ibu
pus. Bila pada uterus nekrotik dan septik lakukan histerektomi subtotal.
9. Pencegahan
9.1.Masa kehamilan
tidak ada indikasi yang perlu. Begitu pula pada koitus ibu hamil tua
9.2.Masa persalinan
indikasi dengan sterilitas yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
B Penyebab
Penyakit radang panggul terjadi apabila terdapat infeksi pada
saluran genital bagian bawah, yang menyebar ke atas melalui leher
rahim. Butuh waktu dalam hitungan hari atau minggu untuk seorang
wanita menderita penyakit radang panggul. Bakteri penyebab tersering
adalah N. Gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis yang
menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan sehingga
menyebabkan berbagai bakteri dari leher rahim maupun vagina
menginfeksi daerah tersebut. Kedua bakteri ini adalah kuman
penyebab PMS. Proses menstruasi dapat memudahkan terjadinya
infeksi karena hilangnya lapisan endometrium yang menyebabkan
berkurangnya pertahanan dari rahim, serta menyediakan medium yang
baik untuk pertumbuhan bakteri (darah menstruasi). Peradangan
biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, dimana bakteri masuk
melalui vagina dan bergerak ke rahim lalu ke tuba falopii.
90-95% kasus PID disebabkan oleh bakteri yang juga menyebabkan
terjadinya penyakit menular seksual (misalnya klamidia, gonore,
mikoplasma, stafilokokus, streptokokus). Infeksi ini jarang terjadi
sebelum siklus menstruasi pertama, setelah menopause maupun
selama kehamilan. Penularan yang utama terjadi melalui hubungan
seksual, tetapi bakteri juga bisa masuk ke dalam tubuh setelah
prosedur kebidanan/kandungan (misalnya pemasangan IUD,
persalinan, keguguran, aborsi dan biopsy endometrium.
Penyebab lainnya yang lebih jarang terjadi adalah:
1. Aktinomikosis (infeksi bakteri)
2. Skistosomiasis (infeksi parasit)
3. Tuberkulosis.
4. Penyuntikan zat warna pada pemeriksaan rontgen khusus.
E Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan
fisik. Dilakukan pemeriksaan panggul dan perabaan perut.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan antara lain sebagai berikut:
1 Pemeriksaan darah lengkap
2 Pemeriksaan cairan dari serviks
3 Kuldosintesis
4 Laparoskopi
5 USG panggul
Pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat kenaikan dari sel
darah putih yang menandakan terjadinya infeksi. Kultur untuk GO dan
chlamydia digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Ultrasonografi
atau USG dapat digunakan baik USG abdomen (perut) atau USG
vagina, untuk mengevaluasi saluran tuba dan alat reproduksi lainnya.
Biopsi endometrium dapat dipakai untuk melihat adanya infeksi.
Laparaskopi adalah prosedur pemasukan alat dengan lampu dan
kamera melalui insisi (potongan) kecil di perut untuk melihat secara
langsung organ di dalam panggul apabila terdapat kelainan.
F Komplikasi
Penyakit radang panggul dapat menyebabkan berbagai kelainan di
dalam kandungan seperti nyeri berkepanjangan, infertilitas dan
kehamilan abnormal. Penyakit ini dapat menyebabkan parut pada
rahim dan saluran tuba. Parut ini mengakibatkan kerusakan dan
menghalangi saluran tuba sehingga menyebabkan infertilitas. Parut
juga dapat menyebabkan sel telur tidak dapat melalui jalan normalnya
ke rahim sehingga dapat terjadi kehamilan ektopik.
G Pencegahan
Cara terbaik untuk menghindari penyakit radang panggul adalah
melindungi diri dari penyakit menular seksual. Penggunaan kontrasepsi
seperti kondom dapat mengurangi kejadian penyakit radang panggul.
Apabila mengalami infeksi saluran genital bagian bawah maka
sebaiknya segera diobati karena dapat menyebar hingga ke saluran
reproduksi bagian atas. Terapi untuk pasangan seksual sangat
dianjurkan untuk mencegah berulangnya infeksi.
Wanita dapat melindungi diri mereka dari PID dengan mencegah
terkena STDs atau segera berobat ke dokter jika mereka menderita
STDs. Cara terbaik untuk mencegah STDs adalah dengan tidak
melakukan hubungan seksual berganti pasangan atau setia pada
pasangannya yang telah dikenalnya betul serta pernah menjalani
skrining test STDs. Kondom pria yang mengandung latex, yang
digunakan dengan benar dan berkelanjutan, dapat menurunkan resiko
terinfeksi chlamydia dan gonorrhea. CDC merekomendasikan
pemeriksaan chlamydia kepada seluruh wanita berusia 25 tahun atau
kurang yang telah aktif secara seksual ataupun kepada wanita yang
lebih tua dengan resiko menderita infeksi chlamydia (mereka yang
memiliki pasangan baru atau melakukan hubungan multipartner), serta
kepada seluruh wanita hamil.
Keluhan pada alat genital wanita, seperti adanya luka, keluar
cairan dengan bau yang abnormal, rasa nyeri ketika buang air kecil,
ataupun perdarahan di luar siklus menstruasi bisa jadi merupakan
pertanda infeksi STDs. Jika wanita tersebut mengalami keluhan
tersebut, sebaiknya menghentikan hubungan seksualnya untuk
sementara waktu dan segera berkonsultasi dengan dokter. Mengobati
STDs secara lebih dini dapat membantu mencegah PID. Setiap wanita
yang menderita STDs dan sedang menjalani pengobatan, sebaiknya
mengajak pasangannya ke dokter dan diperiksa terhadap kemungkinan
untuk menderita STDs. Hubungan seksual sebaiknya jangan dimulai
hingga pasangannya telah diperiksa dan telah menjalani pengobatan
dengan tuntas apabila mereka memang menderita STDs.
H Penangganan
1 Pengobatan
Pelvic Inflammatory Disesase dapat diobati dengan beberapa
macam antibiotika.Namun pemberian antibiotika ini tidak sepenuhnya
mengembalikan kondisi pasien apabila telah terjadi kerusakan pada
organ reproduksi wanita ini. Jika seorang wanita memiliki nyeri pelvis
dan keluhan PID yang lain, sebaiknya segera berobat ke dokter.
Pemberian antibiotika yang tepat akan dapat mencegah kerusakan
lebih lanjut pada saluran reproduksi wanita. Seorang wanita yang
menunda pengobatan PID, akan lebih besar kemungkinannya untuk
menderita infertilitas atau dapat terjadi kehamilan ektopik oleh karena
kerusakan tuba fallopii.
Karena sulitnya untuk mengidentifikasi organisme yang menyerang
organ reproduksi internal dan juga kemungkinan lebih dari satu
organisme sebagai penyebab PID, maka PID biasanya diobati dengan
sedikitnya dua macam antibiotika yang memiliki efektivitas yang baik di
dalam mematikan organisme penyebab tersebut.Antibiotika ini dapat
diberikan secara oral maupun secara injeksi. Antibiotika yang dapat
digunakan antara lain: ofloxacin, metronidazole, dan doxycycline. Di
mana lamanya pengobatan biasanya ± 14 hari.
Pengobatan yang tepat dan sesuai dapat mencegah komplikasi
PID.Tanpa pengobatan yang tepat PID dapat menyebabkan kerusakan
permanen dari organ reproduksi wanita.Organisme penyebab PID
dapat menginvasi tuba fallopii dan menyebabkan terbentuknya jaringan
parut (scar tissue).
PID tanpa komplikasi bisa diobati dengan antibiotik dan penderita
tidak perlu dirawat. Jika terjadi komplikasi atau penyebaran infeksi,
maka penderita harus dirawat di rumah sakit. Antibiotik diberikan
secara intravena (melalui pembuluh darah) lalu diberikan per-oral
(melalui mulut). Jika tidak ada respon terhadap pemberian antibiotik,
mungkin perlu dilakukan pembedahan. Pasangan seksual penderita
sebaiknya juga menjalani pengobatan secara bersamaan dan selama
menjalani pengobatan jika melakukan hubungan seksual, pasangan
penderita sebaiknya menggunakan kondom.
2 Terapi
Tujuan utama terapi penyakit ini adalah mencegah kerusakan
saluran tuba yang dapat mengakibatkan infertilitas (tidak subur) dan
kehamilan ektopik, serta pencegahan dari infeksi kronik. Pengobatan
dengan antibiotik, baik disuntik maupun diminum, sesuai dengan
bakteri penyebab adalah pilihan utama. Kontrol setelah pengobatan
sebanyak 2-3 kali diperlukan untuk melihat hasil dan perkembangan
dari pengobatan. Pasangan seksual juga harus diobati. Wanita dengan
penyakit radang panggul mungkin memiliki pasangan yang menderita
gonorea atau infeksi Chlamydia yang dapat menyebabkan penyakit ini.
Seseorang dapat menderita penyakit menular seksual meskipun tidak
memiliki gejala. Untuk mengurangi risiko terkena penyakit radang
panggul kembali, maka pasangan seksual sebaiknya diperiksa dan
diobati apabila memiliki PMS.
Meskipun segera dilakukan pengobatan antimikroba yang tepat
untuk mengatasi metritis, kadang-kadang suatu flegmoon parametrium
akan mengalami supurasi sehingga terbentuk massa benjolan pada
ligamentum latum yang berfluktuasi dan bias menonjol diatas
ligamentum inguinale pouparti. Dalam keadaan ini, wanita tersebut
mungkin tidak menunjukkan gejala yang semakin memburuk tetapi
panas tetap memburuk tetapi panas tetap bertahan. Begitu terdapat
rupture abses kedalam kavum peritoni, peritonitis yang bias membawa
kematian dapat terjadi. Kemungkinan lebih besar lagi, terjadi robekan
kearah anterior sehingga tidak terjangkaub dengan tindakan drainase
lewat jarum yang diarahkan oleh komograi computer. Kadang-kadang
robekan terjadi kearah posterior lewat ruang retroperitonium kedalam
septum rekto vaginalisn dimana drainase operatif mudah digunakan.
Bila pelvic abses ada tanda cairan fluktuasi pada daerah cul-de-
sac, lakukan kolpotomi atau dengan laparotomi. Ibu posisi fowler.
Berikan anti biotika broad spektrum dalam dosis yang tinggi ampisilin
2g/IV kemudian 1g setiap 6jam ditambah gentamisin 5g/kg berat badan
IV dosis tunggal/hari dan metronidazol 500mg/IV setiap 8jam.
Lanjutkan antibiotika ini sampai ibu tidak panas selama 24 jam.
Pada keadaan yang sangat jarang sellulitis parametrium yang
terjadi akan meluas dan menjadi abses pelvis. Bila ini terjadi, maka
harus dilakukan drainase puss yang terbentuk, baik ke anterior dengan
melakukan pemasangan jarum berukuran besar maupu ke posterior
dengan melakukan kolpotomi selain itu, perlu juga diberikan antibiotika
yang adekuat.
2. Patofisiologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen kedalam
organ abdomen biasanya sebagai akibat dari inflamasi, infeksi,
iskemia, trauma, atau perforasi tumor. Terjadi perforasi bakterial,
terjadi edema jaringan, dan dalam waktu singkat terjadi eksudasi
cairan. Cairan dalam rongga peritoneal menjadi keruh dengan
peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler, dan darah.
Respon segerah dari saluran usus adalah hipermotilitas, di ikuti oleh
ileus pralitik, disertai akumulasi udarah dan cairan dalam usus.
3.Etiologi
a.Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.
b.Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan
kegiatan seksual.
c.Infeksi dari saluran rahim dan dinding telur, yang mungkin
disebabkan oleh beberapa kuman(termasuk yang menyebabkan
gonore dan infeksi chlamidia)
d.Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di
perut(asites) dan mengalami infeksi.
e.Peritonitis dapat terjadi setelah pembedahan.
f.Dialisa pertioneal (pengobatan gagal ginjal) sering megakibatkan
peritonitis.
g.Iritasi tanpa infeksi.
h.Perforasi lambung, usus, kandung empeduh atau usus buntu.
i.Peradangan dinding peritoneum yang terjadi bila benda asing
termasuk bakteri atau gastrointestinal.
4.Tanda dan gejala
Tanda dan gejala peritonitis meliputi :
a.Pembengkakan nyeri perut
b.Demam dan menggigil
c.Kehilangan nafsu makan
d.Haus
e.Mual dan muntah
f.Urin terbatas
5.Penatalaksanaan
a.Pengantian cairan isotonis
b.Pemberian obat analgetik, antibiotik , antiemetic
c.Terapi O2
d.Lavasi periteneum dengan antibiotik
e.Tindakan bedah laparatomi
B.Konsep keperaawatan
1.Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses klien
perawatan secara menyeluruh. Pengkajian pasien dengan peritonitis
meliputi :
a. Aktivitas istiraahat
Gejala : kelemahan
Tanda : kesulitan ambulasi
b. Sirkulasi
Tanda : takikardi, berkeringat, pucat hipotensi
Tanda syok : edema jaringan
c. Eliminasi
Gejala : ketidakmampuan defekasi dan flatus. Diare kadang-kadang
Tanda : cegukan, disensi abdomen penurunan haluran urin, warna
gelep.penurunan tak ada bising usus,bising usus kasar.
d. Makanan dan cairan
Gejala : anoreksia, mual, muntah, haus.
Tanda : muntah proyektil, membran mukosa kering, lidah bengkak,
turgor kulit buruk.
e. Nyeri atau ketidak nyamanan
Gejala : nyeri abdomen tiba-tiba berat, umum ataau lokal, menyebar ke
bahu, terus menerus oleh gerakan.
Tanda : distensi, kaku nyeri tekan. Otot tegang (abdomen), lutut fleksi,
perilaku distraksi, gelisah, fokus pada diri sendiri.
f. Pernapasan
Tanda : pernapasan dangkal, takipnea.
g. Keamanan
Gejala : riwayat inflamasi organ pelvic(salpingitis) infeksi pasca
melahirkan, abses retroperitoneal.
h. Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala : riwayat adanya trauma penetrasi abdomen, perforasi kandung
kemih, penyakit saluran GI (apendiksitis perforasi ganggren atau ruptur
kandung empedu, perforasi Ca gaster, perforasi gaster atau ulkus
duadenal, obstruksi ganggrenosa usus, perforasi deventrikulum, ileitis
regional, herniastrangulasi).
2.Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien dengan ganguan
peritonitis adalah :
1.Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan akumulasi
cairan dalam rongga abdomen / peritoneal
2.Perubahan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses
inflamasi
3.Devisit volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan dari
ekstraseluler, intravaskular, dan area intestinal kedalam rongga
peritoneal
4.Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah
5.Infeksi berhubungan dengan invasi bakteri keseluruh permukaan
peritonium
6.Aniesietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
7.Resiko tinggi sepsis beruhubungan dengan masuknya bakteri ke
saluran sistemik
8.Gangguan body amige berhubungan dengan perut membesar
(asietas)
a.Penyimpangan KDM
3.Intervensi keperawatan
1.Pengkajian nyeri secara terus menerus, tanda-tanda vital, fungsi
gastrointenstinal, dan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2.Gambaran sifat nyeri , lokasi di abdomen dan adanya perpindahan
lokasi harus di laporkan.
3.Pemberian obat analesik dan penempatan pasien pada posisi yang
nyaman itu akan membantu dalam menurunkan nyeri.
4.Pasien harus di tempatkan pada posisi miring dengan lutut fleksi,
yang dapat menurunkan tegangan pada organ abdomen.
4.Evaluasi
Evaluasi yang di harapkan pada pasien dengan peritonitis adalah :
1.Infeksi tidak terjadi/ terkontrol
2.Tidak terjadai defisit volume cairan
3.Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
4.Ansietas berkurang / terkontrol
5.Nyeri dapat berkurang atau hilang
B. Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu:
1. Pengosongan mamae yang tidak sempurna (Dalam masa
laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-
nya berlebihan. apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, &
payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di dalam
payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan
bendungan ASI).
2. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (Pada masa laktasi, bila Ibu
tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif
mengisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI).
3. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (Teknik yang
salah dalam menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet
dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya Ibu
tidak mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI).
4. Puting susu terbenam (Puting susu yang terbenam akan
menyulitkan bayi dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat menghisap
puting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi
bendungan ASI).
5. Puting susu terlalu panjang (Puting susu yang panjang
menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak
dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk
mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan
bendungan ASI).
C. Patofisiologi
Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan
progesteron turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus
yang menghalangi prolaktin waktu hamil, dan sangat di pengaruhi oleh
estrogen tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolaktin oleh
hipofisis. Hormon ini menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar
mammae terisi dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkan dibutuhkan
refleks yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitel yang mengelilingi
alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Refleks ini timbul
bila bayi menyusui. Apabila bayi tidak menyusu dengan baik, atau jika
tidak dikosongkan dengan sempurna, maka terjadi bendungan air susu.
Gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara
penuh terasa panas, berat dan keras, terlihat mengkilat meski tidak
kemerahan. ASI biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula
payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri,
puting susu teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah
dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI. Ibu kadang-kadang
menjadi demam, tapi biasanya akan hilang dalam 24 jam
(wiknjosastro,2005)
D. Penatalaksanaan
a. Upaya pencegahan untuk bendungan ASI adalah :
b. Menyusui dini, susui bayi sesegera mungkin (setelah 30 menit)
setelah dilahirkan
c. Susui bayi tanpa jadwal atau ondemand
d. Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila produksi
melebihi kebutuhan bayi
e. Perawatan payudara pasca persalinan
3) Putting susu nyeri (Sore Nipple) dan Lecet (Crecked Nipple)
5) Mastitis
3) Putting susu nyeri (Sore Nipple) dan Lecet (Crecked Nipple)
5) Mastitis
3) Apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang
keluar pada sekitar putting susu setiap kali selesai menyusui.
pada saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat
berakibat pada munculnya kompikasi infeksi kandung kemih maupun
mengingat kondisi fisik ibu post partum masih lemah. (Rukiyah &
terlantar.
darah.
d. Ketuban pecah dini atau pada pembukaan masih kecil melebihi
6 jam .
a. Persiapan
mandi dengan posisi jongkok jika ibu telah mampu atau berdiri dengan
b. Penatalaksanaan
kantung plastik
kebelakang.
merasa nyaman.