Anda di halaman 1dari 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/302901383

Potensi Gulma Sebagai Tumbuhan Obat

Conference Paper · March 2013

CITATIONS READS

0 2,971

2 authors, including:

Andrian Fernandes
Forestry Research and Development Agency
40 PUBLICATIONS   14 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

wood quality View project

Rehabilitasi View project

All content following this page was uploaded by Andrian Fernandes on 11 May 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


i
Potensi Gulma Sebagai Tumbuhan Obat
Ngatiman dan Andrian Fernandes
Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, Samarinda, Kaltim
Centre of Dipterocarp Research, Samarinda, East Kalimantan
email : ngatiman_diptero@yahoo.com

Abstrak

Selama ini banyak orang beranggapan bahwa tumbuhan pengganggu (gulma) selalu
dianggap merugikan dalam kegiatan penanaman. Namun demikian ada beberapa jenis
gulma yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat tradisional, bahkan pada
jenis gulma tertentu sudah dikembangkan dalam bentuk obat skala industry. Penelitian
ini bertujuan untuk memberikan informasi beberapa jenis gulma yang berpotensi
sebagai tumbuhan obat. Eksplorasi gulma dilakukan di beberapa kawasan hutan di
Kalimantan Timur. Dari hasil eksplorasi diperoleh sebanyak enam jenis gulma yang
berpotensi sebagai tumbuhan obat, yaitu yaitu Phyllanthus niruri L., Centela asiatica
(L.) Urb., Imperata cylindrica, Ageratum conyzoides L., Mimosa pudica L., dan
Selaginella doederlinii Hieron.

Kata kunci : gulma, tumbuhan obat, eksplorasi

Pengantar
Thomas dan Packham (2007) menyebutkan bahwa gulma merupakan masalah
serius yang dihadapi dalam pengelolaan hutan, khususnya saat pohon baru ditanam.
Gulma memiliki berbagai jenis tingkatan, mulai yang tidak berbahaya hingga
mematikan pohon yang ditanam.
Kusuma dan Zaki (2005) mendefinisikan gulma secara sederhana sebagai
tumbuhan liar, tumbuhan pengganggu atau tumbuhan yang tidak dikehendaki dan
merugikan. Gulma dianggap merugikan karena bersaing dengan tanaman yang
dibudidayakan dalam memperebutkan ruang tumbuh, unsur hara, air dan udara. Namun
demikian, ada beberapa jenis gulma yang memiliki fungsi positif. Diantaranya dapat
berfungsi sebagai obat.
Pemanfaatan obat dari gulma hutan, sangat sesuai dengan kecenderungan yang
ada di masyarakat. Sudardi (2002) menyebutkan bahwa dewasa ini terjadi
kecenderungan di dalam masyarakat untuk mengurangi atau menghentikan pemakaian
bahan-bahan kimia dalam pengobatan. Pengembangan sistem pengobatan tradisional
mendapat perhatian para pakar di bidang kesehatan karena dapat menjadi alternative
dalam pemulihan kesehatan manusia. Oleh karena itu, merupakan peluang yang besar
untuk mengetahui dan memanfaatkan gulma dari hutan dipterokarpa untuk digunakan
sebagai bahan baku obat herbal.

Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan tahun 2007 hingga 2011 di areal hutan Dipterokarpa di PT.
Balikpapan Forest Industry (BFI) dan PT. ITCI Kartika Utama (ITCIKU) kabupaten
Penajam Pasir Utara, Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan
kabupaten Berau, KHDTK Samboja kabupaten Kutai Kartanegara.

384

ISBN : 978-602-17629-0-5
Pengamatan diutamakan ke jenis-jenis gulma yang telah dikenal dan dimanfaatkan
sebagai tumbuhan obat di masyarakat. Pengamatan tersebut dilakukan di jalur tanam.
Pada PT. BFI dan PT. ITCIKU pengamatan dibagi menjadi tiga komponen geomorfik,
yaitu posisi punggung, lereng dan lembah. Sedangkan pada KHDTK Semoi, Hutan
Penelitian Sebulu dan KHDTK Labanan tidak dilakukan pembagian komponen
geomorfik.

Hasil Dan Pembahasan


Hasil penelitian menunjukkan ada enam jenis gulma yang ditemukan dan dapat
dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat, yaitu Phyllanthus niruri L., Centela asiatica (L.)
Urb., Imperata cylindrica, Ageratum conyzoides L., Mimosa pudica L., dan Selaginella
doederlinii Hieron. Secara umum, keenam jenis gulma tersebut ditemukan di seluruh
areal Kalimantan Timur, namun secara khusus ditemukan di tempat tertentu di daerah
penanaman hutan dipterokarpa.

Phyllanthus niruri L.

Phyllanthus niruri L. dikenal juga dengan nama


Meniran, termasuk ke dalam family Euphorbiaceae.
Ditemukan di areal PT BFI. Barus (2003)
mengelompokkan P. niruri secara morfologi ke dalam
kategori jenis gulma berdaun lebar (broad leaves).
Gulma jenis Phylanthus dikelompokkan dalam jenis
gulma semusim yang tidak merugikan dan mati
setelah berbunga (Wibowo, 2006).

Dalimarta (2000) menjelaskan bahwa meniran


mengandung filantin dan hipofilantin yang berkhasiat
melindungi sel hati dari zat toksik (hepatoprotektor).
Herba ini rasanya agak pahit, manis, sifatnya sejuk,
astrigen. Berkhasiat membersihkan hati, anti radang,
Gambar 1. P. niruri L. pereda demam (anti piretik), peluruh kencing
(diuretic), peluruh dahak, peluruh haid, menerangkan
penglihatan dan penambah nafsu makan.
Ekstrak methanol dari daun P. niruri L. menunjukkan aktivitas antihiperurisemik pada
hewan percobaan tikus (Murugayaiyah, 2008). Sabir dan Rocha (2008) menjelaskan
bahwa ekstrak P niruri L. larut air memiliki efek menangkal radikal bebas,
menghambat oksidasi lemak dan meningkatkan kinerja hati dalam menangkal penyakit.
Herba P. niruri L ini telah dikembangkan menjadi sebuah obat kemasan pabrik, yaitu
Stimuno, yang berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh (imunomodulator).

385

ISBN : 978-602-17629-0-5
Centella asiatica (L.) Urb.
Centella asiatica (L.) Urb. Dikenal dengan
nama Pegagan, tergolong ke dalam family
Apiaceae. Pegagan ditemukan di PT BFI.
Gulma C. asiatica dapat ditemukan pada
tempat yang lembab dan jenis ini tidak
merugikan. Secara morfologi, Barus (2003)
memasukkan C. asiatica ke dalam
kelompok gulma berdaun lebar atau broad
leaves.
Gambar 2. C. asiatica (L.) Urb.
Dalimarta (2000) menyebutkan bahwa herba pegagan rasanya manis, sifatnya sejuk,
berkhasiat tonik, antiinfeksi, antitoksik, antirematik, penghenti perdarahan
(homeostatis), peluruh kencing (diuretic ringan), pembersih darah, memperbanyak
pengeluaran empedu, pereda demam (antipiretik), penenang (sedative), mempercepat
penyembuhan luka, dan melebarkan pembuluh darah tepi (vasodilatator perifer).
Khasiat sedatif terjadi melalui mekanisme kolinergik di susunan saraf pusat.

Ekstrak pegagan larut air tidak hanya memiliki aktivitas antioksidan, juga dapat
mengurangi kerusakan pada jaringan mitokondria (Gnanapragasam, et al. 2007).
Triterpenoid dari ekstrak pegagan dapat berfungsi sebagai zat antidepresan (Chen, et al.
2005). Asiaticosida, sejenis saponin yang diperoleh dari isolasi pegagan dapat berfungsi
untuk mengaktifkan kolagen pada kulit sehingga menghambat proses penuaan kulit
(Lee, et al. 2006).

Dalam skala laboratorium, esktrak pegagan juga diujikan pada hewan uji tikus. Rao, et
al. (2005) menjelaskan bahwa ekstrak pegagan larut air dapat mempengaruhi morfologi
saraf dan meningkatkan fungsi otak pada hewan uji tikus. Ekstrak daun pegagan juga
dapat mempercepat proses penyembuhan luka pada hewan uji tikus (Shetty, et al. 2006).

Imperata cylindrica L

Imperata cylindrica juga dikenal


dengan nama Ilalang atau Alang-
alang, dan termasuk dalam family
Poaceae. Alang-alang ditemukan di
PT BFI, KHDTK Labanan di
Kabupaten Berau, KHDTK Semoi,
HP Sebulu, dan PT ITCIKU.

Gambar 3. Gulma dan bunga I. cylindrical L.

386

ISBN : 978-602-17629-0-5
Secara morfologi, I. cylindrica tergolong dalam jenis gulma berdaun sempit atau
grasses (Barus, 2003). Wibowo (2006) menyebutkan bahwa alang-alang merupakan
jenis gulma tahunan yang akarnya dapat mengeluarkan senyawa beracun. Berkembang
biak secara vegetatif, dengan cara tumbuh tunas baru dari akar. Keberadaan gulma ini
harus diberantas.

Jayalakshmi, et al. (2010) menyebutkan bahwa alang-alang merupakan salah satu bahan
obat yang penting antara lain berfungsi untuk melancarkan kencing, pengobatan
jantung, batuk dan pilek, demam, darah rendah, meremajakan kulit, dan beberapa guna
lainnya. Semua bagian tumbuhan dapat digunakan sebagai makanan hewan, bahan
kertas dan mengobati kurap Sudarsono, et al. (2002).

Sawadago et al. (2012) menjelaskan bahwa Imperata digunakan dalam pengobatan


penyakit antiinflamasi. Akarnya mengandung saponin, steroid, terpenoid, alkaloid,
tannin, flavonoid dan gula yang mempengaruhi kerja jantung. Wright, et al. (2007) juga
menyebutkan bahwa ekstrak akar alang-alang memberikan efek pada fungsi kerja
jantung.

Ageratum conyzoides L.

Ageratum conyzoides L. dikenal dengan nama


Bandotan, dan termasuk dalam family Asteraceae. A
conyzoides ditemukan di PT BFI, KHDTK Labanan
dan KHDTK Semoi. A. conyzoides merupakan jenis
gulma semusim yang tidak merugikan dan mati
setelah berbunga (Wibowo, 2006). Secara
morfologi, Barus (2003) memasukkan A. conyzoides
ke dalam kelompok gulma berdaun lebar atau broad
leaves.

Gambar 4. A. conyzoides L.

Pasaribu (2009) menjelaskan bahwa fraksi A. conyzoides larut etanol dan kloroform
mengandung flavonoid, alkaloid, saponin, triterpenoid, fenol dan kumarin. Sedangkan
ekstrak larut air mengandung flavonoid, saponin, fenol dan kumarin. Ekstrak larut
kloroform memiliki aktivitas bioaktif dari fraksi kloroform terhadap larva udang dan
larva nyamuk bila dibandingkan dengan fraksi-fraksi yang lain. Ming (1999)
menyebutkan bahwa selain berfungsi sebagai insektisida, A. conyzoides juga memiliki
aktivitas biologi sebagai nematosida. Ekstrak A. conyzoides larut methanol memiliki
potensi sebagai zat anti racun pada hewan uji tikus (Akah, et al., 2010).

387

ISBN : 978-602-17629-0-5
Mimosa pudica L.

Mimosa pudica L dikenal dengan nama Putri


malu, termasuk dalam family Fabaceae.
Ditemukan di PT BFI, KHDTK Labanan dan
PT ITCIKU.

Barus (2003) mengelompokkan M. pudica


secara morfologi ke dalam kategori jenis
gulma berdaun lebar (broad leaves). M.
pudica L dikategorikan ke dalam jenis
vegetasi semak menahun, umumnya
merugikan dan perlu dikendalikan (Wibowo,
Gambar 5. M. pudica L.
2006).

Dalimarta (2000) menyebutkan bahwa herba putri malu memiliki rasa manis, sifatnya
agak dingin, astrigen. Herba ini berkhasiat sebagai penenang (transquilizer), peluruh
dahak (ekspetoran), peluruh kencing (diuretic), obat batuk (antitusif), pereda demam
(antipiretik) dan antiradang. Akar dan biji putri malu berkhasiat sebagai perangsang
muntah.
Sharma dan Sharma (2010) menjelaskan bahwa analisis fitokimia daun M. pudica
menunjukkan adanya tannin, flavonoid, saponin dan alkaloid. Ekstrak M. pudica
dengan pelarut air memberikan efek antibakteri yang lebih baik daripada menggunakan
pelarut petroleum ether, methanol dan atanol. Hasil penelitian Rajendran dan
Krishnakumar (2010) menunjukkan bahwa ekstrak M. pudica dengan pelarut
chloroform menunjukkan adanya senyawa glikosida, alkaloid, flavonoid dan fenolik.
Ekstrak ini memberikan efek yang signifikan sebagai agen hipolipidemik.

Selaginella doederlinii Hieron

Selaginella doederlinii Hieron memiliki nama lain


cakar ayam, dan tergolong ke dalam famili
Selaginellaceae. Ditemukan di daerah lembah dan
pinggir sungai di Hutan Penelitian Semoi, KHDTK
Samboja di Kabupaten Kutai Kartanegara.

Secara morfologi S. doederlinii dapat dimasukkan ke


dalam kelompok gulma berdaun lebar (broad leaves).
Gulma jenis S. doederlinii tidak selalu merugikan,
bahkan dapat berfungsi sebagai penutup tanah.
Namun dalam jumlah yang berlebihan,
keberadaannya perlu dikurangi agar tidak
mengganggu tanaman pokok.

Gambar 6. S. doederlinii Hieron

388

ISBN : 978-602-17629-0-5
Setyawan (2009) menyebutkan bahwa secara tradisional Selaginella digunakan untuk
mengobati luka, pendarahan, gangguan menstruasi dan kandungan, memperlancar
peredaran darah, meningkatkan daya tahan tubuh, memperpanjang usia, mengobati sakit
kepala dan lain-lain. Di samping itu beberapa jenis Selaginella juga digunakan sebagai
sayuran (lalapan), tanaman hias, dan bahan baku kerajinan tangan. Ekstrak kloroform,
etil asetat dan etanol herba cakar ayam (S. doederlinii Hieron) menunjukkan aktivitas
penangkap radikal (Nurwaini, et al., 2006).

Kesimpulan

1. Tumbuhan pengganggu (gulma) tidak selalu menimbulkan pengaruh negative


terhadap tanaman, tetapi ada beberapa jenis gulma yang bermanfaat sebagai
tumbuhan obat.
2. Ada enam jenis gulma hutan tanaman dipterokarpa yang dapat dimanfaatkan
sebagai tumbuhan obat, yaitu P. niruri L., C. asiatica (L.) Urb., I. cylindrical L, A.
conyzoides L., M. pudica L., dan S. doederlinii Hieron.

Daftar Pustaka

1. Akah, P. A., C. C. Osigwe, dan C. S. Nworu. 2010. Reversal of Coumarin-


Induced Toxicity by the Extracts and Fractions of Ageratum
conyzoides. Asian Journal of Medicinal Science 2 (3) : 121-126.
Maxwell Scientific Organization.
2. Barus, E. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Penerbit Kanisius. Jogja.
3. Chen Y, Han T, Rui Y, Yin M, Qin L, Zheng H. 2005. Effects of total
triterpenes of Centella asiatica on the corticosterone levels in serum and
contents of monoamine in depression rat brain (Zhong Yao Cai.
Jun;28(6):492-6.
4. Dalimarta, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Trubus Agriwidya.
Jakarta.
5. Gnanapragasam, A, S. Yogeeta, R. Subhashini, K K Ebenezar, V Sathish, dan T
Devaki. 2007. Adriamycin induced myocardial failure in rats: protective
role of Centella asiatica. (Mol Cell Biochem Journal. Vol : 294(1-2):55-
63.
6. Jayalakshmi, S., A. Patra, V. K. Lal dan A. K. Ghosh. 2010. Pharmacognostical
Standardization of Roots of Imperata cylindrical Linn (Poaceae).
Journal of Pharmaceutical Sciences and Research. Vol. 2 (8) : 472-476.
7. Kusuma, F. R. dan B M Zaky. 2005. Tumbuhan Liar Berkhasiat Obat.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
8. Lee J, Jung E, Kim Y, Park J, Park J, Hong S, Kim J, Hyun C, Kim YS, Park D.
2006. Asiaticoside induces human collagen I synthesis through
TGFbeta receptor I kinase (TbetaRI kinase)-independent Smad
signaling. Planta Med. journal Mar;72(4):324-8.

389

ISBN : 978-602-17629-0-5
9. Ming, L C, 1999, Ageratum conyzoides : A tropical source of medicinal and
agricultural products, buku : perspectives on new crops and new uses,
editor : J. Janick, ASHS Press, Alexandria, hal. 469-473.
10. Nurwaini, S., Y. R. Sofiana, I. R. Noor, V. Rahayu. 2006. Uji Aktivitas
Antiradikal Herba Cakar Ayam (Selaginella doederleinii Hieron), Herba
Keladi Tikus (Typhonium divaricatum (L) Decne) dan Daun
Dewandaru (Eugenia uniflora Linn.) Sebagai Sumber Alternatif
Pencegahan Penyakit Degeneratif. Fak. Farmasi UMS, PKMI.
11. Pasaribu, S P, 2009, Uji bioaktivitas metabolit sekunder dari daun tumbuhan
babandotan (Ageratum conyzoides L.), Jurnal Kimia Mulawarman, Vol.
6 (2), hal : 23-29
12. Rajendran, R and E Krishnakumar, 2010, Hypolipidemic activity of chloroform
extract of mimosa pudica leaves, Avicenna journal of medical
biotechnology, vol. 2 (4), hal. 215-221.
13. Rao SB, Chetana M, Uma Devi P. 2005. Centella asiatica treatment during
postnatal period enhances learning and memory in mice.Physiology
Behaviour Journal. Nov 15;86(4):449-57. Epub.
14. Sabir, S. M. dan J. B. T. Rocha. 2008. Water-extractable Phytochemicals from
Phyllanthus niruri exhibit distict in vitro antioxidant and in vivo
hepatoprotective activity against paracetamol-induced liver damage in
mice. Food chemistry journal. Vol. 111 : 845-851. Elsevier.
15. Sawadogo, W. R., M Schumacher, M. H. Teiten, M. Dicato dan M. Diederich.
2012. Traditional West African Pharmacopeia, Plants and Derived
Compounds for Cancer Therapy. Biochemical Pharmacology Journal.
Elsevier.
16. Setyawan, A. D., 2009, Traditionally utilization of selaginella; field research and
literature review, Bioscience, vol. 1 (3), hal. 146-158.
17. Sharma, M C dan S Sharma, 2010, Phytochemical and pharmacological
screening of combined mimosa pudica Linn and Tridax procumbens for
in vitro antimicrobial activity, International journal of microbiological
research, vol. 1 (3), hal 171-174.
18. Shetty BS, Udupa SL, Udupa AL, Somayaji SN. 2006. Effect of Centella
asiatica L (Umbelliferae) on normal and dexamethasonesuppressed
wound healing in Wistar Albino rats. International Journal of Low
Extrem Wounds. Sep;5(3):137-43.
19. Sudardi, B. 2002. Konsep Pengobatan Tradisional Menurut Primbon Jawa.
Jurnal Humaniora. Vol XIV (1) : 12-19.
20. Sudarsono, S. Wahyuono, I. A. Donatus, D. Gunawan, dan Purnomo. 2002.
Tumbuhan Obat II : Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan Penggunaan. Pusat
Studi Obat Tradisional UGM. Yogyakarta.
21. Thomas, P. A. dan J. R. Packham. 2007. Ecology of Woodlands and Forests,
Description, Dynamics and Diversity. Cambridge University Press.
Cambridge.
22. Wibowo, A. 2006. Gulma di Hutan Tanaman dan Upaya Pengendaliannya.
Badan Litbang Kehutanan. Bogor.
23. Wright, C. I., L. V. Buren, C. I. Kroner dan M. M. G. Koning. 2007. Herbal
medicines as diuretics : a review of the scientific evidence. Journal of
ethnopharmacology. Vol. 114 : 1-31. Elsevier.

390

ISBN : 978-602-17629-0-5
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai