Anda di halaman 1dari 7

UNIVERSITAS INDONESIA

PAPER EPIGRAFI DAN SEJARAH KUNO:

PROTES RAKYAT ATAS PAJAK TANAH PADA MASA MATARAM KUNO


BERDASARKAN DATA PRASASTI

Dosen Pengampu:
Dr. Andriyati Rahayu, S.S., M.Hum.

Oleh:

DANIA ARDILA PRAMESTI

(1906286651)

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

PROGRAM STUDI ARKEOLOGI

DEPOK

DESEMBER 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas paper yang berjudul “Protes Rakyat Atas Pajak Tanah Pada Masa
Mataram Kuno Berdasarkan Data Prasasti” dengan tepat waktu. Paper ini disusun untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Epigrafi dan Sejarah Kuno. Selain itu, paper ini bertujuan
menambah wawasan tentang bagaimana pemungutan pajak yang tidak adil dilakukan pada
masa lalu, khususnya pada masa Mataram Kuno. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Dr. Andriyati Rahayu, S.S., M.Hum. selaku dosen pengajar mata kuliah Epigrafi dan Sejarah
Kuno. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya paper ini. Penulis menyadari paper ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab
itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan paper ini.

Senin, 12 Desember 2022

(Dania A. Pramesti)
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang dan Tujuan

Kehidupan dan situasi keadaan masyarakat pada masa Mataram Kuno dapat diketahui
berdasarkan data yang terdapat dalam sumber verbal maupun piktorial. Sumber verbal berupa
prasasti-prasasti dan sumber piktorial adalah relief. Sampai saat ini yang dianggap
mengandung data-data yang paling mendekati kebenaran adalah prasasti. Prasasti sebagai
sumber sejarah dapat mencakup berbagai aspek kehidupan antara lain politik, sosial-ekonomi,
dan sosial-budaya. Dalam tulisan ini akan dicoba diungkapkan salah satu aspek sosial-
ekonomi pada masyarakat Jawa Kuno khususnya mengenai pungutan pajak dengan
menggunakan prasasti Luitan yang berangka tahun 823 Saka sebagai sumber data. Maka dari
itu, tujuan dari tulisan ini adalah untuk menjelaskan bagaimana protes rakyat desa Luitan atas
pajak tanah yang terlalu tinggi.

2. Rumusan Masalah

Di dalam tulisan ini, permasalahan yang akan diangkat adalah suatu masalah sosial
dari kelompok masyarakat, yaitu protes penduduk desa atas pajak yang terlalu tinggi.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Data Prasasti
1) Prasasti Luitan
Prasasti ini ditemukan pada tahun 1977, di desa Pasanggrahan, kecamatan
Kasugihan, kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Prasasti Luitan berangka tahun 823
Çaka atau 901 M. Prasasti ini berisikan aksara jawa kuno dan menggunakan
bahasa jawa kuno, serta terbuat dari bahan dasar tembaga.
 Transkripsi
1. Swasti sakawarsātīta 823 caitra māsa tithi daśami krsna paksa wā. ka. wr.
wāra. śathabhisa naksatra indra yoga tatkāla – – anak wanua ī luitan watak
kapuŋ manamwah i ra
2. kryān mapatih i hino umajarakan parnah nikanaŋ sawah kmitanya tan
wnaŋ manisi uddhara saŋka ri hőt nikanaŋ sinanguh satampah kinnonakan
ya ukuran de rakryān ramapatih
3. muaŋ rakryān i pagarwsi anuŋ kinon manukura saŋ wahuta hyaŋ kudur
muaŋ rowaŋ rakryān i pagarwsi sunguh pua ya an mahőt ikana tampahnya
tan wnaŋ manisi ta ru
4. an tŋah iŋ satampah muaŋ tan wnannya makatik 6 inataan sambah
nikanaŋ rāma masawaha lamwit 1 tampah 7 muaŋ makatika 4 apan
samankana kirakrinya sampun i
5. nukur manamākan ikanaŋ rāma pagĕh pagĕh i rakryān mapatih i hino pu
daksa śrī bahubajra pratipaksaksaya. rakai pagarwsi pu wira. rake sirikan
pu wariga. rake wka
6. pu kutak. samgat tiruan pu śiwāstra kpua inasĕan mas su 1 soaŋ soaŋ.
samgat wadihati pu dapit inasĕan mas mā 8. aninanin pu parigi muaŋ saŋ
7. babahan inasĕan mas mā 4 soaŋ soaŋ tuhān ri ayam tĕas miramirah pu
rayuŋ maŋraŋkapi halaran saŋ dhanada winaih mas mā 4 soaŋ soaŋ
makudur
8. saŋ tgaŋrat winaih pasek pasek mas mā 4 saŋ wahuta hyaŋ winaih mas mā
4 kinabaihannira samgat mawanua pu kuśala anak banua i katangaran
watak katangaran i
9. nasĕan pasak pasak mas su 9 mā 8. tuhan ni kanayakān i kapuŋ saŋ
mahantara tuhān ni lampuran saŋ karana tuhān niŋ waduā rarai saŋ tamuy
tuhān ni maŋraka
10. t saŋ lage manungu saŋ dhanaki kapua winaih mas mā 4 soaŋ soaŋ wahuta
kapuŋ si kelāśa muaŋ si gupai winaih pasak pasak mas mā 8 soaŋ soaŋ.
Rāma
11. nta I luitan rikanaŋ kala tumangap ikanaŋ praśasti si bahud rama ni kadal
maŋrankapi si gupta rama ni posti winkas si prabha rama ni buddhyanta
parujar si tguh rama ini
12. codhya wariga si bes ramma ni wahu rāma maratā si kamwaŋ rama ni
radha si mitrra rama ni rumpun si wara rama ni lĕmĕh si makara rama ni
taraju si puñjaŋ rama ni saban. sumurat i
13. keŋ praśasti citralekha i tiruan sumanka panawunan winaih pasak pasak
mas ma 4 kinālihanira
 Terjemahan
1. Selamat tahun Saka yang telah lalu tahun 823 bulan caitra tanggal 10
vagian bulan gelap hari Uwas (sadwara) Kaliwon (pancawara) Kamis
(saptawara) Sathabisa (naksatra) Indra (yoga), ketika — penduduk desa
Luitan wilayah Kapung menghadap
2. Rakkryan Mapatih Hino mengutarakan tentang masalah tanah miliknya
tidak mampu membayar pajak sebab karena sempitnya yang dianggap
setiap tampahnya (ukurannya). Diperintah agar diukur (lagi) oleh
Rakkryan Mapatih
3. Dan Rakkryan Pagarwsi. Yang diperintah mengukur adalah sang Wahuta
Hyang Kudur ditemani Rakkryan i Pagarwsi. Ukuran tampah untuk
sawahnya mengecil,
4. tidak mencupi satu setengah setiap tampahnya dan tidak mampu
mempunyai katik 6 orang, perkiraan ukuran sawah hanya 1 lamwit 7
tampah dan mempunyai katik 4 orang
5. Setelah selesai diukur rāma member pisungsung kepada Rakryan Mapatih
i Hino pu Daksa Bahubajrapratipaksaksaya, rake Pagarwsi pu Wira, rake
Sirikan pu Wariga, rake
6. Wka pu Kutak, samgat Tiruan pu Śiwātra, semua diberi mas 1 suwarna
setiap orang. Smgat Wadihati pu Dapit diberi mas 8 māsa,. Anginangin pu
Parigi dan san
7. Babahan diberi mmas 8 māsa setiap orang. Sang tuhan Ayan teas dari
Mirah-mirah pu Rayung, mangrangkrapi halaran sang Dhanada menerima
mmas 4 māsa setiap orng. Makudur
8. Sang Tgangrat diberi pisungsung mas 4 māsa. Sang Wahuta hyang
semuanya diberi mas 4 māsa. Samgat mawanua pu Kusala penduduk desa
Katanggaran wilayaj Katanggaran
9. Diberi pisungsung mas 9 suwarna 8 māsa. Tuhan ni kanayakan di desa
Kapung sang Mahantara, tuhan ni lampuran sang Karana, tuhan niŋ wdua
rarai sang Tamuy, tuhan ni manrakat
10. sang Lage, manunggu sang Dhanaki, semua diberi mas 4 māsa setiap
orang. Wahuta di Kapung si Kelsa dan si Gupai diberi pisungsung mas 8
māsa setiap orang
11. Tetua desa di Luitan pada waktu itu mendapat prassti adalah si Bahud ayah
Kadal, si gupta ayah Posti, winkas si Prabha ayah Buddhyanta, parujar si
Tguh ayah
12. Codhya, wariga si Bes ayah Wahu, rama yang sudah purna tugas si
Kambang ayah Radha, si Mitra ayah Rumpun, si Wara ayah Lemeh, si
Makara ayah Taraju, si Punjang ayah Saban., yang menulis
13. Prssti penulis dari Tiruan adalah Sumangka dan Panawungan keduanya
diberi pisungsung mas 4 mās

2) Prasasti....

2. Protes Rakyat Atas Pajak Tanah Berdasarkan Data Prasasti


Pada masa Mataram Kuno, orang menyebut pejabat pajak sebagai mangilala
drawya haji. Mangilala drawya haji mengumpulkan pajak dari penduduk terkena
pajak semisal petani, pedagang, dan orang asing. Pajak petani berupa sebagian hasil
sawah, sedangkan pajak pedagang dan orang asing berupa kain, uang emas, atau
perak. Petani paling sering menjadi sasaran para pejabat pajak atau mangilala drawya
haji. Petugas pemungut pajak di desa Luitan beberapa kali lalai dalam menghitung
luas sawah petani dan pajak yang harus dibayar. Kesalahan dalam mengukur tanah
oleh petugas pajak tentunya merugikan petani., sehingga bisa saja petani membayar
pajak yang lebih tinggi. Sedangkan mangilala drawya haji berpotensi menggelapkan
selisih pajak itu untuk kepentingan pribadi. Di dalam prasasti Luitan, menerangkan
sejumlah perwakilan petani keberatan atas perhitungan mangilala drawya haji. Para
petani memohon untuk tanahnya diukur kembali. Mangilala drawya haji menghitung
sawah petani seluas 1 tampah (6.750-7.860 meter persegi), padahal sawah petani
hanya seluas 2/3 tampah. Raja Mataram pada saat itu menerima keberatan tersebut
sehingga petani tak harus mengeluarkan pajak yang lebih tinggi. Dengan
dikeluarkannya prasasti Luitan oleh Rakryan Mapatih i Hino yang dengan persetujuan
raja, berarti telah diakui oleh kerajaan bahwa ada kesalahan pengukuran atau
kesengajaan melakukan pengukuran palsu.
Di dalam prasasti Luitan tidak disebutkan adanya sanksi bagi petugas kerajaan
yang melakukan penyelewengan, sehingga kita tidak dapat memastikan ada hukuman
bagi mereka atau tidak.

BAB III
KESIMPULAN

Sesuatu kajian terhadap mekanisme pemungutan pajak dapat menunjukkan gambaran


adanya penyelewengan dalam pelaksanaan pungutan pajak. Luas sawah yang seharusnya 2/3
tampah, dihitung menjadi 1 tampah oleh petugas pajak, sehingga mengakibatkan petani harus
membayar pajak lebih tinggi. Akibat hal ini, para petani mengajukan protes atas pajak yang
terlalu tinggi. Pihak kerajaan pun mengakui kelalaian pengukuran tersebut dengan
dikeluarkannya prasasti Luitan oleh Rakryan Mapatih i Hino atas izin dari raja.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai